Seremoni Mengenang Satu Tahun Kepergian Master Zen Thich Nhat Hanh

Seremoni Mengenang Satu Tahun Kepergian Master Zen Thich Nhat Hanh
Seremoni peringatan mendiang Master Zen Thich Nhat Hanh

Hujan rintik-rintik menguyur kota Huế ketika kami dalam perjalanan menuju wihara Diệu Trạm. Wihara Diệu Trạm merupakan wihara para Bhiksuni dengan jumlah residen 80 biarawati yang bersebelahan dengan wihara Từ Hiếu, wihara para Bhiksu dengan jumlah residen 20 biarawan. Wihara Từ Hiếu merupakan tempat Master Zen Thich Nhat Hanh ditahbiskan, oleh karena itu kadang wihara ini disebut sebagai Wihara Akar dari tradisi Zen Plum Village.

Ketika kami tiba di wihara Diệu Trạm, beberapa biarawati menyambut dan mengantarkan kami menuju kamar. Walaupun udara dingin dan lembab sangat terasa di malam itu, hati saya merasa sangat bahagia. Ada kurang lebih 150 siswa monastik dari pusat latihan Plum Village dari berbagai negara yang datang ke wihara akar untuk berpartisipasi dalam rangkaian acara peringatan satu tahun wafatnya Maha Guru Zen, Thích Nhất Hạnh. Thầy yang artinya Guru merupakan sapaan Beliau, telah menahbiskan 1.214 siswa monastik dan puluhan ribu murid awam.

Rangkaian acara peringatan satu tahun wafatnya Thầy diawali dengan dua hari retret monastik yaitu pada tanggal 3 s.d. 4 Januari 2023. Ini merupakan kesempatan yang sangat berharga bagi monastik karena para senior bhiksu dan bhiksuni dari tradisi Plum Village berbagi Dharma kepada generasi monastik yang lebih muda. Retret monastik ini juga menjadi ajang reuni, berkumpul dengan kakak dan adik seperguruan yang telah lama tidak bertemu.

Energi kebahagiaan dan keceriaan terpancar di segala sudut kedua wihara meskipun banyak persiapan yang harus dilakukan dalam menyambut total sekitar 250 monastik. Ada begitu banyak pekerjaan yang harus dibereskan, seperti memotong sayur, memasak, mempersiapkan aula meditasi, sistem audio dan terjemahan, mempersiapkan kamera dan siaran langsung, dan lain lain. Seluruh monastik dan awam yang hadir bersama-sama bersumbangsih dalam meditasi kerja.

Bunga seruni atau kadang disebut bunga krisan.
Bunga Seruni (sumber: wikipedia id)

Pada tanggal 5 s.d. 6 Januari, wihara Từ Hiếu yang merupakan tempat pelaksanaan seremoni peringatan wafatnya Thầy dibersihkan secara menyeluruh dan tenda-tenda dipasang. Bunga dan buah dipersembahkan ke altar Buddha dan Bodhisattwa, altar leluhur dan Thầy. Di altar Thầy selalu dihiasi bunga Seruni yang berwarna coklat kekuningan, ini adalah bunga kesukaan Thầy.

Di Plum Village Perancis, bunga Seruni mekar di bulan Oktober. Di Phương Khê, tempat tinggal Thầy di Prancis selalu dihiasi dengan bunga ini. Hingga saat ini, Phương Khê selalu dibersihkan secara berkala oleh siswa monastik, bunga-bunga dan tanaman yang ada tetap dirawat. Bahkan di Phương Khê telah dibangun aula meditasi yang baru.

Aula meditasi yang baru ini merupakan amanat dari Thầy ketika Beliau sedang sakit. Dengan menggunakan kursi roda, pendamping Thầy akan membawa Beliau ke salah satu gedung tua di Phương Khê dan Beliau memberikan petunjuk bagaimana dan apa yang harus dilakukan untuk pemugaran gedung tersebut. Hal ini dilakukan karena jumlah siswa monastik yang terus bertambah sehingga aula lama yang digunakan sudah tidak muat lagi. Thầy adalah arsitek dari aula meditasi yang baru itu.

Seremoni peringatan hari wafatnya salah satu leluhur Guru, Thầy Huệ Minh berdekatan dengan seremoni guru kita maka seremoni untuk Beliau juga menjadi bagian dari rangkaian acara dan diadakan pada tanggal 7 Januari. Ada banyak monastik yang merupakan siswa atau cucu siswa Beliau berdatangan ke wihara Từ Hiếu untuk mengikuti seremoni peringatan itu. Begitu pula praktisi awam hadir dari berbagai kota di Vietnam maupun dari luar negeri. Pendarasan doa-doa dilakukan secara tradisional dan menggunakan bahasa sino Vietnam yang mirip dengan bahasa Mandarin.

Day of Mindfulness (DOM) yang menjadi ikon dari Plum Village diadakan di hari Minggu, 8 Januari, begitu banyaknya siswa monastik dan praktisi awam yang berdatangan, aula meditasi wihara Diệu Trạm menjadi tidak muat tetapi tim soundsystem sudah mempersiapkan tempat di luar aula meditasi sehingga semua yang hadir dapat mengikuti DOM. Thầy Pháp Ấn membabarkan Dharma dilanjutkan dengan makan siang bersama dan sorenya ada sesi tanya jawab.

Di dalam tradisi Vietnam, tahun pertama meninggalnya seorang Guru disebut tahun Tiểu Tường, yang mana upacara peringatan ini hanya dihadiri oleh keluarga monastik dan siswa-siswa Beliau. Tahun kedua disebut tahun Đại Tường, di tahun kedua ini akan diadakan seremoni dalam skala besar, Para Maha Guru dari berbagai wihara di Vietnam akan diundang untuk menghadiri Đại Tường, ini juga seremoni memindahkan altar Thầy ke altar utama leluhur.

Meditasi kerja pun dilanjutkan di hari senin, 9 Januari di pagi dan siang hari. Lalu di malam hari di aula meditasi Bulan Purnama, wihara Từ Hiếu diadakan acara mengenang Thầy, ada begitu banyak kenangan indah yang dibagikan, transformasi dan penyembuhan, kebahagiaan dan kegembiraan serta nyanyian-nyanyian, dan semua ini dipersembahkan kepada Thầy.

Kota Huế diguyur hujan sejak saya tiba tanggal 2 Januari, jikalaupun hujan berhenti paling lama 30 menit atau satu jam saja lalu hujan akan turun lagi. Tetapi di hari seremoni peringatan wafatnya Thầy di tanggal 10 Januari, sejak pagi hujan tidak turun setetes pun sampai kami selesai makan siang.

Lebih dari 2.500 orang memadati wihara Từ Hiếu, siswa monastik, anggota ordo Interbeing, praktisi awam, anak remaja dan anak-anak. Seremoni dimulai pukul 09:00 di aula Buddha, wihara Từ Hiếu dengan mendaraskan sutra dan mantra secara tradisional dalam bahasa Sino Vietnam. Guru-guru besar memimpin pendarasan dan siswa monastik Thầy berlutut di hadapan altar Buddha serta melakukan namaskara berulang kali kepada Buddha dan Bodhisattwa.

Meditasi makan bersama

Satu jam kemudian, para monastik melakukan prosesi dari aula Buddha ke aula meditasi Bulan Purnama untuk melanjutkan pendarasan sutra dengan menggunakan Bahasa Vietnam. Bukan hanya siswa-siswa monastik Thầy yang bernamaskara pada saat pendarasan, guru-guru besar yang memimpin seremoni ini pun ikut bernamaskara di depan altar Thầy. Pendarasan sutra-sutra dilakukan dengan melodi khas dari kota Huế, sangat indah, unik dan penuh dengan kekuatan.

Di sore harinya, kami mengunjungi taman kenangan tempat Thầy dikremasikan yang berjarak 45 Km dari wihara. Saat itu hujan rintik-rintik, kami melakukan penghormatan kepada Thầy dengan mempersembahkan dupa, bunga dan buah lalu kami mendaraskan Namo Avalokitesvaraya dilanjutkan dengan meditasi jalan di sekitar taman. Setelah selesai, Thầy Pháp Ấn mengatakan bahwa Thầy sangat suka melakukan meditasi jalan ketika hujan rintik-rintik. Kami semua sangat merasakan kehadiran Thầy.

Kota Huế merupakan kota tua dan umat Buddha di sini masih sangat tradisional, monastik yang telah meninggal dikuburkan dan didirikan stupa di atasnya. Ada begitu banyak stupa dan pemakaman umum di kota ini. Ketika pemerintah kota Huế mendapat info bahwa Thầy menginginkan upacara yang sederhana dan dikremasikan, mereka membangun krematorium dari batu bata dan proses kremasi menggunakan kayu.

Stupa piramida kecil di taman kenangan

Setelah krematorium ini selesai dibangun, seorang Maha Guru yang juga sangat dihormati di kota Huế, menginginkan upacara yang sederhana dan dikremasikan, Beliau adalah yang pertama menggunakan krematorium ini. Lalu satu tahun kemudian, Thầy menggunakan krematorium tersebut. Setelah itu, krematorium ini ditutup. Di taman ini didirikan dua monumen untuk mengenang dua Guru besar dan batu bata yang digunakan disusun menjadi bentuk piramida, menjadi saksi telah dikremasikannya dua Guru besar di taman tersebut.

Saya merasa sangat terharu dapat mengikuti rangkaian acara peringatan satu tahun wafatnya Thầy, keberadaan saya di Vietnam membuat saya merasa sangat terhubungkan dengan lebih mendalam kepada wihara akar, para leluhur, Thầy dan kebudayaan serta kehidupan orang Vietnam. (Sr. Trăng Mới Lên; monastik yang berasal dari Indonesia, saat ini tinggal di Lower Hamlet, Plum Village Prancis)

Senyuman dari Plum Village

Senyuman dari Plum Village

Plum Village bukan merupakan sebuah wihara Vietnam yang terletak di tanah Eropa. Di Plum Village, kita bisa melihat budaya India, budaya Tiongkok, budaya Vietnam, dan budaya Barat. Jika kita perhatikan dengan saksama, kita melihat bahwa unsur non-Plum Village ada di Plum Village. Oleh sebab itu, Plum Village juga merupakan objek meditasi. Makin dalam kita mengamati, makin jelas kita melihatnya…. Jika kita melihat lebih mendalam, kita melihat bahwa Plum Village juga tidak lahir dan tidak mati. – Thich Nhat Hanh

 

Anh Thieu datang dari Vietnam dengan kapal bersama istri dan dua anaknya. Mereka adalah orang pertama yang membantu kami membangun Plum Village. Dari musim dingin tahun 1982 hingga musim panas tahun 1983, kami terus bekerja keras. Pada awal tahun 1983, kami mulai menanam beberapa pohon di Upper Hamlet. Pohon-pohon pertama yang ditanam adalah enam pohon pinus payung. – Thich Nhat Hanh

 

Jika Anda mengunjungi Plum Village, Anda harus membawa pulang Plum Village secara keseluruhan bersama Anda, tanpa kurang sedikit pun. Membawa pulang Plum Village, membuat Anda akan bisa bertahan lebih lama. Ajaran dan praktik mengenai “Aku telah tiba, aku di rumah” (I have arrived, I am home) selalu melengkapi ajaran tentang “mengalir seperti sebuah sungai dan bukan setetes air” (going as a river and not as a drop of water). Jika Anda adalah setetes air, maka Anda akan menguap di tengah jalan; tetapi jika Anda mengalir seperti sungai, Anda pasti akan mencapai samudera.– Thich Nhat Hanh

 

Foto-foto ini adalah milik Plum Village, Eileen Kiera, dan Lyn Fine. Sedangkan kutipan-kutipan dicetak ulang dari buku I Have Arrived, I Am Home (2003) oleh Thich Nhat Hanh dengan izin dari Parallax Press, Berkeley, California, www.parallax.org.

Saling Mencari

Saling Mencari

Telah lama aku mencari-Mu, wahai Begawan,
sejak aku masih belia,
aku telah mendengar seruan Begawan
ketika aku baru saja mulai bernapas.


Aku pergi berkelana
menempuh jalan berisiko
menghadapi begitu banyak bahaya,
menanggung keputusasaan, ketakutan, harapan, dan kenangan.

Sejak lama aku mencari Begawan,
menempuh perjalanan ke wilayah paling jauh,
sangat luas dan liar, mengarungi samudra luas,
melintasi puncak-puncak tertinggi, tersesat di antara awan-awan.
Aku telah terbaring mati, benar-benar sendirian,
di ujung tanduk pasir gurun purba.
Aku menyimpan di dalam hatiku begitu banyak air mata batu.
Aku bahkan pernah bermimpi meneguk setetes embun,
tertampak galaksi nan jauh yang berkilau dengan cahaya gemerlap.

Aku telah meninggalkan jejak kaki di pegunungan surgawi
dan berteriak dari Neraka Avici, kelelahan, gila karena putus asa
karena aku sangat lapar dan kedinginan,
karena aku mendambakan,
karena aku ingin mencari tahu,
siapakah orang yang bermartabat sempurna.

Aku tahu ada keyakinan misterius
dalam rangkulan hatiku,
keyakinan mendalam juga jernih
Di situlah tempat begawan bersemayam.
walaupun aku tidak pernah tahu di mana Begawan berada,
sejak lama aku berfirasat
bahwa Begawan dan aku sesungguhnya satu kesatuan,
lalu jarak di antara kita hanyalah sekilas pemikiran,
tidak lebih jauh daripada jaraknya detakan jantung.

Kemarin sore aku berjalan sendirian,
melihat dedaunan musim gugur berserakan di jalur tua itu,
dan bulan yang cerah, menggantung di atas gerbang,

tiba-tiba tampak seperti bayangan seorang kawan lama.
Bintang bersinar terang melaporkan kehadiranmu,
bahwa Begawan telah hadir di sini.

Semalaman turun hujan nektar,
secepat itu merembes melalui jendela,
di angkasa tertampak hujan badai menggelegar,
Bumi dan langit seolah-olah sedang marah.
Namun, akhirnya hujan di hatiku telah berhenti
awan mendung juga telah berpencar.
Aku menatap melalui jendela,
Bulan sabit telah bersinar kembali,
Bumi dan langit juga sudah tenang kembali.
Melihat pantulan diriku dalam rembulan
Aku melihat diriku sendiri,
terlihatlah Begawan. 

Begawan sedang tersenyum.
Betapa indahnya!
Rembulan kebebasan telah kembali kepadaku,
apa pun dalam benakku hilang seketika.
Sejak momen itu,
dan di setiap momen berikutnya,
aku melihat tiada yang lenyap.
Tiada yang perlu dipulihkan.
bunga mana,
batu seperti apa,
menatapku langsung mengenaliku.
Ke mana pun aku memandang,
aku melihatmu tersenyum oh Begawan
senyuman tanpa-kelahiran dan tanpa-kematian.
Senyuman yang aku terima saat memandang cermin bulan.

Aku melihatmu duduk di sana,
solid bagaikan Gunung Meru,
damai bagaikan napas,
Begawan duduk di situ,
tak pernah absen sama sekali.
Duduk sebagaimana bumi ini
tiada bara api dan badai
Begawan duduk di situ
bebas dan hening sepenuhnya.

Akhirnya,
aku menemukanmu, oh Begawan,
dan aku menemukan diriku.
Air mata berlinang tak tertahankan
Di sana aku duduk.
di bawah langit biru tua,
pegunungan yang tertutup salju terlukis di cakrawala,
dan matahari merah yang bersinar memancarkan kemilau.

Wahai Begawan,
engkau adalah cinta pertamaku.
engkau adalah cinta suci,
Dan aku tidak akan pernah membutuhkan
cinta yang disebut “terakhir”.
Engkau bagaikan sungai spiritual
telah melewati banyak kehidupan
ratusan ribu kelahiran kembali
namun selalu tertampak baru.

Telah lama aku mencarimu, oh Begawan,
sejak aku masih belia
Aku telah mendengar seruan Begawan
ketika aku baru saja mulai bernapas
Begawan adalah kedamaian
Begawan adalah soliditas
Begawan adalah kebebasan
Dialah Tathāgata Buddha 

Aku bertekad memperkuat
sumber kebebasan
sumber soliditas
dipersembahkan kepada semua makhluk
kini dan esok hari.

Walking in Freedom

Walking in Freedom

Pagi ini kami mengadakan latihan jalan berkesadaran bersama. Kali ini kami mencari tempat baru di luar sekolah, agar ada suasana baru. Dengan keterbatasan tempat yang ada di kota ini, kami mendapatkan dua tempat, kebun di sebelah sekolah sebagai tempat berlatih mindful walking dan kebun ubi dengan hamparan ladang kelapa sawit yang luas sebagai latar belakang untuk tempat meditasi berdiri. Ini cukup menyegarkan karena dapat melihat dan merasakan suasana alam kembali di tengah rutinitas kami sebagai guru.

Berikut beberapa sharing berupa puisi, cerita dan insight dari guru-guru berdasarkan pengalaman mereka dalam berlatih mindful walking pada pagi ini atau selama ini.

Masih Adakah Alasan Bagi Kita Untuk Tidak Bersyukur?

Berjalan, tak hanya sekadar menapakkan kaki di Bumi.

Berjalan adalah sebuah keajaiban yang selayaknya harus disyukuri sepanjang napas masih bersarang di raga.

Sadari betapa luar biasa bahagianya seorang ibu yang melihat bayinya mulai bisa berjalan melangkahkan kakinya untuk pertama kalinya.

Bayangkan dan sadari betapa seorang astronot atau angkasawan yang pasti sangat merindukan menginjakkan kakinya di Bumi, saat ia telah berada begitu lama di angkasa luar.

Atau…

Bayangkan betapa rindunya seorang kapten kapal atau awak kapal yang bekerja di laut lepas atau seorang nelayan yang berbulan-bulan berada di tengah laut, dan tak dapat menginjak bumi.

Jadi, adakah alasan lagi bagi kita untuk tidak bersyukur atas masih dapat dengan bebas menapakkan kaki di Bumi dan melangkahkannya? (VJM)

Sepatu Bagus Tidak Akan Berguna Apabila Kita tidak Dapat Berjalan

Aku pernah menonton sebuah film tentang kehidupan seorang perempuan dan ada suatu kutipan di dalamnya yang berbunyi seperti ini, “Sepatu yang bagus akan membawamu ke tempat yang bagus”, dan aku setuju dengannya waktu itu, sebelum aku mengenal tentang meditasi berjalan. Mengapa? Karena kita biasanya memakai sepatu bagus untuk pergi ke tempat yang bagus. Semua orang melakukan itu. Kita akan bahagia memakai sepatu yang bagus karena kita tahu kita akan pergi ke suatu tempat dengannya. Dan tentu, kita merasa bahagia karena itu.

Tetapi ketika aku belajar meditasi berjalan, pikiranku langsung berubah. Meditasi berjalan mengajarkan aku bahwa ke mana pun kita pergi, kuncinya bukan pada sepatu yang dikenakan, tetapi pada kaki yang merupakan bagian dari tubuh kita. Sepatu yang bagus tidak akan ada gunanya apabila kita tidak dapat berjalan. Disadari atau tidak, tubuh kita adalah keajaiban Tuhan, sangat indah. Kita memiliki perasaan karena kita dapat merasakan semua hal. Perasaan yang kita rasakan ketika memakai sepatu bagus yang akan membawa kita ke tempat yang bagus tidaklah sebanding dengan perasaan yang muncul ketika kita hanya memakai sepasang sandal biasa dan berjalan dengan penuh kesadaran. Aku menyadari insight ini, and it’s amazing.

Meditasi jalan telah mengajarkan aku untuk membuka mata, hati dan pikiranku bahwa aku memiliki tubuh yang menakjubkan yang harus kurawat. Aku memiliki kaki yang dapat membawaku ke mana saja yang aku inginkan. Aku memiliki mata yang dapat melihat pemandangan indah. Ini bukan lagi tentang sepasang sepatu bagus yang membuatku bahagia, tetapi kebahagiaan walau hanya memakai sandal, berjalan dengan perlahan dan penuh kesadaran, yang tidak dapat digantikan oleh apa pun.

Aku merasakan hal ini ketika retret di Pllum Village Thailand 2019. Aku melihat ratusan orang dengan wajah bahagia berlatih bersama meditasi berjalan pada pagi hari dengan pemandangan yang indah dan udara yang segar. Ya, aku dapat merasakan apa yang membuat mereka bahagia. Berjalan menyadari kaki melangkah, memperhatikan langkah kita perlahan menyentuh Bumi, dan menyadari kita dapat berjalan adalah kebahagiaan sesungguhnya. Aku yakin mereka juga merasakan hal yang sama waktu itu. Meditasi berjalan membawa kita pada perasaan lebih mendalam, lebih menghargai dan tentu saja, lebih bersyukur. (BAS)

Memandang Dari Sudut Pandang Yang Berbeda

Ketika kita berada di suatu tempat dalam suatu perjalanan, entah perjalanan sungguhan ataupun perjalanan hidup, ada banyak peristiwa yang terjadi di dalamnya, termasuk suka duka yang kita lewati juga merupakan pembelajaran bagi kita sendiri. Saat kita berdiri sendiri, menyadari napas masuk napas keluar… saya sadar saya hidup…. meyakini bahwa kita masih hidup adalah salah satu momen wujud rasa syukur kepada Allah SWT.

Ada beberapa hal yang menjadi pengingat ‘momen saat ini’ tadi pagi. Ketika melihat hamparan warna hijau, yang terbayang adalah wujud kebesaran Allah SWT. Menyadari saat kita melihat, kita masih memiliki mata yang lengkap dan sempurna, saat kita mendengar dengan telinga, bernapas dengan hidung dan paru-paru yang sehat, berdiri dengan kaki yang tegak, semua kesehatan yang ada pada kita saat ini adalah berkah pemberian Allah SWT.

Melihat sebatang pohon kering, juga menjadikan pemikiran saya lebih mendalam. Terbersit beberapa pertanyaan, “Mengapa pohon itu begitu? Mungkin banyak faktor yang mempengaruhinya, entah tanahnya yang tidak subur lagi, entah mungkin memang saatnya ia menggugurkan daunnya atau mungkin memang ia sudah saatnya kering dan mati”.

Banyak hal yang bisa menyebabkan itu semua terjadi, menyadari bahwa ia adalah salah satu bukti siklus hidup di bumi ini. Bukti bahwa ia pernah hidup, pernah berada di sekitar kita, di dekat kita, bersama kita dan bahwa kita semua adalah bukti ketidakabadian dalam hidup ini. Semua itu menjadikan diri saya belajar. Belajar bersyukur, belajar untuk menerima dan melepaskan. Ikhlas, merupakan satu kata yang tepat walau tidak mudah untuk dilakukan.(ES)

Banyak Rasa Syukur Ketika Kita Menyadari Saat Ini

Masih banyak cerita lain dari guru-guru. Semua cerita bermuara pada rasa syukur atas saat ini. Ada di antara mereka yang sedang memiliki masalah, tetapi ketika berjalan menyadari setiap langkah dan menyadari momen saat ini, dapat menyegarkan dan menenangkan mereka.

“Ketika aku bernapas masuk, aku berkata pada diriku sendiri, ‘Ini adalah menakjubkan bahwa aku masih dapat berjalan seperti ini.’ Dengan kesadaran itu, aku dapat menikmati setiap langkahku. Aku berkata, ‘Aku hidup!’

Mindfulness mengingatkan aku untuk memberi perhatian dan menikmati bahwa tubuhku masih hidup dan cukup kuat bagiku untuk berjalan.”

(Latihan Jalan Berkesadaran ini sekaligus kami persembahkan sebagai hadiah kepada Thay Thich Nhat Hanh yang genap berusia 94 tahun pada tanggal 11 Oktober 2020. Happy Continuation Day, Thay!)

Rumini, Guru Sekolah Ananda, Bagan Batu

Berita Musim Gugur Mengenai Thầy di Huế

Berita Musim Gugur Mengenai Thầy di Huế
Thich Nhat Hanh di Vietnam, sumber: https://www.voatiengviet.com/

Berita terbaru, Selasa, 6 Oktober

Dengan bahagia kami mengonfirmasikan bahwa kesehatan Thầy masih stabil, terima kasih kepada tim medis dan monastik yang merawat dan mengasihi Thầy. Tidak ada alasan untuk khawatir. Para murid senior Thầy yang datang dari pusat-pusat latihan internasional untuk menjenguk Thầy telah tiba dengan selamat di Vietnam dan sekarang sedang dalam karantina, dan akan segera menjenguk Thầy.

Kami tahu bahwa energi kedamaian, sadar-penuh, belas kasih, dan transformasi adalah dukungan yang dapat kita berikan kepada Guru kita. Untuk merayakan ulang tahun Thầy pada tanggal 11 Oktober, kami mengundang Anda untuk berbagi kisah pemulihan dan transformasi pribadi Anda di sini. Kami menganjurkan Anda untuk mempraktikkan ajaran-ajaran Thầy, dan mengambil momen ini untuk menemukan keberanian dan belas kasih untuk merekonsiliasikan diri Anda dengan seseorang yang memiliki kesulitan dengan Anda. Ini adalah hadiah terbaik yang dapat kita berikan kepada Guru kita.

18 September 2020

Komunitas terkasih,

Beberapa minggu lagi, tanggal 11 Oktober, Thầy akan berusia 94 tahun. Kami bersyukur dan bahagia karena Thầy dengan penuh welas asih masih bersama kita sejak beliau mengalami strok yang cukup berat enam tahun lalu, tetap mempersembahkan kehadiran, stabilitas dan menyertai kami yang meneruskan jejak langkah beliau, bersama-sama melanjutkan, membina dan menumbuhkan komunitas internasional Plum Village dan juga melanjutkan ajaran serta warisannya.

Sejak bulan Oktober 2018, Thầy tinggal di Wihara Từ Hiếu di Huế, Wihara di mana Thầy memulai menjalani kehidupan kebiksuannya hampir 80 tahun yang lalu. Thầy sering mengelilingi halaman wihara, berpartisipasi dalam berbagai kegiatan bersama komunitas monastik untuk berlatih meditasi jalan, puja bakti/upacara dan festival, serta berinteraksi dengan murid-muridnya dan simpatisan yang hadir dari seluruh dunia untuk silaturahmi dan menghaturkan rasa hormat kepada Thầy. Sejak pandemi virus corona merebak, wihara telah ditutup, dan berbagai tindakan pencegahan telah diberlakukan untuk menjaga kesehatan Thầy.

Kesehatan Thầy masih belum stabil, kadang menurun, kadang membaik. meskipun semangat Thầy masih cerah dan kuat, dalam sebulan terakhir ini, kondisi kesehatan Thầy makin lemah dan Thầy kehilangan nafsu makan.

Sebagai murid Thầy, kami bertanggung jawab memastikan bahwa Thầy mendapatkan apa yang dibutuhkan untuk mendukung kesehatan jasmani dan rohaninya serta memastikan semua perlengkapan untuk penanganan kesehatannya sesuai dengan situasi kondisi COVID-19. Saat ini ada ketentuan karantina, sebelum seseorang memasuki negara Vietnam, dan juga ketentuan karantina saat memasuki wilayah Huế. Karena banyak murid senior Thầy yang telah melayani dan mengajar di berbagai negara selama dua tahun terakhir ini, harapan kami agar mereka yang dekat dengan Thầy dapat hadir bersama untuk merayakan ulang tahun Thầy pada tanggal 11 Oktober mendatang. Kami merasa bersyukur bahwa mereka telah diberikan izin masuk ke negara Vietnam di masa pandemi ini.

Kami tahu, bahwa apa yang sangat membahagiakan dan menjaga semangat Thầy adalah mendengar bahwa muridnya, baik umat awam dan monastik di berbagai belahan dunia terus mengaplikasikan dan mempraktikkan ajarannya dalam kehidupan sehari-hari dan juga di masyarakat. Untuk merayakan “hari keberlanjutan” Thầy pada tanggal 11 Oktober, kami mengundang ribuan murid Thầy untuk berlatih meditasi jalan, memaafkan serta mengasihi mereka yang sedang mengalami kesulitan. Ini adalah cara yang indah untuk melanjutkan Thầy di dunia dan memelihara semangatnya selama beliau masih ada bersama kita. Semoga energi dari Bodhisattwa Awalokiteswara terus bersama Guru kita, komunitas dan semua yang sedang menghadapi masa sulit saat ini.

Kami tahu bahwa tahun 2020 adalah tahun yang sulit. Banyak dari kita yang kehilangan orang yang kita kasihi, menghadapi ketidakpastian, ketakutan dan diskriminasi. Kita semua harus melepaskan semua rencana kita dan meninjau kembali apa yang penting bagi kesejahteraan dan kebahagiaan kita. Kita tahu kita tidak boleh menyia-nyiakan apa pun juga. Kita merasa beruntung bahwa kita masih hidup, memiliki orang yang kita cintai, dan memiliki jalan spiritual sebagai tempat untuk berlindung.

Di sini, di Plum Village, Prancis, kami harus membatalkan berbagai agenda retret dimana biasanya para peserta dapat hadir tatap muka dan sebagai penggantinya kami mengadakan retret secara online. Kami berterima kasih kepada ribuan orang yang telah mengikuti retret online. Minggu ini, kami memulai retret tahunan kita, Retret Musim Hujan (Masa Varsha) selama 90 hari dengan tema non-diskriminasi. Terima kasih atas kemurahan hati para donatur dan pendukung, sehingga dapat melanjutkan kehidupan spiritual kami untuk memperdalam studi dan pelatihan. Sebagai komunitas, kami bertekad untuk berlatih dengan sepenuh hati selama tiga bulan ini dan akan menyiarkan secara langsung (live streaming). Ceramah Dharma dapat diakses setiap hari Minggu, dan kami juga akan mengunggah ceramah Dharma pada hari Kamis. Kami akan terus mencari berbagai cara untuk dapat tetap terhubung secara virtual dengan komunitas global dan ketika kondisi mendukung, dengan senang hati kami menanti dan menyambut kedatangan Anda kembali di pusat latihan kami.

Dengan kasih dan penuh rasa syukur,

Para Biksu dan Biksuni Plum Village

Thay Pulang ke Vietnam Setelah Periksa Kesehatan di Thailand

Thay Pulang ke Vietnam Setelah Periksa Kesehatan di Thailand

Wahai Komunitas Terkasih,

Sangha sangat berbahagia untuk mengumumkan bahwa pada 4 Januari 2020, Thay kembali ke Vietnam dan pulang ke vihara Từ Hiếu Root di Từ Hiếu Root setelah menghabiskan lima minggu di Thailand untuk melakukan pemeriksaan kesehatan. Kondisi Thay baik, selera makannya telah pulih, dan masih memiliki semangat yang kuat.

Selama berada di Plum Village Thailang, dekat Taman Nasional Khao Yai, Thay menikmati atmosfer yang damai dari pusat latihan dan mampu menghadiri upacara ordinasi dari empat belas biksu dan biksuni muda di komunitasnya. Thay sedang menantikan untuk melihat renovasi kuil yang baru yang telah selesai di vihara Từ Hiếu, dan kembali ke tanah air beliau saat perayaan tahun baru Lunar akhir bulan ini.

Semoga sangha merasakan Tahun Baru yang damai dan harmonis,

Para biksu dan biksuni Plum Village

Melanjutkan Jalur Transformasi Thay

Melanjutkan Jalur Transformasi Thay
Sesi Be-In @PlumVillageThailand, 12 Oktober 2019

Selamat Hari Ulang Tahun, demikianlah ucapan pada umumnya. Di Plum Village, kami mengucaptkan Selamat Hari Berkelanjutan (Happy Continuation Day). Segala sesuatu muncul karena ada kondisinya, dan kelahiran Anda bukanlah yang pertama kali, namun itu adalah kelanjutan dari kelahiran sebelumnya.

Hari Berkelanjutan juga memiliki makna kelanjutan dari guru spiritual. Para murid merupakan kelanjutan dari guru spiritualnya, ada murid monastik dan awam, melanjutkan jalur transformasi Buddha, para bodhisatwa mahasatwa, guru spiritual dan guru kami terkasih, Thay.

Hari Berkelanjutan Thay jatuh pada tanggal 11 Oktober 2019, Plum Village Thailand memberikan kesempatan kepada banyak orang untuk hadir ikut berlatih meditasi dan bersama-sama merayakannya dengan penuh khidmat. Acara perayaannya pada tanggal 12 Oktober 2019, hadir sekitar 220 orang dari berbagai negara, terutama dari Vietnam dan Thailand lebih banyak.

Ada acara Be-In (duduk melingkar untuk berbagi, mempersembahkan lagu, membacakan puisi dan sebagainya). Ada beberapa monastik senior berbagi memori indah bersama Thay.

Hari itu juga ada pemutaran film singkat tentang kehidupan Thay, kemudian Talk Show dalam bentuk bincang-bincang ringan tentang Thay dari sudut pandang monastik.

Bagian publikasi juga mengumumkan majalah Plum Village Thailand yang juga sekaligus merayakan 10 tahun berdirinya Plum Village Thailand.

Perayaan ditutup dengan sesi tanya jawab dari Sister Đoan Nghiêm tentang dasar-dasar praktik kewawasan yang diajarkan oleh Thay, kemudian bagaimana menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Malam hari ada sesi meditasi duduk dan pelepasan lentera doa untuk kesehatan Thay juga perdamaian dunia.

Thich Nhat Hanh Pulang ke Rumah

Thich Nhat Hanh Pulang ke Rumah

Jumat, 2 November 2018

Pusat Latihan Internasional Plum Village
Le Pey, Thénac 24240, Perancis

Para biksu dan biskuni dari Pusat Latihan Internasional Plum Village dari Engaged Buddhism menemani guru terkasih, Master Zen, pemimpin siritual global, aktivis perdamaian dan penyair, Thich Nhat Hanh, saat ia kembali lagi ke tanah kelahirannya. Sejak merayakan hari kelanjutannya yang ke-92 bulan lalu, beliau telah mengungkapkan keinginannya untuk kembali ke wihara akar, Wihara Tu Hieu di Hue, Vietnam untuk menetap di sana hingga akhir hayatnya. Thich Nhat Hanh telah mengubah tantangan fisik sangat berat yang muncul sejak stroke yang dideritanya sekitar 4 tahun lalu menjadi pelajaran luar biasa. Walaupun menghadapi kesulitan ini, beliau justru memberikan pelajaran yang luar biasa melalui tetap hidup dalam setiap momen dengan penuh kedamaian dan ketenangan, kehadiran sepenuhnya dan kehidupan bermakna.

Wihara Tu Hieu merupakan tempat Thich Nhat Hanh pertama kali di ditahbiskan pada tahun 1942, waktu itu beliau berusia 16 tahun. Setelah menghabiskan hampir 60 tahun mengajar di luar negeri, kepulangan terakhir Thich Nhat Hanh ke tanah kelahirannya merupakan sumber kedamaian dan kebahagiaan bagi murid-muridnya di Wihara Tu Hieu beserta silsilahnya.

Sungguh penting bagi semua pengikut internasional dari Thich Nhat Hanh untuk tetap menjalin koneksi dengan akar spiritual di Vietnam. Thich Nhat Hanh, yang telah melahirkan istilah Engaged Buddhism (Agama Buddha terjun aktif) dan mendedikasikan dirinya untuk memperbarui Agama Buddha sehingga bisa membantu individu juga masyarakat agar bisa menghadapi tantangan masa kini, selalu melihat akar pengajarannya tentang kehidupan spiritual yang terjun aktif dari patriak buddhis Vietnam yaitu Dinasti Ly dan Tran.

Walaupun sejak stroke Thich Nhat Hanh sudah tidak bisa berkomunikasi secara lisan lagi, namun ia tetap memancarkan kekuatan kewaspadaan dan kehadirannya. Setelah memanggil semua murid seniornya pada pertemuan tanggal 24 Oktober 2018 di Plum Village Thailand, tempat ia berdiam sejak Desember 2016, Thich Nhat Hanh mengomunikasikan keinginannya untuk kembali ke Vietnam melalui bahasa tubuh, menganggukkan dan menggelengkan kepala untuk menjawab pertanyaan.

Persiapan kepulangannya ke Vietnam telah dipersiapkan dan Beliau mendarat di Bandara Da Nang, Vietnam pada tanggal 26 Oktober. Kedatangannya disambut secara meriah oleh para biksu sesepuh, beserta biksu, biksuni, dan praktisi awam.

Setelah beristirahat di penginapan dekat pantai selama dua hari, Thich Nhat Hanh tiba di Wihara Tu Hieu pada sore hari tanggal 28 Oktober 2018, dimana ia disambut dengan prosesi formal tradisional yang diiringi genta dan tambur. Ketika beliau memasuki kompleks wihara, ia menyempatkan diri untuk menyentuh gerbang kuno dingin yang terbuat dari bebatuan: lambang kedatangan dan kepulangan. Semua orang yang hadir di sana dalam suasana hening ketika ia mengontemplasikan danau bulan sabit, tempat ia menggoreskan banyak kenangan pada masa monastik muda, dan kemudian berlanjut ke Aula Buddha (Buddhasala) untuk memberi hormat dan mempersembahkan dupa kepada altar leluhur.

Sejak ketibaannya, kesehatan Thich Nhat Hanh masih rentan namun stabil. Ia telah bergabung dalam meditasi jalan bersama komunitasnya pada waktu subuh, mengunjungi setiap sudut wihara yang merupakan rumahnya dan tempat ia tumbuh saat memulai perjalanan spiritualnya. Sore hari pada tanggal 26 Oktober 2018 di Da Nang, sebagai kepala wihara dan kepala silsilah Tu Hieu, Thich Nhat Hanh mengarahkan muridnya untuk mempersipkan draf surat undangan kepada semua biksu dan biksuni dari silsilah Tu Hieu (murid dan keturunan dari Master Zen Thanh Quy, guru dari Thich Nhat Hanh), untuk menghadiri pertemuan keluarga dan merayakan kepulangannya di Wihara Tu Hieu tanggal 3 November 2018. Seperti yang dikatakan Thich Nhat Hanh ketika beliau pertama kali pulang ke Vietnam tahun 2015, setelah empat dekade dalam pengasingan, “Tiada agama, tiada doktrin yang lebih tinggi daripada persaudaraan kakak dan adik”.

Bahkan pada momen saat ini, Thich Nhat Hanh masih semangat dan enerjik dalam menggunakan setiap napas dan aksinya untuk membangun serta memperkuat “beloved community of compassion” (komunitas welas asih yang terkasih), dan untuk mengembangkan penyembuhan, rekonsiliasi dan transformasi dalam komunitasnya, masyarakat dan di dunia ini.

Thich Nhat Hanh Pulang ke Vietnam pada November 2018

Sr Chan Đức’s Mewakili Thay di Union Medal Award Ceremony

Sr Chan Đức’s Mewakili Thay di Union Medal Award Ceremony

Sr. Chân Đức mewakili Thay di Seremoni Union Medal Award @NewYork

*Pidato pada tanggal 6 September 2017

 

Ibu Ketua, fakultas, para mahasiswa, dan sahabat sekalian, saya merasa ini sebuah kehormatan dapat mewakili Plum Village dan Thay, guru kami. Thay mengalami stroke pada tahun 2014, sehingga beliau tidak bisa hadir di sini bersama-sama kita. Namun Thay hadir bersama kita di sini secara semangat. Saya bisa merasakan kehadiran beliau berjalan di koridor gedung ini. Pada tahun 2001, Thay berkesempatan menginap di sini selama beberapa hari sesudah peristiwa 11 September (9/11). Beliau menyampaikan nasihat kepada masyarakat negeri ini bagaimana cara baik merespon kejadian yang menyayat hati itu di Gereja Riverside.

Jika Thay dapat berbicara pada hari ini, beliau pasti akan memberikan pesan yang sama persis seperti yang telah beliau sampaikan, ketika kita berada dalam ancaman begitu banyak kesulitan, tentang Korea Utara dan juga respon terhadap Korea Utara, bagaimana kita dapat mempraktikkan mendengar secara mendalam terutama terhadap diri sendiri, mendengar penderitaan kita sendiri, mengerti luka kita, mengerti luka mendalam kita. Kemudian, bagaimana kita dapat mendengarkan penderitaan dan luka dari mereka yang ada di sekitar kita. Bagaimana kita dapat mendengarkan penderitaan dan luka dari orang-orang yang memposisikan dirinya sebagai musuh. Melalui mendengar secara mendalam dan mampu mengekspresikan dan mendengar diri kita sendiri, kita dapat mengatasi kesulitan-kesulitan yang terbentang dari homo sapiens dan bumi kita pada saat itu. Daripada menghancurkan homo sapiens, kita dapat mengubah homo sapiens menjadi homo conscious, makhluk yang paham bagaimana untuk hidup secara bermakna dalam kehidupan sehari-hari, hidup dengan belas kasih, dengan cinta kasih, dengan gembira, kebahagiaan mendalam, dan cinta mendalam.

Medali ini akan dikirimkan ke Thailand, tempat Thay sedang menjalani masa pemulihannya. Atau mungkin ke Vietnam, saat ini (cat: 22 Okt) Thay sedang mengunjungi Wihara akar Plum Village, Tu Hieu, disitulah Thay pertama kali ditahbiskan menjadi samanera. Saat itu, keinginan mendalam beliau adalah memperbarui Agama Buddha, sehingga Agama Buddha bisa menjadi sebuah jalan yang terbuka untuk kita agar bisa menghadapi penderitaan masa kini. Ketika Thay tinggal di New York, beliau mampu menyembuhkan banyak luka yang beliau alami di masa perang Vietnam. Saat itu, beliau kembali kepada dirinya sendiri, dan mempraktikkan meditasi jalan, napas berkesadaran, agar bisa menyembuhkan dirinya sendiri. Penyembuhan itu terjadi, seperti yang beliau katakan dalam jurnalnya di tahun 1962, ketika beliau membaca catatan harian menjelang akhir dari Dietrich Bonhoeffer, yang juga pemilik seminari ini. Pengorbanan, pengertian, dan kasih dari Dietrich Bonhoeffer sangat diapresiasi oleh Thay, dan membantu Thay menyadari betapa ketulusan dan keberanian dibutuhkan untuk memperbarui Agama Buddha.

Thay selalu berpikir bahwa beliau akan dapat mengajar di Vietnam, memperbarui Agama Buddha di Vietnam. Namun, sebab dan kondisi membawanya ke Amerika Serikat, yang berarti bahwa selama lebih dari empat puluh tahun (beliau dalam pengasingan selama empat puluh tahun), sejak beliau datang pada tahun 1962 sampai hari ini, Thay telah mempersembahkan sebuah Agama Buddha baru bagi dunia Barat. Sejak itu, kita dengan penuh keberanian dapat terus maju dan dapat terus maju di jalan ini yang membantu kita bertransformasi dari homo sapiens menjadi homo conscious. Jenis makhluk yang tidak hanya peduli dengan spesies manusia akan tetapi mampu menjaga seluruh makhluk, khususnya bumi tercinta yang kita pijak ini, sekeliling kita, dan atmosfer yang berada di atas kita.

Kami sangat bersyukur dapat hadir di sini hari ini, bersama-sama dengan Anda semua, dapat menerima medali yang luar biasa ini. Kami akan membawanya untuk Thay. Thay akan selalu di sini bersama dengan Anda di dalam hati Anda semua. Kapanpun Anda mempraktikkan jalan penuh kedamaian di sepanjang koridor ini, Anda semua berada dalam sentuhan Thay.

Sebagai ungkapan terima kasih kepada fakultas dan seluruh mahasiswa di institut ini, kami ingin mempersembahkan sebuah kado kecil. Ini adalah kaligrafi karya Thay. Kami berharap kado ini bisa sedikit memperkuat Socially Engaged Buddhism yang dipopulerkan oleh Thich Nhat Hanh untuk Agama Buddha yang lebih aktif terjun ke dalam masyarakat. Ketika program itu telah mendapatkan kondisi yang sesuai, maka kado itu bisa ditempatkan di ruang itu. (Ang)

Sumber: https://plumvillage.org/news/2017-union-medal/

Hari Berkelanjutan Thay yang ke-91

Hari Berkelanjutan Thay yang ke-91


Setelah selesai Vassa, tanggal 08 Oktober 2017, Sangha di Thailand mempersiapkan beberapa acara untuk merayakan hari berkelanjutan Thay yang ke-91. Ini adalah kali pertama Thay merayakan hari berkelanjutannya di Thailand. Beberapa biksuni senior dari Hue (Vietnam) beserta biksuni dari Wihara akar Tu Hieu dan Dieu Tram juga ikut hadir. Banyak monastik dari Vietnam turut hadir untuk memberikan ucapan dan doa.

Program untuk merayakan hari berkelanjutan Thay dimulai pada tanggal 9 Oktober. Thay Phap Ung memberikan orientasi latihan kepada praktisi awam yang hadir. Pada malam hari itu, pukul 19:30 semua berkumpul untuk memanjatkan doa dan mengucapkan selamat untuk Thay. Ada juga pameran yang telah dipersiapkan oleh para monastik di Aula meditasi, yang terbagi dalam beberapa kategori yaitu:

Sejarah dan perjalanan Thay
Berbagai terobosan baru dan pandangan Thay
Murid Thay dari berbagai negara
Alat yang dipergunakan Thay untuk menjelaskan Dharma
Komunitas diseluruh dunia
Reformasi ajaran Buddha dan kontribusi untuk dunia

Thay Phap Niem memperkenalkan secara ringkas tentang berbagai pameran tersebut, setelah itu ada barongsai. Semua yang hadir menikmati pameran dengan hening, setiap langkah di aula meditasi dilakukan dengan khusyuk. Semua orang memiliki kesempatan untuk bersentuhan dengan Thay lebih dalam lagi lewat pameran itu. Thay dari usia muda, kehendak masuk monastik, kehendak untuk memperbarui ajaran Buddha, kesulitan ketika perang, praktik di masa sulit, kontribusi terhadap agama Buddha secara internasional, sehingga lahirlah Pintu Dharma Plum Village.

Pada pagi tanggal 10 Oktober, Thay Phap Niem dan Thay Trung Hai memimpin sesi tanya jawab dengan topik praktik transformasi penderitaan dalam keluarga, bagaimana memanfaatkan latihan hidup penuh kesadaran dalam keluarga. Sore hari itu ada Be-In bersama-sama. Thay Tu Thong menyampaikan tentang berbagai kegiatan penting yang pernah Thay lakukan.

Pada tanggal 11 Oktober pagi, yaitu hari berkelanjutan Thay yang ke-91, setelah meditasi duduk, kemudian dilanjutkan meditasi jalan menuju kuti Thay untuk memberikan hormat dan ucapan selamat kepada Thay. Walaupun dalam kondisi kurang sehat, Thay turun dan menyambut semua yang telah hadir.

Sumber : http://langmaithailan.org/vi/sen-hai-dau-mua/ngay-tiep-noi-su-ong-2017/

Thay Tiba Di Vietnam

Thay Tiba Di Vietnam

Pemberitahuan Resmi

Plum Village
29 Agustus 2017

Kepada seluruh Pusat Latihan Plum Village
Kepada seluruh Pusat Latihan dan Sangha di seluruh dunia,
Kepada Teman-teman Kami yang Tercinta,

Kami sangat berbahagia untuk menyampaikan bahwa hari ini, 29 Agustus 2017, pukul 12.35 waktu setempat, Guru tercinta kami telah mendarat dengan selamat di bandar udara Đà Nẵng, Vietnam. Ini kunjungan pertamanya ke Vietnam sejak tahun 2008.

Dalam beberapa minggu terakhir, Thay telah menyampaikan keinginan kuatnya untuk kembali ke kampung halamannya sekali lagi, dan Sangha sangat senang telah berhasil mewujudkan keinginannya. Perjalanan Thay akan melibatkan kunjungan ke Plum’s Village Root Temple, Chùa Từ Hiếu, di Huế, tempat Thay pertama kali memulai latihan monastiknya pada tahun 1942.

Kami ingin menyampaikan rasa syukur yang mendalam kepada para komunitas global atas dukungan penuh yang telah diberikan kepada Guru kami, baik secara material maupun spiritual. Dukungan kalian telah memberikan Thay kekuatan yang sangat besar dalam masa pemulihannya, dan telah membantu mewujudkan kunjungan ke tanah airnya ini.

Kami memahami bagaimana berharganya masih memiliki Guru tercinta bersama kita, yang memancarkan keberanian, kekuatan, dan keberadaan yang besar. Dan kami memahami bahwa Thay mendapatkan energinya dari latihan para muridnya di seluruh dunia. Beliau ada bersama kita semua, setiap kali kita mengambil satu langkah atau nafas dengan kesadaran penuh, dan membawa kedamaian dan kegembiraan bagi kita dan dunia di sekitar kita.

Meskipun tidak ada rencana untuk mengadakan retret atau acara publik selama kunjungan Thay ke Vietnam–untuk mempertahankan kesehatan Thay–kami mendorong Anda semua untuk ikut bersama-sama melanjutkan visinya mengenai kesadaran kolektif, dengan mengikuti kegiatan di tahun 2017, yaitu “Awakening Together, Healing the Ancestral Heart” Tur AS (dengan acara di New York, California, New Mexico, Tennessee, dan Mississippi), Tur Inggris 2017 kami, atau dengan mengunjungi salah satu pusat latihan kesadaran kami di seluruh dunia.

“Walk with Me,” sebuah film dokumenter tentang Thich Nhat Hanh dan Plum Village, yang dinarasikan oleh Benedict Cumberbatch, telah ditayangkan secara perdana di AS bulan ini, dan telah mulai ditayangkan di bioskop AS, Eropa, dan Asia. Kami berharap semua orang dalam komunitas kami di seluruh dunia dapat memiliki kesempatan untuk menikmati perjalanan sinematik ke dunia penuh kesadaran ini, dan berbagi dengan teman-teman, membantu mewujudkan visi Thay untuk mentransformasikan bioskop menjadi aula meditasi.

Seperti yang Thay sampaikan pada kunjungan Beliau yang ke-2 di Vietnam tahun 2007, “Saya telah menjadi biarawan selama 65 tahun, dan saya menemukan bahwa tidak ada agama, filosofi, dan ideologi yang lebih tinggi daripada persaudaraan.” Thay mengingatkan kita bahwa dengan solidaritas dan persaudaraan sejati, semuanya menjadi mungkin.

Dengan kasih dan kepercayaan,
Biarawan dan biarawati Plum Village

Laporan resmi di kemudian hari mengenai kepulihan Thay akan dibagikan dari waktu ke waktu di plumvillage.org, langmai.org, villagedespruniers.org, dan www.facebook.com/thichnhathanh, serta di thichnhathanhfoundation.org

Sumber: https://plumvillage.org/news/thich-nhat-hanh-arrives-in-vietnam/
Penerjemah: Hestia M

Thich Nhat Hanh

Thich Nhat Hanh

Thich Nhat Hanh
Thich Nhat Hanh, foto oleh Paul Davis

Thich Nhat (Vietnam: Nhất Hạnh) lahir pada bulan 11 Oktober 1926 di Sentral Vietnam, beliau yang akrab di sapa Thay yang berarti guru; merupakan biksu zen yang berasal dari Vietnam, penulis, penyair, dan aktivis hak azasi manusia, ia yang sudah berusia 96 tahun sekarang ini juga merupakan sosok yang sangat dikagumi oleh masyarakat dunia dewasa ini.

Thay bergabung dengan Biara Zen pada umur 16 tahun, mulai belajar ajaran Buddha sejak samanera, kemudian menerima penahbisan penuh sebagai biksu pada tahun 1949. Nama lengkap Thay adalah Thich Nhat Hanh (Vietnam: Thích Nhất Hạnh), nama keluarga Thích diberikan kepada semua biksu maupun bhiksuni di Vietnam, yang berarti bagian dari suku Shakya (Buddha Shakyamuni).

Di awal tahun 1960an, pada masa perang Vietnam, Thay mendirikan organisasi sosial School of Youth for Social Service (SYSS) di Saigon yang terdiri dari lapisan masyarakat akar-rumput untuk membantu meringankan penderitaan korban perang dan membangun kembali desa-desa yang hancur akibat bom, membangun sekolah dan pusat perawatan kesehatan, mencari cara untuk melakukan penempatan ulang masyarakat yang kehilangan rumahnya.

Thay menempuh perjalanan ke Amerika Serikat dan belajar di Universitas Princeton, dan kemudian menjadi dosen di Universitas Cornell dan Universitas Columbia.

Tujuan utama kunjungannya ke Amerika adalah untuk mendesak pemerintah Amerika untuk menarik diri dari kancah perang Vietnam, Thay sungguh tidak ingin melihat saudara membunuh saudara di Vietnam, Dr. Martin Luther King, Jr tersentuh oleh pembawaan eling, damai dan tenang Thay ikut mendukung untuk segera mengakhiri perang Vietnam melalui gerakan non kekerasan, Thay juga berbicara di hadapan berbagai kelompok perdamaian. Thay juga memimpin delegasi Buddhis berpartisipasi dalam Perbincangan Perdamaian di Paris.

Pada tanggal 25 January 1967 Institut Nobel di Norwegia melayangkan sebuah surat untuknya, Martin Luther King menominasi Thay sebagai penerima Hadiah Perdamaian Nobel.

Seorang guru yang sangat dikagumi oleh dunia barat, Thay termasuk tokoh yang berjasa dalam membawa Ajaran Buddha ke dunia barat, melalui latihan hidup sadar ternyata berbagai kalangan yang berasal dari latar belakang relijius, spiritual dan pandangan politik berbeda-beda bisa menerimanya dengan begitu alami. Latihan hidup sadar dengan perhatian penuh (mindfulness) merupakan adaptasi dari sensibilitas nuansa Barat. Pada tahun 1966 Thay mendirikan Order of Interbeing, secara alami berbagai pusat latihan monastik dan pusat latihan lainnya juga bermunculan di berbagai belahan dunia.

Sejak perjalanannya ke dunia barat dan aktivitas menyerukan perdamaian, Thay harus mengasingkan diri di dunia eropa, ia tidak bisa pulang kembali ke kampung halamanya lagi yaitu Vietnam, kejadian ini melahirkan pusat retret seni hidup berkesadaran yang bertempat di daerah Dordogne Perancis Selatan, bernama Plum Village, telah menjadi rumahnya, sejak itu beliau berkunjung ke komunitas internasional untuk memberikan ceramah dan retret. Thay juga yang merupakan inisiator istilah Engaged Buddhism (Ajaran Buddha yang aktif terjun ke berbagai aspek kehidupan) dalam bukunya yang berbahasa Vietnam dengan judul: Lotus in a Sea of Fire.

Karena menolak berpihak pada salah satu blok (komunis maupun anti komunis), beliau diasingkan oleh pemerintah Vietnam sejak lama. Thay baru diizinkan pulang ke Vietnam pada tahun 2005 dan 2007. Thay telah menulis lebih dari 100 judul buku, mencakup lebih dari 40 judul yang berbahasa Inggris. Beliau juga menerbitkan Ceramah Dharma per kuarter dalam Jurnal Order of Interbeing, The Mindfulness Bell. Thay terus aktif berkarya dalam pergerakan perdamaian, memberi sponsor retret untuk peserta dari Israel dan Palestina, mendukung kedua pihak untuk mendengar secara mendalam dan saling belajar dari sesamanya. Beliau berulang kali memberi pidato untuk mendesak negara-negara yang terlibat dalam pertikaian untuk berhenti berperang dan jadikan non-kekerasan sebagai solusi bagi berbagai sengketa; Pada tahun 2005 dan 2007, beliau meminpin “perjalanan perdamaian” di Los Angeles, dihadiri oleh ribuan orang demi untuk memberi dukungan kepada para biksu yang sedang melakukan demonstrasi di Myanmar. Beliau juga dianugerahkan “Courage of Conscience” pada 16 Juni 1991. Selain memberi bimbingan retret, ia juga tur ke berbagai negara Eropa, Amerika, dan Asia untuk berbagi seni hidup berkesadaran bersama 4 lapisan sangha (monastik dan sahabat awam).