Satu Kesatuan Yang Saling Terhubungkan

Satu Kesatuan Yang Saling Terhubungkan
Retret Nyepi Maret 2024, di Pondok Sadhana Suddhi Bhavana, Cimahi

Saya awalnya ragu untuk ikut retreat Nyepi Maret 2024. Alasannya karena mengingat Desember tahun lalu, lama perjalanan Jakarta – Bandung 5 jam, kemudian Bandung ke Jakarta sekitar 4 jam. Tapi mulai berpikir cari pembelaan, sepertinya akan lancar long weekend ini karena biasanya saat mulai atau selama bulan puasa, jalanan Jakarta – Bandung – Jakarta lebih sepi #harapan.

Setelah pulang retreat Desember, kebetulan ada kumpul keluarga lalu ditanya, kegiatannya apa saja dan apa yg didapat selama retreat. Dan tentu saja semua pengalaman dan pelajaran yang baik ataupun kurang baik (menurut pendapatku) aku ceritain, dan ternyata berhasil sepupuku Indira mau ikut retreat. Jadi lebih yakin mau ke Bandung karena ada navigator yg bisa diajak ngobrol, curhat, nyanyi bareng sepanjang perjalanan walau kena macet.

Saya telat sampai di Pondok Sadhana Suddhi Bhavana (PSSB), ikut briefing sebentar langsung meditasi jalan di hutan. Selama meditasi jalan, yang menjadi perhatian saya bukan menyadari napas atau menyadari langkah kaki, tapi sandal yang menginjak tanah, kaki yang kena tanah, celana yang kena cipratan tanah. Sepanjang meditasi jalan saya sibuk dengan mengangkat-angkat celana supaya tidak kotor, pikiran sibuk ke belakang – harusnya tadi di jalan lebih cepat jadi tidak terlambat dan bisa ganti celana duluan, lalu sibuk ke depan – habis ini cuci kaki, bersihkan sandal, ganti celana, bersihkan celana, ke Gedung Serba Guna (GSG) menaruh tas, pilih tempat tidur, pindahkan mobil dst.

Meditasi jalan walaupun hujan
Meditasi jalan menikmati pemandangan

Selama sibuk sendiri dengan langkah dan pikiran, lalu saya melihat Bhante dan teman-teman melangkahkan kaki dan jalan dengan tenang, menikmati udara sekitar. Melihat itu semua seperti reminder bagi saya untuk kembali ke momen ini, coba menyadari napas masuk keluar, menyadari langkah kaki kanan kiri, mengabaikan tanah yang menempel di sandal, kaki, celana, merasakan cuaca saat itu, dan dari sini baru menyadari peranan dan pentingnya komunitas dalam berlatih.

Di malam hari saat pembabaran Sutra Lima Cara Memadamkan Api Kemarahan, saya terkesan dengan cara keempat. Selama ini kalau saya dihadapkan dengan orang yang perbuatan, ucapan, niatnya buruk, maka saya anggap orang itu sebagai orang yang jahat, kejam, tidak berperikemanusiaan dsb. Jika kemarahan saya sudah muncul, dan pada akhirnya saya berpikir, biarkan saja dia buruk seperti itu toh nanti dia sendiri yang akan terima akibatnya (sekarang saya pikir ini lebih seperti menyumpahi).

Lalu di cara keempat dalam Sutra tersebut disebutkan bahwa sesungguhnya dia adalah orang yang benar benar menderita, jika kita bisa membuka pintu hati dengan cinta dan belas kasih, maka kita bisa memadamkan bara api kemarahan dan menolong orang tersebut untuk bertransformasi dan merealisasikan kebahagiaan. Selama ini saya berpikir bahwa orang tersebut yang membuat orang lain menderita, tapi setelah mendengar cara keempat ini, saya akan coba belajar untuk mempraktikkan dengan berpikir sebaliknya bahwa sebenarnya orang tersebutlah yang paling menderita.

Saya pernah lihat judul buku “No Mud, No Lotus” oleh Thich Nhat Hanh. Saya belum baca buku itu, hanya sinopsisnya dan sejauh yang saya mengerti adalah tanpa penderitaan (ibarat : lumpur), kamu tidak bisa menemukan kebahagiaan (ibarat : bunga teratai). Penderitaan dan kebahagiaan seperti satu kesatuan yang saling terhubungkan. Di sinopsis buku itu ditulis cara mendapatkan kebahagiaan adalah dengan mengakui atau merangkul (bukan lari menghindar) penderitaan dan mengubahnya. Ceramah dari Bhante mengenai transformasi ini juga yang menjadi salah satu pelajaran dan PR buat saya praktikkan. Sekarang saya berpikir “No Mud, No Lotus” apakah pengertiannya sama dengan proverb yang lebih sering didengar “No Pain, No Gain” ?

No Mud No Lotus, Thich Nhat Hanh @ParallaxPress

Terima kasih kepada Bhante Nyanayasha atas pembacaan Sutra, sharing dan ceramah Dharma yang diberikan. Semoga apa yang saya dapatkan dari retreat ini, dapat dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Terima kasih kepada pengurus PSSB, para volunteer, panitia, peserta retreat, yang sudah merencanakan, melaksanakan, mendukung, berbagi pelajaran dan pengalaman selama retreat. Datang ke retreat ini rasanya seperti datang ke konser musik; selain bisa melupakan stress dan merasakan ambience yg nyata, batin juga mendapatkan nutrisi.

Terima kasih kepada tim security, tim dapur, dan khususnya Pak Asep yang sudah membantu mengatasi kesalahan saya.

Saya minta maaf juga karena kekepoan saya kemarin jadinya salah satu fasilitas di PSSB rusak.

Semoga bisa bertemu lagi di kesempatan lainnya. (Clarissa)

Radio 24 Jam Nonstop

Radio 24 Jam Nonstop

Ide ideal dalam bayangan saya dalam mengikuti retret adalah berhasil memperhatikan napas baik frekuensi, panjang napas dan lamanya perhatian penuh, singkatnya kualitas memperhatikan napasnya meningkat, syukur-syukur tercerahkan seperti Sidharta Gautama.

Saat meditasi dibimbing hari kedua, tiba-tiba saya menyadari pikiran saya penuh dengan segala jenis nama buah-buahan dan sayur-sayuran. Napas masuk, saya tahu saya sedang bernapas masuk, kemudian muncul brokoli, mau dimasak kapan dan hari apa. Teng…… suara genta, oow….. 2 menit hilang karena brokoli. 

Retret Volunteer 27 – 30 Okt 2022 @PondokSadhanaAmitayus

Syair kedua dibacakan, alih-alih memperhatikan napas dan kata kunci, muncul silih berganti buah naga, papaya, nanas dan lain-lain. Meditasi berakhir antara memperhatikan napas dan upaya membuang pikiran yang penuh dengan segala urusan bahan baku.

Saya mengikuti retret sekaligus berperan sebagai penanggung jawab harian bagian konsumsi bersama beberapa teman yang lain. Karena ini retret panjang maka persediaan bahan mentah pun menggunung memenuhi lemari pendingin dan dapur, entah karena merasa bertanggung jawab terhadap kesejahteraan perut semua peserta, kesegararan bahan baku atau mix match bahan untuk mendapatkan keragaman menu.

Dari sini saya menyadari, ketenangan yang digambarkan orang lain untuk menilai pribadi saya masih  ditahap permukaan, saya masih tidak bisa tenang dan damai memikirkan urusan konsumsi yang terlihat jelas mempengaruhi meditasi formal saya.

Metode latihan yang ditawarkan Plum Village adalah Engaged Buddhism, membawa Dharma dalam hidup keseharian, secara mandiri berlatih untuk berhenti berpikir, bergerak ataupun berbicara dan menggunakan terutama bunyi genta untuk kembali ke napas, makin menyadari tubuh, pikiran ataupun emosi, maka kita akan makin melambat secara alami. 

Monastik dari Plum Village Thailand

Kalau dalam bahasa slank, INI GUA BANGET sampai di hari terakhir saya tiba-tiba menyadari bahwa energi kebiasaan saya dan peserta lain sangat kuat sehingga kami lebih sering tidak berhenti dalam menghabiskan waktu, kami masih dipaksa untuk berhenti pada saat genta atau jam dinding berbunyi. 

Pikiran itu seperti monyet lincah yang meloncat dari satu pohon ke pohon lain, konon itu yang dikatakan para bijaksana, dalam retret ini saya merealisasikan kebenarannya dengan sangat jelas bahwa saya tidak menyadari bahwa otak saya riuh rendah dengan beragam pemikiran dan segala jenis pembicaraan sendiri dan saya tidak menyadari dan mengira semuanya baik-baik saja. Otak saya itu persis seperti kata Thay, radio 24 jam nonstop, alamak!

Pada satu kali Dharma sharing, kami diminta untuk menggambarkan cuaca hati pada hari itu dan menceritakan kepada keluarga diskusi setelahnya, beberapa orang menggambarkan keluarga selain dirinya sendiri, compare to them I felt how selfish I am. Perasaan itu muncul begitu saja, walaupun permintaan fasilitator adalah menggambarkan cuaca hati sendiri, saya tidak salah menggambar diri sendiri namun kenapa ada yang bisa mengikutsertakan orang lain? 

Dalam observasi saya sejauh ini, ini merupakan refleksi dari latihan bodhisatwa, saya bisa benar dan bisa salah, namun latihan ini membuka pintu hati dan pikiran saya, latihan ini tidak bisa dilakukan instan-dadakan, karakter dan terutama kemampuan untuk berhenti adalah hasil dari latihan berkelanjutan.

Tubuh, pikiran dan emosi adalah kesatuan. Emosi akan merefleksikan bentuknya dalam gesture tubuh, semuanya bisa dibentuk dengan pikiran yang stabil terlatih, so far that are what I get from those retreats, thanks for train me. (Kshantica)

Hal Kecil Membuat Hati Terasa Damai

Hal Kecil Membuat Hati Terasa Damai
Retret Wake Up Nov 2022

Pengalaman pertama mengikuti Day of Mindfulness (DOM) Plum Village di Maret 2019 sangat membekas di memori saya. Saat pulang dari acara, saya merasa sangat bahagia tapi sulit menjelaskan mengapa saya merasa demikian.

Dalam kehidupan sehari-hari, saya merasa bahwa kebahagiaan itu harusnya datang dari pencapaian tinggi maupun hasil yang luar biasa. Setelah pengalaman DOM yang membahagiakan tersebut, saya merasa ‘addicted’ untuk memperhatikan hal yang sedang saya kerjakan, dan saya menjadi sadar bahwa berada di momen kekinian membuat saya lebih mengapresiasi hal kecil. Anak yang biasa mukanya datar ini pun lama kelamaan jadi lebih sering tersenyum 🙂

Tiga tahun kemudian, saya bersyukur bisa mengikuti retret Wake Up, berlatih bersama dengan brother sister secara offline lagi. Perbedaan asal negara dan bahasa tidak menjadi rintangan untuk kami semua untuk menikmati kehangatan dan suasana yang sukacita.

Retret selama empat hari mengingatkan saya betapa bahagianya berada di masa kini : bernapas, makan, berjalan, bernyanyi dengan kesadaran. Sebagai orang yang menghargai efisiensi, memiliki hari yang produktif, dan terkadang terjebak dalam budaya ‘hustling’, saya diingatkan bahwa kita selalu memiliki cukup kondisi untuk berbahagia.

Saat kita bisa menikmati proses, hidup jadi lebih indah. Saat bernyanyi dan menggerakan badan secara sadar penuh, lirik lagunya terasa masuk ke dalam, menyegarkan diri. ‘Duduklah disini jika sedih.. Seruput teh ini bersama (lagu Plum Village)’. Hal kecil membuat hati terasa damai

Saya sadar tidak ada salahnya mempunyai banyak rencana untuk mengisi hari kita – namun saat kita makan kita fokus pada makanan; saat kolega kita mengutarakan ide mereka, kita memperhatikan ucapan mereka; saat orang tua kita memberikan nasihat, kita coba tidak memotong ucapan mereka dan menjawab dengan ucapan yang halus (walaupun sejujurnya masih menjadi praktik yang menantang untuk saya). Dari sudut pandang efisiensi, fokus pada pekerjaan kita membuat kita menyelesaikan segala sesuatu lebih cepat dan hasil lebih baik.

Berkat brothers sisters monastik, dan teman-teman yang mengikuti retret bersama, saya akhirnya memutuskan mengambil 5 Latihan Hidup Berkesadaran Penuh (5 Mindfulness Training atau 5MT) sebagai komitmen untuk terus berlatih gaya hidup yang berdampak baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

Awalnya saya tidak terbayang mengambil 5MT karena rasanya berat – masih banyak habit energy atau tindakan saya yang belum sesuai. Namun setelah bertukar pikiran dengan keluarga Plum Village, saya menjadi yakin bahwa 5MT berguna sebagai arahan untuk praktik hidup sehari-hari, dan bukan alat untuk menghakimi diri.

Hadiah yang saya bawa pulang dari retret adalah bangun lebih pagi dan memulai hari dengan positif, semakin banyak pilihan lagu untuk dinyanyikan ke keponakan maupun bersenandung saat menunggu, dan 5MT untuk dilatih secara rutin. (Gracia Yap)

Nikmatilah Menjadi Peserta

Nikmatilah Menjadi Peserta
Retret Volunteer 28 s.d. 30 Oktober 2022 @PondokSadhanaAmitayus


Sekitar 5 tahun lalu (2017) terakhir saya mengikuti retret secara offline. Lalu pandemi menerpa indonesia sejak awal tahun 2020 sempat 1 kali saya mengikuti retret secara online. Saat membaca grup ada notifikasi akan diadakan retret offline wah saya sangat senang sekali. Dan mengajak pasangan saya yang belum pernah mengikuti retret Plum Village. Saya ingin dia mengetahui pelatihan Plum Village ini dan mungkin nantinya kami dapat berlatih bersama di kehidupan sehari-hari.
 
Saya tiba di Pondok Amitayus pukul 8.30 malam, peserta lain sudah masuk ke kamar. Panitia memberikan kami berdua selembar kertas dan tali name tag untuk kami kreasikan dengan gambar dan nama masing-masing. Senang sekali rasanya sudah sangat lama tidak menggambar menggunakan pensil warna. Mendengarkan suara jam dinding yang berbunyi setiap 15 menit sekali tanda kita sejenak berhenti melakukan aktivitas untuk kembali memperhatikan napas kita. Mendengar bunyi jam dinding dan bersama-sama yang lain berlatih kembali memperhatikan napas energinya berbeda jika kita menyetel bel 15 menit sekali dari aplikasi Plum Village di gadget kita. Adanya energy collective yang tercipta. Tidak terasa waktu sudah menunjukan pukul 9.30 malam saatnya noble silence. Saya beranjak masuk kekamar dan tidur. Saat masuk kamar sudah terdengar suara-suara dengkuran merdu dari berbagai penjuru. Ini lah yang akan menjadi cerita ketika tidur beramai-ramai seperti ini.
 
Teng teng teng terdengar suara lonceng waktu menunjukan pukul 04.30 saatnya bangun siap-siap untuk meditasi duduk. Meditasi duduk sambil menghirup udara pagi yang sejuk diiringi morning chant yang merdu. Setelah meditasi duduk lanjut turun ke bawah untuk meditasi jalan, masih dalam noble silence sampai nanti selesai makan pagi. Menikmati langkah demi langkah diiringi suara air, burung, angsa dan serangga-serangga sekitar, suara yang jarang didengar dikehidupan sehari hari. Sehari-hari yang sering kita dengar kebisingan suara kendaraan dan klakson kendaraan dari kemacetan jalan.
 
Meditasi jalan selesai bel berbunyi waktu makan pagi tiba. Semua peserta mengantre untuk mengambil makanan. Setelah mengambil makanan masing-masing peserta duduk dan menunggu sampai semua peserta selesai mengambil makanan. Lalu diundang 3x bunyi genta, makan berkesadaran dimulai. Makan berkesadaran selama 20 menit tanpa berbicara dan berdiri dari tempat duduk. Makan perlahan dan penuh kesadaran. Dikehidupan sehari-hari kita dituntut harus makan cepat karena tututan kerjaan dan sebagainya, sampai kita tidak menyadari apa yang kita makan. 20 menit berlalu genta di undang kembali tanda makan berkesadaran selesai, dan noble silence juga selesai. Kita boleh nambah makanan jika masih tersedia, bercengkrama dengan yang lain, dan mencuci mangkok masing-masing. Mencuci mangkok dengan penuh kesadaran, disediakan 4 baskom bersisi air, perlahan kita cuci mangkok kita (mangkok diibiratkan seperti bayi Buddha). Sebagaimana kita memandikan bayi mungil, dengan perlahan, lembut, dan penuh perhatian.

Meditasi Berjalan outdoor

 
Makan pagi berkesadaran di hari pertama, saya duduk satu meja dan berhadapan dengan pasangan saya. Ada suatu hal yang membuat kami berdua tertawa ditengah-tengah waktu makan berkesadaran sehingga menggangu makan berkesadaran kami, kami berdua berusaha kembali kenapas dan fokus makan namun masih saja sesekali kami tertawa sambil ditahan hingga waktu makan berkesadaran selesai. Mulai saat itu kami memutuskan untuk tidak duduk dimeja yang sama saat makan. Agar latihan makan berkesadaran tidak gagal lagi, hanya karena suatu hal yang bagi kami berdua lucu. Hingga akhirnya setelah kami sudah terbiasa dan lebih terlatih barulah kami makan di meja yang sama.
 
Jadwal selanjutnya setelah makan pagi yaitu mindful working. Pesan dari dilakukan mindful working bukan untuk cepat-cepat menyelesaikan namun prosesnya dilakukan dengan mindful pasti akan selesai juga dengan cepat. Hari pertama kelompok saya mendapat bagian membereskan hall di lantai 3, karena sudah dibereskan untuk sesi berikutnya jadi kelompok saya bebas tugas. Disaat semua sedang bekerja, saya bingung mau melakukan apa. Mau mandi toilet sedang dibersihkan, mau duduk di ruang tengah lagi dibersihkan, mau duduk di halaman depan sedang dibersihkan juga. Akhirnya saya memutuskan ke toilet dan membantu kelompok yang hanya berdua membersihkan toilet wanita. Namanya juga volunteer jadi jiwanya ya bantu-bantu. Mungkin hal ini bukan hanya dialami saya, hampir semua peserta di sana, bawaan tidak bisa diam. Pada suatu ketika setelah habis makan, seorang cici panitia memberikan sebuah penyadaran dan sharing pengalamannya saat retret dahulu. Inti dari sharing cici panitia adalah saat di luar kita sangat ingin berlatih, saat dikasih waktu diam untuk berlatih kita malah sibuk mencari-cari yang harus dikerjakan. Jadi nikmatilah menjadi peserta di sini.
 
Sesi selanjutnya singing meditation dilanjut di hari pertama Dharma talk dari Brother, di hari kedua talk show bersama Sister dan dua volunteer mengenai latihan mereka. Mendengar perkembangan latihan dan perjuangan bagaimana mereka menyalurkan latihan mindful ini kedalam organisasi mereka saya merasa takjub. Di hari ke tiga saatnya question and answers.
 
Sesi yang selalu ditunggu-tunggu setelah makan siang ya total relaxation, di sini tujuannya bukan hanya untuk tidur namun ketika kita relaks sambil diiringi panduan total relaxation bisa saja kita tertidur. Tidur ini tidak akan menghasilkan mimpi. Pengalaman saya ketika total relaxation walau waktunya tidak sampai 1 jam namun saat tertidur seperti sudah tidur dari malam sampai pagi, nyaman dan tentram. Dua hari total relaxation, rasanya panduan baru dimulai sudah terdengar suara dengkuran sepertinya terlalu relaks atau kecapean ya. Hehehe
 
Sesi selajutnya workshop yang di bagi 3 kelompok. Dikelompok saya diajarkan morning chant oleh dua Brother sambil menikmati secangkir tea. Sulit bagi saya mengikuti nada morning chant namun membuat saya terngiang-ngiang sampai hari ini. Tidak terasa waktu workshop sudah habis, selanjutnya kita melakukan exercise yaitu ten mindful movements.
 
Di malam hari ke dua kita melakukan Be-in. Sebelum memulai penampilan kelompok yang sudah di tentukan masing-masing kelompok kita singing meditation dahulu dan hening menikmati cookies dan tea yang kita bawa. Kelompok saya memberikan penamipilan menyanyi lagu daerah Papua (Irian Jaya) berjudul Yamko Rambe Yamko dengan gerakan yang kelompok kami ciptakan sendiri. Kelompok lain ada yang menampilkan drama tentang kisah nyata saat retret ini berlangsung, saat hari pertama di sini dan setelahnya terjadi perubahan. Dan kelompok terakhir bernyanyi dengan gerakan yang lucu. Semua penampilan sangat menghibur kita semua di sini. Dan dipersilakan juga bagi yang ingin sharing pengalaman latihan maupun saat retret ini.
 
Di hari terakhir kita makan siang bebas biasa disebut picnic lunch. Kita bebas makan di mana saja dan boleh sambil bercengkrama. Hari terakhir ini bisa cerita sana sini dengan peserta lain dan juga Brother dan Sister.
 
Selesai sudah rangkaian retret ini. Tidak sabar untuk ikut retret selanjutnya. Saya sangat kagum melihat peserta lain yang datang dari luar kota, semangat mereka sungguh luar biasa. Stefani (Fang-fang)
 

Hati Damai, Dunia Damai

Hati Damai, Dunia Damai


Tâm bình, thế giới bình

(Hati Damai, Dunia Damai)

Ini adalah kutipan dari Master Zen Thích Nhất Hạnh tentang latihan kesadaran penuh (mindfulness), “Kebahagiaan bukan sesuatu yang sangat jauh, kebahagiaan ada di saat ini.”

Sister Trăng Thông Chiếu dan Sister Trăng Phú Xuân dari Plum Village berbagi kepada BBC tentang latihan kesadaran penuh dan bagaimana berlatih dalam “kejernihan 24 jam”.

Wawancara dilakukan oleh BBC News Vietnam di Plum Village International Center, Distrik Pak Chong, Provinsi Nakhon Ratchasima, Thailand pada Juli 2022.

Wawancara ini merupakan bagian dari serangkaian video tentang meditasi kesadaran penuh dan warisan Master Zen Thích Nhất Hạnh, yang dilakukan oleh BBC News Vietnam. Kami mengundang Anda untuk menonton video kami berikutnya.

Surat Terima Kasih dari Thai PV

Surat Terima Kasih dari Thai PV

Thailand, 11 Mei 2021

Namo Shakyamunaye Buddhaya,
Thầy yang terkasih,

Saudara dan saudari terkasih, dan Sanggha terkasih dari Plum Village di seluruh dunia!

Mengawali surat ini, kami ingin menggunakan kesempatan ini untuk mendoakan Anda senantiasa sehat dan damai di hati.

Saudara dan saudari yang terkasih,

Retret daring “Menyembuhkan Diri Sendiri, Menyembuhkan Dunia” yang diselenggarakan di Thai Plum Village (01 – 05 Mei 2021) baru saja berakhir dengan sukses, melihat dari begitu banyak kebahagiaan dan transformasi yang tak terhitung di antara para peserta retret.

Kami mewakili tim penyelenggara dan Sanggha Thai Plum Village, ingin mengucapkan terima kasih atas perhatian dan dukungan Anda semua yang tak ternilai. Anda telah bersedia meluangkan waktu untuk mengikuti berbagai kegiatan di retret sehingga semua dapat terwujud dengan lancar dan bermakna. Dapat berpartisipasi dalam semua kegiatan dengan penuh syukur, bisa hadir untuk para peserta retret saat mereka berbagi kesulitan mereka, dan menikmati buah transformasi mereka yang terlihat melalui air mata kebahagiaan mereka, kami para monastik sangat tersentuh dan pada saat yang sama menjadi lebih sadar akan latihan dan jalan yang kami tempuh ini. Saat memberi adalah sekaligus saat menerima dan dirawat.

Sebagai kelanjutan dari Thầy, kami benar-benar bahagia karena kita dapat berkumpul bersama sehingga retret daring dapat berjalan. Penderitaan yang menyebabkan banyak kecemasan di luar sana mungkin membutuhkan lebih banyak waktu untuk segera berakhir, tetapi buah dari latihan, betapa pun kecilnya, yang kami para monastik berikan kepada peserta retret dapat menenangkan situasi dan membantu mereka untuk berdiri kokoh di depan tantangan apa pun yang mungkin terjadi.

Mengingat format baru yang menarik dari retret daring serta pengalaman dan sumber daya yang masih terbatas yang belum sepenuhnya dieksplorasi saat pertama kali menyelenggarakannya, kami tidak dapat menghindari kesalahan dalam aktivitas retret serta koneksi teknis dengan Anda. Kami akan bertanggung jawab atas semua hal tersebut sehingga kami akan terus belajar agar retret berikutnya dapat terwujud dengan lebih indah. Pada saat yang sama, kami berharap untuk menerima cinta dan pengertian Anda semua atas masalah komunikasi yang tidak terduga selama retret.

Akhir kata, atas nama Sanggha Thai Plum Village serta para peserta retret dalam retret daring “Menyembuhkan Diri Sendiri, Menyembuhkan Dunia”, kami ingin mengucapkan terima kasih atas seluruh kontribusi Anda semua. Agar kegiatan selanjutnya memungkinkan sehingga empat pilar Sanggha akan mendapatkan manfaatnya, kami mengharapkan bimbingan dan dukungan dari Anda.

Kami berharap Anda semua memiliki kesehatan yang baik dan saat-saat yang menutrisi dengan para monastik kami bersama kehadiran Thầy.

“Duduk dengan kebebasan di tanah suci ini,
Berjalan dengan kedamaian di mana pun di Bumi. ”

Dengan penuh cinta dan rasa hormat,

Tim penyelenggara retret online Thai Plum Village

Chân Pháp Thừa
Chân Thuần Minh

Cara Baru Menyantap Tempe

Cara Baru Menyantap Tempe
Children Program @PondokSadhanaAmitayus

Setiap pertengahan tahun merupakan salah satu momen yang disenangi oleh anak sekolahan. Bukan hanya anak sekolah, para guru juga mendapat liburan yang cukup panjang berkisar 1-2 bulan. Saat ini, saya masih menekuni dunia pengajaran dan pendidikan alias guru, jadi dapat berkah bisa liburan panjang.

Umumnya orang menghabiskan waktu liburan untuk bersantai, berkumpul dengan keluarga ataupun jalan-jalan keliling Indonesia bahkan dunia. Saya memilih mengisi liburan dengan menjadi volunteer retret remaja setiap tahunnya selama 9 tahun belakangan ini.

Ada teman yang pernah bertanya : “Kok kamu nggak habisin waktu untuk traveling saja? Memangnya kamu nggak suka traveling ya?”. Saya pun menjawab: “Suka kok, traveling bisa memberikan pengalaman baru untuk kita terhadap dunia luar dan juga merelakskan tubuh dan pikiran kita dari kepenatan selama kita bekerja.”

Saya memilih untuk  membantu jadi volunteer retret remaja. Saya bisa berbagi kebahagiaan kepada adik-adik. Tidak hanya itu saja, saya juga mendapatkan nutrisi kebahagiaan dari mereka. Anak-anak kecil yang umurnya masih belia tampil apa adanya, tanpa dibuat-buat.

Setiap tahun saya mengikuti retret remaja. Saya mendapatkan banyak pengalaman dan kisah menarik. Retret kali ini juga demikian. Saya mendokumentasikan kegiatan ini, terutama dalam dalam program anak-anak.

Dhika sedang meditasi kerja (menyapu)

Salah satu cerita yang berkesan adalah adik kecil yang bernama Dika. Pada saat selesai meditasi makan, saya menghampiri Dika, di piringnya masih tersisa tempe yang tidak dimakan olehnya.

Saya ajak Dika ngomong: “Dika, nggak suka makan tempe ya?” Dika jawab: “Iya”, terus saya ngomong lagi: “Koko dulu juga nggak suka makan tempe, sekarang koko sudah bisa makan tempe, mau nggak koko ajari cara makan tempe dalam waktu sekejap?”, “Gimana Caranya?” Dika pun bertanya.  

Saya bilang ke Dika: ”Caranya gampang kok, ada 3 langkah, langkah pertama kamu suka yang manis kan? Dan kamu nggak suka tempe karena tempe nggak manis kan? Kalau begitu tempenya dikasih kecap manis saja, terus langkah ke 2 adalah potong kecil-kecil tempenya, dan langkah ke 3 campur makanan yang kamu suka dengan tempe yang kamu nggak suka.”, kemudian Dika pun langsung mempraktikkan dan hasilnya luar biasa, Dika senang sekali karena dalam sekejap dia bisa makan tempe tanpa penolakan.

Saat sesi menuliskan surat cinta ke papa mamanya, Dika menuliskan pengalaman makan tempenya kepada orang tuanya, saya pun terharu membacanya.

Walaupun mungkin kita tidak bertemu setiap hari, tapi bisa menjadi bagian kecil dalam masa pertumbuhan adik-adik itulah yang kadang merupakan momen terindah dalam hidup saya. Beginilah cerita liburan saya, bagaimana dengan cerita liburanmu?

Yuyong Chia

Yuyong Chia [Chân Hạnh Châu (真行州)], anggota Ordo Interbeing. Praktisi mindfulness, guru mandarin, public speaker, berkecimpung dalam dunia fotografi, dan balloon artist.

I Have Arrived, I Am Home

I Have Arrived, I Am Home
Foto bersama di ayunan @PlumVillageThailand

Sampai mana? Rumah? Benar, rumah yang dimaksud adalah rumah yang membuat hati saya damai dan tenang, apalagi bebas dari beban pikiran yang melanda di saat mengalami kesulitan.

Saya mengikuti acara retret yang diadakan oleh Plum Village Thailand dari 21 Desember 2018 sampai dengan 4 Januari 2019. Sambil menyelam minum air, tahun baruan sambil latihan. Saya merasakan sensasi yang sungguh luar biasa di sana. Mendapatkan energi positif yang sangat bermanfaat dan pengalaman berharga yang sulit untuk dilupakan

Tiba pada hari H, saya berangkat ke Thailand bersama dengan guru dan teman-teman spiritual pada pagi hari dan tiba di Thailand pada siang hari. Perjalanan terbang dari Jakarta menuju Thailand secara langsung memang membutuhkan waktu 3,5 jam. Ini merupakan mimpi saya untuk pergi ke Thailand. Untungnya saya pun mendapat persetujuan orang tua untuk menuju ke sana dengan mudah.

Saya sangat bersyukur karena memiliki kedua orang tua yang sangat mendukung latihan saya hingga mengizinkan saya pergi ke luar negeri. Retret akhir tahun di Plum Village Thailand ada dua, pertama adalah retret fasilitator (21-24 Desember 2018), dan kedua adalah retret Asia Pasifik (26 Desember 2018-1 Januari 2019). Saya mengikuti kedua acara tersebut dengan hati senang

Saya mendapatkan fasilitator orang Vietnam yang fasih berbahasa Inggris, sehingga memudahkan saya untuk mengerti apa yang mereka katakan. Di dalam grup saya ada dua fasilitator yang mengajarkan banyak hal. Hal tersebut mulai dari mengundang genta berkesadaran, hingga mengajarkan cara melantunkan pendarasan meditasi pagi dan sore.

Kami juga mempraktikkan Dharma sharing, praktik berbagi kesulitan yang dihadapi di rumah dan saling berbagi pengalaman pribadi masing-masing tentang latihan. Ada catatan di dalam Dharma sharing yaitu apa yang disampaikan di dalam Dharma sharing tidak diperkenankan untuk disebarluaskan di luar lingkaran. Dengan demikian semua orang yang berada di dalam lingkaran tersebut dapat lebih leluasa menyampaikan isi hatinya.

Saya mendapat kelompok Dharma Sharing Indonesia, sehingga bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia. Selain itu ada juga translator dari Indonesia yang siap untuk menerjemahkan ke Bahasa Inggris kepada brother dan sister yang menjadi fasilitator kami.

Brother dan sister adalah panggilan kepada monastik yang berada di sana. Dharma sharing adalah hal yang sangat berkesan bagi saya karena pengalaman orang lain dapat menjadi inspirasi bagi saya agar lebih bersemangat untuk mengikuti retret berikutnya. Saya yakin retret demikian dapat memperkuat iman saya.

Pada saat makan berkesadaran, saya bisa benar-benar mempraktikkan makan berkesadaran. Makanan yang dimakan ternyata tidak sesuai dengan lidah saya. Lidah saya ini asli Indonesia yang sudah terbiasa makanan manis dan pedas. Sedangkan di sana, makanan yang saya temui itu sangat sehat namun hambar dan asin sehingga tidak sesuai dengan lidah, tetapi saya tetap harus makan.

Saya benar-benar mempraktikkan makan berkesadaran, kunyah 30 kali, merasakan rasa makanan yang berbeda dan di situ saya sadar bahwa tidak harus selalu mengikuti pikiran dan mata untuk mengambil makanan

Saya belajar bersyukur dengan apa pun yang saya makan meskipun tidak sesuai dengan selera. Saya cukup beruntung karena ada teman dari Indonesia yang membantu saya dalam hal makanan, dia membawa cabai rawit dari Indonesia yang pedasnya pas di lidah. Kalau sedang ingin makan pedas, tinggal duduk dekat dengan dia saja, jadi gampang deh kalau mau cabai.

Tanggal 25 Desember 2018 adalah perayaan Natal, dan di Plum Village merupakan lazy day. Hari itu juga merupakan arrival day atau hari kedatangan para peserta retret Asia Pasifik. Tiap minggu, para monastik memang memiliki kegiatan lazy day untuk istirahat.

Lazy day, hari bermalas-malasan. Saya bangun agak siang pada hari itu. Pada umumnya kami wajib bangun pukul 4 pagi, namun pada lazy day saya bangun pukul 06:45 sementara sarapan pukul 07:00. Seharian menikmati Thai Plum Village yang sangat kaya akan kebahagiaan, seperti di suatu tempat yang sangat indah dengan pemandangan alam asri dan menyegarkan sehingga dapat cuci mata.

Menghabiskan waktu dengan keliling Plum Village, minum teh bersama dan mengakrabkan diri kepada teman yang belum akrab. Kami mengobrol bersama dan bertukar pikiran satu sama lainnya. Banyak pohon asam jawa di sana. Salah satu brother di sana mengatakan bahwa asam jawa dikenal di Thailand dapat mengurangi berat badan. Saya pun tertarik dengan hal tersebut dan memakannya. Dan ternyata sesuai dengan namanya, aseeemmm banget, tapi asemnya enak juga sih

Seharian keliling Plum Village ternyata sangat seru karena melihat pemandangan. Kalau di Jakarta yang dilihat kiri kanan adalah mall dan bangunan gedung besar, sedangkan di Plum Village Thailand di kiri dan kanan ada  banyak pohon rindang dan banyak tumbuhan hijau yang membuat mata menjadi lebih segar.

Menurut psikologi, mata akan lebih sehat jika melihat warna hijau dan tidak melihat layar terus.  Yang biasanya selalu risau untuk membalas pesan dari teman teman dan orang tua dan selama di sana bisa mengistirahatkan diri dari layar sentuh yang dapat membuat mata lebih cepat rusak.

Saya sangat bahagia dan bersyukur karena diberi kesempatan untuk menikmati keindahan alam di Plum Village dan semoga ada kesempatan lain untuk datang berkunjung ke sana lagi.

Phinawati Tjajaindra (Nuan), mahasiswa UPH, jurusan Hukum. Praktisi kewawasan (mindfulness) dan sukarelawan Retret dan Day of Mindfulness.

Retret Fransiskan di Plum Village Thailand

Retret Fransiskan di Plum Village Thailand
Romo Feri (paling kanan berdiri). Retret Fransiskan di Plum Village Thailand.

Tanggal 10 sampai dengan 14 Desember 2018 lalu, ada 17 saudara OFM (The Order of Friars Minor) dari beberapa negara yaitu Indonesia, Korea Selatan, Malaysia, India, Myanmar, Thailand, Vietnam, Filipina, dan Amerika, mengadakan retret di Pusat Latihan Plum Village di Pak Chong, Thailand. Retret ini atas inisiatif Pastor John Wong OFM dari Komisi Dialog Antar Iman Generalat OFM di Roma yang sudah lima kali ikut retret di Plum Village Thailand dan dua kali di Plum Village Prancis di dekat Bordeaux.

Tujuan retret adalah membangun dialog Katolik dengan Buddhis melalui retret bersama di Wihara Buddhis. Pada kesempatan tersebut, Biksu Goh dari Singapura menjelaskan sejarah agama Buddha. Biksu Phap Niem menjelaskan Empat Kebenaran Mulia (Four Noble Truths) dan Jalan Mulia Beruas Delapan (Eight Noble Paths) yang merupakan inti ajaran Buddha untuk mentransformasikan penderitaan.

Para OFM juga diberi kesempatan untuk berbagi tentang Santo Fransiskus Assisi dihadapan sekitar 160 monastik dan 50 peserta yang sedang retret di Plum Village Thailand. Pastor Tom Herbst OFM dari AS menyampaikan refleksi berupa dialog imajiner Santo Fransiskus Assisi dengan Buddha.

Pastor Francis Lee, OFM dari Korea Selatan menyampaikan bagaimana kesamaan nilai-nilai ajaran Buddha dengan ajaran Santo Fransiskus Assisi. Sepasang suami istri dari Jepang mengatakan sangat terpesona dan bersyukur bisa mengalami kondisi saling memahami dan kerjasama  dalam damai antara imam Katolik dan biksu Buddha.

Lima orang dari Eco Camp Bandung juga diundang untuk mengikuti retret ini. Beberapa orang dari Eco Camp sudah pernah retret di Plum Village Perancis dan menggunakan beberapa latihan sadar penuh dalam kegiatan Eco Camp. Tema retret ini adalah “Interfaith Dialogue Building Brotherhood and Sisterhood“.

Retret dimulai dengan minum teh bersama dengan refleksi bahwa di dalam secangkir teh ada benih teh, awan, dan matahari. Biksu Phap Niem menjelaskan bagaimana banyak kemiripan ajaran Yesus Kristus dengan Buddha. Ketika dua tiga orang berkumpul dalam nama Tuhan di situ Tuhan hadir. Ketika Sangha berkumpul di situ Buddha juga hadir.

Dalam retret ini peserta bangun pukul 4 pagi dan melaksanakan meditasi duduk, pendarasan, meditasi duduk, meditasi makan, berbagai praktik kewawasan (mindfulness practices), dan berbagi kebahagiaan berdialog antara dua tradisi yaitu Katolik dan Buddha untuk membangun persaudaraan sejati.

Peserta retret dari Vietnam dan dari Eco Camp pada tanggal 16 Desember 2018 masih sempat menghadiri penerimaan tujuh novis wanita dan empat novis pria yang disebut novice monk and nun ordination dengan mengucapkan sepuluh kaul (10 sila samanera dan samaneri) yang intinya adalah hidup sederhana, selibat, taat, vegetarian, menghindari kemewahan, dan setia berlatih nilai-nilai Buddhis. Mereka menerima nama baru, jubah, dan dipotong habis rambutnya disaksikan semua semua monastik dan keluarga.

Dari retret ini para Fransiskan dan peserta dari Eco Camp mengalami indahnya persaudaraan, hidup sederhana, keheningan, makan vegetarian, mengolah penderitaan, dan banyak nilai lainnya.

Tahun 2019, Pastor Michael Peruhe OFM, Provinsial OFM Indonesia, menyampaikan rencana refleksi 90 tahun OFM di Indonesia dan 800 tahun pertemuan bersejarah Santo Fransiskus Assisi dengan Sultan Malik di Mesir yang menjadi tonggak dialog antar iman yang sangat bersejarah.

Retret di Thailand bersama para monastik Plum Village dan berbagai kegiatan lain adalah upaya membangun persaudaraan sejati dan nilai-nilai kesederhanaan dari berbagai tradisi agama dan iman.

Wihara Plum Village di Perancis, Thailand, AS, Jerman, dan Hongkong didirikan oleh Master Zen, Thich Nhat Hanh yang akrab di sapa Thay, yang sekarang berusia 92 tahun dan karena sakit sudah kembali ke Vietnam. Thay menulis ratusan buku yang luar biasa, antara lain “Going Home : Jesus and Buddha as Brothers“, “Living Buddha Living Christ“, “How to Love”, “Peace”, “The Miracle of Mindfulness“, “No Mud No Lotus”, dan lain-lain yang sebagian besar sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Ada 14 mindfulness training. Saya sangat terpesona dengan tiga yang pertama yaitu Keterbukaan (openness), Tidak Melekat Pada Pandangan (non attachment to views), dan Kebebasan Berpikir (freedom of thought). Kalau kita mau melatih tiga prinsip ini maka kita akan menjadi orang yang terbuka, tidak berpikiran sempit, tidak akan memaksakan pikiran kita, dan selalu mau belajar hal baru dan menghormati perbedaan pendapat.

Prinsip ini dari agama Buddha tapi bahkan ditulis jangan fanatik bahkan dengan ajaran Buddha itu sendiri.

Ayo kita bangun dunia baru tempat kita belajar terbuka karena kita menghargai bahwa kebenaran bisa tumbuh di mana-mana dan tidak seorang pun atau suatu kelompok menguasai kebenaran. Justru perbedaan akan memperkaya dan memperindah kehidupan bersama. 

Stanislaus Ferry Sutrisna Wijaya, Imam Diosesan Keuskupan Bandung, Pendiri dan pembina Yayasan Sahabat Lingkungan Hidup yang mengelola Eco Camp

Merenungkan Proses Kehidupan Sehari-hari

Merenungkan Proses Kehidupan Sehari-hari
Meditasi jalan di pagi hari

Saya mengikuti retret di Amitayus dari tanggal 29 sampai dengan 30 September 2018. Retret 2 hari ini sangat menyentuh hati. Saya merasa seperti kembali ke rumah diri sendiri. Anggota sangha monastik dan komunitas memberikan kondisi damai, hal ini membuat saya bisa memaknai kehidupan saat ini.

Sehari-hari, saya tidak punya waktu untuk menenangkan diri, namun selama retret saya merenungkan semua proses kehidupan yang penuh dengan suka dan duka, baik dan buruk, benar dan salah. Ternyata banyak terjadi penyimpangan yang telah saya lakukan, apakah itu secara sadar atau pun tidak sadar.

Retret ini menyadarkan saya betapa pentingnya untuk stop (berhenti) dari penyimpangan itu. Lewat kondisi berhenti inilah saya bisa merenung dengan mendalam sehingga saya kembali disadarkan untuk mengubah diri menjadi lebih baik.

Selain mendapatkan pencerahan kecil, saya juga mengenal teman-teman baru, suatu hal yang menarik mengobservasi bagaimana sikap dan tingkah laku yang unik dari setiap orang. Ini membuat saya lebih mengerti tentang perbedaan agar bisa menerimanya.

Hal yang menarik bagi saya adalah ketika sesi makan. Kami mengambil makanan dengan cara yang teratur, antri, dan hening. Setelah itu duduk untuk menunggu semuanya duduk, mendengarkan genta berkesadaran lalu mendengarkan perenungan. Hal ini melatih kesabaran saya. Hal seperti ini tampaknya bagus diterapkan di rumah, menyadari aktivitas sehari-hari.

Saya menyadari bahwa prilaku saya menjadi lebih baik saat retret, terutama ketika membaca dan mendengar dengan penuh kesadaran. Topik pembahasan mencakup keluarga, anak, dan leluhur. Tentu saja bagaimana menuju pada keharmonisan melalui komunikasi, saling memberi perhatian, kemudian juga menciptakan kedamaian antara pasangan suami istri.

Meditasi kerja juga menarik. Kami berbagi tugas untuk bersih-bersih, menyapu, menyuci, semua tugas ini serasa sangat nyaman, kerjaan menjadi mudah dan cepat terlesesaikan. Menjaga kebersihan juga merupakan cara kami untuk menjaga kesehatan bersama.

Retret selama 2 hari tampaknya kurang lama. Walaupun hanya 2 hari namun memberikan dampak besar agar saya bersemangat untuk berubah menjadi lebih baik. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada anggota sangha monastik, semua panitia, serta teman-teman yang bersama-sama dalam retret itu.

Ini adalah karma baik bagi saya sehingga bisa berkumpul dengan komunitas latihan hidup berkesadaran. Semoga semua makhluk hidup berbahagia. Sadhu, sadhu, sadhu.

Andi, peserta retret dari Cimone, Tangerang

Retret Untuk Menyirami Benih Positif

Retret Untuk Menyirami Benih Positif

Retret Remaja 2018, kloter ke-1

Retret Hidup Berkesadaran (RHB) adalah wadah atau tempat untuk berlatih menjadi hidup lebih dasar penuh dan dapat hidup dengan prinsip saat ini. RHB 8 kali ini diadakan di Pondok Sadhana Amitayus dengan 2 gelombang. Saya mengikuti 2 gelombang tersebut.

Saya merasakan perbedaan yang begitu drastis dari sebelum dan sesudah retret. Saya rajin untuk mengikuti Retret. Sebelum saya mengikuti retret, saya tidak dapat melakukan pekerjaan rumah seperti menyapu, mengepel, mencuci piring dan lain sebagainya.

Di retret, kita tidak hanya dilatih untuk sadar penuh akan aktivitas yang kita lakukan, tetapi kita diajarkan untuk hidup mandiri. Jika seseorang mendengar bahwa retret dengan hidup bermeditasi setiap hari begitu membosankan dan sangat malas, maka ternyata itu salah. Retret memang melatih kita untuk bermeditasi, tetapi itu lebih ke rutinitas kita sehari-hari yang dilakukan secara sadar. Sadar saat makan dan minum, berjalan, duduk, berbaring dan sebagainya.

Relaksasi Total

Selama saya mengikuti retret, saya sering mendengar kesan orang yaitu relaksasi total atau meditasi berbaring. Dimana kita dilatih untuk tidur secara sadar dan kalau tertidur adalah suatu bonus. Tidur jenis ini biasanya tidak menghasilkan mimpi. Kita memberikan julukan meditabo (meditasi bobo).

Relaksasi total biasanya disertakan dengan panduan relaksasi total agar kita bisa mendapatkan arahan dan instruksi saat melakukannya. Saya beberapa kali memimpin untuk relaksasi total dan banyak orang yang langsung terlelap bahkan menghasilkan paduan suara yang sangat lucu alias ngorok.

Meditasi Jalan

Pada saat meditasi berjalan, kita dibawa untuk bermeditasi berjalan outdoor. Kita melihat pemandangan gunung yang indah dan sawah yang begitu besar. Melihat ke kiri dan ke kanan terdapat sawah, melihat ke depan terdapat gunung yang menjuntai. Sangat indah sekali.

Saat saya sedang enak untuk berjalan dan menikmati udara segar yang menyegarkan tubuh, mungkin karena saya kurang mindfulness saat berjalan, saya terjilapak (tergeletak) di antara rerumputan. Untung saja rerumputan jadi tidak terlalu sakit. Maka dari itu, saya sadar mengapa kita harus melakukan aktivitas secara mindfulness. Jika sedang bengong atau memikirkan sesuatu, pasti yang saya alami akan terjadi.

Berbagi Tugas

Hal yang paling berkesan juga ada ketika meditasi kerja. Pada saat itu saya adalah volunteer. Saya mendapatkan meditasi kerja di toilet. Aduhh, selama retret, toilet adalah spot meditasi kerja yang paling saya hindari. Saya paling malas untuk menyikat WC dan juga menyedot WC. Kali ini, saya harus meditasi kerja di toilet dan tetap harus menjalaninya. Tugas saya menyikat dan menyedot WC hingga bersih.

Di rumah saja saya tidak pernah menyikat WC dan kali itu adalah kali pertama melakukan hal itu. Membersihkan rambut-rambut yang membuat air menjadi mampet juga harus dibersihkan. Saya merasa jijik tetapi menjadi tantangan.

Membersihkan WC ternyata tidaklah mudah. Tetapi, dengan mendapatkan shift di toilet, saya menjadi belajar cara untuk menyikat WC yang benar dan teman-teman yang lain juga dapat menjadi lebih bertanggung jawab dengan shift yang mereka dapatkan.

Water Flowering

Retret kali ini terdapat sesi water flowering, dimana kita bisa memberikan kesan kepada teman teman melalui tulisan. Kita diminta untuk menempel kertas di punggung dan teman-teman kita akan menuliskan kesan positif kita. Sesi yang paling seru karena heboh. Tujuan sesi itu juga setelah saya mendapatkan kesan dari orang lain untuk kita, sekaligus saya juga dapat mengintropeksi diri saya sendiri.

Manfaat Retret

Dengan mengikuti retret, masing-masing individu akan mendapatkan kesan dan pengalaman yang berharga termasuk saya. Saya menjadi lebih mandiri dari sebelumnya dan mendapatkan nutrisi tubuh dan meninggalkan sejenak kerjaan yang menumpuk di real life activity. Banyak manfaat yang akan didapatkan saat mengikuti retret.

Retret Remaja 2018 Kloter ke-2

Lihat foto di Facebook: Kloter ke-1 dan Kloter ke-2

NUAN, Aktif di Komisi Remaja Wihara Ekayana Arama, volunteer retret hidup berkesadaran, mahasiswa Universitas Pelita Harapan, Jurusan Hukum.

Di Manakah Rumah Saya yang Sesungguhnya?

Di Manakah Rumah Saya yang Sesungguhnya?

Retret di Belanda. Bhadrawarman, dari kanan pertama.

Tahun lalu saya berkesempatan pergi ke Belanda bersama keluarga saya dan Brother Duc Pho, yang menjadi tubuh kedua (second body) saya. Di hari pertama saya menginjakkan kaki di Belanda, saya merasa seperti tiba di rumah. Saya pernah mengunjungi beberapa negara di Eropa lainnya, tetapi saya tidak merasakan perasaan yang sama seperti yang saya alami di Belanda. Di Perancis, saya belajar latihan agar tiba di rumah yang sesungguhnya, “I have arrived, I am home”.

Tanah air saya adalah Indonesia. Sering kali saya renungkan bahwa ketika saya masih berada di Indonesia, bahkan ketika saya berada di rumah, saya tidak benar-benar berada di rumah. Pikiran saya seringkali tidak berada di rumah, tidak bersama tubuh saya. Sekarang walaupun saya tidak berada di Indonesia, saya merasa lebih tiba di rumah. Saya belajar untuk bernapas masuk dan keluar ketika pikiran saya sedang meloncat-loncat. Saya belajar untuk berjalan dengan sedemikian rupa agar saya dapat kembali ke rumah yang sesungguhnya.

Saya merasa sangat bahagia dan rasanya sangat mudah untuk mempraktikkan “I have arrived, I am home” di Belanda. Teringat Sister Dieu Nghiem (Sister Jina) pernah menceritakan hal yang sama kepada saya. Ketika beliau datang ke Indonesia, beliau merasa seperti tiba di rumah. Beliau mempelajari bahwa banyak makanan di Belanda yang asalnya ternyata dari Indonesia. Saya baru saja tiba dari Belanda untuk mendukung retret yang diadakan di sana.

Retret di Belanda “Insight is the source of deep happiness”
Di awal retret, muncul perasaan sedikit tidak nyaman dan tidak disambut oleh peserta dan panitia retret. Peserta retret mengetahui dari informasi yang mereka dapatkan sebelum retret bahwa retret ini akan diadakan dalam bahasa Belanda. Di hari pertama saya memfasilitasi sesi berbagi Dharma di dalam sebuah kelompok yang kita sebut sebagai keluarga, mereka terkejut bahwa ada satu monastik yang tidak bisa berbahasa Belanda. Saya memfasilitasi sesi tersebut dalam bahasa Inggris. Awalnya semua orang berbicara dalam bahasa Inggris, karena sebenarnya mereka bisa berbahasa Inggris. Beberapa orang kemudian mengatakan bahwa mereka tidak merasa nyaman untuk berbicara dalam bahasa Inggris. Kemudian kami memutuskan untuk membiarkan peserta retret di keluarga saya untuk berbicara dalam bahasa Belanda. Ada seseorang yang menerjemahkan ke dalam bahasa Inggris untuk saya.

Beberapa peserta retret di keluarga saya berbagi bahwa meskipun pada awalnya mereka merasa tidak nyaman karena masalah ini, akan tetapi mereka merasakan perasaan hangat di dalam keluarga. Tema retret ini adalah “Insight is the source of deep happiness”.

Saya berbagi kepada mereka bahwa pada awalnya saya tidak mengerti mengapa Thay memilih kata insight atau understanding sebagai terjemahan dari kata prajna dalam bahasa Sanskerta. Biasanya kata prajna diterjemahkan sebagai wisdom atau kebijaksanaan. Saya tidak mengerti mengapa Thay memilih kata yang maknanya terlihat lebih dangkal. Namun seiring berlalunya waktu, saya makin mengerti mengapa Thay memilih kata pengertian atau insight. Teringat pada retret sadar penuh yang pertama saya ikuti, saya ajukan pertanyaan “Bagaimana caranya berlatih agar mendapatkan kebijaksanaan?” di sesi Tanya Jawab. Jawabannya adalah berlatih sila, samadhi, prajna.

Pada saat itu saya tidak begitu mengerti jawabannya. Barangkali karena pada saat itu saya baru mengenal latihan dan belum menerima sila Buddhis. Di Plum Village tiga latihan yang menjadi inti latihan adalah smrti, samadhi, prajna. Smrti adalah sila dalam bahasa Sanskerta. Samadhi adalah konsentrasi. Ketika Thay mengajarkan bahwa latihan sadar penuh dan konsentrasi dapat membantu kita untuk mendapatkan insight atau pengertian saya baru dapat mulai memahaminya. Saya dapat memahami diri saya sendiri, memahami tubuh dan pikiran saya.

Dahulu saya tidak benar-benar memahami tubuh saya sendiri. Makan berlebihan dan pola hidup yang tidak sehat membuat tubuh saya sangat gemuk. Sekarang saya sudah menurunkan lebih dari 20 kg berat badan saya. Dengan tubuh yang makin ringan, pikiran pun menjadi lebih ringan. Saya dapat lebih memahami pikiran saya. Sekarang saya lebih memahami apa yang dimaksud dengan kebijaksanaan berdasarkan Thay. Menurut saya sekarang, kata pengertian atau insight bahkan bermakna lebih dalam, dan membantu saya dalam memahami kebijaksanaan yang sesungguhnya dalam ajaran Buddha.

Jalinan Jodoh

Di sesi berbagi Dharma saya pun berbagi dengan jujur perasaan apa yang saya rasakan di awal retret, bahwa saya merasa sedikit terluka karena perasaan “tidak diterima” oleh peserta retret. Namun perasaan bahagia dan syukur saya jauh melampaui luka yang ada di dalam diri saya, dan membantu saya dalam menyembuhkan luka tersebut. Kemudian saya berbagi bahwa di tahun pertama saya di Plum Village, saya berada di kamar bersama tiga brother dari Vietnam. Dua diantaranya tidak begitu fasih dalam berbahasa Inggris, sehingga kami tidak dapat berkomunikasi dengan lancar. Saya melihat bahwa barangkali ini salah satu hal yang membuat saya di awal sulit untuk benar-benar tiba di Plum Village.

Di tahun kedua saya berada di kamar bersama dua brother dari Belanda, dan satu brother dari Vietnam. Semuanya fasih dalam berbahasa Inggris, sehingga membuat saya merasa nyaman ketika berada di kamar. Kedua brother tersebut juga merupakan sahabat spiritual (kalyanamitra) saya. Sebelum sekamar dengan mereka, saya sudah bersahabat dengan cukup erat dengan mereka. Sekamar dengan mereka membuat persahabatan kami kian erat. Kami semua adalah penggemar minum teh. Biasanya kami minum teh bersama kala fajar menyingsing sebelum meditasi duduk. Kadang kami minum teh bersama di siang, sore, atau malam hari.

Saya merasa mempunyai jalinan jodoh yang sangat erat dengan monastik dari Belanda. Teringat seorang monastik dari Indonesia pernah mengatakan bahwa tidaklah aneh bahwa monastik dari Indonesia dapat bersahabat erat dengan monastik dari Belanda. Barangkali karena jalinan jodoh yang kami miliki di masa lalu. Teringat pula Sister Chan Duc berbagi ketika beliau tiba di India pada pertama kali, beliau merasa sangat nyaman seakan tiba di rumah. Kemudian Thay berkata pada beliau bahwa barangkali beliau pernah terlahir sebagai orang India di kehidupan masa lalunya. Ketika saya mendengar hal ini, saya berpikir bahwa mungkin saya pernah terlahir sebagai orang Belanda di kehidupan masa lalu saya.

Memulai Lembaran Baru

Seiring dengan eratnya hubungan saya dengan mereka, kesalahpahaman dan miskomunikasi kerap kali muncul. Pertama kali saya merasa terluka karena salah satu brother dari Belanda yang salah paham terhadap saya. Cara dia mengungkapkan perasaannya sangatlah langsung, yang ternyata merupakan salah satu budaya orang Belanda. Jika pada waktu itu saya tidak mengungkapkan keinginan untuk berlatih memulai lembaran baru, barangkali persahabatan saya dengannya sudah berakhir. Hal ini terjadi karena saya menganggap bahwa saya tidak salah, dan dia memiliki persepsi keliru terhadap saya.

Jika saya dikuasai oleh keangkuhan diri saya, saya tidak akan mau untuk berlatih memulai lembaran baru dengan dirinya. Namun ternyata setelah berlatih latihan ini, kami melihat bahwa akar permasalahan ini sangatlah kecil, hanyalah kesalahpahaman belaka. Persahabatan kami pun kian erat karena kami makin memahami satu sama lain. Saya mulai memahami budaya orang Belanda, dan dia mulai memahami budaya orang Indonesia. Ketika pengertian muncul di dalam sebuah hubungan, persahabatan (atau biasa disebut sebagai brotherhood & sisterhood di Plum Village) pun makin erat!

Saya melihat bahwa pengertian (mutual understanding) merupakan salah satu aspek penting dalam suatu hubungan. Dahulu karena saya tidak mengetahui latihan sadar penuh, saya memiliki kesulitan untuk mengerti keluarga saya, maka dari itu sulit bagi saya untuk merasa “tiba di rumah” di rumah keluarga saya. Baru setelah mengetahui latihan, saya belajar untuk mengerti dan mengasihi orangtua saya. Dahulu saya belajar ilmu komunikasi di perguruan tinggi, namun saya tidak mempelajari bagaimana cara berkomunikasi dan berhubungan dengan keluarga saya.

Hubungan saya dengan orangtua dan adik saya dahulu sangatlah buruk. Baru setelah mempelajari seni mendengar secara mendalam dan berbicara dengan cinta kasih, hubungan saya dengan keluarga saya menjadi makin membaik. Saya belajar untuk mendengar ketika papa saya marah. Dahulu saya tidak mengerti mengapa papa saya mudah sekali marah.

Sekarang saya mengerti bahwa itulah cara papa saya mengekspresikan kasihnya dan berupaya untuk berkomunikasi dengan orang lain. Karena papa saya tidak mengetahui latihan untuk mendengarkan kemarahan di dalam dirinya, ucapan yang dilontarkan oleh papa saya menjadi dipenuhi dengan kepahitan. Alhasil hubungan kami bukan makin baik namun menjadi makin buruk. Baru setelah saya belajar untuk mendengar, saya memutuskan untuk berlatih mendengar ketika papa saya marah. Mama saya kemudian tertarik untuk mempelajari latihan, sehingga membantu mengubah keadaan di keluarga saya. Setelah itu saya baru merasa “tiba di rumah” di rumah keluarga saya. Sekarang saya berkesempatan untuk memperdalam ketibaan saya di Plum Village.

Teringat Thay mengajarkan bahwa tiba di rumah “I have arrived, I am home” adalah suatu latihan. Seiring dengan makin dalam latihan kita, makin dalam pula ketibaan kita. Di salah satu buku Thay mengajarkan bahwa latihan “I have arrived, I am home” adalah latihan paling mudah atau sederhana yang beliau telah ajarkan. Alangkah terkejutnya ketika saya membaca buku Thay yang lain, Thay mengatakan bahwa latihan “I have arrived, I am home” adalah latihan terdalam yang beliau telah ajarkan. Jadi di manakah rumah saya yang sesungguhnya? Saya menuju dalam perjalanan pulang ke rumah saya! (Bhadrawarman)

BHADRAWARMAN ditahbiskan sebagai samanera di Wihara Ekayana Arama, sekarang sedang berlatih di Upper Hamlet, Plum Village Perancis