When There Is A Will, There Is A Way

When There Is A Will, There Is A Way
Photo bersama. Edwin (baris kedua, dari kanan pertama)

“When there is a will, there is a way..”

Mungkin begitulah kalimat yang paling tepat menggambarkan hal yang saya rasakan. Hidup di hiruk pikuk kota ini, tekanan demi tekanan sudah menjadi makanan sehari–hari, baik itu pekerjaan, hubungan dengan teman, keluarga, pasangan dan lain sebagainya.

Tapi, dari semua itu, ada satu hal yang sangat mengganggu saya. Kemacetan!! Kenapa?? Ketika macet, begitu banyak orang yang melanggar lalu lintas, berkendara melawan arah, menerobos lampu merah, membunyikan klakson tiada henti, membawa kendaraan ugal–ugalan, angkutan umum yang berhenti untuk mencari penumpang di jalan yang sempit. Belum lagi kalau ditambah derasnya hujan!

Ingin marah rasanya melihat semua itu. Ketika pikiran kalut tak karuan, saya pun menarik napas dalam. Hm…..(tarik napas) Ah..(hembus napas)…. Dan dari hati kecil saya berkata… ting!! Sudah saatnya, saya berlatih hidup berkesadaran!

Ah, benar! Sudah lama, saya tak berlatih hidup lebih berkesadaran. Pengendalian emosi yang kurang merupakan pertanda saya harus me-recharge batin ini. Tapi kapan??

Dan tiba–tiba saja, selang beberapa hari, Darwin, seorang aktivis di Wihara Ekayana Arama mengajak saya menjadi volunteer Day of Mindfulness (DOM), Sabtu tanggal 3 Feb 2018.

Kebetulan yang keren sekali! Selain bisa berlatih, saya juga bisa berbuat lebih untuk komunitas. Tanpa pikir panjang, saya terima tawaran tersebut! Tugas saya hanya mengumpulkan teman–teman di hari Jumat pukul 19:00 untuk bersama–sama mempersiapkan tempat dan perlengkapan yang akan digunakan acara DOM.
Di mana ada keinginan, di sana ada jalan!! Di mana ada jalan, di sana ada rintangan!!

Mungkin pepatah lengkapnya begitu. Tiba–tiba, jumat pagi, telepon saya berdering dan muncul hal yang tak terduga, pekerjaan dadakan yang deadline-nya senin pagi. Luar biasa! Ketika tidak ada DOM, tidak pernah ada permintaan lembur, begitu mau ikut DOM, tiba–tiba diminta lembur!

Dengan pikiran yang cukup kaget, saya mulai mengerjakan pekerjaan saya. Tapi, rasanya tidak mungkin untuk menyelesaikannya dalam waktu 1 hari. Saya pun di minta lembur Jumat itu. Dan bila tidak selesai, maka harus di anjutkan Sabtu dan Minggu!

Aduh, bagaimana ini?!

Saya bulatkan tekad, untuk tetap pulang jam 5 agar bisa mempersiapkan DOM. Sabtu pagi, seperti biasa, saya harus mengajar dahulu sampai pukul 10, baru segera menyusul ke wihara untuk mengikuti DOM. Lebih baik terlambat, daripada tidak sama sekali bukan? Urusan pekerjaan dadakan, mau tak mau, Minggu pun saya harus lembur mengerjakannya. Berlatih itu penting, dan tanggung jawab pekerjaan juga penting.

Mungkin teman–teman bertanya, apa yang saya rasakan? Let me share, ini 3 manfaat yang saya dapatkan selama berlatih hidup sadar:

Pengendalian Diri
Jalanan adalah pemicu stress yang cukup tinggi bagi saya. Tapi mengikuti DOM dan mempraktikannya di kehidupan sehari-hari membuat pengendalian emosi jauh lebih baik. Saya belajar untuk sadar ketika melakukan sesuatu. Ketika berjalan, saya sadar saya sedang berjalan. Ketika makan, saya sadar saya sedang makan. Efeknya, ketika saya mau marah, akan muncul kesadaran ketika mau marah, sehingga, sebelum saya mengambil tindakan yang mungkin akan saya sesali, kemarahan itu sudah bisa saya atasi.

Lebih Tenang
In the here, in the now, No After, No Before”. Dengan mengingat kata–kata itu, saya menyadari, bahwa diri saya, berada di sini, saat ini. Sering kali, pikiran saya, berkelana, entah ke masa lalu, atau ke masa depan. Melalui praktik hidup sadar, saya berlatih untuk menyadari saat ini, di sini. Saya tak perlu memikirkan masa lalu atau masa depan. Cukup menikmati saat ini. Apa pun kondisi yang terjadi saat ini, itulah yang saya nikmati.

Rasa Syukur
Ketika relaksasi total, ada beberapa kalimat yang cukup berkesan,seperti :

“Melihat orang yang kita sayangi, adalah harta.”

“Mendengar kicauan burung adalah harta.”

Sering kali saya tidak bersyukur, padahal sebenarnya saya sudah memiliki segalanya untuk bahagia.
Ada orang yang mungkin tak bisa melihat, tapi saya bisa. Banyak orang yang mungkin terlahir tuli dan tak pernah mengerti indahnya kicau burung, sedangkan saya bisa.

Melalui relaksasi total, saya juga diajarkan untuk mensyukuri setiap bagian dari tubuh, yang secara tidak langsung sudah menopang kehidupan setiap harinya.

Terkadang saya terlalu banyak keinginan yang pada akhirnya membuat saya sulit untuk berbahagia.
Demikianlah sudah selesai sudah sharing singkat dari saya. Itulah manfaat yang bisa saya bagikan kepada teman–teman.

Tak perlu dipercaya, silakan buktikan dulu sendiri. Ingat, ketika ingin berlatih, kuatkan tekad karena walaupun jalan sudah terbuka lebar, masih banyak rintangan di depan sana.

Be happy and be mindful, always! (Edwin Halim)*

*Musisi dan sekaligus pakar IT