Mindfulness Class yang diperuntukkan bagi siswa-siswa sekolah Anada sudah berjalan setahun lebih. Tahun ajaran baru saya berinisiatif mengadakan latihan bersama dengan para guru dan staaf administrasi, latihan ini mengambil dari pendekatan Plum Village, mereka menyebutnya Day of Mindfulness (DOM).
Saya juga mengikuti retret mindfulness di Plum Village Hong Kong, berbekal pengalaman tersebut, saya menyiapkan beberapa materi sharing. Walaupun waktu persiapan singkat, namun bahan sudah mencukupi.
Sebuah komunitas adalah ibarat sebuah sungai. Mari kita mengalir seperti sebuah sungai, bukan setetes air. Perubahan kita dapat memperkokoh komunitas. Kebahagiaan ataupun kesedihan kita akan berkontribusi pada kebahagiaan ataupun penderitaan komunitas.
Zen Master Thich Nhat Hanh
Go as a river
Ketika proses pembuatan materi, saya sempat berdiskusi dengan Bhante Nyanabhadra. Beliau sempat berpesan untuk membangun komunitas latihan bersama. Ya, saya mengerti, berlatih bersama akan jauh lebih baik daripada berlatih sendiri. Ketika bersama anak-anak, saya senang karena bisa berlatih bersama mereka sambil mengenalkan mindfulness kepada mereka.
Lalu bagaimana dengan guru-guru? Profesi guru bisa diibaratkan seperti pelari maraton, bukan sprinter. Profesi ini mengharuskan para guru untuk mempertahankan staminanya dari pagi sekolah hingga sore hari sepanjang satu tahun ajaran. Setiap hari (kecuali hari Minggu, tentu saja).
Profesi ini membutuhkan stamina dan energi yang luar biasa karena harus menghadapi puluhan anak murid di kelas, ditambah lagi tuntutan dari orang tua murid, kepala sekolah, yayasan dan dinas pendidikan. Jika tidak terampil menangani emosi, ini akan sangat melelahkan. Tidak heran jika ada beberapa guru menjadi frustasi dan akhirnya berhenti.
Inilah yang menginspirasi saya untuk memulai DOM di sekolah sebulan sekali bagi guru dan staf sekolah. Tujuannya tidak muluk. Saya selalu percaya bahwa guru yang bahagia akan mengubah dunia. Oleh karena itu, guru harus memahami bagaimana mengolah dirinya dengan terampil agar dapat menjadi seorang guru yang bahagia. Berdasarkan pengalaman pribadi, berlatih sadar penuh sangat membantu dan memperkuat diri saya selama setahun ini.
Happy Teachers Will Change The World
Guru yang bahagia akan selalu berusaha menciptakan kelas yang menyenangkan. Guru yang bahagia akan mudah menebarkan kebahagiaan kepada murid-muridnya. Guru yang bahagia bisa mengubah dunia. Oleh karena itu, seorang guru harus bisa menumbuhkan kebahagiaan-kebahagiaan kecil dalam dirinya karena keberadaannya di kelas dapat mengubah sebuah generasi.
Untuk DOM perdana ini saya mengambil materi Mindfulness Training yang keempat, yaitu latihan ucapan cinta kasih dan mendengar mendalam. Mengapa latihan ini? Karena latihan ini sangat penting dan berpengaruh besar dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam profesi guru. Kita selalu mendengar, tapi jarang mendengar secara mendalam. Seringkali sebelum lawan bicara selesai berbicara, kita telah menciptakan asumsi sendiri (yang mungkin saja belum tentu benar). Sering juga kita tidak menyadari kata-kata yang kita gunakan dapat melukai lawan bicara. Untuk itu, pada awal latihan saya menjelaskan tentang latihan ini.
Untuk praktiknya, peserta dibagi menjadi tiga kelompok kecil dan masing-masing kelompok diminta untuk berbagi dan bercerita tentang hal-hal apa yang membuat dirinya bahagia. Pertanyaan yang sederhana tapi banyak memberi pencerahan kecil. Ini beberapa jawaban yang diberi oleh para peserta.
“Hal yang membuat saya bahagia adalah ketika tersenyum bertemu siswa atau mendengar salam dari mereka. Juga ketika mengamati anak-anak kompak berkawan, melihat tanaman tumbuh segar dan sehat, dan saat orang lain bisa bahagia karena keberadaan saya.”
“Saya merasa bahagia ketika bangun pagi tanpa tergesa-gesa, bisa menerima kekurangan diri sendiri, bisa menikmati pekerjaan, saat murid-murid menyapa, minum teh manis dingin di dapur, juga saat makan sambal andaliman buatan dapur sekolah.”
“Saya bahagia bisa ke sekolah dan menjadi guru.”
“Salah satu hal yang membuat saya bahagia adalah ketika bisa tidur bersama ibu saya.”
Mendengar sesama rekan membagi hal-hal yang membuat mereka bahagia ternyata dapat memberi inspirasi. Ketika kita benar-benar dapat mendengar secara mendalam, benih-benih bahagia juga muncul tanpa kita sadari. Tidak sedikit guru yang meneteskan airmatanya ketika mereka berbagi tentang ini.
Pada akhir sesi ini saya menambahkan bahwa bahagia bukanlah tujuan, tetapi bahagia adalah cara kita menikmati hidup. Dapat bersyukur atas banyak hal kecil dan sederhana dalam keseharian kita akan menumbuhkan benih-benih bahagia. Hal itu hanya dapat dilatih ketika kita benar-benar menyadari setiap momen.
Empati dan Galeri
Setelah makan siang dan relaksasi total, saya melanjutkan sesi berikut dengan memberi pertanyaan-pertanyaan yang bisa bebas dipilih oleh para guru. Pertanyaan sederhana tapi lebih bersifat kontemplasi diri. Jawaban yang ditulis harus ditanyakan pada hati kecil terlebih dahulu sebelum dituliskan, seperti ‘Apa yang mengobati kamu ketika merasa lelah?’, ‘Kondisi apa yang paling membuat kamu takut?’, ‘Apa yang menjaga kewarasanmu?’, ‘Apa hubungan benda dengan kebahagiaanmu?’, ‘Apa yang kamu takuti dari rutinitas?’ dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Sepuluh pertanyaan dan jawaban yang mereka tulis pajang seperti galeri lalu saya meminta semua peserta untuk membaca satu-persatu dengan tenang lalu mereka memberi komentar pada jawaban yang menurut mereka yang bisa menginsipirasi, atau menuliskan catatan kecil tanda dukungan pada jawaban yang diberikan.
Pertanyaan yang dipilih dan jawaban yang diberi, jika dibaca secara mendalam dapat membuat kita mengenal si penulis lebih mendalam. Banyak pertanyaan-pertanyaan tersebut belum pernah mereka temukan dan tanyakan kepada diri sendiri sebelumnya. Sesi ini membuat masing-masing peserta menjadi lebih mengenal diri sendiri dan rekan mereka.
Apa kata mereka?
Pada sesi terakhir, para peserta memberi kesan dan pesan atas apa yang telah mereka alami hari itu. Beberapa guru ada yang terkesan pada saat makan siang berkesadaran. Sebagai guru, seringkali waktu makan siang diisi dengan makan terburu-buru. Makan dengan hening dan tanpa tergesa-gesa adalah pengalaman yang menyegarkan bagi mereka.
Ada juga yang menyukai saat relaksasi total dan menikmatinya secara maksimal. Apa pun yang mereka dapatkan hari itu, saya senang mereka semua memberi tanggapan positif dan berharap ini dapat dilakukan secara berkesinambungan.
Satu hari Sabtu itu menjadi hari me-recharge diri, dan yang paling penting, semua menikmatinya dengan relaks. Semoga ini memberi inspirasi bagi para guru dan staf untuk mau berlatih diri terus, menutrisi komunitas di sekolah, dan dapat menjadi guru yang bahagia bagi murid-muridnya.
“If we are not happy, if we are not peaceful, we cannot share peace and happiness with others, even those we love, those who live under the same roof. If we are peaceful, if we are happy, we can smile and blossom like a flower, and everyone in our family, our entire society, will benefit from our peace.”
Zen Master Thich Nhat Hanh