To Live Happily in the Here and Now

To Live Happily in the Here and Now
Dharma Sharing bersama anak sekolah

Siswa SMP Sekolah Ananda pertama kali mengadakan Day of Mindfulness (DoM). Anak-anak sudah pernah mempraktikkan hidup berkewawasan (mindfulness) ketika makan, duduk, relaksasi total. Praktik ini sudah dilakukan secara rutin oleh para guru, sekarang saatnya untuk mengajak anak-anak untuk ikut latihan juga.

Tema DoM perdana ini adalah Happiness is here and now. Anak remaja banyak terbebani oleh tugas sekolah, maka dari itu penting mengajarkan mereka cara untuk berbahagia melalui meditasi. Kami ingin anak-anak berbahagia di sekolah juga di rumah, agar mereka tumbuh menjadi generasi yang berkewawasan.

Menyentuh Momen Saat Ini

“The present moment is filled with joy and happiness. If you are attentive, you will see it.”

Thich Nhat Hanh

Sesi berbagi Dharma (Dharma Sharing), anak-anak diminta untuk menyebutkan hal apa yang membuat mereka bahagia maupun tidak bahagia. Mereka berbahagia ketika dapat berkumpul dengan orang tua dan keluarga. Mereka tidak berbahagia ketika orang tua bertengkar, kurang diperhatikan, berselisih paham dengan teman, tidak dibelikan barang yang diinginkan, nilai rapor rendah, ada anggota keluarga yang sakit atau meninggal dunia. Jawaban ini lebih bervariasi.

Siswa mulai mengerti bahwa kondisi untuk berbahagia sebenarnya sudah ada, mereka sering melupakannya. Contoh, matahari di langit. Luangkan waktu sejenak untuk merasakan hangatnya matahari, semua kehidupan bisa berlangsung dikarenakan sinar matahari.

Banyak makanan bergantung pada sinar matahari, matahari seperti seorang ayah dan ibu merawat kita, selalu hadir setiap hari. Jika seseorang merasa tidak diperhatikan, tidak ada yang menyayangi, ingatlah matahari selalu merawat semuanya, setiap detik dan menit, bahkan setiap hari. Bumi, pohon, air, udara, burung, serangga, mereka selalu hadir untuk kita. Itu adalah suatu kebahagiaan.

Jangan menggantungkan kebahagiaan kepada orang lain atau materi. Jangan berpikir, “Saya akan bahagia jika saya menjadi juara kelas, atau ketika saya dibelikan handphone terbaru, atau ketika mama bahagia, maka saya akan bahagia.” Kita bisa memunculkan rasa bahagia dalam diri kita terlebih dahulu.

Jika seseorang berhentik sejenak untuk menyentuh momen kekinian, maka banyak kondisi kebahagiaan yang terlihat jelas. Kita tidak perlu mencari kondisi-kondisi kebahagiaan di luar sana, justru saat ini kita sudah memiliki banyak kondisi kebahagiaan.

Berhenti dan menyentuh momen kekinian, maka tubuh dan pikiran bisa beristirahat. Berhenti untuk memberi kesempatan bagi kita untuk mengenali kondisi-kondisi bagi kebahagiaan sesungguhnya sudah hadir dan ada di depan kita. Jika kita bahagia, maka kita dapat menjadi sumber kebahagiaan juga bagi orang lain.

Mengenali Benih Positif dan Benih Negatif di Dalam Diri

“The seed of suffering in you may be strong, but don’t wait until you have no more suffering before allowing yourself to be happy.”

Thich Nhat Hanh

Anak-anak diberi kesempatan untuk mengenal benih positif dan negatif yang dominan dalam dirinya. Mereka sudah mampu mengenali benih-benih itu. Mereka menuliskan cara-cara menyirami benih positif, dan menghindari menyirami benih negatif.

Benih-benih positif yang ada dalam diri para siswa antara lain suka memberi, rendah hati, suka tersenyum, ramah, ceria, perhatian, easy going, bersyukur, humoris, percaya diri, tenang, jujur, penyayang, bersemangat, mudah memaafkan, pantang menyerah, tidak suka cakap kotor, dan lain-lain.

Benih-benih negatif yang dalam diri para siswa antara lain pemarah, egois, serakah, tidak percaya diri, malas, iri hati, suka melawan, suka menunda, berbohong, rendah diri, keras kepala, sombong, boros, kasar, dan lain-lain.

Cara menyiram atau tidak meyiram benih agar bertumbuh antara lain:

  • Selalu bersyukur
  • Sabar dan selalu tersenyum
  • Tidak membandingkan diri dengan orang lain
  • Mencari dan berkumpul dengan orang-orang dan lingkungan yang baik
  • Berpikir positif
  • Mengingat hal-hal yang diajarkan orang tua
  • Lebih dekat dengan Tuhan, rajin ibadah dan berdoa
  • Banyak membaca quote-quote motivasi
  • Mengendalikan emosi
  • Memahami sifat dan karakter orang lain
  • Menjadikan hal-hal baik sebagai kebiasaan
  • Memikirkan orang lain dan menempatkan diri di posisi orang lain untuk dapat memahami bagaimana keadaannya jika kita berlaku tidak mengenakkan pada mereka
  • Menenangkan diri

Bagi anak seusia 12 – 15 tahun, pemikiran-pemikiran seperti ini cukup bagus, walaupun masih ada sebagian siswa yang menjawab masih tidak tahu bagaimana cara menyiram atau tidak menyiram benih-benih tersebut. Hal ini memberikan saya ide baru untuk membahas topik ini lebih mendalam pada DoM bulan berikutnya dengan cara lebih seru.

Sharing Bersama Fasilitator

“I am determined to practice deep listening. I am determined to practice loving speech.”

Thich Nhat Hanh

Setelah relaksasi total, para siswa berpencar sesuai kelompoknya untuk bermain games dan berbagi cerita bersama masing-masing fasilitator. Dalam kelompok kecil, para fasilitator menjelaskan terlebih dahulu tata cara dalam sharing. Diawali dengan memberi bow (hormat) sebelum dan setelah bercerita, tidak memotong pembicaraan teman, tidak mengejek apabila teman salah bicara, belajar mendengarkan teman tanpa menghakimi, dan berbicara dengan bahasa yang sopan dan tidak menyakiti teman. Mereka juga belajar mengundang lonceng secara bergiliran setiap kali seorang temannya selesai berbagi cerita.

Dalam kesempatan ini bukan hanya sesama siswa berbagi cerita, tapi juga para fasilitator (yang juga adalah guru). Di sekolah mungkin tidak banyak hal yang mereka ketahui tentang guru-guru mereka, tapi pada kesempatan ini para guru tidak segan berbagi cerita. Berbagi tentang keluarga, keseharian mereka, tentang cita-cita, apa yang membuat mereka bahagia pada hari itu, apa yang mereka sukai dan tidak sukai, dan lain-lain.

Latihan berkewawasan selesai pada sore hari. Ada beberapa anak yang jujur mengatakan bahwa hal yang membuat ia bahagia pada hari itu adalah ia dapat bangun lebih telat dari biasanya (karena DoM dimulai pukul 8.30 pagi), tidak perlu belajar pada Sabtu ini, dapat bermain game dengan teman-teman dan  menikmati relaksasi total, serta tidak perlu memikirkan pelajaran sekolah ataupun pekerjaan rumah.

Latihan DoM ini adalah pengalaman pertama bagi para siswa. Semoga latihan hari ini memberi rasa relaks dan semoga mereka dapat mengingat bahwa untuk menumbuhkan rasa bahagia dalam diri adalah tidak sulit, cukup menyadari saat ini, menyentuh momen saat ini, maka kita akan menyadari bahwa kondisi-kondisi untuk berbahagia sebenarnya telah ada di hadapan kita.

“It is possible to live happily in the here and now. So many conditions of happiness are available—more than enough for you to be happy right now. You don’t have to run into the future in order to get more.”

Thich Nhat Hanh

RUMINI LIM, guru sekolah Ananda Bagan Batu, pengajar mindfulness class dan volunteer retret mindfulness

Guru Bahagia Mengubah Dunia

Guru Bahagia Mengubah Dunia
Mengundang genta berkesadaran

Mindfulness Class yang diperuntukkan bagi siswa-siswa sekolah Anada sudah berjalan setahun lebih. Tahun ajaran baru saya berinisiatif mengadakan latihan bersama dengan para guru dan staaf administrasi, latihan ini mengambil dari pendekatan Plum Village, mereka menyebutnya Day of Mindfulness (DOM).

Saya juga mengikuti retret mindfulness di Plum Village Hong Kong, berbekal pengalaman tersebut, saya menyiapkan beberapa materi sharing. Walaupun waktu persiapan singkat, namun bahan sudah mencukupi.

Sebuah komunitas adalah ibarat sebuah sungai. Mari kita mengalir seperti sebuah sungai, bukan setetes air. Perubahan kita dapat memperkokoh komunitas. Kebahagiaan ataupun kesedihan kita akan berkontribusi pada kebahagiaan ataupun penderitaan komunitas.

Zen Master Thich Nhat Hanh

Go as a river

Ketika proses pembuatan materi, saya sempat berdiskusi dengan Bhante Nyanabhadra. Beliau sempat berpesan untuk membangun komunitas latihan bersama. Ya, saya mengerti, berlatih bersama akan jauh lebih baik daripada berlatih sendiri. Ketika bersama anak-anak, saya senang karena bisa berlatih bersama mereka sambil mengenalkan mindfulness kepada mereka.

Lalu bagaimana dengan guru-guru? Profesi guru bisa diibaratkan seperti pelari maraton, bukan sprinter. Profesi ini mengharuskan para guru untuk mempertahankan staminanya dari pagi sekolah hingga sore hari sepanjang satu tahun ajaran. Setiap hari (kecuali hari Minggu, tentu saja).

Profesi ini membutuhkan stamina dan energi yang luar biasa karena harus menghadapi puluhan anak murid di kelas, ditambah lagi tuntutan dari orang tua murid, kepala sekolah, yayasan dan dinas pendidikan. Jika tidak terampil menangani emosi, ini akan sangat melelahkan. Tidak heran jika ada beberapa guru menjadi frustasi dan akhirnya berhenti.

Inilah yang menginspirasi saya untuk memulai DOM di sekolah sebulan sekali bagi guru dan staf sekolah. Tujuannya tidak muluk. Saya selalu percaya bahwa guru yang bahagia akan mengubah dunia. Oleh karena itu, guru harus memahami bagaimana mengolah dirinya dengan terampil agar dapat menjadi seorang guru yang bahagia. Berdasarkan pengalaman pribadi, berlatih sadar penuh sangat membantu dan memperkuat diri saya selama setahun ini.

Happy Teachers Will Change The World

Guru yang bahagia akan selalu berusaha menciptakan kelas yang menyenangkan. Guru yang bahagia akan mudah menebarkan kebahagiaan kepada murid-muridnya. Guru yang bahagia bisa mengubah dunia. Oleh karena itu, seorang guru harus bisa menumbuhkan kebahagiaan-kebahagiaan kecil dalam dirinya karena keberadaannya di kelas dapat mengubah sebuah generasi.

Untuk DOM perdana ini saya mengambil materi Mindfulness Training yang keempat, yaitu latihan ucapan cinta kasih dan mendengar mendalam. Mengapa latihan ini? Karena latihan ini sangat penting dan berpengaruh besar dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam profesi guru. Kita selalu mendengar, tapi jarang mendengar secara mendalam. Seringkali sebelum lawan bicara selesai berbicara, kita telah menciptakan asumsi sendiri (yang mungkin saja belum tentu benar). Sering juga kita tidak menyadari kata-kata yang kita gunakan dapat melukai lawan bicara. Untuk itu, pada awal latihan saya menjelaskan tentang latihan ini.

Untuk praktiknya, peserta dibagi menjadi tiga kelompok kecil dan masing-masing kelompok diminta untuk berbagi dan bercerita tentang hal-hal apa yang membuat dirinya bahagia. Pertanyaan yang sederhana tapi banyak memberi pencerahan kecil. Ini beberapa jawaban yang diberi oleh para peserta.


“Hal yang membuat saya bahagia adalah ketika tersenyum bertemu siswa atau mendengar salam dari mereka. Juga ketika mengamati anak-anak kompak berkawan, melihat tanaman tumbuh segar dan sehat, dan saat orang lain bisa bahagia karena keberadaan saya.

Saya merasa bahagia ketika bangun pagi tanpa tergesa-gesa, bisa menerima kekurangan diri sendiri, bisa menikmati pekerjaan, saat murid-murid menyapa, minum teh manis dingin di dapur, juga saat makan sambal andaliman buatan dapur sekolah.”


“Saya bahagia bisa ke sekolah dan menjadi guru.

Salah satu hal yang membuat saya bahagia adalah ketika bisa tidur bersama ibu saya.

Mendengar sesama rekan membagi hal-hal yang membuat mereka bahagia ternyata dapat memberi inspirasi. Ketika kita benar-benar dapat mendengar secara mendalam, benih-benih bahagia juga muncul tanpa kita sadari. Tidak sedikit guru yang meneteskan airmatanya ketika mereka berbagi tentang ini.

Pada akhir sesi ini saya menambahkan bahwa bahagia bukanlah tujuan, tetapi bahagia adalah cara kita menikmati hidup. Dapat bersyukur atas banyak hal kecil dan sederhana dalam keseharian kita akan menumbuhkan benih-benih bahagia. Hal itu hanya dapat dilatih ketika kita benar-benar menyadari setiap momen.

Empati dan Galeri

Setelah makan siang dan relaksasi total, saya melanjutkan sesi berikut dengan memberi pertanyaan-pertanyaan yang bisa bebas dipilih oleh para guru. Pertanyaan sederhana tapi lebih bersifat kontemplasi diri. Jawaban yang ditulis harus ditanyakan pada hati kecil terlebih dahulu sebelum dituliskan, seperti ‘Apa yang mengobati kamu ketika merasa lelah?’, ‘Kondisi apa yang paling membuat kamu takut?’, ‘Apa yang menjaga kewarasanmu?’, ‘Apa hubungan benda dengan kebahagiaanmu?’, ‘Apa yang kamu takuti dari rutinitas?’ dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Sepuluh pertanyaan dan jawaban yang mereka tulis pajang seperti galeri lalu saya meminta semua peserta untuk membaca satu-persatu dengan tenang lalu mereka memberi komentar pada jawaban yang menurut mereka yang bisa menginsipirasi, atau menuliskan catatan kecil tanda dukungan pada jawaban yang diberikan.

Pertanyaan yang dipilih dan jawaban yang diberi, jika dibaca secara mendalam dapat membuat kita mengenal si penulis lebih mendalam. Banyak pertanyaan-pertanyaan tersebut belum pernah mereka temukan dan tanyakan kepada diri sendiri sebelumnya. Sesi ini membuat masing-masing peserta menjadi lebih mengenal diri sendiri dan rekan mereka.

Apa kata mereka?

Pada sesi terakhir, para peserta memberi kesan dan pesan atas apa yang telah mereka alami hari itu. Beberapa guru ada yang terkesan pada saat makan siang berkesadaran. Sebagai guru, seringkali waktu makan siang diisi dengan makan terburu-buru. Makan dengan hening dan tanpa tergesa-gesa adalah pengalaman yang menyegarkan bagi mereka.

Ada juga yang menyukai saat relaksasi total dan menikmatinya secara maksimal. Apa pun yang mereka dapatkan hari itu, saya senang mereka semua memberi tanggapan positif dan berharap ini dapat dilakukan secara berkesinambungan.

Satu hari Sabtu itu menjadi hari me-recharge diri, dan yang paling penting, semua menikmatinya dengan relaks. Semoga ini memberi inspirasi bagi para guru dan staf untuk mau berlatih diri terus, menutrisi komunitas di sekolah, dan dapat menjadi guru yang bahagia bagi murid-muridnya.

If we are not happy, if we are not peaceful, we cannot share peace and happiness with others, even those we love, those who live under the same roof. If we are peaceful, if we are happy, we can smile and blossom like a flower, and everyone in our family, our entire society, will benefit from our peace.” 

Zen Master Thich Nhat Hanh
RUMINI LIM, guru sekolah Ananda Bagan Batu, pengajar mindfulness class dan volunteer retret mindfulness

Bangga Menyatakan bahwa Komunitasku adalah Keluargaku

Bangga Menyatakan bahwa Komunitasku adalah Keluargaku

Foto bersama retret pembina GABI Wihara Buddhayana Surabaya

Perjalanan hari ini ternyata cukup panjang. Saya baru pulang dari Palu dan secepatnya ke wihara Buddhayana di Putat Gede, Surabaya. Di sana saya sudah ditunggu. Saya merasa beruntung karena tidak perlu berangkat sendiri.

Ingin hati kami segera berangkat, namun badan saya protes. Kecapekan membuat saya muntah. Jadi saya isi dulu perut saya, baru secepatnya tancap gas menuju Villa Dharma di Prigen, Pasuruan. Perjalanan lancar. Kami berangkat sebagai grup terakhir untuk mengikuti retret hidup berkesadaran bagi pembina GABI (Gelanggang Anak Buddhis Indonesia).

Kami tiba sudah cukup larut malam. Briefing sebentar mendengarkan pembagian kamar dan dijelaskan bahwa praktik pertama yang kami lakukan adalah noble silent. Setelah semuanya beres, kami juga sudah siap menuju dunia mimpi.

Makan Pagi Berkesan
Pagi hari, kami mulai dengan meditasi duduk sekitar 30 menit, kemudian dilanjutkan dengan meditasi jalan pelan mengelilingi area villa serta menikmati udara segar pagi dan pemandangan indah.

Kegiatan selanjutnya adalah sarapan, kami mengantri menggambil makan, setelah semuanya duduk, kami mendengarkan lonceng dan doa renungan singkat. Kami punya waktu makan dengan pelan dan hening selama 15 menit.

Makan pagi itu sangat berkesan bagi saya, udara pagi yang sejuk membuat hati menjadi lebih tenang. Sesekali saya mendengar ada kicauan burung merdu tak lupa sesekali juga mendengarkan suara bising dari kendaraan. Kala itu, saya menikmati dan merasakan suasana makan pagi yang sangat khidmat.

Kami diberikan waktu untuk istirahat dan bersih diri sebelum acara selanjutnya dimulai. Kegiatan menyanyi beberapa lagu mindfulness, mendengar sharing dari bhante dan gerak berkesadaran.

Membuka Mata
Workshop pagi itu sangat sederhana, kami diajak untuk jujur kepada diri sendiri dan menyadari sifat-sifat yang sudah ada dalam diri. Sungguh luar biasa, bahkan di luar dugaan. Workshop ini membuka mata saya lebih lebar tentang diri sendiri dan komunitas saya.

Semenjak SMA saya tidak memiliki hubungan akrab dengan kedua orangtua. Saya ternyata adalah anak pembangkang, itu bahkan makanan setiap hari. Saya sedang merefleksikan ulang, apa yang saya rasakan pada saat workshop itu.

Sesi workshop ini juga mengingatkan saya berbagai memori keluarga. Saya tiba-tiba merasa bersyukur dan sangat beruntung memiliki komunitas Pembina GABI. Spiritual saya berkembang secara signifikan, pola pikir saya juga sudah banyak berubah, bahkan perilaku dan cara pandang juga makin mengarah ke dunia yang lebih positif.

Pembelajaran Buddhis ternyata memberi efek positif yang baru saya rasakan, seperti menghargai, menghormati, dan mengasihi kedua orangtua. Saya mengalami pertumbuhan yang baik dalam komunitas ini.

Kami Berbeda
Benar, kami berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda-beda. Kami juga memiliki karakter berbeda, permasalahan yang dihadapi juga sangat bervariasi. Satu hal yang membuat saya bersyukur adalah kami berkumpul layaknya sebuah keluarga besar. Saya bangga menyatakan bahwa komunitasku adalah keluarga.

Sesi retret juga diisi dengan minum teh di teras, kami menikmati teh dengan hening serta meditasi sejenak. Menyadari hembusan angin sejuk, mendengar gemericik air, nyanyian burung saling bersahutan, gesekan dedaunan, dan suara serangga. Kami seperti bersatu dengan alam.

Sekeliling Vila Dharma dihuni oleh penduduk, dan lokasinya cukup tinggi. Sehingga kami bisa mendengar banyak suara sekitar. Pada meditasi sore itu kami juga menyadari adanya suara adzan bersahut-sahutan di puncak perbukitan. Ini sungguh pengalaman meditasi di ruang terbuka yang pertama kali.

Kami semua memejamkan mata untuk bersatu dengan alam. Pada awal meditasi, saya merasa rileks. Suara kendaraan yang melintas membuat kesadaran saya terhadap alam mulai sirna. Saat sharing, ternyata teman-teman lain juga mengalami hal serupa ketika meditasi outdoor.

Memulai Lembaran Baru
Malam hari, kami mendapat kesempatan untuk mengikuti Beginning Anew. Judulnya saja sudah bikin penasaran dan jelas saja itu keren! Diawali dengan cerita tentang betapa pentingnya cinta kasih dalam mengomunikasikan dan menjalin suatu hubungan. Konteks hubungan tentu saja tidak terbatas pada suami istri saja, tapi juga termasuk keluarga kandung, komunitas, persahabatan, maupun relasi sosial.

Bhante memberikan tips mudah dalam praktik ini, dengan 3 langkah yang wajib diikuti. Langkah pertama adalah “flower watering”, kita memberikan apresiasi, menyampaikan terima kasih kepada orang yang kita ajak komunikasi. Kedua, “I regret” yaitu menyadari dan segera meminta maaf terhadap kekeliruan yang telah diperbuat. Ketiga “I hurt” yaitu menyampaikan bahwa diri kita juga terluka atau jujur atas perasaan sakit yang kita alami.

Sesi malam itu diakhiri dengan menyentuh bumi atau bersujud. Kami bersujud di depan altar Buddha sambil mendengarkan perenungan. Menyadari keberadaan bumi, menyadari keterkaitan manusia dengan bumi yang menjadi tempat yang kita tinggali ini.

Memanfaatkan Momen
Keesokan harinya kami mendapat presentasi “Everyday Mindfulness and Technology”. Topik ini memaparkan tentang bagaimana menyadari momen kekinian dalam kehidupan sehari-hari. Secara nalar, tampaknya sulit sekali karena saya belum terbiasa. Namun sesungguhnya dari bangun tidur hingga malam, sungguh banyak momen yang bisa dimanfaatkan untuk berlatih mengembangkan kekuatan kesadaran, berlatih come back to here and now.

Bangun pagi, boleh saja dimulai dengan bernapas kesadaran dan senyum, ini bisa menjadi momentum membangun komitmen. Bertekad untuk menatap semua makhluk dengan mata karuna, dan bertekad senyum kepada semua orang yang saya temui.

Gosok gigi yang telah menjadi rutinitas setiap hari juga bisa menjadi sebuah latihan. Sadari setiap gerakan menggosok. Saya sudah mencoba menerapkan meditasi gosok gigi, ternyata memberikan pengalaman yang sangat berbeda. Entah saya baru sadar atau kemarin sikat giginya ngawur. Saya merasakan sensasi segar yang lebih segar daripada hari-hari sebelumnya.

Praktik memang perlu realistis. Ambillah dari hal-hal yang sederhana seperti makan dengan hening dan sadar selama 5 menit, atau kita berusaha makan dengan menerapkan teknik kesadaran sampai ada orang ajak bicara, maka kita baru membalas pembicaraan. Intinya sadari setiap momen apa adanya. Teknik ini bisa diterapkan dalam aksi berjalan, menyantap makanan, meneguk minuman, bahkan duduk di mobil menunggu macet atau lampu merah.

Bersama Komunitas
Saya berkomitmen, ketika nanti ada retreat bersama komunitas ini lagi maka saya akan siap. Ini merupakan short escape, refreshing yang bermanfaat bagi saya bersama komunitas ini. Saya ingin menyampaikan terima kasih yang sangat besar atas waktu dan kesediaan Bhante Nyanabhadra dalam membimbing kami selama retreat, Ce Ida yang sudah sangat rempong mengurus kami yang banyak urusan duniawinya, dan teman-teman komunitas yang sudah bertahan dan berjuang bersama.

Saya juga meminta maaf, jika ada kesalahan, tingkah laku saya yang terlalu sanguin yang mungkin dapat membuat kalian terganggu, juga ketidak disiplinan saya dalam berkomitmen dalam komunitas ini. Thank you (Victor).

*Pembina GABI juga Ayah dari satu orang anak dan suami dari satu orang istri

Mindfulness Class: Meditasi Jalan

Mindfulness Class: Meditasi Jalan

Meditasi Jalan siswa-siswi SD

“Take my hand we will walk,
we will only walk.
We will enjoy our walk without thinking of arriving anywhere.”
~Thich Nhat Hanh

Anak-anak senang sekali berlari atau tergesa-gesa. Oleh karena itu, meditasi jalan bukan saja dilakukan untuk siswa SD dan SMP, tapi juga oleh murid PG dan TK.

Dalam sesi bersama anak TK, saya tidak menjelaskan secara panjang lebar kepada mereka. Saya hanya menjelaskan secara singkat bagaimana nanti berjalan dengan tenang dan hening, sambil berucap ‘Terima kasih, Bumi’ atau ‘Thank you, Earth’ di dalam hati, dalam setiap langkah. Kalimat ini sengaja dipilih agar mereka perlahan dapat memahami betapa bumi telah sangat berjasa dalam perjalanan kehidupan kita.

Awalnya mereka dapat berjalan pelan. Tapi setengah perjalanan mereka sudah mulai tidak sabar dan kembali berjalan seperti biasa (baca: cepat). Tapi ada beberapa anak yang benar-benar serius melangkah dengan perlahan sambil mengamati langkahnya. Sambil bergandengan tangan, mereka mengatur langkah agar tidak terlalu cepat ataupun terlalu lambat bersama temannya.

Lain halnya dengan siswa SD dan SMP. Saya sengaja mencari lokasi di luar sekolah agar mereka dapat menikmati suasana baru. Kebetulan di sebelah sekolah ada kebun yang sangat luas dan memiliki kolam. Anak-anak sangat antusias mengetahui akan bermeditasi jalan di sana. Setelah selesai melakukan meditasi jalan, mereka diberi kesempatan untuk menikmati suasana kebun. Mereka juga diingatkan untuk dapat mempraktikkan ini di rumah atau di mana saja. Dari gerbang sekolah hingga ke kelas pada pagi hari, dari kelas ke kamar mandi sekolah.

Setiap langkah sadar penuh adalah seperti kita sedang mencetak jejak kaki kita ke bumi. Menjejakkan kaki seperti mencium bumi dengan kaki. Kita seharusnya tidak mencetak kesedihan, kecemasan, dan ketakutan kita pada bumi, tapi cetaklah kebahagiaan, ketenangan dan kedamaian di setiap langkah kita. Kita dapat melakukannya sebanyak kita mau. Kapan saja ketika kita melangkah, kita dapat melakukan ini dengan penuh sadar.

Untuk siswa SMP pernah saya siapkan materi secara visual yang menerangkan tentang jalan berkesadaran ini sebelum mereka mulai mempraktikkannya. Beberapa video saya kumpulkan, diantaranya tentang flash mob meditation di Hong Kong dan trailer film ‘Walk With Me’. Sebagian besar kelas antusias menonton. Ini adalah pengetahuan baru bagi mereka.

Saat berjalan sadar penuh bersama para remaja ini, ternyata jauh lebih baik. Kami berjalan dalam hening, dengan perlahan, mengamati setiap langkah. Hanya ada dua atau tiga anak yang kurang konsentrasi. Tapi secara keseluruhan, saya senang mereka bisa mengikuti kegiatan ini. Hingga kembali ke kelas, suasana masih tetap tenang untuk beberapa saat. Beberapa anak mengakui menikmati jalan berkesadaran ini.

”I have arrived, I’m home
In the here, in the now
I’m solid, I’m free
In the ultimate, I dwell.”

Memberi pengetahuan dan pengalaman baru selalu deg-degan, harap-harap cemas tapi antusias. Saya tidak tahu seberapa banyak yang mereka serap dan ingat akan pelajaran-pelajaran ini. Tapi seperti kata guru saya, andaikan mereka tidak mendapat manfaatnya, paling tidak masih ada satu orang yang mendapatkannya. Saya. Ya, saya selalu mendapat pengalaman baru pada setiap kali kesempatan berbagi dengan mereka di kelas.

Di semester depan, telah saya siapkan beberapa materi baru lagi bagi mereka. Meditasi kerikil, meditasi kerja, meditasi gerakan, dan mengulangi beberapa materi sebelumnya. Mereka akan belajar bahwa meditasi tidaklah hanya berupa duduk diam dan memejamkan mata.

Meditasi adalah berlatih melakukan kegiatan keseharian kita dengan sadar penuh, baik dalam duduk, berjalan, berbaring, makan, kerja, bahkan mendengar suara lonceng atau genta. Sama halnya seperti sedang menanam benih kesadaran dan menyiraminya dengan baik setiap hari sehingga dapat tumbuh menjadi pohon yang kokoh dan berguna, berlatih hidup sadar penuh sejak masa kanak-kanak akan membangun banyak karakter positif dalam diri mereka tumbuh hingga dewasa kelak. (Rumini Lim)*

“When we are mindful, deeply in touch with the present moment, our understanding of what is going on deepens, and we begin to be filled with acceptance, joy, peace and love.” ~Thich Nhat Hanh

*Guru Sekolah Ananda di Bagan Batu, ia mengajar mindfulness class

Mindfulness Class: Relaksasi Total

Mindfulness Class: Relaksasi Total

Ruang relaksasi total untuk anak sekolah

Apa yang terpikirkan anak-anak ketika saya umumkan bahwa pelajaran mendatang adalah meditasi tidur? Ya, mereka berpikir akan tidur. Apalagi saya memperbolehkan mereka membawa baju tidur dan selimut. Mereka berpikir, “Asyik, akan bisa tidur siang.”

Tetapi ada juga yang bingung membayangkan bagaimana bisa meditasi sambil tidur? Haha..

Ternyata ketika dipraktikkan, tidak seperti yang saya dan mereka bayangkan. Saya membayangkan mereka akan seperti para guru yang dapat mengikuti dengan tenang saat pelatihan guru beberapa waktu lalu. Sedangkan mereka membayangkan dapat langsung tidur ketika meditasi dimulai. Mereka tidak menyangka akan mendengar suara saya membimbing mereka sepanjang meditasi berlangsung untuk merilekskan tubuh mereka.

Di kelas kecil, awalnya mereka bisa berbaring tenang. Tapi beberapa menit kemudian ada beberapa yang mulai gelisah. Ada yang bangun, lalu duduk dan tidak berbaring lagi. Karena saya sedang memimpin sesi ini sendirian, maka saya memilih untuk tetap melanjutkan sesi ini tanpa terpengaruhi oleh mereka. Tapi itu hanya satu dua orang saja.

Banyak yang dapat tertidur di tengah meditasi. Ada beberapa yang terjaga hingga selesai tanpa tidur tapi tidak mengganggu temannya. Mereka belum terbiasa. Ini pengalaman pertama buat mereka. Saya memahami keadaan mereka, jadi saya tidak marah pada mereka. Sebenarnya hanya beberapa anak yang tidak bisa mengikuti, masih banyak anak yang dapat mengikuti dengan baik. Bahkan ada beberapa anak yang benar-benar tertidur lelap.

Ketika sesi relaksasi selesai, saya membahas dengan mereka. Ada yang mengaku tidak terbiasa tidur siang, jadi mereka gelisah. Ada yang terganggu dengan temannya yang tidak mengikuti tadi. Tapi banyak yang mengatakan bahwa mereka menikmati sesi ini. Terutama menyukai ketika saya menyanyikan beberapa lagu, serasa dininabonokan. Haha.. Dan ketika saya menanyakan apakah mau jika ini diadakan lagi, mereka menjawab, “Mauuuuu..”

Ya, pengalaman pertama sering tidak sesuai dengan yang kita bayangkan. Saya tidak menyalahkan anak-anak itu. Mudah-mudahan di sesi berikutnya mereka akan lebih mengerti dan bisa mengikutinya dengan baik. Kita tidak bisa memaksakan mereka untuk membentuk diri mereka sesuai dengan yang kita inginkan. Biarkan mereka mengolah diri dan cara berpikir mereka sesuai kematangan masing-masing. Jika mereka paham, pasti mereka akan bisa mengikuti dengan sendirinya.

Berbanding terbalik dengan siswa SMP, meditasi ini merupakan salah satu kegiatan favorit mereka. Mungkin karena mereka telah melakukannya berkali-kali dan telah terbiasa sehingga dapat menikmatinya. Banyak yang dapat menggunakan waktu ini untuk rileks dan segar kembali ketika bangun untuk melanjutkan pelajaran selanjutnya. (Rumini Lim)*

“And when I rise, let me rise
Like a bird, joyfully
And when I fall, let me fall
Like a leaf, gracefully
Without regret.”

Panduan relaksasi total tersedia di sini dan juga sini

*Guru Sekolah Ananda di Bagan Batu, ia mengajar mindfulness class

Mindfulness Class: Meditasi Biskuit dan Teh

Mindfulness Class: Meditasi Biskuit dan Teh

Meditasi Biskuit dan Teh

“Drink your tea slowly and reverently, as if it is the axis on which the world earth revolves – slowly, evenly, without rushing toward the future.” ~ Thich Nhat Hanh

Ketika diumumkan akan diadakan “biscuit meditation” untuk siswa SD, mereka sangat antusias dan penasaran. Ini kali pertama bagi mereka. Bagi siswa SMP, mereka sudah pernah melakukannya. Agar bervariasi untuk siswa SMP, saya memakai sistem potluck yang mana setiap anak diminta untuk membawa satu bungkus kecil biskuit yang akan kami nikmati bersama ditemani segelas teh. Biskuit yang terkumpul menjadi sangat bervariasi sehingga mereka lebih bersemangat.

Karena ini pertama kali bagi kelas SD, mereka dijelaskan terlebih dahulu bagaimana melakukan meditasi ini. Dari mulai memberi bow ketika biskuit diberikan secara bergiliran, mengedarkan biskuit dengan sadar penuh, menghirup wangi teh dan mencicipinya secara perlahan, menggigit biskuit secara perlahan dan membiarkannya melembut di mulut, menikmati biskuit bersama teh dan merasakan sensasinya, hingga menutup meditasi dengan melakukan bow bersama-sama.

Anak-anak terlihat sangat antusias dan berusaha melakukannya dengan sungguh-sungguh. Jika ada temannya yang lupa memberi bow, mereka akan saling mengingatkan dengan berbisik, “Bow dulu.”

Saat mereka menikmati biskuit, ada yang sangat serius melakukannya, ada yang sambil berpandang-pandangan dengan temannya lalu tersenyum. Ketika lonceng diundang kembali sebagai tanda selesai, meditasi kami tutup dengan bow bersama-sama. Setelah itu anak-anak berbagi pengalaman mereka bagaimana rasanya melakukan meditasi ini.

Lain halnya dengan siswa SMP. Dalam kelas ini, mereka bukan hanya belajar menikmati makan dalam hening dan tidak terburu-buru, tetapi mereka juga dilatih agar dapat melihat sifat ‘interbeing‘ dari makanan yang mereka konsumsi.

“Elemen-elemen apa saja yang ada dalam biskuit dan teh yang mereka makan dan minum?”

“Apakah mereka bisa membayangkan perjalanan yang dibutuhkan oleh makanan itu hingga terhidang di hadapannya?”

“Bagian mana dari snack ini yang membutuhkan waktu paling lama untuk ditanam? Bagian mana yang membutuhkan perjalanan paling jauh untuk tiba di hadapan kita?”

“Apakah mereka dapat melihat adanya peran cacing, matahari, awan, hujan, petani coklat, peternak sapi, supir truk, dan orang yang mengangkutnya?

Setelah memahami adanya saling keterkaitan ini, mereka akan belajar untuk tidak meremehkan apapun. Belajar untuk tahu bersyukur dan berterima kasih, menjadi lebih peduli dan lebih sadar akan lingkungan sekitarnya.(Rumini Lim)*

“Karena dalam sebuah piring makanan, terdapat banyak tangan, hati dan jiwa yang terlibat dalam penyiapannya.” ~ Thich Nhat Hanh

*Guru Sekolah Ananda di Bagan Batu, ia mengajar mindfulness class

Mindfulness Class: Meditasi Jeruk

Mindfulness Class: Meditasi Jeruk

“Meditation is a matter of enjoyment. When you are offered an orange, there must be a way to eat your orange that can bring you happiness. You can eat your orange in such a way that you are truly present.”

Selama dua minggu bulan Oktober 2017 yang lalu, seluruh kelas SD dan SMP bergiliran melakukan meditasi jeruk. Ternyata banyak anak yang menyukai proses ini, proses menikmati sebuah jeruk dengan sadar penuh. Melihat dan merasakan kulit luar dan dalam, mencium wanginya, mengunyah dan merasakan manis asamnya buah tersebut serta menikmati setiap potongan secara perlahan.

Meditasi Jeruk

Terinspirasi dari Br. Pháp Khởi, materi meditasi jeruk kali ini saya bawakan dengan cara mendongeng pada anak-anak. Anak-anak sempat terkejut ketika melihat saya seolah-olah dapat mendengar suara buah jeruk yang ada di tangan saya berbisik di telinga saya. Mungkin mereka berpikir, “Bisa-bisanya laoshi mengajak bicara buah jeruk.”
Tapi yang terpenting mereka menangkap materi yang saya sampaikan. Hahaha..

Setelah selesai saya meminta mereka menulis pengalaman mereka dalam kegiatan ini.

Ada seorang anak menuliskan, “Pengalaman ini menyenangkan karena membuatku tahu bahwa jeruk itu juga memiliki kehidupan mirip dengan manusia.

Seorang anak lain menulis, “Saya sangat terkesan dengan meditasi jeruk. Tidak disangka ternyata meditasi ini lebih nikmat. Tadi saya mendapat jeruk yang asam. Pada awalnya saya memakan jeruk ini terasa asam. Tapi lama kelamaan ketika saya makan dengan pelan dan nikmat, jeruk ini terasa manis + asam (sedikit).

Ada juga yang menulis, “Sangat menyenangkan bisa duduk tenang dan berkumpul bersama guru dan teman-teman sambil merasakan buah jeruk secara mendalam.

Semoga pengalaman ini membawa kesan yang mendalam bagi mereka. Andai ada yang mendapat jeruk yang asam, berulat atau bahkan yang tidak suka makan jeruk, paling tidak mereka akan mengingat kisah yang diceritakan. Kisah bagaimana buah jeruk yang berada di tangan kita itu adalah sebenarnya sedang melakukan sebuah perjalanan. Perjalanan untuk bertransformasi dari sebuah bunga putih yang kecil dan wangi yang kemudian menjadi buah jeruk, hingga akhirnya berada di tubuh kita untuk memberi nutrisi bagi tubuh kita. (Rumini Lim)*

“And when the fruit is gone, let the experience linger, awakening gratitude and joy.”

*Guru Sekolah Ananda di Bagan Batu, ia mengajar mindfulness class

Mindfulness Class: Genta Kesadaran

Mindfulness Class: Genta Kesadaran

“Sesibuk apapun kita, ingatlah untuk selalu kembali ke napas.
Sadari setiap tarikan napas masuk dan keluar.
Karena saat inilah saat terpenting.
Bukan tadi, bukan nanti.”

Pada awal semester ganjil tahun 2017 yang lalu saya memperkenalkan teman baru pada semua murid, dari PG, TK, SD hingga SMP. Sebuah genta kesadaran mungil yang akan selalu menemani saya ketika bersama mereka. Ketika mendengar suara genta diundang, mereka dibiasakan untuk hening dan memperhatikan napas. Dan suara genta ini akan mereka dengar setiap harinya terutama ketika saat berkumpul makan pagi bersama.

Sebelum kontemplasi makanan dibacakan, mereka akan hening mendengar suara indah ini. Begitu juga setelah selesai bersantap. Sejak itu guru-guru tidak perlu berteriak lagi agar mereka hening sebelum makan. Suara genta ini sangat membantu mereka untuk hening sejenak dan kembali ke napas.

Siswa mengundang genta

Sekarang, bahkan murid-murid berebutan meminta izin untuk dapat belajar mengundang genta secara bergiliran saat makan pagi bersama. Terkadang saya sengaja memilih anak yang aktif untuk melakukannya, agar mereka belajar memperhatikan napas ketika mengundang genta. Terkadang saya memilih anak yang terlihat kurang percaya diri untuk melakukannya, atau untuk membacakan kontemplasi makanan, agar memupuk rasa percaya diri mereka. Sekarang saat makan pagi bersama menjadi salah satu momen yang menyenangkan bagi kami (para guru dan murid) setiap pagi.

“Listen, listen.. this wonderful sound, it brings me back to my true home. ~ Thich Nhat Hanh”


Aaron Carter mengundang lonceng

Namanya Aaron Carter Sahdat, duduk di kelas 1 SD. Aaron anak baik, tidak suka mengganggu temannya juga tidak cengeng. Satu kepolosan dia, dia tidak bisa duduk tenang di kelas dan selalu ingin mencari perhatian ibu gurunya.

Ketika makan pagi, Aaron selalu duduk paling ujung depan, jadi dia biasa melihat saya mengundang genta. Ketika kakak-kakak kelasnya bergiliran membaca kontemplasi makanan setiap pagi, dia lebih tertarik dengan suara genta. Berkali-kali dia bilang, “Laoshi, Aaron mau ngundang lonceng.”

Awalnya saya ragu. Tapi satu pagi saya panggil dia ke depan menemani saya mengundang genta. Telapak tangannya berada di antara genta dan telapak tangan saya. Saya memintanya untuk menarik napas sebelum membangunkan genta. Kembali bernapas tiga kali setiap kali genta diundang. Dan ternyata dia bisa mengikuti dengan baik. Dan dia sangat senang diperbolehkan melakukan itu.

Tidak disangka, sekarang dia sudah bisa mengundang genta sendiri tanpa ditemani lagi. Dan kata wali kelasnya, Aaron sekarang berubah banyak. Sudah mau menulis dan belajar di kelas. Kedewasaannya mulai bertumbuh tampaknya. (Rumini Lim)*

*Guru Sekolah Ananda di Bagan Batu, ia mengajar mindfulness class

Mindfulness Class: Hidup Sadar Penuh Bagi Murid Sekolah

Mindfulness Class: Hidup Sadar Penuh Bagi Murid Sekolah

Happy Teachers Change The World

Ada yang berbeda sejak awal tahun pelajaran bulan Juli lalu bagi murid-murid Sekolah Ananda. Sebuah kelas baru diperkenalkan kepada semua kelas SD dan SMP. Namanya ‘Mindfulness Class’. Terdapat dua ruang kelas khusus untuk mendukung program ini. Satu ruang khusus untuk kegiatan total relaksasi, dan satu lagi sebagai tempat pertemuan ketika pelajaran ini berlangsung. Dua minggu sekali murid-murid SD bergiliran akan mencicipi pengalaman baru di setiap pertemuannya. Bagi siswa SMP mereka mendapat jadwal lebih intens, seminggu sekali.

Materi yang diberikan adalah hampir sama dengan kegiatan retret hidup berkesadaran versi Plum Village, hanya saja ini tidak dilakukan sekaligus dalam kurun waktu tertentu. Meditasi jeruk, meditasi biskuit, meditasi jalan, meditasi gerak, meditasi berbaring, meditasi kerikil, dan meditasi kerja adalah bagian dari materi kelas ini sepanjang dua semester.

Satu semester telah berjalan dengan baik. Senang anak-anak banyak yang menyukai kelas ini. Sebagian materi utama telah dilaksanakan. Pada setiap pertemuan bukan hanya mereka yang berlatih, tapi saya juga. Kami berlatih bersama seperti sebuah sungai, sebagai sebuah komunitas, dan rasanya sangat menyenangkan. (Rumini Lim)*

*Guru Sekolah Ananda di Bagan Batu, ia mengajar mindfulness class

Ternyata Anak-anak Juga Bisa

Ternyata Anak-anak Juga Bisa


Sekolah dasar Pusaka Abadi terletak di Jl. V No 26-28 Pejagalan, Penjaringan, Teluk Gong, Jakarta Utara di bawah naungan Yayasan Pendidikan Pusaka Abadi Mulia. Setiap tahun sekolah kami mengadakan kegiatan Kerohanian yang bertujuan untuk memperkenalkan dan menanamkan nilai-nilai religius pada siswa. Kegiatan kerohanian Buddha seperti perayaan hari besar Waisak dan Pekan Penghayatan Dhamma (PPD).

Tahun ini adalah kali kedua kerohanian Buddha SD Pusaka Abadi melaksanakan PPD di Pondok Sadhana Amitayus, Cipayung Bogor. Selain tempatnya sangat representatif untuk anak-anak, di sini kegiatan langsung dibimbing oleh monastik yang sudah berpengalaman dan dekat dengan anak.

Kegiatan-kegiatan menarik yang diikuti oleh siswa selama PPD seperti: pembiasaan meditasi makan, relaksasi total (meditasi baring), melatih sila, pembiasaan mencuci piring setelah makan, mendengarkan Dharma, belajar bernyanyi lagu Buddhis dalam bahasa Inggris dan Mandarin, dan pembiasaan memperhatikan keluar masuknya napas saat mendengar lonceng dan dentang jam dinding.

Selama kegiatan PPD di Pondok Sadhana Amitayus, kami mengharapkan murid-murid SD Pusaka Abadi menjadi anak yang baik, lebih disiplin dan bertanggung jawab sehingga bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kami semua di sana sangat senang, tempatnya nyaman, suasananya tenang, pemandangannya indah, dan ajarannya luar biasa.

Kami sebagai guru merasa bangga melihat anak-anak bisa mengikuti kegiatan PPD dengan baik. Misalnya pada saat makan, mereka mau menghabiskan semua makanan yang sudah diambil tanpa sisa dan makan tanpa bersuara selama 15 menit, padahal ketika makan di sekolah mereka selalu terburu-buru, sambil ngobrol dan sering makanan tidak habis.

Memang untuk hari pertama anak-anak kaget dengan pembiasaan meditasi makan, tetapi hari berikutnya mereka semua memahami dan mengikutinya dengan baik. Kami berharap bimbingan seperti ini bisa berkelanjutan di tahun depan, supaya anak-anak menjadi manusia yang memiliki sila, kesadaran, kesabaran, dan lebih konsentrasi pada setiap kegiatan yang dilakukan.

Kami dari pihak SD Pusaka Abadi mengucapkan terima kasih kepada Wihara Ekayana dan Bhante Nyanagupta yang sudah memberikan izin untuk kami melaksanakan kegiatan PPD di Pondok Sadhana Amitayus. Kepada Bhante Nyanabhadra dan Samanera Bhadraprana. Kami juga mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga sudah meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing anak-anak kami dengan sabar. Apabila kami ada sikap yang tidak berkenan mohon dimaafkan dan untuk kekurangan, kami akan perbaiki sehingga tahun depan sikap kami akan lebih baik. Kami berdoa semoga ada karma baik bisa belajar kembali di Pondok Sadhana Amitayus. (Puji)