Melepaskan Kerbau Kita

Melepaskan Kerbau Kita

Ada banyak hal yang tidak bisa kita tinggalkan yang menyebabkan kita terperangkap di dalamnya. Pada awalnya, kita mungkin berpikir bahwa hal-hal itu sangatlah penting untuk kebahagiaan kita, akan tetapi sebenarnya justru bisa menjadi hambatan bagi kebahagiaan sejati kita dan menimbulkan penderitaan.

Kebebasan adalah landasan kebahagiaan. Kita tidak bisa bahagia jika kita terperangkap. Soliditas dan kebebasan adalah dasar otentik dari kebahagiaan. Itulah mengapa kita harus berlatih untuk memulihkan kebebasan kita dan menciptakan ruang di sekitar kita. Anda harus menemukan keberanian untuk melepaskan “kerbau” Anda.

Sukacita dan kebahagiaan lahir dari melepaskan kerbau-kerbau kita. (Dikutip dari The Path of Emancipation oleh Thich Nhat Hanh)

  1. Buatlah daftar tentang hal-hal yang menurut Anda penting bagi kesejahteraan dan kebahagiaan Anda
  2. Lihatlah secara mendalam apakah setiap hal tersebut membawa kebahagiaan bagi diri Anda atau malah menyebabkan Anda menderita
  3. Pertimbangkan kerbau mana yang ingin Anda latih untuk melepaskannya
  4. Tuliskan cara-cara konkret bagaimana berlatih melepaskan kerbau-kerbau Anda dalam kehidupan sehari-hari.

 

Melepas: Memulai Lembaran Baru

Melepas: Memulai Lembaran Baru
Meditasi makan dengan hening bersama

Minggu itu, dengan diiringi hujan gerimis, tak menyurutkan niat kami untuk tetap berlatih bersama. Hari itu kami berkumpul pada pukul 6 pagi untuk berlatih bersama, sebelum berlatih kami menyempatkan diri untuk melepas ikan lele ke sungai, memberikan kebebasan dan kehidupan bagi ikan-ikan tersebut.

Tempat latihan kali ini kami laksanakan di luar wihara yaitu di Candi Kedaton, salah satu bagian dari kompleks percandian Muaro Jambi. Setelah pelepasan ikan di tepi sungai kami pun menuju Candi Kedaton untuk bersiap-siap latihan, karena waktu sudah menunjukkan pukul 7:30 pagi, kami memulai latihan dengan makan pagi dengan hening dan berkesadaran selama 20 menit. Setelah sarapan, kami lanjutkan dengan peace walk.

Mengikuti Pemimpin

Bhante memimpin di depan, kami mengikuti tanpa memikirkan akan kemana dan tiba dimana. Semua peserta mengikuti dengan hening. Di sini Saya menyadari bahwa saat bersama komunitas, kita harus mengikuti kemanapun bhante (sebagai pemimpin) berjalan. Muncul pemikiran seharusnya bhante bisa mengitari kompleks lebih luas lagi, tapi kenapa bhante hanya berjalan mengitari candi saja.

Harusnya bhante bisa seperti ini dan seperti itu.  Begitulah pikiran berseliweran, tapi tetap harus mengikuti kemana bhante berjalan, dengan tetap tenang, hening serta sadar penuh. Saat bersama komunitas, alangkah indahnya tetap bersama-sama dalam satu arah, sehingga terlihat harmonis, indah, dan memudahkan untuk di foto (hasil foto diibaratkan pada kualitas latihan yang diingat lebih lama). Mengalir bagaikan sungai untuk mencapai lautan, bila sendiri-sendiri akan menguap di jalan sebelum mencapai lautan.

Saat berjalan di belakang bhante, saya tidak melihat ke belakang, ternyata saya berjalan berbeda dengan yang lain, saya menyadari ini setelah melihat foto, jika tidak melihat foto saya tidak tahu jika saya beda sendiri.
Berjalan di belakang bisa melihat keseluruhan anggota komunitas, namun berjalan di depan akan sulit untuk memperhatikan komunitas. Terkadang harus berjalan di depan untuk memimpin namun terkadang juga harus berjalan di belakang untuk memperhatikan, mengayomi dan memberitahu saat ada yang keluar dari rel.

Di sepanjang perjalanan juga ada binatang-binatang kecil yang harus kita perhatikan jangan sampai terinjak. Sebisa mungkin menghindar agar tidak sampai menginjak mereka. Dalam kehidupan sehari-hari banyak hal-hal kecil yang harus kita usahakan untuk tidak menjadikannya hal besar, sebisa mungkin menghindari untuk tidak menjadi penyebab penderitaan bagi orang lain (makhluk lain).

Watering flower & beginning a new

Ini saatnya saling mengungkapkan ketidaksukaan atau kekesalan yang pernah dialami terhadap sahabat yang duduk di hadapan kita. Setelah mengungkapkan hal yang negatif, kami juga mengungkapkan hal yang positif, saling memaafkan dan siap memulai lembaran baru, tentunya diiringi oleh tetesan air mata.

Terima kasih mendalam kepada Thay yang telah mengajarkan metode latihan yang sangat membantu saya dan komunitas yang tak lepas dari energi-energi negatif kami saat kami kelelahan dengan kegiatan di vihara, kami masih bisa bersentuhan dengan keindahan Dharma.

Sudut Pandang Teman

Saat melihat hasil foto, ada foto-foto yang di-shoot dari jarak jauh sehingga view yang terfoto adalah Candi secara utuh sedangkan kami terlihat sangat kecil.  Bagi fotografer, mungkin yang dianggap objek yang bagus adalah Candi, namun bagi kami tentunya kami ingin terlihat dengan jelas jika kami sedang berlatih.

Dalam keseharian, kita punya pandangan dan pengertian kita masing-masing, setiap orang punya pembenarannya sendiri, kita mau orang lain untuk mengerti dan mengikuti maunya kita, namun sulit bagi kita untuk mengerti dan mengikuti maunya orang lain.

Bila si fotografer bisa mengerti keinginan kami, tentu lain waktu dia akan dipanggil lagi, namun bila dia ‘ngeyel‘ dengan pembenarannya, lain waktu dia tidak akan dipanggil lagi sebagai fotografer. Mungkin dia tidak cocok menjadi fotografer tapi lebih cocok menjadi tour guide.

Widyamaitri praktisi mindfulness, volunteer retreat dan Day of Mindfulness, juga anggota Ordo Interbeing

Melakukan Kebaikan Tak Berharap Kembali

Melakukan Kebaikan Tak Berharap Kembali


Saya seorang umat Buddha. Saya vakum selama 15 tahun, tidak pernah ke wihara apalagi membaca buku-buku Buddhis. Suatu kondisi akhirnya membuat saya masuk ke dalam organisasi yang ada di wihara, di sana saya melewati hari-hari dengan belajar dan berlatih untuk mengikis keakuan dan berusaha mengembangkan Bodhicitta yang ada di dalam diri saya.

Keinginan untuk tahu lebih banyak dan lebih banyak, membuat saya terus mencari, dari wihara yang satu ke wihara yang lain, dari guru yang satu ke guru yang lain.

Sampai suatu hari, saya bertemu dengan seorang sahabat lama, saya bertanya, “Ke mana saya harus mencari seorang guru yang dapat memberikan kemajuan spritual?” Dia pun menjawab, “Saat Murid Siap, Guru akan Datang“.

Saat itu saya hanya diam dalam keheningan. Saya mulai mempersiapkan diri dengan banyak membaca dan banyak berbuat kebaikan, rajin kebaktian dan mendengar sharing Dharma dengan harapan saya bisa lebih cepat bertemu dengan guru.

Sampai pada suatu hari, saya merasa sangat kesal dan tidak dihargai, seseorang tidak mengangkat telepon dari saya dengan berbagai alasan (terlihat dari cctv memang sengaja tidak angkat).

Muncul di pikiran kebaikan-kebaikan yang pernah saya berikan. Semua perasaan muncul ke permukaan, kecewa karena tidak dihargai. Jantung berdebar kencang, badan bergetar karena rasa marah yang makin kuat.

Dalam kondisi tidak nyaman, saya berusaha untuk berdamai dengan diri sendiri. Saya duduk diam dan memperhatikan napas masuk dan napas keluar, mulai melihat, mengamati kondisi perasaan yang muncul dan tenggelam, beberapa saat kemudian, napas dan detak jantung saya kembali normal, seiring dengan itu, kesadaran kembali.

Hal yang pertama muncul dalam pikiran adalah kebaikan dan bantuan yang pernah saya lakukan, masih ada keakuan di sana, karena masih mengharapkan balasan kebaikan dan perhatian dari mereka. Kesadaran kedua muncul, bahwa selama ini, dia tidak meminta bantuan saya, saya sendiri (kepo) niat ingin mengembangkan boddhicitta dengan membantu orang lain, malah menimbulkan kemelekatan.

Akhirnya saya melepaskan kemelekatan tentang kebaikan yang pernah saya lakukan dan harapan untuk diperlakukan baik oleh dia, saat itulah saya melihat GURU.

Guru ada di mana-mana, Guru ada di sekitar saya, kadang karena kesombongan dan merasa paling benar, akhirnya kita tidak bertemu dengan guru yang ada di sekitar kita.

Setelah melewati kondisi tidak nyaman, saya melihat hal terjadi itu bukanlah sebagai masalah, tapi sebagai Guru yang membuka pikiran, dan saat melakukan kebaikan jangan pernah berharap balasan.

Apa yang dilakukan saat ini, jangan berharap esok akan mendapatkan kebaikan dan apa yang telah terjadi jangan menyesali masa lalu. Apa yang kita lakukan saat ini, ya.. cukup sampai saat ini saja, jangan dibawa ke masa lalu dan jangan dibawa ke masa depan, LEPASKANLAH!.

SAKYA VIMALA DEVI volunteer dari komunitas mindfulness Jambi