Hati Damai, Dunia Damai

Hati Damai, Dunia Damai


Tâm bình, thế giới bình

(Hati Damai, Dunia Damai)

Ini adalah kutipan dari Master Zen Thích Nhất Hạnh tentang latihan kesadaran penuh (mindfulness), “Kebahagiaan bukan sesuatu yang sangat jauh, kebahagiaan ada di saat ini.”

Sister Trăng Thông Chiếu dan Sister Trăng Phú Xuân dari Plum Village berbagi kepada BBC tentang latihan kesadaran penuh dan bagaimana berlatih dalam “kejernihan 24 jam”.

Wawancara dilakukan oleh BBC News Vietnam di Plum Village International Center, Distrik Pak Chong, Provinsi Nakhon Ratchasima, Thailand pada Juli 2022.

Wawancara ini merupakan bagian dari serangkaian video tentang meditasi kesadaran penuh dan warisan Master Zen Thích Nhất Hạnh, yang dilakukan oleh BBC News Vietnam. Kami mengundang Anda untuk menonton video kami berikutnya.

Sandal Butut yang Sangat Membahagiakan

Sandal Butut yang Sangat Membahagiakan
Sandal Butut yang Sangat Membahagiakan
Sandal Butut yang Sangat Membahagiakan

Betapa kebahagiaan itu sangat dekat dengan kita, apabila selalu hidup dengan pikiran-pikiran positif.

Baru-baru ini kami melakukan perjalanan ke sebuah wihara di salah satu kabupaten. Perjalanan ini menggunakan mobil dan waktu tempuhnya sekitar 6 jam. Tentunya dalam perjalanan kami harus berhenti untuk keperluan ke toilet dan meluruskan kaki yang tertekuk. Demi alasan ekonomis, mobil Avanza itu kami maksimalkan sampai tidak ada tempat yang tersisa.

Di dalam mobil tersebut terisi 1 orang di samping sopir, 3 orang di tengah dan 3 orang lagi di bangku belakang dengan jarak antara bangku yang begitu dekat, sehingga kaki kami harus bersentuhan langsung dengan jok bangku di depan. Ditambah lagi jalan yang berkelok-kelok membuat kami mabuk.

Saat turun di SPBU untuk ke toilet, semua penumpang turun, dan bagi mereka yang mabuk tentunya sekalian mengeluarkan isi perut yang tadi terguncang-guncang (muntah).

Demi menjaga kebersihan toilet, pada umumnya petugas menyediakan sandal pengganti. Hal ini dilakukan untuk mencegah kotornya toilet akibat sandal atau sepatu pengunjung yang menggunakan toilet. Maka kita wajib mengganti sandal atau sepatu yang digunakan dengan sandal yang telah disediakan. Jangan lupa juga untuk membayar pemakaian toilet ya, walau Rp. 2 ribu saja.

Setelah semuanya selesai ke toilet, kami pun melanjutkan perjalanan. Sekitar satu jam kemudian, tiba-tiba mimik wajah seorang teman kami menunjukkan kekagetan dan shock. Dia baru menyadari bahwa telah lupa mengganti kembali sepatunya dengan sandal dari toilet di SPBU. “Ada yang tertinggal, ada yang tertinggal!” dia menyergah.

Saat ditanya, “Apa yang tertinggal?

Dia menjawab,”Sepatuku, sepatuku…

Spontan teman-teman yang lain pun melihat ke arah kakinya. Tampaklah di kakinya ada sepasang sandal jepit butut dengan talinya yang 2 warna, secara serempak semua teman-teman tertawa terbahak-bahak.

Yah sudah satu jam perjalanan, tidak mungkin untuk kembali lagi. Dan lagipula, jika kembali belum tentu si sepatu masih ada di tempatnya. Apa boleh buat dibawa tertawa sajalah. Dan ternyata hanya dengan melihat sandal jepit tersebut telah bisa membuat semua teman-teman tertawa berhari-hari. Saat melihat sandal itu maka memori momen di mobil saat itu langsung muncul dan menjadi lucu begitu saja.

Begitulah kebahagiaan bisa muncul dalam kondisi apa pun. Saat mabuk perjalanan menyebabkan kurangnya kesadaran, sehingga sampai bisa lupa untuk mengganti kembali sandal toilet dengan sepatu. Tetapi ternyata hal itu justru menjadi hal yang lucu. Hanya melihat foto sandal jepit tersebut saja bisa tertawa, begitupun saat melihat sandalnya yang tidak rela dibuang walau telah butut.

Si butut yang memberi begitu banyak kebahagiaan.

*ELYSANTY Volunteer Day of Mindfulness dan Retret Hidup Berkesadaran dari Jambi

Mendamaikan Hati dengan Latihan Mindfulness

Mendamaikan Hati dengan Latihan Mindfulness
Day of Mindfulness, Pusdiklat Buddhis Bodhidharma Jakarta

Secara tidak sengaja saya melihat poster kegiatan Day of Mindfulness (DOM) di grup WhatsApp yang diposting oleh teman saya. Tema kegiatan DOM yang diselenggarakan pada 10 Maret 2018 di Pusdiklat Buddhis Bodhidharma, Jakarta tersebut adalah “Drink your tea”. Sontak saya pun mengajak teman saya tersebut untuk ikut serta, kejadian tersebut sekitar dua minggu sebelum acara diselenggarakan.

Setelah bekoordinasi dengan komunitas di Wihara tempat kami biasa ibadah, total ada 8 orang yang melakukan pendaftaran. Tetapi ternyata beberapa orang di antaranya berhalangan, dan tersisa kami berdua saja. Saya awalnya sempat ragu, karena lokasinya cukup jauh dan kami berdua tidak tahu jalan. Sempat terpikirkan oleh saya untuk batal ikut serta jika teman saya tidak jadi. Tadinya saya ingin nebeng, tetapi entah kenapa justru saya tiba-tiba mengambil keputusan membawa kendaraan sendiri.

Dorongan cukup kuat justru timbul malam sebelum acara tersebut dan pada hari H. Kami memang meluangkan cukup waktu untuk nyasar-nyasar sedikit sebelum tiba di tempat tujuan. Ternyata saya dan teman saya berhasil tiba dengan selamat di Pusdiklat Buddhis Bodhidharma.

Memasuki lokasi tersebut sudah timbul perasaan tenang, padahal acara belum dimulai. Perlu diketahui juga bahwa saya adalah orang yang pesimis, sering dicakupi kesedihan yang tentunya dilingkupi energi negatif. Bahkan semalam sebelumnya pun saya mengalami kekesalan, anehnya hal tersebut sirna begitu saja. Entah karena saya memang sudah berniat untuk menjalani latihan, atau memang tempat tersebut benar-benar memancarkan energi positif yang kuat.

Meditasi Duduk
Acara dimulai agak telat, tetapi seperti telah saya ungkapkan sebelumnya, perasaan saya bahkan sudah tenang sebelum acara dimulai. Sebagai pembuka kami diberikan teks lirik lagu. Para volunteer memandu kami lengkap dengan gerakan tangan sesuai lirik. Sepertinya ini semacam pemanasan untuk membangkitkan rasa bahagia, sesuai dengan lirik lagu tentang happiness.

Kemudian Bhante Nyanabhadra melanjutkan acara dengan memberikan wejangan untuk  membangkitkan energi positif. Hal ini dapat dilakukan dengan hal yang sederhana, yaitu dengan senyuman. Memang senyuman bisa menularkan energi positif dengan cepat, karena mau tak mau orang cenderung balas tersenyum ketika ada yang tersenyum. Raut wajah Bhante pun senantiasa dihiasi dengan senyum dan mengingatkan untuk sering tersenyum.

Dibantu dengan suara lonceng, Bhante pun memandu latihan meditasi duduk. Selain meditasi duduk, latihan juga diiringi dengan beberapa gerakan yang dilakukan dengan tetap memperhatikan napas. Usai sesi ini, kami pun beristirahat sejenak dan bisa ke kamar kecil.

Meditasi Jalan
Selanjutnya latihan dipandu oleh Sister Rising Moon yang dimulai dengan ceramah mengenai Right Diligence atau Samma vayama yang merupakan bagian dari jalan utama berunsur delapan. Unsur ini merupakan usaha untuk mencegah bangkitnya keserakahan, kemarahan dan ketidakpedulian yang menjadi bibit penderitaan. Latihan mindfulness bisa menjadi usaha untuk mencegah bangkitnya kemarahan. Jadi setiap kali emosi mulai terpancing, kembali ingat untuk sadar memperhatikan napas.

Memang tidak mudah, tetapi senantiasa kemarahan dapat memudar. Saat mendengarkan ceramah tersebut sempat terbersit pertanyaan di diri saya, apakah hal tersebut berlaku juga untuk kesedihan. Setelah ceramah, dilakukan praktik meditasi jalan. Tak perlu berjalan terlalu pelan atau terlalu cepat, yang penting konsentrasi saat jalan untuk tetap memperhatikan napas.

Makan dengan Kesadaran
Kami kembali ke lantai dasar untuk makan bersama. Pada masing-masing meja sudah tersaji makanan yang beragam dan sederhana. Biasanya saya jarang ikut makan bersama, tetapi sepertinya latihan yang cukup menguras tenaga membangkitkan rasa lapar. Kami pun mengambil sajian ke piring dan mangkuk masing-masing dengan tertib.

Acara makan bersama dengan kesadaran dimulai dengan mendengarkan lonceng dan membaca lima renungan sebelum makan. Berikut adalah lima renungan tersebut:

  1. Makanan ini adalah pemberian seluruh alam semesta—bumi, langit, dan dari berbagai hasil kerja keras
  2. Semoga kami makan dan hidup dengan penuh kesadaran dan rasa terima kasih, agar kami layak untuk menerimanya
  3. Semoga kami dapat mengenali dan mengubah bentuk-bentuk pikiran tidak bajik, terutama keserakahan, dan belajar untuk makan dengan kewajaran
  4. Semoga kami dapat menjaga welas asih agar tetap hidup, melalui cara makan sedemikian rupa sehingga mengurangi penderitaan semua makhluk, melestarikan planet ini dan mengurangi efek perubahan iklim
  5. Kami terima makanan ini agar dapat merawat hubungan persaudaraan kakak dan adik, memperkuat Sangha, dan memupuk tujuan luhur dalam melayani semua makhluk.

Kemudian kami pun mulai makan dengan penuh kesadaran. Makan dengan kesadaran dilakukan dengan menyuapkan makanan ke mulut untuk dikunyah dan dirasakan dengan penuh kesadaran. Saat mengunyah dan menghayati rasa makanan, sendok diletakkan di piring. Jadi tangan tidak melakukan kegiatan apa pun, tidak menyiapkan suapan berikutnya. Cukup fokus pada kunyahan dan rasa makanan di mulut.

Setelah selesai menelan, baru menyiapkan suapan berikutnya, menyuapkan ke mulut dan kembali meletakkan sendok ke piring. Ternyata sensasinya luar biasa, makanan yang awalnya terlihat sederhana, terasa bukan main enaknya. Padahal saya tergolong orang yang pilih-pilih makanan. Tetapi makanan yang biasanya bukan merupakan favorit saya itu terasa sangat enak.

Usai sesi makan dengan kesadaran, kami tetap bisa melanjutkan makan dan minum sambil mengobrol. Jeda istirahat dan kembali ke ruangan latihan meditasi.

QiGong dan Meditasi Baring
Kembali ke kelas, kami bersantai sambil bernyanyi-nyanyi sejenak. Kemudian dilanjutkan dengan latihan QiGong atau Chikung yang dipandu oleh volunteer Kshantica. Latihan ini konon baik untuk kesehatan organ dalam. Namun tak boleh dilakukan sepotong-sepotong atau pun tak urut. Bagi saya yang jarang olahraga, bahkan jarang bergerak, alhasil chikung ini membutuhkan perjuangan berat. Rasanya otot kaki dan tangan pegal-pegal, namun terasa ada kehangatan yang menjalar. Padahal setiap gerakan hanya dilakukan satu menit saja.

Selesai latihan Chikung, dilakukan pendinginan, dan tibalah latihan yang dinanti-nantikan, meditasi baring. Selain dengan bunyi bel, volunteer memandu kami untuk merasakan kerja bagian tubuh saat meditasi baring ini. Suara mereka makin sayup tak jelas, di sela-sela panduan juga sudah mulai terdengar suara dengkuran dari peserta lain. Saya termasuk orang yang susah tertidur, tetapi walau saya tak bisa hanyut tidur, rasa relaks terasa maksimal pada tubuh.

Minum Teh
Latihan meditasi ditutup dengan ritual minum teh dan sharing pengalaman. Sebelumnya saya sudah pernah mengikuti latihan meditasi dan ritual minum teh yang diselenggarakan DOM. Tetapi  tentu saja setiap kegiatan pasti ada variasi dan sedikit perbedaan.

Pada ritual minum teh ini kami duduk melingkar. Kemudian nampan berisi gelas teh pun diedarkan secara berkeliling. Sebelum mengambil gelas teh, penerima melakukan sikap Anjali, kemudian setelah gelas diambil, penerima kembali bersikap anjali dan mengambil alih nampan untuk ditawarkan ke penerima berikutnya. Hal tersebut berlaku juga untuk nampan cemilan. Cemilan yang tersedia terdiri dari dua jenis, yaitu manis dan asin.

Setelah masing-masing peserta sudah mendapatkan gelas teh dan cemilan, bhante pun memimpin upacara minum teh. Gelas teh dipegang dengan kedua tangan, lalu kami pun menikmati aroma teh dari gelas, baru kemudian mulai meminumnya. Benar-benar terasa kenikmatan teh tersebut.

Demikian juga dengan cemilan, saat gigitan pertama, perlahan rasa demi rasa dikecap oleh lidah. Perpaduan berbagai rasa tersebut memberikan kenikmatan yang lebih dari sekedar manis atau asin saja. Pada cemilan manis berupa Kitkat Matcha misalnya, gigitan pertama terasa manis susu, yang kemudian mulai terasa perpaduan teh hijau, kerenyahan wafer yang dibalut. Semua dirasakan dengan penuh kesadaran, bukan sambil lalu saja.

Sharing
Pada sesi sharing, Bhante juga berbagi, bahwa menikmati sesuatu dengan penuh kesadaran ini bisa dilakukan di kegiatan apa pun, bahkan saat menggosok gigi. Ketika melakukan gosok gigi dengan penuh kesadaran, hasilnya bisa terasa lebih segar karena memang semuanya dihayati dengan cermat.

Sebenarnya sempat ada rasa khawatir dari diri saya, bahwa latihan saat itu akan memudar, dan saya akan kembali bersedih kemudian. Tetapi saat mengobrol usai acara, memang latihan harus bisa tetap dilakukan sendiri. Selalu ingat untuk meditasi atau pun memperhatikan napas saat timbul perasaan yang negatif. Pertanyaan saya yang sempat terbersit saat Sister berceramah pun terjawab, ketika saya bersedih, saya pun harus mencoba untuk ingat untuk konsentrasi pada napas masuk dan napas keluar agar perasaan sedih tersebut sirna. Memang tak bisa langsung manjur, tetapi jika senantiasa dilatih layaknya menuang air tawar pada gelas yang berisi air pahit. Berangsur-angsur kepahitan tersebut akan berkurang.

Semoga energi positif terus berada di seputar saya dan ikut serta dalam memancarkan energi positif tersebut. Dalam keseharian, saya mencoba untuk ingat tersenyum, dan memperhatikan napas saat kesedihan muncul.

Endah Uktolseja (Bright Path of the Heart), Editor in Chief of Teknogav

Mindfulness Class: Genta Kesadaran

Mindfulness Class: Genta Kesadaran

“Sesibuk apapun kita, ingatlah untuk selalu kembali ke napas.
Sadari setiap tarikan napas masuk dan keluar.
Karena saat inilah saat terpenting.
Bukan tadi, bukan nanti.”

Pada awal semester ganjil tahun 2017 yang lalu saya memperkenalkan teman baru pada semua murid, dari PG, TK, SD hingga SMP. Sebuah genta kesadaran mungil yang akan selalu menemani saya ketika bersama mereka. Ketika mendengar suara genta diundang, mereka dibiasakan untuk hening dan memperhatikan napas. Dan suara genta ini akan mereka dengar setiap harinya terutama ketika saat berkumpul makan pagi bersama.

Sebelum kontemplasi makanan dibacakan, mereka akan hening mendengar suara indah ini. Begitu juga setelah selesai bersantap. Sejak itu guru-guru tidak perlu berteriak lagi agar mereka hening sebelum makan. Suara genta ini sangat membantu mereka untuk hening sejenak dan kembali ke napas.

Siswa mengundang genta

Sekarang, bahkan murid-murid berebutan meminta izin untuk dapat belajar mengundang genta secara bergiliran saat makan pagi bersama. Terkadang saya sengaja memilih anak yang aktif untuk melakukannya, agar mereka belajar memperhatikan napas ketika mengundang genta. Terkadang saya memilih anak yang terlihat kurang percaya diri untuk melakukannya, atau untuk membacakan kontemplasi makanan, agar memupuk rasa percaya diri mereka. Sekarang saat makan pagi bersama menjadi salah satu momen yang menyenangkan bagi kami (para guru dan murid) setiap pagi.

“Listen, listen.. this wonderful sound, it brings me back to my true home. ~ Thich Nhat Hanh”


Aaron Carter mengundang lonceng

Namanya Aaron Carter Sahdat, duduk di kelas 1 SD. Aaron anak baik, tidak suka mengganggu temannya juga tidak cengeng. Satu kepolosan dia, dia tidak bisa duduk tenang di kelas dan selalu ingin mencari perhatian ibu gurunya.

Ketika makan pagi, Aaron selalu duduk paling ujung depan, jadi dia biasa melihat saya mengundang genta. Ketika kakak-kakak kelasnya bergiliran membaca kontemplasi makanan setiap pagi, dia lebih tertarik dengan suara genta. Berkali-kali dia bilang, “Laoshi, Aaron mau ngundang lonceng.”

Awalnya saya ragu. Tapi satu pagi saya panggil dia ke depan menemani saya mengundang genta. Telapak tangannya berada di antara genta dan telapak tangan saya. Saya memintanya untuk menarik napas sebelum membangunkan genta. Kembali bernapas tiga kali setiap kali genta diundang. Dan ternyata dia bisa mengikuti dengan baik. Dan dia sangat senang diperbolehkan melakukan itu.

Tidak disangka, sekarang dia sudah bisa mengundang genta sendiri tanpa ditemani lagi. Dan kata wali kelasnya, Aaron sekarang berubah banyak. Sudah mau menulis dan belajar di kelas. Kedewasaannya mulai bertumbuh tampaknya. (Rumini Lim)*

*Guru Sekolah Ananda di Bagan Batu, ia mengajar mindfulness class