Ajaran Buddha Tetaplah Satu

Ajaran Buddha Tetaplah Satu
Foto bersama di Stupa Dhamek, @Varanasi

Perjalanan ke India sangat berkesan dan tidak akan pernah terlupakan. Menjadi suatu pengalaman yang luar biasa karena dapat berjodoh untuk pilgrim ke tempat bersejarah agama Buddha bersama dengan Plum Village Asia dengan tema “Old Path White Clouds”.

Tur ini memiliki 3 destinasi kota yaitu Varanasi, Bodhgaya, dan Rajgir. Masing- masing destinasi memiliki kesan yang bersejarah bagi saya. Kami bersama-sama berangkat menuju Varanasi menggunakan pesawat terbang domestik dengan jarak tempuh selama 1,5 jam.

Menurut saya, sesi yang paling berkesan di Varanasi adalah saat mengunjungi Taman Rusa Isipatana (Deer Park) tempat Buddha membabarkan khotbah Dharma pertama kali kepada 5 petapa. Day Of Mindfulness yang diadakan di Taman Rusa Isipatana yang menurut saya sangat berbeda suasananya karena saya dapat menginjakkan kaki dan merasakan energi positif secara langsung di tempat Buddha membabarkan Dharma. Selama ini hanya mengetahui dalam lagu Sutra Dhammacakapavatana, dan sekarang bisa melihat peninggalan dalam bentuk stupa secara nyata. Sungguh tidak terbayangkan sebelumnya.

Stupa Dhamek
Foto bersama di Stupa Dhamek

Destinasi berikutnya adalah Bodhgaya yang ditempuh dari Varanasi selama 6 jam menggunakan bus. Bodhgaya adalah Kota tempat Siddharta mencapai penerangan sempurna. Keesokan harinya, kami mengunjungi Mahabodhi Temple pukul 05.00 pagi hari. Saat sesi meditasi duduk, objek meditasi saya kala itu adalah burung-burung yang berterbangan dan hinggap di sekitaran Mahabodhi Stupa.

Meditasi duduk tidak hanya duduk memejamkan mata, tetapi bisa juga saat memfokuskan diri pada suatu objek tertentu. Saya membayangkan dan mengamati burung yang berterbangan di sekitar stupa Mahabodhi. Saya membayangkan menjadi seperti burung yang sangat beruntung dapat melihat bagian dalam stupa. Saya juga mengamati burung-burung dan bertanya-tanya pada diri sendiri, “Mengapa tidak ada burung yang dapat mencapai puncak stupa? Terlihat beberapa burung yang berusaha untuk terbang ke puncak stupa, tetapi mereka jatuh ke tingkat bawah stupa tersebut, apa mungkin karena keajaiban atau sebuah gravitasi?” Hingga sekarang masih menjadi pertanyaan bagiku.

Saat ada waktu untuk free time, saya bersama dengan teman-teman pergi untuk mengunjungi Japanese Temple dan Butanese Temple yang ada di sekitar hotel. Dari temple ini, saya menjadi tahu bahwa agama Buddha memiliki berbagai tradisi yang berbeda-beda, Namun, ajaran Buddha tetap satu yaitu “Dharma”.

Setelah mengunjungi temple, saya kembali ke hotel karena sesi selanjutnya terdapat jadwal untuk mengunjungi Siddharta Compassion Trust yaitu sekolah gratis yang membuat anak dari keluarga kurang mampu dapat menuntut ilmu. Anak-anak dari sekolah ini menyadarkan saya untuk bersyukur karena memiliki orang tua yang menyokong saya untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya.

Selama ini, saya difasilitasi dengan kebutuhan yang cukup dan serba tidak kekurangan, tetapi terkadang saya “tidak sopan” terhadap orang tua saya. Saya tahu bahwa orang tua selalu memberikan yang terbaik untuk anaknya, tetapi saya yang kurang menyadari akan hal itu. Mulai sekarang, saya akan berlatih untuk mendengar secara mendalam agar dapat menjadi yang lebih baik lagi.

Setelah mengunjungi sekolah, saya bersama dengan rombongan pulang ke hotel untuk menyantap makan malam yang telah disediakan oleh pihak hotel. Dari hari pertama sampai hari kedelapan, saya sering menemukan brokoli yang dihidangkan. Tetapi, saya selalu tidak ingin mengambil sayur tersebut karena saya sangat tidak menyukainya.

Menjadi sebuah tantangan dalam diri saya untuk mencoba memakan brokoli karena brokoli tersebut sering dihidangkan oleh pihak hotel. Akhirnya, saya bisa merubah rasa benci dan tidak suka terhadap sebuah makanan. Seketika saya sadar bahwa brokoli adalah sebuah makanan yang tak bersalah. Jangan hanya karena tidak suka menjadi menghindar dari makanan tersebut. Dari sini, saya belajar untuk lebih menghargai makanan dan belajar untuk makan makanan yang saya tidak sukai.

Destinasi ke-3 adalah Rajgir. Pada saat sesi Day of Mindfulness yang diadakan di Bamboo Forest, tempat yang sangat nyaman dan cocok untuk bermeditasi di bawah pohon yang rindang dan teduh. Sesi Dharma Talk ini sangat dinantikan oleh saya karena yang mengisi sesi Dharma Talk adalah Thay Phap Kham, Seketika, saya merasakan seperti Buddha yang sedang membabarkan Dharma di bawah pohon Bodhi.

Di Kota Rajgir, terdapat sesi pemotongan rambut yang diadakan di Puncak Burung Nasar (Vulture Peak). Vulture Peak adalah tempat Buddha banyak membabarkan Dharma. Saat saya menaiki puncak tersebut, yang ada di dalam benak saya itu, betapa luar biasanya Buddha yang menjadikan Vulture Peak sebagai tempat kediaman untuk bertapa karena saya mungkin tidak sanggup jika harus rutin untuk naik dan turun Vulture Peak.

Selama perjalanan ini, kami dikelompokkan dalam Bamboo Family. Jadi, setiap sesi Dharma Sharing, kami selalu berbagi pengalaman apa saja yang di alami selama berziarah ini. Berkat Bamboo Family ini, saya bisa meng-improve skill saya karena saya berbagi pengalaman dengan orang Internasional yang pastinya tidak mengerti bahasa Indonesia.

Meskipun Inggris saya tidak lancar, mereka tetap mengerti apa yang saya katakan. Dari Dharma Sharing ini, saya juga menjadi belajar berdasarkan dari pengalaman orang lain karena terdapat pepatah bahwa pengalaman orang lain adalah guru kita. Saya merasa sangat beruntung karena selama sekolah hanya bisa mempelajari sejarah saja dan tahun ini bisa merasakan dan melihat sendiri betapa indah dan fantastic sekali Kota India yang kaya akan sejarah agama Buddha.

Foto di Puncak Burung Nasar (Vulture Peak)
Dharma Sharing @SitusNalanda

Saya sangat berterimakasih kepada Ci Susan yang telah memberikan sponsor sehingga meringankan pengeluaran untuk terbang ke India, kepada Br. Phap Tu yang telah mengajak saya sehingga saya bisa ikut merasakan berada di tempat bersejarah agama Buddha ini dan menjadi translator selama acara berlangsung.

Saya juga berterimakasih kepada Aunty Yuyu, Aunty Marnis, Ko Ferry, Ci Sumiko yang menemani saya selama di India dan berpraktik Mindfulness Shopping untuk membeli souvenir kepada mama papa saya karena telah mengizinkan saya untuk terbang ke India dan mengikuti acara ini hingga selesai. Semoga saya dapat mengikuti Next Trip jika diadakan lagi.

Terimakasih kepada Plum Village Hong Kong dan Plum Village Thailand yang telah mengatur acara ini sehingga acara dapat terealisasi dan berjalan dengan lancar. (Phinawati Tjajaindra)

Empat Segel Dharma Plum Village

Empat Segel Dharma Plum Village

Apa saja ciri khas dari latihan Plum Village yang autentik? Monastik senior dari Plum Village menjelaskan empat segel Dharma dari Plum Village, yang dapat membantu kita menemukan dan mempraktikkan metode ini agar kita terbebas dari ketakutan. 

Berikut ini adalah 5 video yang diekstrak dari wejangan Dharma retret bulan Juni 2022 dengan tema “Now we have a path, we have nothing to fear” (Sekarang kita sudah punya jalan, tidak perlu khawatir lagi). Wejangan ini menyentuh mendalam fondasi praktik Plum Village dan esensi membangun komunitas.

Empat Segel Dharma Plum Village

Sister Chân Đức memperkenalkan 4 Segel Dharma Plum Village, yaitu 

  1. Aku tiba, di rumah
  2. Mengalir seperti sungai
  3. Waktu* dan kebenaran** saling berkaitan
  4. Matang, momen demi momen.

*Waktu yang dimaksud adalah masa lalu, masa kini, dan masa depan

** Kebenaran yang dimaksud adalah Empat Kebenaran Mulia dan juga kebenaran konvensional dan kebenaran tertinggi. 

Empat Segel Dharma ini akan membantu kita berjalan dan hidup di jalan kebebasan, tanpa ketakutan. Kita dapat belajar untuk melihat jalan ini dengan jelas di setiap momen, dan mengembangkan kepercayaan diri yang tidak tergoyahkan. Setiap segel Dharma dijelaskan secara rinci di setiap video berikut. Guru kami, Thich Nhat Hanh, juga mengingatkan kita bahwa jika kita mempraktikkan segel Dharma pertama dan kedua dengan baik, maka kita akan menyadari esensi dari segel Dharma ketiga dan keempat juga. 

Bagaimana cara kita mengetahui apakah sebuah latihan atau ajaran adalah latihan dari Plum Village yang sejati?

Sister Chân Đức memperkenalkan 4 segel Dharma yang ada di dalam tradisi Plum Village 

Empat Segel Dharma Plum Village

Tiba, Di Rumah”

Brother Pháp Hữu berbicara bagaimana kita dapat tiba di tubuh dan pikiran kita agar kita dapat menyadari, merangkul, dan menerima apa yang sedang terjadi di dalam dan di sekitar kita. Ini adalah esensi dari ajaran Buddha. Ketika kita menjalankan latihan ini, kita mengembangkan kepercayaan diri akan kemampuan untuk tiba di saat ini dan menyentuh keajaiban dari kehidupan, dan juga kebebasan yang selalu ada di momen ini. 

Brother Pháp Hữu berbagi bagaimana “Saya tiba, di rumah” sebagai sebuah jalan untuk hidup secara mendalam di setiap momen dan mengetahui apa yang sedang benar-benar terjadi di dalam kita. Brother Pháp Hữu juga membagikan suatu kisah mengenai Thay yang bertanya tentang latihan pribadi Brother yaitu “Saya tiba, di rumah” dan bertanya, “Apakah kualitas dari latihan meminum teh saya hari ini?” kepada semua yang mendengarkan. 

Bagaimana kualitas minum teh Anda hari ini? Brother Pháp Hữu adalah kepala wihara Dharma Cloud Monastery (法雲寺), Upper Hamlet, dan menjadi asisten Thay bertahun-tahun. Dalam video ini, Pháp Hữu membagikan momen luar biasa bersama Thay untuk mencicipi kearifan dan kasih sayang Thay yang maha besar.

Mengalir Seperti Sungai”

Bagaimana kita bisa “mengalir seperti sungai” agar kita dapat berbahagia dan menyadari impian kita untuk melayani? Sister Định Nghiêm memberitahu kita bahwa setetes air mungkin akan menguap dan kehilangan arah, tetapi jika setetes air tersebut dapat menjadi bagian dari sungai, maka setetes air itu akan sampai ke laut”. Kita mungkin takut bahwa kita akan kehilangan individualitas dan keindahan kita bila kita menjadi satu dengan sungai. Akan tetapi, ketika kita melihat Sangha di sekitar, kita melihat bahwa dengan bersatu, kita menjadi lebih kuat, dan ada lebih banyak nutrisi yang menyembuhkan dan nutrisi suka cita, untuk meringankan penderitaan di sekitar kita dan menjadi pelayanan di dunia ini.  

Sister Định Nghiêm berbagi bagaimana guru kita memiliki aspirasi untuk memperbarui ajaran Buddha di saat perang dan kebahagiaan dari guru kita ketika Beliau menemukan Sutra dari Kesadaran Penuh akan Bernapas setelah 36 tahun menjadi seorang biksu. 

Diskoveri terbesar Thay

Agar kita bisa mengalir seperti sungai dengan baik, kita perlu sadar akan kemelekatan kita terhadap berbagai pandangan, menyandarkan diri kita ke wawasan (insight) kolektif, dan meletakkan kepentingan kolektif di atas kepentingan pribadi. Sekarang, karena kerja keras Thay dan murid-murid Beliau, kita dapat menikmati kondisi yang mendukung dan tersedia untuk berlatih dan mengikuti sungai Sangha yang besar. 

Pesta sudah siap untuk Anda, Kakak senior, Sister Định Nghiêm menemani sejak awal Thay stroke selama 6 tahun. Sekarang, dia telah kembali ke Plum Village. Sister Định Nghiêm menyampaikan pemahaman dan kehangatan mendalam Thay dan komunitas dalam wejangan Dharma ini.

Waktu dan Kebenaran Saling Berkaitan”

Brother senior, Pháp Ứng, memberikan ajaran menyentuh hati yang kaya akan puisi, musik, dan video untuk berbagi tentang segel Dharma yang ketiga, yaitu: “Waktu (masa lalu, masa kini, dan masa depan) dan kebenaran (kebenaran historis “saṁvṛti” dan kebenaran ultima “paramārtha”, dan empat kebenaran mulia) saling berkaitan”. Beliau berbagi bahwa kita dapat mengetahui kebenaran ini dengan melatih segel Dharma yang pertama dan kedua, yaitu “Saya tiba, di rumah” dan “Mengalir seperti sungai”. 

Di video ini, Brother Pháp Ứng mengajarkan “Dharma Zorro” dari Plum Village, yaitu membawa kedua kebenaran (kebenaran historis dan ultima) bersama. Beliau berbagi cara-cara untuk menyentuh kebenaran ultima dengan tiba di rumah di momen saat ini. Kita dapat melihat bahwa kita adalah kelanjutan dari leluhur dan keturunan kita tanpa awal dan akhir.   

Dharma Zorro- bertemu dengan kebenaran historis dan ultima

Dalam video pertama yang dberikan oleh Sister Chân Đức di awal retret, Sister menjelaskan bagaimana Empat Kebenaran Mulia saling berkaitan. Sister Senior kita juga berbagi bagaimana penderitaan dan pencerahan selalu ada pada saat yang sama. 

Empat Kebenaran Mulia saling berkaitan (inter-are)

Matang di Setiap Momen”

Sister Lăng Nghiêm mengundang kita untuk berlatih melihat dan menyadari bahwa momen masa kini adalah proses kematangan dari segala tindakan kita di masa lalu, termasuk pengalaman yang kita dapatkan dari leluhur kita”. 

Segel keempat dari Plum Village memiliki empat aspek: 

  1. Matang di waktu yang berbeda 
  2. Matang dengan kondisi yang berbeda
  3. Matang di wujud yang berbeda
  4. Matang di tempat yang berbeda 

Sebagai contoh dari Dharma yang matang beberapa tahun kemudian, Sister Lăng Nghiêm berbagi cerita tentang Thay yang menggambarkan dirinya sebagai “sebuah teko teh” dan bagaimana Thay mempersiapkan komunitas monastik dan para praktisi dari seluruh dunia untuk mengerti bahwa “awan tidak pernah mati” ketika Thay meninggal (berlanjut) di tahun 2022. 

Thay adalah Poci teh

Bagaimana tindakan kita dapat matang? Bisakah kita melihat wujud-wujud kematangan yang berbeda sebagai hasil dari tindakan itu? Apakah hubungan dari tindakan dengan kulkas yang penuh dengan “daging” palsu? Sister Lăng Nghiêm menjelaskan di klip terakhir kita. 

Bagaimana aksi kita menjadi matang?

Diterjemahkan oleh Sumiko dari https://plumvillage.org/articles/the-four-dharma-seals-of-plum-village

Kesadaran Terhadap Tubuh

Kesadaran Terhadap Tubuh

Master Zen Thich Nhat Hanh menjelaskan tentang napas berkesadaran terhadap tubuh, bagaimana melakukan pemindamian (scanning) terhadap setiap bagian tubuh. Demikianlah cara untuk merelakskan tubuh. Manusia sering tak mampu merelakskan tubuh, inilah pentingnya mempraktikkan napas berkesadaran untuk merelakskan tubuh

Being an Island unto Myself

Being an Island unto Myself
Being an Island unto Myself

Being an island unto myself
As an island unto myself
Buddha is my mindfulness
Shining near, shining far
Dharma is my breathing
guarding body and mind
I am free.


Being an island unto myself
As an island unto myself
Sangha is my five skandhas
working in harmony
Taking refuge in myself
Coming back to myself
I am free, I am free, I am free.

You Are A Buddha To Me

You Are A Buddha To Me
You Are A Buddha To Me

Unduh Mp3 klik sini

You are a Buddha to me

Composed by: Chi Sing

You are a Buddha to me
and I am a Buddha to you
The Dharma is what we share
The Sangha is how we care

This is our Way
This is our Truth
This is our Life

You Are A Buddha To Me

Pedoman Berbagi Dharma

Pedoman Berbagi Dharma
Berbagi Dharma

Berbagi Dharma (Dharma Sharing) merupakan pintu Dharma (Dharma Door, 法門) dari tradisi Zen Plum Village. Praktik ini dipimpin oleh seorang fasilitator, pesertanya berkisar 15-25 orang duduk melingkar, oleh karena itu juga kadang disebut Circle Sharing.

Tugas fasilitator adalah untuk membantu melancarkan jalannya kegiatan agar masing-masing orang memiliki kesempatan untuk berbagi pengalaman latihannya. Konten berbagi bisa berupa kebahagiaan, sukacita, bahkan kesulitan dalam latihan meditasi. Pertanyaan boleh dilemparkan oleh fasilitator untuk mencairkan suasana sepi.

Pada umumnya sebelum seseorang berbagi, maka dia beranjali (kuncup teratai), telapak kanan sebagai simbol pikiran dan telapak kiri sebagai simbol tubuh, ketika pikiran dan tubuh bersatu padu, itulah kewawasan (mindfulness). Anjali merupakan ungkapan minta izin untuk berbagi, kemudian semua anggota membalas memberi salam Anjali juga.

Anda hendaknya berbagi dari hati yang paling dalam, sebaiknya menghindari teori-teori apakah itu dari buku, artikel, atau sumber lainnya. Ketika berbagi, gunakanlah sudut pandang pertama “saya” atau “aku” untuk menghindari persepsi bahwa Anda sedang mengurui orang lain.

Gunakan waktu secukupnya untuk berbagi, namun juga jangan terlalu lama, ini demi memberi kesempatan kepada anggota lain untuk berbagi juga. Ketika Anda selesai berbagi maka tutup dengan Anjali lagi. Anggota lain yang ingin berbagi pada kesempatan berikutnya, disarankan untuk bernapas 3x terlebih dahulu sebelum beranjali untuk berbagi. Jika Anda sudah berbagi 1x maka izinkanlah sahabat lain berbagi sebelum Anda berbagi lagi.

Sesi praktik Berbagi Dharma juga merupakan kesempatan untuk berlatih berbicara penuh kasih dan mendengar secara mendalam. Ketika berlatih mendengar mendalam, maka usahakan mendengar untuk mengerti, usahakan untuk menghentikan percakapan di dalam pikiran agar kualitas mendengar bisa lebih bagus.

Cara berkomunikasi adalah kepada seluruh anggota kelompok, bukanlah berdialog dengan satu atau dua orang saja. Jika seseorang berbicara terlalu lama atau dianggap keluar dari topik, maka fasilitator boleh membunyikan setengah genta untuk meminta yang bersangkutan untuk lebih spesifik atau bahkan mengakhiri berbaginya.

Kita semua perlu menjaga kerahasiaan apa pun yang telah disampaikan dalam lingkaran berbagi Dharma. Jika dalam kurun sekian waktu, belum juga ada yang berbagi, maka fasilitator boleh berbagi atau mengundang salah satu peserta grup. Seorang fasilitator hendaknya terampil dalam memimpin sesi berbagi Dharma, jangan memaksa anggota yang tidak ingin berbagi.

Sesi Berbagi Dharma pertama biasanya dimulai dengan pengantar singkat tentang apa itu Berbagi Dharma, kemudian perkenalan singkat dari masing-masing peserta. Dari waktu ke waktu, fasilitator boleh mengundang genta sesuai dengan kebutuhan, agar semua anggota bisa mengembalikan perhatian kepada napasnya.

Sesi Berbagi Dharma boleh ditutup dengan menyanyikan lagu, kemudian diakhiri dengan suara genta 3x, kemudian suara genta berikutnya memberi hormat kepada sesama anggota dan jika ada Altar atau objek lainnya, maka boleh memberi bungkuk hormat kepada objek tersebut. (Br. Pháp Tử [法子])

Workshop Dharma Sharing (Lokakarya Berbagi Dharma) oleh
AstridTrue Peaceful Diligence (Chân An Tấn, 真安進)

A Drop of Enlightenment in the Boundless Ocean

A Drop of Enlightenment in the Boundless Ocean
Fun With Dharma, KMVB UPH @PondokSadhanaAmitayus Cipayung

A constant feeling of consternation and curiosity combined together, a mind filled with thoughts that are unnecessary, a dormant way of thinking. That was how I felt before the five days pilgrimage began at Pondok Sadhana Amitayus, Cipayung, West Java. Well, it was not exactly a pilgrimage as I just spent the days at one place but it was definitely a journey for my soul.

KMVB UPH (Keluarga Mahasiswa Vidya Buddhis, Universitas Pelita Harapan) hosted an event called “Fun with Dharma” which basically means learning Dharma in a fun way. It was hosted in Cipayung, at a place called Pondok Sadhana Amitayus. It was led by Bhante Nyanabhadra (Br. Pháp Tử), a student of the world-renowned Zen Master, Thich Nhat Hanh. Bhante Nyanabhadra faced through many challenges in order to become one of 800 disciples of this great Zen master.

The challenges surely created many experiences for him because I can feel the knowledge emitting from his mouth every time he answered one of our stupid question. Stupid questions lead to great replies and great replies led to a great quote. “Do your best but not to be the best!” One of the spontaneous quote that he made during the Dharma Talk.

I can feel the burgeoning growth of my soul after listening talk about the principles of Buddhism. The ever-increasing Dharma knowledge about Buddhism. What is admirable about Bhante Nyanabhadra is his open-mindedness towards everyone’s perspective. Some might criticize him about how he acts but no matter what, people cannot criticize the way he pour the Dharma into us. It was poured in the most simplistic way, thus I can understand them easily.

For instance, I asked a very difficult question about finding the right partner and although, sometimes he found the questions rather complicated and unanswerable, he still provided us the best possible solution that he can think of. Not only that, the solution he provided was not biased in any way because he demonstrated his answer with perspectives not only his but also others’ perspectives. In the end of every Dharma talk session, he would say “Do not believe 100% of what I have said, always take time to digest them.” I was in awe of his modesty despite his achievements and intelligence.

It was not just Bhante Nyanabhadra that made the pilgrimage whole, but also the system. What I meant by system is how we eat, walk, taking the stairs, meditate, stopping when the clock chimes every 15 minutes and many others. Just by the way we eat, we were growing as a family of friends; because we have to wait for everyone to get their food and sit on our little circle of awkwardness. It was awkward at first, but the results were magnificent.

The solidarity, the sense of belonging, the feeling of a family; all of that dormant feelings woke up from their dreams. Furthermore, with the 15 minutes of constant chiming created a more unique sensation. Bhante Nyanabhadra instructed us to go back to our breath every time the clock chimes. Therefore, I have to stop and observe our pattern of breathing when I hear the ‘bell’ sound. It was strange at first but one of the funniest moments was probably invented there.

We consistently meditated at 5:30 am in the morning for 5 consecutive days. There was sitting meditation, walking meditation, and mindful movements. The sitting meditation lasted about 20-30 minutes in which Bhante Nyanabhadra gives simple instructions such as “Breathing in, I am aware of my in breath. Breathing out, I am aware of my out breath.” It helped us to get into the zone.

Afterwards, we did some walking meditation indoor and outdoor. In the case of outdoor, we ambled and ventured in the nature behind the house. Being in the present moment that I was, I observed how the leaves dancing when the wind blew past them; the grass gently kissing our feet; the mountains spreading across the horizon; the boundless blue sky; the tinkling sound of the bell.

All in all, the Amitayus pilgrimage experience was absolutely a good way to end our exam and start our holiday. The experiences that I obtained during this event was priceless and it was all thanks to our karma that I was able to attend “Fun With Dharma” with many other friends. I cannot say that I have completely understood Buddha’s teachings however, I for sure gained a drop of enlightenment in the boundless ocean of Buddha’s teachings.

One of the participant, student of Universitas Pelita Harapan, member of Keluarga Mahasiswa Vidya Buddhis

Di Manakah Rumah Saya yang Sesungguhnya?

Di Manakah Rumah Saya yang Sesungguhnya?

Retret di Belanda. Bhadrawarman, dari kanan pertama.

Tahun lalu saya berkesempatan pergi ke Belanda bersama keluarga saya dan Brother Duc Pho, yang menjadi tubuh kedua (second body) saya. Di hari pertama saya menginjakkan kaki di Belanda, saya merasa seperti tiba di rumah. Saya pernah mengunjungi beberapa negara di Eropa lainnya, tetapi saya tidak merasakan perasaan yang sama seperti yang saya alami di Belanda. Di Perancis, saya belajar latihan agar tiba di rumah yang sesungguhnya, “I have arrived, I am home”.

Tanah air saya adalah Indonesia. Sering kali saya renungkan bahwa ketika saya masih berada di Indonesia, bahkan ketika saya berada di rumah, saya tidak benar-benar berada di rumah. Pikiran saya seringkali tidak berada di rumah, tidak bersama tubuh saya. Sekarang walaupun saya tidak berada di Indonesia, saya merasa lebih tiba di rumah. Saya belajar untuk bernapas masuk dan keluar ketika pikiran saya sedang meloncat-loncat. Saya belajar untuk berjalan dengan sedemikian rupa agar saya dapat kembali ke rumah yang sesungguhnya.

Saya merasa sangat bahagia dan rasanya sangat mudah untuk mempraktikkan “I have arrived, I am home” di Belanda. Teringat Sister Dieu Nghiem (Sister Jina) pernah menceritakan hal yang sama kepada saya. Ketika beliau datang ke Indonesia, beliau merasa seperti tiba di rumah. Beliau mempelajari bahwa banyak makanan di Belanda yang asalnya ternyata dari Indonesia. Saya baru saja tiba dari Belanda untuk mendukung retret yang diadakan di sana.

Retret di Belanda “Insight is the source of deep happiness”
Di awal retret, muncul perasaan sedikit tidak nyaman dan tidak disambut oleh peserta dan panitia retret. Peserta retret mengetahui dari informasi yang mereka dapatkan sebelum retret bahwa retret ini akan diadakan dalam bahasa Belanda. Di hari pertama saya memfasilitasi sesi berbagi Dharma di dalam sebuah kelompok yang kita sebut sebagai keluarga, mereka terkejut bahwa ada satu monastik yang tidak bisa berbahasa Belanda. Saya memfasilitasi sesi tersebut dalam bahasa Inggris. Awalnya semua orang berbicara dalam bahasa Inggris, karena sebenarnya mereka bisa berbahasa Inggris. Beberapa orang kemudian mengatakan bahwa mereka tidak merasa nyaman untuk berbicara dalam bahasa Inggris. Kemudian kami memutuskan untuk membiarkan peserta retret di keluarga saya untuk berbicara dalam bahasa Belanda. Ada seseorang yang menerjemahkan ke dalam bahasa Inggris untuk saya.

Beberapa peserta retret di keluarga saya berbagi bahwa meskipun pada awalnya mereka merasa tidak nyaman karena masalah ini, akan tetapi mereka merasakan perasaan hangat di dalam keluarga. Tema retret ini adalah “Insight is the source of deep happiness”.

Saya berbagi kepada mereka bahwa pada awalnya saya tidak mengerti mengapa Thay memilih kata insight atau understanding sebagai terjemahan dari kata prajna dalam bahasa Sanskerta. Biasanya kata prajna diterjemahkan sebagai wisdom atau kebijaksanaan. Saya tidak mengerti mengapa Thay memilih kata yang maknanya terlihat lebih dangkal. Namun seiring berlalunya waktu, saya makin mengerti mengapa Thay memilih kata pengertian atau insight. Teringat pada retret sadar penuh yang pertama saya ikuti, saya ajukan pertanyaan “Bagaimana caranya berlatih agar mendapatkan kebijaksanaan?” di sesi Tanya Jawab. Jawabannya adalah berlatih sila, samadhi, prajna.

Pada saat itu saya tidak begitu mengerti jawabannya. Barangkali karena pada saat itu saya baru mengenal latihan dan belum menerima sila Buddhis. Di Plum Village tiga latihan yang menjadi inti latihan adalah smrti, samadhi, prajna. Smrti adalah sila dalam bahasa Sanskerta. Samadhi adalah konsentrasi. Ketika Thay mengajarkan bahwa latihan sadar penuh dan konsentrasi dapat membantu kita untuk mendapatkan insight atau pengertian saya baru dapat mulai memahaminya. Saya dapat memahami diri saya sendiri, memahami tubuh dan pikiran saya.

Dahulu saya tidak benar-benar memahami tubuh saya sendiri. Makan berlebihan dan pola hidup yang tidak sehat membuat tubuh saya sangat gemuk. Sekarang saya sudah menurunkan lebih dari 20 kg berat badan saya. Dengan tubuh yang makin ringan, pikiran pun menjadi lebih ringan. Saya dapat lebih memahami pikiran saya. Sekarang saya lebih memahami apa yang dimaksud dengan kebijaksanaan berdasarkan Thay. Menurut saya sekarang, kata pengertian atau insight bahkan bermakna lebih dalam, dan membantu saya dalam memahami kebijaksanaan yang sesungguhnya dalam ajaran Buddha.

Jalinan Jodoh

Di sesi berbagi Dharma saya pun berbagi dengan jujur perasaan apa yang saya rasakan di awal retret, bahwa saya merasa sedikit terluka karena perasaan “tidak diterima” oleh peserta retret. Namun perasaan bahagia dan syukur saya jauh melampaui luka yang ada di dalam diri saya, dan membantu saya dalam menyembuhkan luka tersebut. Kemudian saya berbagi bahwa di tahun pertama saya di Plum Village, saya berada di kamar bersama tiga brother dari Vietnam. Dua diantaranya tidak begitu fasih dalam berbahasa Inggris, sehingga kami tidak dapat berkomunikasi dengan lancar. Saya melihat bahwa barangkali ini salah satu hal yang membuat saya di awal sulit untuk benar-benar tiba di Plum Village.

Di tahun kedua saya berada di kamar bersama dua brother dari Belanda, dan satu brother dari Vietnam. Semuanya fasih dalam berbahasa Inggris, sehingga membuat saya merasa nyaman ketika berada di kamar. Kedua brother tersebut juga merupakan sahabat spiritual (kalyanamitra) saya. Sebelum sekamar dengan mereka, saya sudah bersahabat dengan cukup erat dengan mereka. Sekamar dengan mereka membuat persahabatan kami kian erat. Kami semua adalah penggemar minum teh. Biasanya kami minum teh bersama kala fajar menyingsing sebelum meditasi duduk. Kadang kami minum teh bersama di siang, sore, atau malam hari.

Saya merasa mempunyai jalinan jodoh yang sangat erat dengan monastik dari Belanda. Teringat seorang monastik dari Indonesia pernah mengatakan bahwa tidaklah aneh bahwa monastik dari Indonesia dapat bersahabat erat dengan monastik dari Belanda. Barangkali karena jalinan jodoh yang kami miliki di masa lalu. Teringat pula Sister Chan Duc berbagi ketika beliau tiba di India pada pertama kali, beliau merasa sangat nyaman seakan tiba di rumah. Kemudian Thay berkata pada beliau bahwa barangkali beliau pernah terlahir sebagai orang India di kehidupan masa lalunya. Ketika saya mendengar hal ini, saya berpikir bahwa mungkin saya pernah terlahir sebagai orang Belanda di kehidupan masa lalu saya.

Memulai Lembaran Baru

Seiring dengan eratnya hubungan saya dengan mereka, kesalahpahaman dan miskomunikasi kerap kali muncul. Pertama kali saya merasa terluka karena salah satu brother dari Belanda yang salah paham terhadap saya. Cara dia mengungkapkan perasaannya sangatlah langsung, yang ternyata merupakan salah satu budaya orang Belanda. Jika pada waktu itu saya tidak mengungkapkan keinginan untuk berlatih memulai lembaran baru, barangkali persahabatan saya dengannya sudah berakhir. Hal ini terjadi karena saya menganggap bahwa saya tidak salah, dan dia memiliki persepsi keliru terhadap saya.

Jika saya dikuasai oleh keangkuhan diri saya, saya tidak akan mau untuk berlatih memulai lembaran baru dengan dirinya. Namun ternyata setelah berlatih latihan ini, kami melihat bahwa akar permasalahan ini sangatlah kecil, hanyalah kesalahpahaman belaka. Persahabatan kami pun kian erat karena kami makin memahami satu sama lain. Saya mulai memahami budaya orang Belanda, dan dia mulai memahami budaya orang Indonesia. Ketika pengertian muncul di dalam sebuah hubungan, persahabatan (atau biasa disebut sebagai brotherhood & sisterhood di Plum Village) pun makin erat!

Saya melihat bahwa pengertian (mutual understanding) merupakan salah satu aspek penting dalam suatu hubungan. Dahulu karena saya tidak mengetahui latihan sadar penuh, saya memiliki kesulitan untuk mengerti keluarga saya, maka dari itu sulit bagi saya untuk merasa “tiba di rumah” di rumah keluarga saya. Baru setelah mengetahui latihan, saya belajar untuk mengerti dan mengasihi orangtua saya. Dahulu saya belajar ilmu komunikasi di perguruan tinggi, namun saya tidak mempelajari bagaimana cara berkomunikasi dan berhubungan dengan keluarga saya.

Hubungan saya dengan orangtua dan adik saya dahulu sangatlah buruk. Baru setelah mempelajari seni mendengar secara mendalam dan berbicara dengan cinta kasih, hubungan saya dengan keluarga saya menjadi makin membaik. Saya belajar untuk mendengar ketika papa saya marah. Dahulu saya tidak mengerti mengapa papa saya mudah sekali marah.

Sekarang saya mengerti bahwa itulah cara papa saya mengekspresikan kasihnya dan berupaya untuk berkomunikasi dengan orang lain. Karena papa saya tidak mengetahui latihan untuk mendengarkan kemarahan di dalam dirinya, ucapan yang dilontarkan oleh papa saya menjadi dipenuhi dengan kepahitan. Alhasil hubungan kami bukan makin baik namun menjadi makin buruk. Baru setelah saya belajar untuk mendengar, saya memutuskan untuk berlatih mendengar ketika papa saya marah. Mama saya kemudian tertarik untuk mempelajari latihan, sehingga membantu mengubah keadaan di keluarga saya. Setelah itu saya baru merasa “tiba di rumah” di rumah keluarga saya. Sekarang saya berkesempatan untuk memperdalam ketibaan saya di Plum Village.

Teringat Thay mengajarkan bahwa tiba di rumah “I have arrived, I am home” adalah suatu latihan. Seiring dengan makin dalam latihan kita, makin dalam pula ketibaan kita. Di salah satu buku Thay mengajarkan bahwa latihan “I have arrived, I am home” adalah latihan paling mudah atau sederhana yang beliau telah ajarkan. Alangkah terkejutnya ketika saya membaca buku Thay yang lain, Thay mengatakan bahwa latihan “I have arrived, I am home” adalah latihan terdalam yang beliau telah ajarkan. Jadi di manakah rumah saya yang sesungguhnya? Saya menuju dalam perjalanan pulang ke rumah saya! (Bhadrawarman)

BHADRAWARMAN ditahbiskan sebagai samanera di Wihara Ekayana Arama, sekarang sedang berlatih di Upper Hamlet, Plum Village Perancis

Berbagi Dharma

Berbagi Dharma

Berbagi Dharma (Dharma Sharing) merupakan kesempatan untuk saling mendapatkan wawasan dan pengalaman tentang latihan. Ini adalah waktu yang istimewa bagi kita untuk berbagi pengalaman, sukacita, kesulitan atau kendala dan pertanyaan-pertanyaan kita yang berkaitan langsung dengan latihan hidup sadar.

Dengan mempraktikkan mendengarkan sungguh-sungguh sementara orang lain sedang berbicara, kita membantu menciptakan suasana tenang dan penerimaan. Dengan belajar berbicara secara leluasa tentang kebahagiaan dan kesulitan maupun kendala dalam latihan, kita memberi sumbangsih aspek-aspek lain dari pandangan dan pengertian tentang latihan.

Mohon acara berbagi ini didasarkan pada pengalaman kita sendiri tentang latihan, kita menghindari gagasan-gagasan abstrak dan topik-topik teoretis. Dengan demikian kita bisa menyadari bahwa banyak di antara kita yang punya kesulitan yang cukup mirip kemudian ada juga aspirasi yang serupa. Duduk, mendengarkan dan berbagi bersama-sama, kita mempererat hubungan tali persaudaraan kita antara satu dengan yang lain.

Mohon ingat bahwa apa pun yang sampaikan dalam sesi ini adalah rahasia. Jika seorang teman berbagi tentang kesulitan pribadi yang tengah dia hadapi, hormatilah bahwa mungkin dia tidak ingin membicarakannya lagi di luar sesi berbagi pengalaman latihan.