I Have Arrived, I Am Home

I Have Arrived, I Am Home
Foto bersama di ayunan @PlumVillageThailand

Sampai mana? Rumah? Benar, rumah yang dimaksud adalah rumah yang membuat hati saya damai dan tenang, apalagi bebas dari beban pikiran yang melanda di saat mengalami kesulitan.

Saya mengikuti acara retret yang diadakan oleh Plum Village Thailand dari 21 Desember 2018 sampai dengan 4 Januari 2019. Sambil menyelam minum air, tahun baruan sambil latihan. Saya merasakan sensasi yang sungguh luar biasa di sana. Mendapatkan energi positif yang sangat bermanfaat dan pengalaman berharga yang sulit untuk dilupakan

Tiba pada hari H, saya berangkat ke Thailand bersama dengan guru dan teman-teman spiritual pada pagi hari dan tiba di Thailand pada siang hari. Perjalanan terbang dari Jakarta menuju Thailand secara langsung memang membutuhkan waktu 3,5 jam. Ini merupakan mimpi saya untuk pergi ke Thailand. Untungnya saya pun mendapat persetujuan orang tua untuk menuju ke sana dengan mudah.

Saya sangat bersyukur karena memiliki kedua orang tua yang sangat mendukung latihan saya hingga mengizinkan saya pergi ke luar negeri. Retret akhir tahun di Plum Village Thailand ada dua, pertama adalah retret fasilitator (21-24 Desember 2018), dan kedua adalah retret Asia Pasifik (26 Desember 2018-1 Januari 2019). Saya mengikuti kedua acara tersebut dengan hati senang

Saya mendapatkan fasilitator orang Vietnam yang fasih berbahasa Inggris, sehingga memudahkan saya untuk mengerti apa yang mereka katakan. Di dalam grup saya ada dua fasilitator yang mengajarkan banyak hal. Hal tersebut mulai dari mengundang genta berkesadaran, hingga mengajarkan cara melantunkan pendarasan meditasi pagi dan sore.

Kami juga mempraktikkan Dharma sharing, praktik berbagi kesulitan yang dihadapi di rumah dan saling berbagi pengalaman pribadi masing-masing tentang latihan. Ada catatan di dalam Dharma sharing yaitu apa yang disampaikan di dalam Dharma sharing tidak diperkenankan untuk disebarluaskan di luar lingkaran. Dengan demikian semua orang yang berada di dalam lingkaran tersebut dapat lebih leluasa menyampaikan isi hatinya.

Saya mendapat kelompok Dharma Sharing Indonesia, sehingga bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia. Selain itu ada juga translator dari Indonesia yang siap untuk menerjemahkan ke Bahasa Inggris kepada brother dan sister yang menjadi fasilitator kami.

Brother dan sister adalah panggilan kepada monastik yang berada di sana. Dharma sharing adalah hal yang sangat berkesan bagi saya karena pengalaman orang lain dapat menjadi inspirasi bagi saya agar lebih bersemangat untuk mengikuti retret berikutnya. Saya yakin retret demikian dapat memperkuat iman saya.

Pada saat makan berkesadaran, saya bisa benar-benar mempraktikkan makan berkesadaran. Makanan yang dimakan ternyata tidak sesuai dengan lidah saya. Lidah saya ini asli Indonesia yang sudah terbiasa makanan manis dan pedas. Sedangkan di sana, makanan yang saya temui itu sangat sehat namun hambar dan asin sehingga tidak sesuai dengan lidah, tetapi saya tetap harus makan.

Saya benar-benar mempraktikkan makan berkesadaran, kunyah 30 kali, merasakan rasa makanan yang berbeda dan di situ saya sadar bahwa tidak harus selalu mengikuti pikiran dan mata untuk mengambil makanan

Saya belajar bersyukur dengan apa pun yang saya makan meskipun tidak sesuai dengan selera. Saya cukup beruntung karena ada teman dari Indonesia yang membantu saya dalam hal makanan, dia membawa cabai rawit dari Indonesia yang pedasnya pas di lidah. Kalau sedang ingin makan pedas, tinggal duduk dekat dengan dia saja, jadi gampang deh kalau mau cabai.

Tanggal 25 Desember 2018 adalah perayaan Natal, dan di Plum Village merupakan lazy day. Hari itu juga merupakan arrival day atau hari kedatangan para peserta retret Asia Pasifik. Tiap minggu, para monastik memang memiliki kegiatan lazy day untuk istirahat.

Lazy day, hari bermalas-malasan. Saya bangun agak siang pada hari itu. Pada umumnya kami wajib bangun pukul 4 pagi, namun pada lazy day saya bangun pukul 06:45 sementara sarapan pukul 07:00. Seharian menikmati Thai Plum Village yang sangat kaya akan kebahagiaan, seperti di suatu tempat yang sangat indah dengan pemandangan alam asri dan menyegarkan sehingga dapat cuci mata.

Menghabiskan waktu dengan keliling Plum Village, minum teh bersama dan mengakrabkan diri kepada teman yang belum akrab. Kami mengobrol bersama dan bertukar pikiran satu sama lainnya. Banyak pohon asam jawa di sana. Salah satu brother di sana mengatakan bahwa asam jawa dikenal di Thailand dapat mengurangi berat badan. Saya pun tertarik dengan hal tersebut dan memakannya. Dan ternyata sesuai dengan namanya, aseeemmm banget, tapi asemnya enak juga sih

Seharian keliling Plum Village ternyata sangat seru karena melihat pemandangan. Kalau di Jakarta yang dilihat kiri kanan adalah mall dan bangunan gedung besar, sedangkan di Plum Village Thailand di kiri dan kanan ada  banyak pohon rindang dan banyak tumbuhan hijau yang membuat mata menjadi lebih segar.

Menurut psikologi, mata akan lebih sehat jika melihat warna hijau dan tidak melihat layar terus.  Yang biasanya selalu risau untuk membalas pesan dari teman teman dan orang tua dan selama di sana bisa mengistirahatkan diri dari layar sentuh yang dapat membuat mata lebih cepat rusak.

Saya sangat bahagia dan bersyukur karena diberi kesempatan untuk menikmati keindahan alam di Plum Village dan semoga ada kesempatan lain untuk datang berkunjung ke sana lagi.

Phinawati Tjajaindra (Nuan), mahasiswa UPH, jurusan Hukum. Praktisi kewawasan (mindfulness) dan sukarelawan Retret dan Day of Mindfulness.

Pedoman Berbagi Dharma

Pedoman Berbagi Dharma
Berbagi Dharma

Berbagi Dharma (Dharma Sharing) merupakan pintu Dharma (Dharma Door, 法門) dari tradisi Zen Plum Village. Praktik ini dipimpin oleh seorang fasilitator, pesertanya berkisar 15-25 orang duduk melingkar, oleh karena itu juga kadang disebut Circle Sharing.

Tugas fasilitator adalah untuk membantu melancarkan jalannya kegiatan agar masing-masing orang memiliki kesempatan untuk berbagi pengalaman latihannya. Konten berbagi bisa berupa kebahagiaan, sukacita, bahkan kesulitan dalam latihan meditasi. Pertanyaan boleh dilemparkan oleh fasilitator untuk mencairkan suasana sepi.

Pada umumnya sebelum seseorang berbagi, maka dia beranjali (kuncup teratai), telapak kanan sebagai simbol pikiran dan telapak kiri sebagai simbol tubuh, ketika pikiran dan tubuh bersatu padu, itulah kewawasan (mindfulness). Anjali merupakan ungkapan minta izin untuk berbagi, kemudian semua anggota membalas memberi salam Anjali juga.

Anda hendaknya berbagi dari hati yang paling dalam, sebaiknya menghindari teori-teori apakah itu dari buku, artikel, atau sumber lainnya. Ketika berbagi, gunakanlah sudut pandang pertama “saya” atau “aku” untuk menghindari persepsi bahwa Anda sedang mengurui orang lain.

Gunakan waktu secukupnya untuk berbagi, namun juga jangan terlalu lama, ini demi memberi kesempatan kepada anggota lain untuk berbagi juga. Ketika Anda selesai berbagi maka tutup dengan Anjali lagi. Anggota lain yang ingin berbagi pada kesempatan berikutnya, disarankan untuk bernapas 3x terlebih dahulu sebelum beranjali untuk berbagi. Jika Anda sudah berbagi 1x maka izinkanlah sahabat lain berbagi sebelum Anda berbagi lagi.

Sesi praktik Berbagi Dharma juga merupakan kesempatan untuk berlatih berbicara penuh kasih dan mendengar secara mendalam. Ketika berlatih mendengar mendalam, maka usahakan mendengar untuk mengerti, usahakan untuk menghentikan percakapan di dalam pikiran agar kualitas mendengar bisa lebih bagus.

Cara berkomunikasi adalah kepada seluruh anggota kelompok, bukanlah berdialog dengan satu atau dua orang saja. Jika seseorang berbicara terlalu lama atau dianggap keluar dari topik, maka fasilitator boleh membunyikan setengah genta untuk meminta yang bersangkutan untuk lebih spesifik atau bahkan mengakhiri berbaginya.

Kita semua perlu menjaga kerahasiaan apa pun yang telah disampaikan dalam lingkaran berbagi Dharma. Jika dalam kurun sekian waktu, belum juga ada yang berbagi, maka fasilitator boleh berbagi atau mengundang salah satu peserta grup. Seorang fasilitator hendaknya terampil dalam memimpin sesi berbagi Dharma, jangan memaksa anggota yang tidak ingin berbagi.

Sesi Berbagi Dharma pertama biasanya dimulai dengan pengantar singkat tentang apa itu Berbagi Dharma, kemudian perkenalan singkat dari masing-masing peserta. Dari waktu ke waktu, fasilitator boleh mengundang genta sesuai dengan kebutuhan, agar semua anggota bisa mengembalikan perhatian kepada napasnya.

Sesi Berbagi Dharma boleh ditutup dengan menyanyikan lagu, kemudian diakhiri dengan suara genta 3x, kemudian suara genta berikutnya memberi hormat kepada sesama anggota dan jika ada Altar atau objek lainnya, maka boleh memberi bungkuk hormat kepada objek tersebut. (Br. Pháp Tử [法子])

Workshop Dharma Sharing (Lokakarya Berbagi Dharma) oleh
AstridTrue Peaceful Diligence (Chân An Tấn, 真安進)

Impermanen dan Saling Ketergantungan

Impermanen dan Saling Ketergantungan

Begawan Buddha, Aku ingin mengungkapkan penyesalan kepadamu atas cara berpikirku yang keliru. Walaupun aku sudah mengetahui bahwa hakikat impermanen dari segala sesuatu, bahkan aku bisa menjelaskan konsep itu kepada orang lain dengan fasih, namun aku masih memiliki kebiasaan bertindak seolah-olah segala sesuatu adalah permanen dan aku bisa eksis secara mandiri. Aku menyadari bahwa tubuh ini senantiasa berubah. Setiap sel dalam tubuh ini cepat atau lambat akan mati dan digantikan oleh sel yang baru. Tetap saja, aku memiliki tendensi untuk berpikir bahwa aku yang hari ini masilah sama seperti aku yang kemarin. Lima agregat (Panca Skandha) saya: tubuh, perasaan, persepsi, bentukan mental, dan kesadaran, semua itu seperti sungai-sungai yang mengalir dan berubah secara konstan. Suatu kenyataan bahwa aku tidak akan pernah bisa mandi di air sungai yang sama untuk kedua kalinya. Aku tahu bahwa perasaan marah dan sukacita dalam diriku akan muncul, bertahan sebentar, lalu pergi dengan digantikan oleh perasaan lainnya. Walaupun demikian, aku masih memiliki tendensi untuk mempercayai bahwa perasaanku, persepsiku, bentukan mentalku, dan kesadaranku adalah permanen. Aku tahu bahwa kepecayaanku akan ketidakperubahan, aku bisa eksis secara mandiri, dan keterpisahan dengan manusia dan makhluk hiup lainnya, kondisi ini telah mengakibatkan penderitaan bagiku juga pihak lain. Namun demikian, tendensi yang tersembunyi yang terjebak dalam pandangan bahwa aku bisa eksis secara mandiri masihlah kokoh dalam kesadaranku.

Aku berjanji kepada Buddha, mulai dari sekarang, ketika aku berinteraksi dengan diriku sendiri, ketika aku berinteraksi dengan pihak lain dan situasi-situasi di sekelilingku, aku hendaknya memancarkan kewaspadaan atas saling ketergantungan (interbeing), dan impermanen. Pengetahuan intelektual yang menyatakan bahwa segala sesuatu dan semua orang sesungguhnya saling terkait dan selalu berubah, pengetahuan itu saja belum cukup untuk mentransformasikan tendensiku untuk berpikir bahwa aku bisa eksis secara mandiri. Aku hendaknya secara solid mempertahankan praktik konsentrasi atas saling ketergantungan dan impermanen agar bisa menutrisi kewaspadaanku bahwa semua fenomena yang terbentuk dari berbagai elemen pada hakikatnya selalu berubah dan aku saling terkoneksi dengan semua makhluk melalui ruang dan waktu.

Gatha Impermanen
Hari ini telah berakhir
Hidupku telah berkurang.
Lihatlah dengan seksama saat ini.
Apa saja yang sudah aku kerjakan?
Sanggha mulia, dengan sepenuh hati,
Marilah kita bersemangat rajin,
Melaksanakan praktik.
Marilah kita hidup sepenuhnya,
Bebas dari kotoran batin,
Mewaspadai impermanen
Agar hidup ini tidak berlalu begitu saja
Tanpa makna sama sekali.

Menyentuh Bumi

Begawan Buddha, dengan penuh rasa syukur aku menyentuh bumi tiga kali untuk menatap mendalam dan memperkuat tekad yang telah aku ikrarkan dihadapanmu. [Genta]

Mengikuti Jejak Buddha

Mengikuti Jejak Buddha

Begawan Buddha, engkau merupakan guruku, engkau telah mengantarkanku ke dunia spiritual. Aku adalah muridmu, aku adalah adikmu, dan aku juga merupakan anakmu. Aku bertekad melanjutkan cita-citamu melayani semua makhluk. Engkau mengajarkan aku untuk berlatih rendah hati, sabar, dan penuh pengertian, dan tidak keras kepala. Engkau sendiri berlatih rendah hati agar bisa menjadi panutan bagi kami, siswa-siswamu.

Berkat pengertian mendalam, engkau tidak terjebak dalam kobaran api kemarahan, badai kekecewaan, dan ombak kekesalan, engkau juga tidak jatuh ke dalam jurang persepsi keliru. Caramu berpikir, berucap, dan bertindak penuh kesabaran dan pengertian, memancarkan kasih sayang dan welas asih kepada semua orang di sekitarmu.

Begawan Buddha, dari lubuk hatiku paling dalam, ternyata aku juga punya kehendak menjadi seperti dirimu, mengikuti jejak langkahmu, aku bertekad sepenuh hati untuk berlatih rendah hati, sabar, penuh pengertian dan tidak keras kepala, aku sadar apabila aku menjadi sombong, tergesa-gesa, bersikap tidak peduli dan keras kepala, maka aku menciptakan penderitaan besar bagi diriku sendiri dan juga penderitaan bagi orang-orang disekitarku. Diriku sendiri dan orang lain menjadi korban akibat sikap ketidakpedulian dan keras kepalaku.

Aku sadar bahwa sudah terlalu banyak persepsi keliru menumpuk dalam hatiku, sehingga aku tidak bisa menerima nasihat orang lain, bahkan aku selalu mengabaikan nasihat dari engkau, oh Buddha.

Mulai hari ini aku bertekad sepenuh hati berlatih menumbuhkan pengertian dan kasih, menghadirkan elemen-elemen kebahagiaan bagi diriku dan orang lain di sekelilingku, pada masa kini maupun masa akan datang.

Menyentuh Bumi

Aku menyentuh bumi tiga kali dengan tubuh, ucapan dan pikiran yang bersatupadu untuk meresapi dan meneguhkan tekad ini.

Bentuk Luar

Bentuk Luar

Begawan Buddha, aku merasa malu, karena aku sering berlatih tapi hanya bentuk luar saja, tanpa memperhatikan makna sesungguhnya. Ketika mempersembahkan dupa, menyentuh bumi, praktik meditasi duduk dan berjalan, membaca sutra, aku membiarkan pikiran terus mengembara ke masa lalu dan masa depan, dan aku terjebak dalam pemikiran tak bermanfaat tentang masa kini. Aku telah sering kehilangan banyak kesempatan berharga karena tidak berlatih dengan serius. Sebetulnya, ketika melangkah atau bernapas dengan penuh kewawasan (mindfulness), aku berkesempatan untuk membangkitkan energi kewawasan dan konsentrasi tepat. Ketika kewawasan dan konsentrasi tepat telah bangkit, maka energi pencerahan dan pengertian juga akan hadir.

Aku sangatlah beruntung karena sudah mendapatkan instruksi latihan itu. Sementara aku masih seperti orang tidak mengerti apa pun. Aku berjalan, berdiri, berbicara, dan tersenyum dalam kealpaan. Aku berjanji, Begawan Buddha, aku akan berusaha menjadi lebih baik lagi dalam setiap momen dalam kehidupan sehari-hari, aku akan membangkitkan kewawasan dan konsentrasi tepat lebih banyak lagi. Membangkitkan kewawasan dan konsentrasi bukan hanya menyembuhkan dan mentransformasikan batin dan tubuh, tetapi juga mendukung banyak anggota sanggha lainnya dan akan meningkatkan kualitas praktik dari seluruh sanggha.

Menyentuh Bumi

Begawan Buddha, dengan tubuh, ucapan, dan pikiran bersatu padu, aku menyentuh bumi dengan rasa syukur kepadaMu, Buddha yang telah tiba di pantai seberang, yang mampu menunjukkan jalan, agar aku selalu mengingatkan janjiku. [Genta]

Dengan tubuh, ucapan, dan pikiran dalam satu kesatuan, aku menyentuh bumi dengan penuh rasa syukur kepada Buddha Vipasyin. [Genta]

Buddha dan Sanggha Orisinal

Buddha dan Sanggha Orisinal

Begawan Buddha, Aku melihat Buddha duduk bersama Sanggha biksu, biksuni, upasaka, dan upasika. Aku seperti Raja Prasenajit, setiap kali raja melihat komunitas Sanggha biksu dan biksuni, raja merasa bahwa Buddha begitu luar biasa dan energi keyakinan, respek, dan kagum tumbuh besar. Aku merasakan kehadiran Buddha dalam Sanggha. Buddha telah mentransmisikan kearifan dan welas asih kepada begitu banyak orang. Begawan Buddha, semua murid-muridMu, apakah itu biksu, biksuni, upasaka, atau upasika, merupakan kelanjutan dari Buddha; sebetulnya mereka juga adalah Buddha. Aku melihat ada Buddha di dalam metode praktik yang telah diajarkan, jika ajaran itu diterapkan dengan terampil, maka akan membawa pada transformasi dan penyembuhan. Begawan Buddha, aku bisa melihat Buddha dalam energi pengertian dan welas asih yang terwujud dalam setiap manusia, dalam karya tulisan, puisi, arsitektur, musik, dan karya seni dan bentuk budaya. Aku bisa merasakan Buddha dalam diriku, dalam benih pencerahan dan cinta kasih yang memungkinkan aku berlatih mengembangkan kearifan dan welas asih.

Menyentuh Bumi

Begawan Buddha, dengan tubuh, ucapan, dan pikiran bersatu padu, aku menyentuh bumi agar bisa menyentuh Buddha dalam diriku, dalam Sanggha, menyentuh Buddha dalam ajaran beserta praktik Dharma, juga dalam kesempatan menakjubkan yang telah Buddha ciptakan untuk kehidupan spiritualku. [Genta]

Dengan tubuh, ucapan, dan pikiran bersatu padu, aku menyentuh bumi di hadapan Buddha Dipankara, Dia yang telah memprediksi pencerahan dari guru akarku, Buddha Sakyamuni. [Genta]

Memvisualisasikan Begawan Buddha

Memvisualisasikan Begawan Buddha

Begawan Buddha, sembari mempraktikkan menyentuh bumi aku menyentuh Buddha. Aku memvisualisasikan Buddha sebagai anak muda di Kapilavastu. Aku melihat Buddha sebagai meditator pengembara di hutan rimba. Aku melihat Buddha sebagai biksu yang mempraktikkan Samadhi dengan solid di bawah pohon Bodhi. Aku memvisualisasikan Buddha sebagai guru mulia yang sedang memberikan instruksi kepada para murid di Puncak Burung Nasar dan di Hutan Jeta. Aku melihat Buddha sebagai biksu pengembara yang setiap langkahnya meninggalkan jejak di kerajaan-kerajaan kecil di lembah Sungai Gangga. Begawan Buddha memiliki fisik yang bugar dan hati yang jernih, hidup panjang umur tanpa bantuan obat modern. Aku melihat Buddha sebagai guru, yang telah berusia 80 tahun berbaring dalam posisi singa di bawah dua pohon Sala sebelum memasuki maha parinirwana. Aku menyentuh bumi di hadapan Raja Suddhodana dan Ratu Maya, dua sosok inilah yang menghadirkan Sakyamuni, membawa maha guru ini ke dunia.

Menyentuh Bumi

Buddha Sakyamuni, dengan tubuh, ucapan, dan pikiran bersatu padu, aku menyentuh bumi dengan rasa syukur sepenuh hati, guru akarku yang telah hadir di dunia ini. [Genta]

Begawan Buddha, Aku menyentuh bumi dengan penuh rasa syukur kepada ayahanda, Raja Suddhodana dan ibunda, Ratu Maya. [Genta]

Penghidupan Benar

Penghidupan Benar

Begawan Buddha, aku ingin menerapkan penghidupan benar. Aku bertekad tidak akan mencari nafkah dengan cara merusak welas asihku. Sebagai seorang praktisi latihan kewawasan (kesadaran penuh) pertama, aku bertekad tidak terlibat dalam profesi yang memaksaku untuk membunuh makhluk hidup, menghancurkan atau menyebabkan polusi lingkungan. Aku juga tidak akan mencari nafkah lewat eksploitasi dan menyakiti sesama manusia. Aku bertekad untuk tidak berinvestasi pada perusahaan yang hanya menguntungkan segelintir orang dengan mengorbakan kesempatan hidup masyarakat luas. Aku tidak akan berinvestasi pada perusahaan yang menyebabkan polusi lingkungan. Aku bertekad tidak mencari nafkah dengan memanfaatkan kepercayaan mistis masyarakat seperti menjual jimat dan guna-guna, membaca garis tangan, meramal keberuntungan, menjadi medium makhluk halus, atau mengusir makhluk halus.

Sebagai seorang monastik, aku tidak akan menjadikan pembacaan doa untuk pengiriman energi dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Aku tidak akan memasang harga pada pelayanan rumah duka atau seremoni bagi mereka yang telah meninggal dunia. Begawan Buddha, Aku berjanji, jika aku tidak sengaja jatuh ke dalam penghidupan keliru seperti itu atau terpaksa masuk ke dalam penghidupan keliru yang tidak bajik itu, Aku akan mencari cara untuk keluar dan melepaskan diri dari situasi dan penghidupan keliru itu, kemudian memulai profesi baru yang sesuai dengan semangat penghidupan benar. Aku sadar, seandainya karir yang aku jalani bisa menumbuhkan welas asih setiap hari dan menumbuhkan kemampuan untuk menolong pihak lain, maka apa pun profesi saya, apakah seorang guru, perawat, dokter, penggiat lingkungan, ilmuwan, pekerja sosial, psikoterapis, atau pun profesi apa saja akan membuat aku sangat bahagia.

Dengan memiliki penghidupan benar, aku akan punya kesempatan untuk menumbuhkan pengertian dan cinta kasih demi membantu pihak lain dan semua orang untuk lepas dari penderitaanya.

Begawan Buddha, Aku bertekad untuk hidup sederhana, tidak mengonsumsi berlebihan, agar aku tidak menghabiskan waktu terlalu banyak untuk mencari uang. Aku bertekad untuk memberikan waktuku bagi diri sendiri agar hidup lebih bermakna dan memiliki kebebasan saat bekerja. Aku bertekad tidak terlena dalam berbagai jenis pekerjaan, mencari kerja sampingan demi mendapatkan uang tambahan. Aku bertekad untuk tidak mencari kebahagiaan dalam kesibukan dan mengonsumsi.

Aku akan menemukan kebahagiaan melalui pengembangan kebebasan internal dan mengembangkan cinta kasih. Sebagai monastik, aku bertekad tidak akan tenggelam dalam berbagai tugas dengan mengatasnamakan Buddha, yang sebetulnya demi mendapatkan pujian, jabatan, atau keuntungan pribadi. Kadang-kadang tugas membangun wihara, memahat patung, mengelola organisasi, seremoni, dan mengadakan retret bisa menjadi aktivitas pemuasan diri belaka. Apabila aku mendapat tugas seperti itu, aku bertekad untuk menciptakan keharmonisan pandangan dan pikiran dengan anggota sanggha lainnya. Membangun dan mengelola pekerjaan organisasi merupakan kesempatan untuk bekerja sama dan berlatih melepaskan kebiasaan berpikir bahwa hanya ide aku yang paling bagus dan ide orang lain tidak bagus sama sekali.

Aku bertekad untuk mendengarkan secara mendalam atas ide dari semua anggota komunitas agar bisa menggabungkan ide-ide tersebut menjadi kebijaksaan kolektif untuk menjadi landasan keputusan bersama. Apabila aku melakukan hal demikian, aku akan bisa membangun kekeluargaan dan melepaskan kesombongan pribadi yang berpikir aku adalah diri yang terpisah. Melalui cari demikian aku bisa maju dalam jalur transformasi dan penyembuhan. Aku tahu, jika berbagai ide dan gagasan bisa diharmoniskan, maka apa pun pekerjaan yang sedang dikerjakan menjadi tugas tulus demi Buddha, Dharma, dan Sanggha. Semua pekerjaan dilakukan demi membebaskan semua mkhluk dari penderitaan dan menolong banyak orang.

Sebagai monastik, aku bertekad tidak membangun gubuk atau wihara yang terpisah dari sanggha lainnya, sebagaimana harimau meninggalkan hutan. Aku hanya akan mengemban tugas yang telah diberikan oleh sanggha dan aku bertekad untuk bekerja sama dengan semangat perdamaian dan respek kepada semua praktisi dalam empat lapisan sanggha.

Begawan Buddha, di masa lalu aku telah keliru dengan cara menenggelamkan diri dalam berbagai jenis pekerjaan. Aku bekerja demi mendapatkan pujian, kekuasaan, dan mendapatkan keuntungan dan tidak menyadarinya, bahkan percaya pekerjaan yang aku lakukan masih demi Buddha. Melalui cara menyelami ajaran Buddha aku sudah tersadarkan atas kekeliruan masa lalu dan dengan sepenuh hati menyatakan penyesalan.

Menyentuh Bumi

Begawan Buddha, dengan tubuh, ucapan, dan pikiran dalam kesatupaduan sempurna, Aku menyentuh bumi tiga kali dihadapanMu, Engkau pemenang dunia yang mampu menyelamatkan manusia, Engkau yang telah tercerahkan sempurna, dipuja dan dipuji oleh seluruh dunia. [Genta]

Kebahagiaan Sejati

Kebahagiaan Sejati

Begawan Buddha, Engkau dan sangghaMu adalah guru yang telah melahirkan aku ke dalam kehidupan spiritual dan terus menutrisi aku setiap hari. Aku adalah muridmu, aku adalah adikmu, aku juga adalah anakmu. Aku ingin menjadi kelanjutanmu yang layak. Engkau tidak mencari kebahagiaan dalam ketenaran, kekayaan, nafsu seksual, jabatan, makanan enak, dan kekayaan materi. KebahagiaanMu lahir dari kebebebasan, cinta kasih, dan pengertian.

Berkat pengertian mendalam, Engkau tidak terkaburkan oleh pikiranmu dan lingkungan juga tidak terjebak dalam pikiran keliru. Engkau tidak berucap, berpikir, atau melakukan sesuatu yang akan mengakibatkan penderitaan bagi dirimu dan pihak lain. Begawan Buddha, berkat pengertian mendalam ini, Engkau memancarkan cinta kasih tanpa batas kepada semua spesies. Cinta kasih demikian begitu menyejukkan hati, membebaskan, dan membawa kedamaian dan sukacita kepada semua makhluk. Pengertian mendalam dan welas asihMu membawa kebebasan dan kebahagiaan. Tekadku terdalam adalah mengikuti jejakMu. Aku bertekad tidak akan mencari kebahagiaan lewat lima jenis kenikmatan. Kekayaan, ketenaran, nafsu seksual, kekuasaan, makanan enak dan kekayaan materi bukanlah sumber kebahagiaan sejati.

Aku tahu, jika aku terus mengejar objek kemelekatan itu, berarti aku sedang membuat diriku sengsara dan menjadi hamba objek-objek itu. Aku bertekad tidak akan mengejar jabatan, diploma, kekuasaan, kekayaan, dan seks. Aku bertekad untuk berlatih membangkitkan pengertian, cinta kasih, dan kebebasan. Inilah elemen yang menjadi sumber kebahagiaan sejati bagiku dan sanggha di masa kini dan nanti.

Menyentuh Bumi

Tubuh, ucapan, dan pikiran bersatu padu, aku menyentuh bumi tiga kali untuk menyelami dan mengokohkan aspirasi mendalamku ini. [Genta]

A Drop of Enlightenment in the Boundless Ocean

A Drop of Enlightenment in the Boundless Ocean
Fun With Dharma, KMVB UPH @PondokSadhanaAmitayus Cipayung

A constant feeling of consternation and curiosity combined together, a mind filled with thoughts that are unnecessary, a dormant way of thinking. That was how I felt before the five days pilgrimage began at Pondok Sadhana Amitayus, Cipayung, West Java. Well, it was not exactly a pilgrimage as I just spent the days at one place but it was definitely a journey for my soul.

KMVB UPH (Keluarga Mahasiswa Vidya Buddhis, Universitas Pelita Harapan) hosted an event called “Fun with Dharma” which basically means learning Dharma in a fun way. It was hosted in Cipayung, at a place called Pondok Sadhana Amitayus. It was led by Bhante Nyanabhadra (Br. Pháp Tử), a student of the world-renowned Zen Master, Thich Nhat Hanh. Bhante Nyanabhadra faced through many challenges in order to become one of 800 disciples of this great Zen master.

The challenges surely created many experiences for him because I can feel the knowledge emitting from his mouth every time he answered one of our stupid question. Stupid questions lead to great replies and great replies led to a great quote. “Do your best but not to be the best!” One of the spontaneous quote that he made during the Dharma Talk.

I can feel the burgeoning growth of my soul after listening talk about the principles of Buddhism. The ever-increasing Dharma knowledge about Buddhism. What is admirable about Bhante Nyanabhadra is his open-mindedness towards everyone’s perspective. Some might criticize him about how he acts but no matter what, people cannot criticize the way he pour the Dharma into us. It was poured in the most simplistic way, thus I can understand them easily.

For instance, I asked a very difficult question about finding the right partner and although, sometimes he found the questions rather complicated and unanswerable, he still provided us the best possible solution that he can think of. Not only that, the solution he provided was not biased in any way because he demonstrated his answer with perspectives not only his but also others’ perspectives. In the end of every Dharma talk session, he would say “Do not believe 100% of what I have said, always take time to digest them.” I was in awe of his modesty despite his achievements and intelligence.

It was not just Bhante Nyanabhadra that made the pilgrimage whole, but also the system. What I meant by system is how we eat, walk, taking the stairs, meditate, stopping when the clock chimes every 15 minutes and many others. Just by the way we eat, we were growing as a family of friends; because we have to wait for everyone to get their food and sit on our little circle of awkwardness. It was awkward at first, but the results were magnificent.

The solidarity, the sense of belonging, the feeling of a family; all of that dormant feelings woke up from their dreams. Furthermore, with the 15 minutes of constant chiming created a more unique sensation. Bhante Nyanabhadra instructed us to go back to our breath every time the clock chimes. Therefore, I have to stop and observe our pattern of breathing when I hear the ‘bell’ sound. It was strange at first but one of the funniest moments was probably invented there.

We consistently meditated at 5:30 am in the morning for 5 consecutive days. There was sitting meditation, walking meditation, and mindful movements. The sitting meditation lasted about 20-30 minutes in which Bhante Nyanabhadra gives simple instructions such as “Breathing in, I am aware of my in breath. Breathing out, I am aware of my out breath.” It helped us to get into the zone.

Afterwards, we did some walking meditation indoor and outdoor. In the case of outdoor, we ambled and ventured in the nature behind the house. Being in the present moment that I was, I observed how the leaves dancing when the wind blew past them; the grass gently kissing our feet; the mountains spreading across the horizon; the boundless blue sky; the tinkling sound of the bell.

All in all, the Amitayus pilgrimage experience was absolutely a good way to end our exam and start our holiday. The experiences that I obtained during this event was priceless and it was all thanks to our karma that I was able to attend “Fun With Dharma” with many other friends. I cannot say that I have completely understood Buddha’s teachings however, I for sure gained a drop of enlightenment in the boundless ocean of Buddha’s teachings.

One of the participant, student of Universitas Pelita Harapan, member of Keluarga Mahasiswa Vidya Buddhis

Retret Fransiskan di Plum Village Thailand

Retret Fransiskan di Plum Village Thailand
Romo Feri (paling kanan berdiri). Retret Fransiskan di Plum Village Thailand.

Tanggal 10 sampai dengan 14 Desember 2018 lalu, ada 17 saudara OFM (The Order of Friars Minor) dari beberapa negara yaitu Indonesia, Korea Selatan, Malaysia, India, Myanmar, Thailand, Vietnam, Filipina, dan Amerika, mengadakan retret di Pusat Latihan Plum Village di Pak Chong, Thailand. Retret ini atas inisiatif Pastor John Wong OFM dari Komisi Dialog Antar Iman Generalat OFM di Roma yang sudah lima kali ikut retret di Plum Village Thailand dan dua kali di Plum Village Prancis di dekat Bordeaux.

Tujuan retret adalah membangun dialog Katolik dengan Buddhis melalui retret bersama di Wihara Buddhis. Pada kesempatan tersebut, Biksu Goh dari Singapura menjelaskan sejarah agama Buddha. Biksu Phap Niem menjelaskan Empat Kebenaran Mulia (Four Noble Truths) dan Jalan Mulia Beruas Delapan (Eight Noble Paths) yang merupakan inti ajaran Buddha untuk mentransformasikan penderitaan.

Para OFM juga diberi kesempatan untuk berbagi tentang Santo Fransiskus Assisi dihadapan sekitar 160 monastik dan 50 peserta yang sedang retret di Plum Village Thailand. Pastor Tom Herbst OFM dari AS menyampaikan refleksi berupa dialog imajiner Santo Fransiskus Assisi dengan Buddha.

Pastor Francis Lee, OFM dari Korea Selatan menyampaikan bagaimana kesamaan nilai-nilai ajaran Buddha dengan ajaran Santo Fransiskus Assisi. Sepasang suami istri dari Jepang mengatakan sangat terpesona dan bersyukur bisa mengalami kondisi saling memahami dan kerjasama  dalam damai antara imam Katolik dan biksu Buddha.

Lima orang dari Eco Camp Bandung juga diundang untuk mengikuti retret ini. Beberapa orang dari Eco Camp sudah pernah retret di Plum Village Perancis dan menggunakan beberapa latihan sadar penuh dalam kegiatan Eco Camp. Tema retret ini adalah “Interfaith Dialogue Building Brotherhood and Sisterhood“.

Retret dimulai dengan minum teh bersama dengan refleksi bahwa di dalam secangkir teh ada benih teh, awan, dan matahari. Biksu Phap Niem menjelaskan bagaimana banyak kemiripan ajaran Yesus Kristus dengan Buddha. Ketika dua tiga orang berkumpul dalam nama Tuhan di situ Tuhan hadir. Ketika Sangha berkumpul di situ Buddha juga hadir.

Dalam retret ini peserta bangun pukul 4 pagi dan melaksanakan meditasi duduk, pendarasan, meditasi duduk, meditasi makan, berbagai praktik kewawasan (mindfulness practices), dan berbagi kebahagiaan berdialog antara dua tradisi yaitu Katolik dan Buddha untuk membangun persaudaraan sejati.

Peserta retret dari Vietnam dan dari Eco Camp pada tanggal 16 Desember 2018 masih sempat menghadiri penerimaan tujuh novis wanita dan empat novis pria yang disebut novice monk and nun ordination dengan mengucapkan sepuluh kaul (10 sila samanera dan samaneri) yang intinya adalah hidup sederhana, selibat, taat, vegetarian, menghindari kemewahan, dan setia berlatih nilai-nilai Buddhis. Mereka menerima nama baru, jubah, dan dipotong habis rambutnya disaksikan semua semua monastik dan keluarga.

Dari retret ini para Fransiskan dan peserta dari Eco Camp mengalami indahnya persaudaraan, hidup sederhana, keheningan, makan vegetarian, mengolah penderitaan, dan banyak nilai lainnya.

Tahun 2019, Pastor Michael Peruhe OFM, Provinsial OFM Indonesia, menyampaikan rencana refleksi 90 tahun OFM di Indonesia dan 800 tahun pertemuan bersejarah Santo Fransiskus Assisi dengan Sultan Malik di Mesir yang menjadi tonggak dialog antar iman yang sangat bersejarah.

Retret di Thailand bersama para monastik Plum Village dan berbagai kegiatan lain adalah upaya membangun persaudaraan sejati dan nilai-nilai kesederhanaan dari berbagai tradisi agama dan iman.

Wihara Plum Village di Perancis, Thailand, AS, Jerman, dan Hongkong didirikan oleh Master Zen, Thich Nhat Hanh yang akrab di sapa Thay, yang sekarang berusia 92 tahun dan karena sakit sudah kembali ke Vietnam. Thay menulis ratusan buku yang luar biasa, antara lain “Going Home : Jesus and Buddha as Brothers“, “Living Buddha Living Christ“, “How to Love”, “Peace”, “The Miracle of Mindfulness“, “No Mud No Lotus”, dan lain-lain yang sebagian besar sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Ada 14 mindfulness training. Saya sangat terpesona dengan tiga yang pertama yaitu Keterbukaan (openness), Tidak Melekat Pada Pandangan (non attachment to views), dan Kebebasan Berpikir (freedom of thought). Kalau kita mau melatih tiga prinsip ini maka kita akan menjadi orang yang terbuka, tidak berpikiran sempit, tidak akan memaksakan pikiran kita, dan selalu mau belajar hal baru dan menghormati perbedaan pendapat.

Prinsip ini dari agama Buddha tapi bahkan ditulis jangan fanatik bahkan dengan ajaran Buddha itu sendiri.

Ayo kita bangun dunia baru tempat kita belajar terbuka karena kita menghargai bahwa kebenaran bisa tumbuh di mana-mana dan tidak seorang pun atau suatu kelompok menguasai kebenaran. Justru perbedaan akan memperkaya dan memperindah kehidupan bersama. 

Stanislaus Ferry Sutrisna Wijaya, Imam Diosesan Keuskupan Bandung, Pendiri dan pembina Yayasan Sahabat Lingkungan Hidup yang mengelola Eco Camp

Berhenti dan Relaks

Berhenti dan Relaks

“Mindfulness helps you go home to the present. And every time you go there and recognize a condition of happiness that you have, happiness comes.”

Thich Nhat Hanh

Seberapa sering kita melalui hari, bulan, dan tahun dengan benar-benar menyadarinya? Atau lebih sering menyadari ‘tahu-tahu’? “Tahu-tahu sudah mau akhir tahun. Tahu-tahu sudah mau 2019. Tahu-tahu sudah tua.”

Menyadari begitu cepatnya waktu berlalu tanpa kita benar-benar sadar melewatinya dapat menimbulkan penyesalan. Menyesal tidak menikmati momen, entah momen perkembangan sang buah hati, momen kebersamaan dengan orang tua atau orang yang kita kasihi, momen perayaan, dan banyak momen-momen berharga lainnya.

Untuk itu, diperlukan latihan dan keterampilan agar hidup kita makin berkualitas dan dapat menikmati setiap momennya. Itulah alasan tema yang diambil pada DOM guru dan staf sekolah bulan November ini adalah Stop and Relax. Bersyukur pada kesempatan ini Bhante Nyanabhadra bersedia membimbing kami melalui live streaming.

DO ONE THING AT A TIME

Dalam sesi dhamma talk, bhante mengingatkan kembali pentingnya beberapa meditasi terapan, seperti meditasi duduk, meditasi jalan, relaksasi badan, makan dengan hening, mendengar genta, berhenti, bernapas, relaks dan senyum. Melakukan satu hal pada satu waktu membantu kita untuk lebih menyadari setiap waktu yang dilalui. Menyatukan tubuh dan pikiran membuat kita benar-benar hadir di saat ini. Dengan makin sering kita berlatih mindfulness, akan menumbuhkan rasa bersyukur pada banyak hal dalam hidup kita. Seiring hal itu, benih welas asih dan kebahagiaan juga akan makin berkembang.

Pada sesi tanya jawab, para guru juga antusias untuk bertanya kepada bhante. Ada pertanyaan mengenai manfaat meditasi jalan, pola makan dan makan berkesadaran, pengalaman ketika relaksasi badan dan meditasi duduk, bagaimana kewawasan (mindfulness) dapat selaras diterapkan kepada murid sekolah, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Penjelasan jawaban dari bhante sangat gamblang sehingga mudah dimengerti dan diterima para guru yang kebanyakan adalah non-buddhis.

BEGINNING ANEW

Banyak orang memiliki hubungan yang menyakitkan dan terluka ketika masa kecil, masa remaja ataupun saat dewasa. Banyak orang yang tidak tumbuh dalam lingkungan yang menutrisi cara berkomunikasi dan berinteraksi yang positif, baik di dalam keluarga maupun lingkungan pertemanan. Hal ini menyebabkan banyak orang sulit berkomunikasi dengan orang lain karena mereka hanya fokus pada kualitas negatif diri mereka dan kualitas negatif orang lain, lebih cenderung menciptakan jarak daripada menjalin hubungan dengan sekitarnya.

‘Beginning Anew’ atau membuka lembaran baru menjadi tema dalam sesi sharing DOM (Day of Mindfulness) atau Hari Berkewawasan kali ini. Pada awal sesi, para peserta dibagi dalam beberapa kelompok kecil untuk bercerita singkat mengenai diri mereka masing-masing. Setelah itu, mereka diminta untuk ‘menyiram bunga’ sesama anggota kelompoknya dengan menuliskan hal-hal baik dan positif orang-orang tersebut.

Menyiram bunga (flower watering) adalah salah satu hal terpenting dalam sesi membuka lembaran baru. Ketika masing-masing membaca hal-hal positif dari sudut pandang rekan-rekannya, akan menumbuhkan benih positif dan rasa percaya diri pada masing-masing pribadi. Bahkan mungkin ada yang baru menyadarinya setelah diberitahu di sesi ini. Terkadang butuh sudut pandang orang lain untuk mengenali diri sendiri.

Napas masuk, saya tahu saya sedang bernapas masuk.
Napas keluar, saya tahu saya sedang bernapas keluar.
Napas masuk, saya melihat semua kualitas positif diri saya.
Napas keluar, saya ingin mengenali kualitas positif di diri teman, rekan atau anggota keluarga saya.
Napas masuk, saya ingin mengetahui berbagai kualitas positif di diri teman, rekan atau anggota keluarga saya dan memberikan penghargaan saya pada mereka.
Napas keluar, saya bahagia kata-kata saya dapat menunjukkan apresiasi saya pada mereka.

Setelah flower watering, masuk ke tahap yang lebih dalam, yaitu mengakui kesalahan dan penyesalan kita. Butuh keberanian dalam menaklukan ego diri dan hati yang besar untuk mengakui kesalahan kita. Menyadari kesalahan tidak begitu sulit, tapi untuk berani mengakuinya serta meminta maaf adalah satu sikap yang luar biasa. Terlebih lagi di dalam suatu forum. Salah seorang guru tidak disangka langsung mempraktikkan hal ini. Suatu kesalahpahaman yang telah berlangsung selama dua tahun akhirnya diungkapkan pada sesi ini.

Napas masuk, saya ingin mengenali bagaimana kata-kata dan perbuatan saya dapat menyakiti orang lain.
Napas keluar, saya ingin meminta maaf pada mereka.
Napas masuk, saya ingin berbagi kesulitan yang sedang saya hadapi.
Napas keluar, saya meyakinkan orang lain bahwa sikap tidak biasa saya tidak terkait dengan apapun yang telah dia lakukan.

Tahap terakhir adalah mengekspresikan kesulitan, luka batin maupun sakit hati kita. Biasanya tahap ini lebih mudah dibanding tahap sebelumnya. Ketika mendapat kesempatan mengungkapkan rasa kecewa, kesedihan, kemarahan ataupun sakit hati yang membebani selama ini akan sangat melegakan hati .

Napas masuk, saya sadar bahwa saya merasa disakiti seseorang melalui kata-kata atau perbuatannya.
Napas keluar, saya akan melakukan meditasi duduk atau meditasi jalan untuk menenangkan pikiranku.
Napas masuk saya mengajak teman, rekan atau keluarga saya untuk membicarakan perasaan tidak nyaman ini.
Napas keluar, saya akan berbagi perasaan ini dengan cara yang tenang, saya tidak akan menyalahkan orang lain.
Napas masuk, saya merasa bahagia dapat mengkomunikasikan hal ini dengan niat baik dan menghargai orang lain.
Napas keluar, saya tersenyum.

Beginning anew bukan meminta untuk dimaafkan. Mendapat kesempatan untuk membuka lembaran baru sangat membantu seseorang untuk mengungkapkan kesalahpahaman dan penderitaannya. Beginning anew mengubah pikiran dan hati kita untuk bertransformasi dari kesalahpahaman atau ketidaktahuan yang menyebabkan tindakan salah dari tubuh, hati, dan pikiran kita. Beginning anew juga menumbuhkan benih-benih welas asih dalam diri kita.

Praktik ini sungguh bermanfaat untuk memperbaiki hubungan yang bermasalah. Mendengar secara mendalam dan membuka pintu hati juga diperlukan agar latihan ini dapat membuahkan hasil yang baik. Semua kesalahpahaman muncul dari pikiran. Melalui pikiran juga, kesalahpahaman akan hilang.

“When another person makes you suffer, it is because he suffers deeply within himself, and his suffering is spilling over. He does not need punishment; he needs help.”

Thich Nhat Hanh

RUMINI LIM, guru sekolah Ananda Bagan Batu, pengajar mindfulness class dan volunteer retret mindfulness