Impermanen dan Saling Ketergantungan

Begawan Buddha, Aku ingin mengungkapkan penyesalan kepadamu atas cara berpikirku yang keliru. Walaupun aku sudah mengetahui bahwa hakikat impermanen dari segala sesuatu, bahkan aku bisa menjelaskan konsep itu kepada orang lain dengan fasih, namun aku masih memiliki kebiasaan bertindak seolah-olah segala sesuatu adalah permanen dan aku bisa eksis secara mandiri. Aku menyadari bahwa tubuh ini senantiasa berubah. Setiap sel dalam tubuh ini cepat atau lambat akan mati dan digantikan oleh sel yang baru. Tetap saja, aku memiliki tendensi untuk berpikir bahwa aku yang hari ini masilah sama seperti aku yang kemarin. Lima agregat (Panca Skandha) saya: tubuh, perasaan, persepsi, bentukan mental, dan kesadaran, semua itu seperti sungai-sungai yang mengalir dan berubah secara konstan. Suatu kenyataan bahwa aku tidak akan pernah bisa mandi di air sungai yang sama untuk kedua kalinya. Aku tahu bahwa perasaan marah dan sukacita dalam diriku akan muncul, bertahan sebentar, lalu pergi dengan digantikan oleh perasaan lainnya. Walaupun demikian, aku masih memiliki tendensi untuk mempercayai bahwa perasaanku, persepsiku, bentukan mentalku, dan kesadaranku adalah permanen. Aku tahu bahwa kepecayaanku akan ketidakperubahan, aku bisa eksis secara mandiri, dan keterpisahan dengan manusia dan makhluk hiup lainnya, kondisi ini telah mengakibatkan penderitaan bagiku juga pihak lain. Namun demikian, tendensi yang tersembunyi yang terjebak dalam pandangan bahwa aku bisa eksis secara mandiri masihlah kokoh dalam kesadaranku.

Aku berjanji kepada Buddha, mulai dari sekarang, ketika aku berinteraksi dengan diriku sendiri, ketika aku berinteraksi dengan pihak lain dan situasi-situasi di sekelilingku, aku hendaknya memancarkan kewaspadaan atas saling ketergantungan (interbeing), dan impermanen. Pengetahuan intelektual yang menyatakan bahwa segala sesuatu dan semua orang sesungguhnya saling terkait dan selalu berubah, pengetahuan itu saja belum cukup untuk mentransformasikan tendensiku untuk berpikir bahwa aku bisa eksis secara mandiri. Aku hendaknya secara solid mempertahankan praktik konsentrasi atas saling ketergantungan dan impermanen agar bisa menutrisi kewaspadaanku bahwa semua fenomena yang terbentuk dari berbagai elemen pada hakikatnya selalu berubah dan aku saling terkoneksi dengan semua makhluk melalui ruang dan waktu.

Gatha Impermanen
Hari ini telah berakhir
Hidupku telah berkurang.
Lihatlah dengan seksama saat ini.
Apa saja yang sudah aku kerjakan?
Sanggha mulia, dengan sepenuh hati,
Marilah kita bersemangat rajin,
Melaksanakan praktik.
Marilah kita hidup sepenuhnya,
Bebas dari kotoran batin,
Mewaspadai impermanen
Agar hidup ini tidak berlalu begitu saja
Tanpa makna sama sekali.

Menyentuh Bumi

Begawan Buddha, dengan penuh rasa syukur aku menyentuh bumi tiga kali untuk menatap mendalam dan memperkuat tekad yang telah aku ikrarkan dihadapanmu. [Genta]