Apakah Kebetulan itu Benar-benar Ada?

Apakah Kebetulan itu Benar-benar Ada?
Meditasi Jalan di Plum Village Thailand

Praktisi Zen pasti pernah mendengar tentang “Khotbah Bunga”. Kisah ini juga diangap sebagai sebuah legenda alias cerita rakyat. Jika Anda belum tahu, jangan berkecil hati, berikut ini adalah cuplikan dari buku “The Koan: Texts and Contets in Zen Buddhism”.

Dikisahkan pada Legenda ini, pada suatu hari saat Buddha sedang menyampaikan “Khotbah Bunga” di Puncak Burung Hering, Beliau menaiki takhtanya lalu memetik setangkai bunga untuk ditunjukkan kepada seluruh hadirin.

Tidak ada seorang pun yang memahami maknanya, kecuali Mahakassapa yang membalasnya dengan senyum. Buddha memilihnya sebagai murid yang mengerti sepenuhnya ajaran itu dan seseorang yang pantas menjadi penerusnya. Legenda ini kemudian dianggap sebagai awal muasal Zen (Chan).

Apa makna di balik legenda itu, sungguh tidak mudah dimengerti. Entah mengapa Buddha mengangkat bunga itu lalu mengapa Mahakassapa tersenyum? Mungkin karena saya yang belum memiliki pemahaman mendalam Dharma sehingga sulit mengerti makna di balik itu, tak masuk kualifikasi praktisi Zen.

Memberi yang Terbaik

Ada beberapa kali saat memfasilitasi praktik Sehari Hidup Berkewawasan (DOM: Day of Mindfulness) dengan metode praktik dari Zen Plum Village yang diajarkan oleh Master Zen Thich Nhat Hanh yang akrab disapa “Thay”, saya menemukan keserba-kebetulan yang menimbulkan rasa penasaran di hati, kenapa  bisa terjadi, apakah itu hanyalah suatu kebetulan semata?

Perlu diketahui bahwa setiap kali memfasilitasi DOM, tentu saja perlu ada persiapan bahan-bahan, bahkan membaca ulang buku panduan agar bisa membuat sequence (urutan dan bahan untuk rangkaian acara) yang baik.

Sungguh penting memiliki prinsip untuk memberikan yang terbaik bagi peserta, tentu saja dengan harapan mereka bersemangat dan ingin terus berlatih. Apabila tidak ada persiapan matang, maka peserta juga bisa merasakannya alih-alih bisa membuat dampak negatif seperti antipati dan malas berlatih di kemudian hari.

Rasa syukur

Suatu ketika dalam sesi Berbagi Dharma (Dharma Sharing) yang dirangkai dalam Meditasi Teh; Berbagi Dharma merupakan praktik mendengar mendalam dan berbicara penuh kasih. Semua peserta duduk melingkar untuk berbagi pengalaman latihan yang dilaluinya sepanjang hari.

Ada seorang wanita jelita menyampaikan betapa bahagianya saat mengikuti praktik menyentuh bumi yang dipandu oleh Sister Chan Khong pada tahun 2009, momen menyentuh bumi tersebut dirasakan momen yang paling berkesan dan membangkitkan rasa syukur sangat besar.

Dia tidak tahu mengapa ada rasa syukur begitu dalam. Entah karena isi teks atau karena cara sister membawakan sesi itu sangat baik. Saat ini, ia tidak pernah lagi menemukan momen menyentuh bumi dengan rasa bahagia yang sama lagi. Ketika mendengar cerita tentang pengalamannya, saya merasa heran, ada penasaran bercampur kebahagiaan.

Pada hari tersebut saya juga telah mempersiapkan teks panjang menyentuh bumi sebagai penutupan DOM di wihara itu tanpa memberitahu kepada panitia sebelumnya, jadi ini termasuk agenda dadakan. Apakah ini bisa dianggap sebagai kebetulan?

Kebetulan bahwa ada peserta yang ingin mencari kebahagiaan melalui menyentuh bumi yang bertepatan dengan naskah menyentuh bumi yang sudah saya persiapkan itu? Apakah dia mendapatkan kebahagiaan sebagaimana pada tahun 2009? Biarlah itu menjadi rahasia alam yang akan terjawab suatu hari nanti.

Kejadian Spontan

Pada kesempatan lain di DOM tempat yang lain, saya memimpin sesi relaksasi total. Persiapan naskah standar relaksasi total saya padukan dengan Yin Yoga untuk menyusun rangkaian sesi tersebut. Saat sesi berlangsung dan melihat peserta berbaring santai setelah sesi yoga, tiba-tiba timbul rasa syukur terhadap badan yang masih sehat dan bisa mendukung pelaksanaan praktik meditasi.

Seketika itu, saya berhenti menggunakan teks standar, kemudian saya memandu sesi itu melalui improvisasi. Saya memandu peserta untuk mengucapkan terima kasih kepada seluruh tubuh dan organ internal. Kalimat-kalimat yang keluar dari mulut saya juga spontan apa adanya.

Rasa syukur memberikan efek relaksasi buat saya sendiri, ada suatu dorongan ingin mempersembahkan lagu melalui nyanyian padahal biasanya saya tidak percaya diri untuk bernyanyi karena menganggap suara saya kurang merdu.

Pada sesi Berbagi Dharma, seorang kakak Pembina sekolah minggu mengungkapkan bahwa praktik yang dilakukan selama tiga jam tadi bukan hal baru. Kendati demikian, sesi tadi membuat dia merasa syukur mendalam, tidak bosan. Dia merasa beruntung bisa hadir dalam latihan dan bertekad untuk ikut DOM lagi di kemudian hari.

Cara Unik

Kembali ke kisah Kotbah Bunga, walau saya tetap tidak mengerti, namun ada makna yang bisa saya tangkap dari beberapa pengalaman memfasilitasi DOM. Jika kita terus berlatih maka rasa empati dan waspada akan terus terasah. Kondisi demikian bisa membantu para fasilitator mengenali kebutuhan peserta tanpa perlu diminta para peserta, karena akan timbul interkoneksi antara fasilitator dan peserta.

Buddha adalah fasilitator hebat dan luar biasa sehingga mampu menyentuh Mahakassapa dengan hanya mengangkat bunga. Tidak ada keajaiban yang dilakukan Buddha, namun menjadi ajaib karena Buddha dengan cara-Nya mampu mengenali semua kebutuhan mahluk hidup.

KSHANTICA anggota Ordo Interbeing Indonesia, sukarelawan retret mindfulness, dan aktif di MBI DKI Jakarta.

Be Still And Heal – Mindful Music

Be Still And Heal – Mindful Music

I (Yên) own nothing but the editing. All credit goes to their rightful owners.

1. I am home (ft. Sisters and Layfriends of Clarity Hamlet)
2. Be an island (A Jam session with Deer Park monastics and lay people right before the Family Retreat. Jun 2011)
3. Alone Again (Brother Pháp Khôi)
4. Walking meditation (Bodhicitta Production)
5. And when I rise (Wiches Brew)
6. Cloud and the tea (Ellen from joe in Plum Village project)
7. Peace
8. Inter-being (Bodhicitta Production)
9. The seed of corn (Ellen from joe in Plum Village project)
10. Be thankful for all these blessing (Sister Hải Ấn- Ocean)

Help us caption & translate this video! https://amara.org/v/h9MG/

Pertemuan Ordo Interbeing dan Relawan

Pertemuan Ordo Interbeing dan Relawan

Foto Bersama Ordo Interbeing dan Relawan

Ini adalah pertemuan Ordo Interbeing dan Volunteers yang selalu membantu dalam kegiatan Day of Mindfulness (DOM) dan Retret. Ada juga teman-teman dari SIDDHI Medan yang turut serta. Lokasi pertemuan bertempat di cetiya kecil dari Sis Wen Juan (nomor enam dari kanan).

Kegiatan ini mencakup makan dengan hening, meditasi duduk, menikmati teh bersama, dan berbagi Dharma. Pada hari kedua ada workshop bagaimana mengundang genta beserta hal-hal penting yang perlu diperhatikan sebagai fasilitator berbagi Dharma.

Minum teh dengan hening bersama

Bagaimana mengundang genta

Ordo Interbeing

Ordo Interbeing

Ordo Interbeing 接現 (Viet: Tiếp Hiện, Pinyin: Jiē xiàn) merupakan komunitas monastik dan praktisi awam yang berkomitmen untuk hidup sesuai dengan 14 Latihan Sadar Penuh. Latihan ini merupakan ajaran bodhisatwa dari tradisi Mahayana.

Ordo Interbeing dibentuk pada tahun 1966 oleh Zen Master Thich Nhat Hanh (yang akrab disapa Thay) di Saigon. Ordo ini merupakan silsilah dari Linji, tradisi praktik meditasi yang mengetengahkan empat semangat utama yaitu:

  1. Non kemelekatan terhadap pandangan,
  2. Menyelami secara nyata sifat kesaling ketergantungan melalui meditasi,
  3. kesesuaian, dan
  4. upaya kausalya.

Pada tanggal 5 Februari 1966, ordo ini lahir dengan 6 anggota, mereka merupakan sahabat dan murid dari Thay yang bekerja sama untuk mengurangi penderitaan akibat perang melalui The School of Youth for Social Service. Dengan bergabung dalam ordo ini mereka mencurahkan hidupnya untuk praktik sadar penuh (mindfulness), etika, dan aksi welas asih dalam masyarakat.

Thay terdesak diasingkan karena perang di Vietnam, maka selama 15 tahun berikutnya tidak ada anggota baru dari Ordo Interbeing. Mulai pada tahun 1981, Thay mengundang beberapa murid monastik yang belajar dan praktik di dunia barat. Sejak 2006, ordo ini telah berkembang luas sekitar 1000an praktisi awam dan 250an monastik yang berada di luar Vietnam.

Pada tahun 2006, Thay pertama kali kembali ke Vietnam setelah diasingkan selama 39 tahun, beliau mentransmisikan 14 Latihan Sadar Penuh kepada praktisi serius dari Vietnam. Pusat latihan juga telah dibangun, Ordo ini berkembang pesat di Vietnam termasuk ratusan monastik dan praktisi awam.

Ordo Interbeing dibentuk oleh Zen Master Thich Nhat Hanh pada tahun 1960an, pada saat itu perang Vietnam sedang berkecamuk, pada saat itu ajaran Buddha sangat dibutuhkan untuk menjadi penawar kebencian, kekerasan, dan politik pecah belah yang sedang melanda negeri itu. Pada bulan purnama Februari 1966, Zen Master Thich Nhat Hanh menahbiskan 6 anggota baru masuk menjadi bagian dari Ordo tersebut, 3 pria dan 3 wanita usia mereka berkisar 22 s.d. 32. Mereka ber-enam merupakan anggota dari Youth for Social Service yang telah terbentuk pada setahun sebelumnya.

Sejak pembentukannya, Ordo Interbeing mencakup 4 lapisan kategori komunitas buddhis (Sangha), yaitu biksu dan biksuni, upasaka dan upasika. Dari 6 orang anggota pertama, 3 orang wanita memilih untuk hidup selibat seperti biksuni walaupun mereka tidak mencukur rambut atau mengambil sila biksuni. Tiga orang pria memilih untuk menikah dan praktik sebagai perumah tangga.

Penahbisan itu merupakan perayaan yang luar biasa. Setiap anggota memperoleh pelita yang memiliki tudung buatan Bhante Thich Nhat Hanh sendiri, juga ada kaligrafi dalam tulisan mandarin “Lamp of Wisdom”, “Lamp of the Full Moon” dan “Lamp of the World”. Pada seremoni itu, enam anggota pertama bertekad untuk belajar, berlatih, dan melaksanakan 14 latihan sadar penuh dari Ordo Interbeing, yang merupakan campuran dari moralitas tradisional buddhis dan hal berkaitan dengan isu sosial kontemporer.

Ordo Interbeing Indonesia

Ordo Interbeing Indonesia terbentuk pada 12 Januari 2010 ditandai dengan Yang Mulia Bhante Dharmavimala Mahathera dan Samanera Nyanabhadra (sekarang Biksu Nyanabhadra atau Br. Pháp Tử) menerima 14 Latihan Sadar Penuh langsung dari Master Zen Thich Nhat Hanh di Upper Hamlet.

Pada 2 Oktober 2010 di Kinasih Resort, Sukabumi. Sebanyak 13 orang yang menerima transmisi 14 Latihan sadar Penuh.

Diantaranya 6 monastik yang terdiri:

  1. Biksu Nyanagupta,
  2. Biksu Bhadraputra (saat ini Bhadravajra),
  3. Biksu Bhadravidya (telah kembali menjadi umat biasa),
  4. Biksu Bhadrajyoti,
  5. Biksuni Bhadrasatyani,
  6. Biksu Bhadrautama (telah kembali menjadi umat biasa).

Ada 7 umat perumah tangga yaitu

  1. Rohana,
  2. Liana,
  3. Kshantica,
  4. Ellyana,
  5. Yuliana,
  6. Jenny, dan
  7. Suryati (saat ini Sr. Tin Yeu).
Seremoni transmisi 14 Latihan Sadar Penuh pada 2 Oktober 2010 di Kinasih Resort, Sukabumi.