Pada saat saya diminta untuk membantu DOM (Day of Mindfulness) di Wihara Ekayana Serpong pada tanggal 3 Maret 2018. Terus terang saya ada sedikit ragu. Tapi akhirnya saya ikut terjun sebagai voulenter program anak. Sempat stress sedikit karena saya harus sendiri menghadapi anak-anak. Walaupun saya pengajar di sekolah minggu tapi di DOM ini saya tidak pernah sendiri.
Selama 2 hari otak saya terus mutar berpikir, apa yang harus saya lakukan. Saya baca buku Planting Seed dan membongkar perlengkapan saya yang berkaitan dengan kerajinan tangan, lalu saya mempersiapkan semua hal yang bisa membantu saya dalam kegiatan nanti, ada buku, gunting, kain flanel, jarum jahit serta benang.
Ada Yang Berbeda
Pada hari H, ada sesuatu yang saya takut, saya takut anak-anak bertanya kok yang ikut program anak sedikit? ”
Bisa bosan nih…..”
Anak lain bertanya, “Apakah kita akan ada mengumpulkan daun dan batu?”
Saya jawab, “Untuk kali ini kita hanya di kelas“.
Lalu dia bilang “Jiaaa bosan dong……“.
Lalu ada 1 anak lagi bertanya, “Apakah kita akan minum soya dan biskuit?”
Saya jawab, “Soya ada, tapi biskuit tidak ada“.
Lalu saya bilang, “Ada sesuatu yang berbeda loh“. Mereka menjadi penasaran dan bertanya, “Apa itu?”
Saya bilang “Nah, itu kita liat saja nanti“.
Di otak saya berpikir, mau saya kasih apa ini anak-anak, programnya 1 hari looo? Akhirnya saya yakinkan diri gunakan saja semua yg ada di tas saya. Akhirnya kami pun melakukan orientasi mengenal bel dan napas. Kami menggambar semua anggota keluarga kami lalu bergiliran menceritakan tentang keluarga masing-masing.
Mereka cukup senang karena bisa saling kenal lebih baik lagi. Sekarang tibalah waktunya untuk mendengarkan ceramah. Saya lapor ke volunteer apakah anak-anak ikut ceramah? Dan ternyata tidak, karena sister tidak mempersiapkan ceramah untuk anak-anak. Saya langsung bingung, apa lagi yang harus saya lakukan? Saya buka buku dan menemukan meditasi kartu!
Siapa Diriku
Saya minta mereka mengambarkan “siapa diriku“, saya membimbing mereka dan menjelaskan bagaimana cara mengerjakannya. Mereka mengerti akhirnya, lalu mereka menggambar “siapa diriku“. Setelah selesai menggambar, kami berjalan keluar luar kelas menuju ke tempat yang ada Jendela besar. Di sana kami duduk hening dan bergilir membacakan apa yang telah mereka gambar dan tulis.
Ada yang menulis napas masuk saya ada gunung, napas keluar saya kuat. Pohon napas keluar kokoh. Laut, saya tenang. Bidak catur saya akan memimpin pasukan untuk menang, ada juga yang bilang napas masuk saya adalah laut dan saya tenang dan masih banyak lagi.
Ada 1 anak paling kecil dia bilang dengan bahagianya napas masuk saya adalah kerbau, napas keluar saya bahagia. Saya terkejut dan sedikit takut apakah anak-anak lain akan tertawa dan ternyata mereka tidak ada yang tertawa dan mereka tetap menyimak dan mengikuti dengan ketenangan sampai kami masuk kelas lagi.
Karena masih ada waktu sampai makan siang saya penasaran kenapa ini anak bisa menggambarkan dirinya sebagai seekor kerbau? Karena hampir semua orang tidak mau menggambarkan dirinya sebagai binatang, lalu saya membahas kenapa mereka menggambarkan dirinya seperti itu.
Kebahagiaan Polos
Semua anak-anak bercerita, bahwa mereka senang melihat pohon ada yang bilang karena dia hobi bermain catur, ada juga yang melihat keindahan alam. Lalu si kecil menjawab kalau dia pernah naik kerbau dan pada saat itu dia begitu bahagianya. Dia menceritakan dengan bahagia dan anak-anak yang lebih dewasa juga tersenyum dan ikut bergembira dengan si kecil tidak ada yang menertawakan si kecil.
Pada saat itu saya merasakan apa yang dimaksud dengan tidak menghakimi, jangan memikirkan sesuatu hal yang negatif. Saya tersadarkan, jadilah anak-anak yang polos dengan tidak memikirkan terlalu jauh, maka saya akan merasakan kebahagiaan di sekitar dan kebahagiaan yang polos, serta kebahagiaan yang murni.
Akhirnya kami bergembira semua dengan keluhan, tangisan, tertawa anak serta kebahagiaan anak-anak karena mereka mendapatkan sesuatu sampai selesai program anak di DOM. (Nirata)*