Langkah Sederhana Menerapkan Kewawasan dalam Mengasuh Anak

Langkah Sederhana Menerapkan Kewawasan dalam Mengasuh Anak

Sumi Loundon Kim menawarkan lima tips kewawasan (Mindfulness) bagi para orang tua yang sibuk.

Ibu dan Anak, foto oleh Zahed Ahmad (Lion’s Roar)

Terlalu sibuk membaca seluruh artikel ini karena mengejar anak-anak? Inilah 5 langkah pintas yang bisa dilakukan untuk membawa kewawasan dalam mengasuh anak-anak Anda.

  1. Saat anak-anak ada di sekitar Anda, singkirkan semua gawai, termasuk ponsel, smartwatch, atau laptop. Meyingkirkan semua itu secara otomatis meningkatkan kewawasan waspada Anda terhadap anak-anak Anda tanpa upaya apa pun.
  2. Bacakan buku cerita dengan tema kewawasan untuk anak-anak Anda. Buka situs web perpustakaan Anda untuk memesan beberapa buku yang dapat diambil dari list ini.
  3. Putar lagu-lagu kewawasan anak-anak, terutama saat naik mobil. Lagu-lagu tersebut dapat ditemukan di sini.
  4. Menjelang tidur, bersama-sama berlatih meditasi cinta kasih (metta) selama 3 menit. Gunakan tiga kalimat ini: Semoga ___ bahagia. Semoga ___ menjadi sehat. Semoga ___ aman dan nyaman. Ulangi baris ini, isilah bagian yang kosong dengan diri sendiri (semoga aku bahagia), seorang teman (semoga guruku bahagia), alam (semoga semua panda, beruang bahagia), dan semua makhluk (semoga semua makhluk bahagia).
  5. Jika semua anak Anda berusia tiga tahun ke atas, sempatkan diri Anda untuk berlatih meditasi selama 5-20 menit 3-5 kali seminggu. Jika Anda seorang pemula, Anda bisa menggunakan tuntunan meditasi, seperti dari Tara Brach atau dari direktur UCLA MARC’s, Diana Winston.

Untuk mengurangi rasa kewalahan, mulailah dengan memilih satu dari lima langkah di atas. Setelah itu integrasikan ke dalam rutinitas Anda, perlahan tapi pasti.

Punya banyak waktu lebih untuk membaca? Tentu saja Anda punya – merapikan mainan anak-anak bisa menunggu sampai besok. Ayo, minum kopi sembari saya jelaskan sedikit tentang bagaimana cara kerja praktik ini.


Perangkat

Dari semua hal di dunia ini yang dapat mengganggu, ada suatu hal mengenai internet – perangkat pintar yang terhubung ke internet tersebut membuat banyak orang menyebutkan sebagai perusak kewawasan. Jika ditarik ke sepuluh tahun yang lalu, kita sebagai orang tua tidak memiliki kecanduan ini, sedangkan sekarang perhatian kita tersedot ke layar yang kita genggam setiap saat.

Hal yang mengejutkan adalah anak-anak tahu bahwa ketika kita menggunakan perangkat-perangkat tersebut, kita tidak sepenuhnya berada bersama mereka. Sebuah survei dilakukan terhadap 2.000 anak usia 5 hingga 12 tahun di Kerajaan Inggris mengungkapkan bahwa lebih dari separuh anak-anak ini ingin orang tuanya mengurangi penggunaan ponsel. Jika Anda meletakkan ponsel Anda jauh-jauh, Anda akan secara otomatis menjadi lebih dekat dengan mereka, meskipun hanya untuk menghilangkan kebosanan! Saya mengenal seorang ayah yang berkewawasan, ia meletakkan ponselnya di rak tinggi di lemari dapur ketika anak-anaknya ada. Ia memiliki langganan koran karena menemukan perbedaan kualitas ketika membaca berita dari halaman kertas koran dibandingkan membaca berita di perangkatnya.

Anda juga dapat mempraktikkan “batching”: saat anak-anak tidak ada, Anda dapat mengerjakan tugas-tugas yang berhubungan dengan komputer dan mengakumulasikan tugas-tugas rumah tangga Anda menjadi sebuah batch terlebih dahulu. Ketika anak-anak di rumah, lakukan batch rumah tangga dan biarkan tugas-tugas yang berhubungan dengan komputer terakumulasi ke dalam batch lain untuk dikerjakan nanti.

Buku cerita

Jika Anda sudah rutin membacakan buku anak-anak bersama mereka, cukup mudah untuk menambahkan koleksi baru, judul baru yang membantu mengeksplorasi kemampuan dasar kewawasan anak-anak Anda melalui cerita-cerita yang menarik. Sebagai tambahan keuntungan, Anda akan mendapatkan pembelajaran sendiri mengenai latihan kewawasan ini. Buku-buku cerita dapat memberikan sudut pandang pengajaran baru yang tidak datang dari posisi Anda sebagai orang tua. Begitu banyak buku bagus di luar sana dan kita kesulitan memilihnya, namun Anda bisa memulai dengan buku-buku dibawah ini:

No Ordinary Apple oleh Sara Marlowe
No Ordinary Apple memperkenalkan kewawasan dalam menyantap makanan. Anak Anda pasti ingin mencobanya sendiri setelah membaca buku ini. Anda bisa berlatih memakan Apel dengan berkewawasan bersama anak Anda.

Moody Cow Meditates oleh Kerry Lee MacLean
Buku ini disukai oleh anak-anak karena banyak bentuk emosi Moody Cow yang mudah dikenali. Kakeknya mengajarkan cara menenangkan pikirannya dengan menggunakan kendi berisi glitter. Buku ini juga berisi instruksi untuk membuat “Calm Down Jar” sendiri di bagian akhir.

Ahn’s Anger oleh Gail Silver
Diajarkan dalam tradisi Thich Nhat Hanh, tentang seorang anak yang menggunakan beberapa latihan untuk berdamai dengan monster kemarahannya. Saya tidak bisa mengatakan berapa banyak orang tua yang berpendapat bahwa buku ini cocok untuk mereka dan anak-anak mereka.

Ziji: The Puppy Who Learned to Meditate oleh Yongey Mingyur Rinpoche
Kisah tentang seorang anak laki-laki mengajarkan cara bermeditasi kepada anjingnya yang hiperaktif. Buku ini tampaknya sesuai untuk anak-anak, mungkin karena banyak anak-anak yang sudah melatih anjingnya sendiri.

Lagu

Pada umumnya orang dewasa belajar meditasi dengan cara yang lebih kognitif, mudah bagi kita sebagai orang tua melupakan pentingnya musik sebagai bahasa belajar anak-anak. Sejak anak-anak mulai suka menyanyi, kita bisa membantu mereka menginternalisasi nasihat untuk berkewawasan melalui lirik-lirik yang dilantunkan dengan melodi. Ide-ide ini masuk ke bawah kesadaran, memberikan pemahaman nilai-nilai inti yang mendalam.  Saya selalu memutar kompilasi lagu untuk anak-anak saya ketika berada di mobil, dan mereka ikut beryanyi. Bahkan saya mendengarkan mereka tetap menyenandungkan lagu-lagu tersebut ketika mereka beranjak remaja.

Berikut ini contoh beberapa yang terbaik, tersedia di YouTube. Cari tahu cara membeli dan mengunduhnya dari sini.

Ingatlah mungkin Anda tidak akan menyukai lagu-lagu ini pada awalnya. Tetapi, anak-anak Anda akan menyukainya, jadi simpan dulu pendapat Anda pada saat pertama kali memutar lagu-lagu tersebut. Pada akhirnya, lagu-lagu tersebut akan menyentuh Anda dan Anda akan ikut bernyanyi dengan senang hati.

Metta

Kebayang keluarga memiliki rutinitas sebelum tidur untuk mengantarkan anak-anak tidur, memberikan pelukan, ciuman, lalu menempatkan boneka kelinci di tempat yang pas. Meditasi Metta (cinta kasih) baik untuk dilakukan bersama di malam hari. Setelah duduk di tempat tidur, mulailah bersama-sama menarik napas panjang dan dalam. Lalu berkata:

“Biarkan tubuh kita tenang, merasakan nyamannya kasur, merasa hangat dan nyaman, melepas semua kekhawatiran, perlahan dan santai. Mari bawa kewaspadaan kita ke dalam jantung, membayangkan cahaya yang bersinar seperti sinar matahari, yang memancar dari jantung kita ke seluruh tubuh, dari atas kepala sampai ke ujung jari-jari kaki, dan seterusnya. Cahaya ini adalah motivasi dan harapan baik kita”.

Dari empat kategori, pilihlah orang lain atau sesuatu dari alam untuk kategori kedua dan ketiga. Anda atau anak Anda bisa memimpin, atau bisa juga bergantian. Berikut adalah tahapan yang dituangkan dalam panduan belajar “Sitting Together”, sebuah kurikulum yang saya tulis mengenai berlatih kewawasan dalam keluarga:

  1. Diri Sendiri: Semoga saya bahagia. Semoga saya sehat. Semoga saya aman dan nyaman.
  2. Seseorang yang Anda dan anak Anda kenal, seperti guru, teman, ataupun saudara: Semoga Ms. Wade bahagia. Semoga Ms. Wade sehat. Semoga Ms. Wade aman dan nyaman.
  3. Sesuatu dari alam, seperti–hewan, tumbuhan, atau pekarangan – dengan mengadaptasi frasa: Semoga semua hutan hujan bahagia. Semoga semua hutan hujan menjadi sehat. Semoga semua hutan hujan dihindarkan dari penebangan.
  4. Semua makhluk: Semoga semua makluk berbahagia. Semoga semua makhluk sehat. Semoga semua makhluk aman dan nyaman.

Meditasi

Jika Anda memiliki anak di bawah usia tiga tahun, Anda dapat melakukan Meditasi dengan cara yang berbeda. Anda tetap bisa mandi, tidur siang, atau berolahraga. Anda dapat melatih kewawasan dalam kehidupan rumah tangga Anda dengan memanfaatkan waktu Anda ketika mengerjakan tugas berulang, seperti melipat cucian atau berjalan menaiki tangga. Anda juga dapat memanfaatkan momen yang lebih tenang, membangkitkan kewawasan saat menyusui bayi Anda atau saat mendorong kereta bayi Anda. (selengkapnya ada di sini). Anda mungkin bisa mengambil beberapa menit untuk meditasi di tempat kerja Anda, tetapi jangan menyalahkan diri anda sendiri jika Anda tidak bisa mengaturnya.

Energi dan rutinitas berubah begitu anak-anak mulai mengikuti beberapa kegiatan atau sekolah yang menghabiskan banyak waktu mereka. Anda bisa mulai meluangkan waktu untuk duduk meditasi selama 5 menit setiap hari dan kemudian secara bertahap meningkatkan periode hingga 20 menit.

Sekarang, pertanyaannya adalah: apakah Anda benar-benar harus melakukan meditasi duduk secara formal, atau apakah Anda dapat meningkatkan kewaspadaan sembari menyelesaikan tugas Anda sehari-hari sebagai orang tua?

Dengan kehidupan berkewawasan sehari-hari, Anda bisa membawa diri Anda untuk menjadi lebih hadir sepenuhnya ketika anak Anda mengajak berbicara, atau mengingatkan Anda untuk menjajaki pikiran dan perasaan saat menghadapi masa-masa sulit dalam keluarga. Dengan melakukannya, kita banyak mendapatkan manfaat. Tetapi, kewawasan yang jenisnya seperti ini memiliki kekurangan karena biasanya kita kesulitan mengingat untuk mewawas. Kewawasan bisa membuat kita merasa wajib melakukannya, dan saat kita tidak mewawas, kita merasa gagal lalu kita menyerah begitu saja.

Praktik meditasi formal, di satu sisi untuk mengembangkan kapasitas dan kemampuan untuk berkewawasan,  namun juga untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi dan makin lama akan makin kuat.

Bayangkan bagaimana anak-anak Anda belajar sepak bola, piano, atau melukis: mereka mendedikasikan waktu-waktu latihan untuk mengasah teknik tertentu dengan mengikuti instruksi dan latihan berulang.

Kemudian mereka memainkannya, menampilkan sebuah karya ataupun menghasilkan sebuah karya seni. Demikian juga meditasi adalah waktu kita melatih keterampilan berkewawasan. Kemudian kita membawanya ke dalam permainan / pertunjukan / seni mengasuh anak. Jika Anda teratur bermeditasi, Anda akan lebih wawas secara alami sepanjang hari. Selain itu, sesi meditasi akan membantu Anda menjadi lebih selaras: kewawasan Anda menjadi bertahan lebih lama dan terbentuk alami.

Meditasi formal juga merupakan waktu kita melatih keterampilan yang sangat berharga untuk melihat atau mendengar pikiran dan hati kita dengan jelas. Keselarasan batin ini adalah kunci penting saat menghadapi permasalahan dalam keluarga: saat situasi tersebut berlangsung, kita sangat menyadari pikiran dan perasaan, mengarahkan apa yang kita katakan dan lakukan. Kemudian kita menyadari di titik mana kita bisa menyakiti diri sendiri maupun orang lain, dan psikologi yang mendasarinya. Wawasan yang kita dapatkan dari sini membuka pola disfungsional yang akhirnya dapat membenahi dan mengubah pola asuh kita sepenuhnya.

Terakhir, anak-anak kita meniru dan secara tidak sadar banyak mengadopsi siapa diri kita dan bagaimana kita berperilaku – mereka menjadi seperti kita. Jadi, ketika kita mewujudkan dan menghidupkan wawas waspada, kasih sayang, dan kebijaksanaan sebagai orang dewasa, secara otomatis mereka mengambil kualitas-kualitas ini juga. Dengan demikian, bermeditasi untuk diri kita sendiri menghasilkan kesepakatan 2 arah: kita menjadi lebih wawas dan anak-anak kita pun mulai hidup seperti itu juga.

Namun, jika kelima langkah ini terasa berat untuk dilakukan sekarang, ada kabar baik. Anda benar-benar hanya perlu melakukan satu hal saja untuk menjadi orang tua yang lebih berkewawasan: berlatih meditasi selama beberapa menit, atau lebih, beberapa hari dalam seminggu. Yang lainnya akan mengikuti dan mengalir begitu saja.


Alih Bahasa: Widi Budiarsi
Sumber: Mindful Parenting, Made Simple

Kebahagiaan Sejati

Kebahagiaan Sejati

Begawan Buddha, Engkau dan sangghaMu adalah guru yang telah melahirkan aku ke dalam kehidupan spiritual dan terus menutrisi aku setiap hari. Aku adalah muridmu, aku adalah adikmu, aku juga adalah anakmu. Aku ingin menjadi kelanjutanmu yang layak. Engkau tidak mencari kebahagiaan dalam ketenaran, kekayaan, nafsu seksual, jabatan, makanan enak, dan kekayaan materi. KebahagiaanMu lahir dari kebebebasan, cinta kasih, dan pengertian.

Berkat pengertian mendalam, Engkau tidak terkaburkan oleh pikiranmu dan lingkungan juga tidak terjebak dalam pikiran keliru. Engkau tidak berucap, berpikir, atau melakukan sesuatu yang akan mengakibatkan penderitaan bagi dirimu dan pihak lain. Begawan Buddha, berkat pengertian mendalam ini, Engkau memancarkan cinta kasih tanpa batas kepada semua spesies. Cinta kasih demikian begitu menyejukkan hati, membebaskan, dan membawa kedamaian dan sukacita kepada semua makhluk. Pengertian mendalam dan welas asihMu membawa kebebasan dan kebahagiaan. Tekadku terdalam adalah mengikuti jejakMu. Aku bertekad tidak akan mencari kebahagiaan lewat lima jenis kenikmatan. Kekayaan, ketenaran, nafsu seksual, kekuasaan, makanan enak dan kekayaan materi bukanlah sumber kebahagiaan sejati.

Aku tahu, jika aku terus mengejar objek kemelekatan itu, berarti aku sedang membuat diriku sengsara dan menjadi hamba objek-objek itu. Aku bertekad tidak akan mengejar jabatan, diploma, kekuasaan, kekayaan, dan seks. Aku bertekad untuk berlatih membangkitkan pengertian, cinta kasih, dan kebebasan. Inilah elemen yang menjadi sumber kebahagiaan sejati bagiku dan sanggha di masa kini dan nanti.

Menyentuh Bumi

Tubuh, ucapan, dan pikiran bersatu padu, aku menyentuh bumi tiga kali untuk menyelami dan mengokohkan aspirasi mendalamku ini. [Genta]

Napas Masuk Saya adalah Kerbau

Napas Masuk Saya adalah Kerbau

Program Anak DOM @Wihara Ekayana Serpong

Pada saat saya diminta untuk membantu DOM (Day of Mindfulness) di Wihara Ekayana Serpong pada tanggal 3 Maret 2018. Terus terang saya ada sedikit ragu. Tapi akhirnya saya ikut terjun sebagai voulenter program anak. Sempat stress sedikit karena saya harus sendiri menghadapi anak-anak. Walaupun saya pengajar di sekolah minggu tapi di DOM ini saya tidak pernah sendiri.

Selama 2 hari otak saya terus mutar berpikir, apa yang harus saya lakukan. Saya baca buku Planting Seed dan membongkar perlengkapan saya yang berkaitan dengan kerajinan tangan, lalu saya mempersiapkan semua hal yang bisa membantu saya dalam kegiatan nanti, ada buku, gunting, kain flanel, jarum jahit serta benang.

Ada Yang Berbeda
Pada hari H, ada sesuatu yang saya takut, saya takut anak-anak bertanya kok yang ikut program anak sedikit? ”

Bisa bosan nih…..

Anak lain bertanya, “Apakah kita akan ada mengumpulkan daun dan batu?
Saya jawab, “Untuk kali ini kita hanya di kelas“.

Lalu dia bilang “Jiaaa bosan dong……“.

Lalu ada 1 anak lagi bertanya, “Apakah kita akan minum soya dan biskuit?
Saya jawab, “Soya ada, tapi biskuit tidak ada“.

Lalu saya bilang, “Ada sesuatu yang berbeda loh“. Mereka menjadi penasaran dan bertanya, “Apa itu?
Saya bilang “Nah, itu kita liat saja nanti“.

Di otak saya berpikir, mau saya kasih apa ini anak-anak, programnya 1 hari looo? Akhirnya saya yakinkan diri gunakan saja semua yg ada di tas saya. Akhirnya kami pun melakukan orientasi mengenal bel dan napas. Kami menggambar semua anggota keluarga kami lalu bergiliran menceritakan tentang keluarga masing-masing.

Mereka cukup senang karena bisa saling kenal lebih baik lagi. Sekarang tibalah waktunya untuk mendengarkan ceramah. Saya lapor ke volunteer apakah anak-anak ikut ceramah? Dan ternyata tidak, karena sister tidak mempersiapkan ceramah untuk anak-anak. Saya langsung bingung, apa lagi yang harus saya lakukan? Saya buka buku dan menemukan meditasi kartu!

Siapa Diriku
Saya minta mereka mengambarkan “siapa diriku“, saya membimbing mereka dan menjelaskan bagaimana cara mengerjakannya. Mereka mengerti akhirnya, lalu mereka menggambar “siapa diriku“. Setelah selesai menggambar, kami berjalan keluar luar kelas menuju ke tempat yang ada Jendela besar. Di sana kami duduk hening dan bergilir membacakan apa yang telah mereka gambar dan tulis.

Ada yang menulis napas masuk saya ada gunung, napas keluar saya kuat. Pohon napas keluar kokoh. Laut, saya tenang. Bidak catur saya akan memimpin pasukan untuk menang, ada juga yang bilang napas masuk saya adalah laut dan saya tenang dan masih banyak lagi.

Ada 1 anak paling kecil dia bilang dengan bahagianya napas masuk saya adalah kerbau, napas keluar saya bahagia. Saya terkejut dan sedikit takut apakah anak-anak lain akan tertawa dan ternyata mereka tidak ada yang tertawa dan mereka tetap menyimak dan mengikuti dengan ketenangan sampai kami masuk kelas lagi.

Karena masih ada waktu sampai makan siang saya penasaran kenapa ini anak bisa menggambarkan dirinya sebagai seekor kerbau? Karena hampir semua orang tidak mau menggambarkan dirinya sebagai binatang, lalu saya membahas kenapa mereka menggambarkan dirinya seperti itu.

Kebahagiaan Polos
Semua anak-anak bercerita, bahwa mereka senang melihat pohon ada yang bilang karena dia hobi bermain catur, ada juga yang melihat keindahan alam. Lalu si kecil menjawab kalau dia pernah naik kerbau dan pada saat itu dia begitu bahagianya. Dia menceritakan dengan bahagia dan anak-anak yang lebih dewasa juga tersenyum dan ikut bergembira dengan si kecil tidak ada yang menertawakan si kecil.

Pada saat itu saya merasakan apa yang dimaksud dengan tidak menghakimi, jangan memikirkan sesuatu hal yang negatif. Saya tersadarkan, jadilah anak-anak yang polos dengan tidak memikirkan terlalu jauh, maka saya akan merasakan kebahagiaan di sekitar dan kebahagiaan yang polos, serta kebahagiaan yang murni.

Akhirnya kami bergembira semua dengan keluhan, tangisan, tertawa anak serta kebahagiaan anak-anak karena mereka mendapatkan sesuatu sampai selesai program anak di DOM. (Nirata)*

*Volunteer mindfulness, aspiran Ordo Interbeing, guru sekolah minggu, dan praktisi Zen.

Damai Berawal Dari Senyum

Damai Berawal Dari Senyum

Praktik perenungan sebelum makan

Bermula dari membaca judul Walk With Me saya tahu tentang DOM (Day of Mindfulness) lalu saya cek kalender, ternyata saya belum ada acara. Kebetulan juga di tanggal yang sama, suami saya bertugas keluar kota. Saya bergegas mendaftar untuk 2 orang bersama anak saya. Syukurlah panitia mengizinkan saya membawa anak saya turut serta dalam latihan sehari itu.

Jujur, sebetulnya saat saya ikut DOM, saya sedang galau dan banyak konflik dalam diri. Saya memutuskan dalam hati untuk tetap menjalaninya, saya tetap hadir. Entah mengapa, tiba-tiba mood anak saya tiba-tiba berubah, mukanya seperti ada awan hitam, dia menyalahkan saya karena ajak dia ikut DOM tanpa izin dia terlebih dahulu.

Haduh, hati rasanya ingin pulang saja. Tapi sekali lagi, ada suatu kekuatan yang membuat saya tetap stay. Sembari terus berusaha mindful pada setiap acara, mendengarkan chanting Namo Avalokiteshvaraya, orientasi, wejangan Dharma, dan menonton film Walk With Me, saya perlahan-lahan mengumpulkan energi latihan kolektif yang baik dan sabar.

Ajaibnya, entah bagaimana dan keajaiban terjadi, mood anak saya mulai membaik setelah selesai makan siang. Ketika acara berakhir kita pulang dengan bahagia dan damai.

Akhir cerita, saya dan anak tercinta makan malam bersama sembari ngobrol asyik, tiada jutek-jutekan di antara kita.

Salam damai berawal dari senyum (Megawati Henry).

Mindfulness Class: Relaksasi Total

Mindfulness Class: Relaksasi Total

Ruang relaksasi total untuk anak sekolah

Apa yang terpikirkan anak-anak ketika saya umumkan bahwa pelajaran mendatang adalah meditasi tidur? Ya, mereka berpikir akan tidur. Apalagi saya memperbolehkan mereka membawa baju tidur dan selimut. Mereka berpikir, “Asyik, akan bisa tidur siang.”

Tetapi ada juga yang bingung membayangkan bagaimana bisa meditasi sambil tidur? Haha..

Ternyata ketika dipraktikkan, tidak seperti yang saya dan mereka bayangkan. Saya membayangkan mereka akan seperti para guru yang dapat mengikuti dengan tenang saat pelatihan guru beberapa waktu lalu. Sedangkan mereka membayangkan dapat langsung tidur ketika meditasi dimulai. Mereka tidak menyangka akan mendengar suara saya membimbing mereka sepanjang meditasi berlangsung untuk merilekskan tubuh mereka.

Di kelas kecil, awalnya mereka bisa berbaring tenang. Tapi beberapa menit kemudian ada beberapa yang mulai gelisah. Ada yang bangun, lalu duduk dan tidak berbaring lagi. Karena saya sedang memimpin sesi ini sendirian, maka saya memilih untuk tetap melanjutkan sesi ini tanpa terpengaruhi oleh mereka. Tapi itu hanya satu dua orang saja.

Banyak yang dapat tertidur di tengah meditasi. Ada beberapa yang terjaga hingga selesai tanpa tidur tapi tidak mengganggu temannya. Mereka belum terbiasa. Ini pengalaman pertama buat mereka. Saya memahami keadaan mereka, jadi saya tidak marah pada mereka. Sebenarnya hanya beberapa anak yang tidak bisa mengikuti, masih banyak anak yang dapat mengikuti dengan baik. Bahkan ada beberapa anak yang benar-benar tertidur lelap.

Ketika sesi relaksasi selesai, saya membahas dengan mereka. Ada yang mengaku tidak terbiasa tidur siang, jadi mereka gelisah. Ada yang terganggu dengan temannya yang tidak mengikuti tadi. Tapi banyak yang mengatakan bahwa mereka menikmati sesi ini. Terutama menyukai ketika saya menyanyikan beberapa lagu, serasa dininabonokan. Haha.. Dan ketika saya menanyakan apakah mau jika ini diadakan lagi, mereka menjawab, “Mauuuuu..”

Ya, pengalaman pertama sering tidak sesuai dengan yang kita bayangkan. Saya tidak menyalahkan anak-anak itu. Mudah-mudahan di sesi berikutnya mereka akan lebih mengerti dan bisa mengikutinya dengan baik. Kita tidak bisa memaksakan mereka untuk membentuk diri mereka sesuai dengan yang kita inginkan. Biarkan mereka mengolah diri dan cara berpikir mereka sesuai kematangan masing-masing. Jika mereka paham, pasti mereka akan bisa mengikuti dengan sendirinya.

Berbanding terbalik dengan siswa SMP, meditasi ini merupakan salah satu kegiatan favorit mereka. Mungkin karena mereka telah melakukannya berkali-kali dan telah terbiasa sehingga dapat menikmatinya. Banyak yang dapat menggunakan waktu ini untuk rileks dan segar kembali ketika bangun untuk melanjutkan pelajaran selanjutnya. (Rumini Lim)*

“And when I rise, let me rise
Like a bird, joyfully
And when I fall, let me fall
Like a leaf, gracefully
Without regret.”

Panduan relaksasi total tersedia di sini dan juga sini

*Guru Sekolah Ananda di Bagan Batu, ia mengajar mindfulness class

Renungan Makan (versi anak-anak)

Renungan Makan (versi anak-anak)
  1. Makanan ini adalah pemberian dari alam semesta: bumi, langit, hujan, dan matahari
  2. Terima kasih kepada: para petani, penjual, dan yang memasak makanan ini
  3. Ambillah makanan secukupnya
  4. Marilah kunyah dengan pelan agar kita bisa menikmatinya
  5. Tumbuhkan welas asih, lindungi semua makhluk dan lingkungan, lestarikan planet ini melalui cara kita makan
  6. Makanan ini memberikan energi agar kita bisa menjadi lebih penuh kasih sayang dan pengertian

Retret GABI: Bring Each Smile To Breath

Retret GABI: Bring Each Smile To Breath

Retret GABI SumSel @Lubuklinggau

GABI (Gelanggang anak buddhis indonesia) Sumatera Selatan memilih menghabiskan libur natal mereka untuk berlatih bersama di Wihara Buddha Indonesia Lubuklinggau dari 22 s.d. 25 Desember 2017.

Pada acara ini anak-anak diajarkan untuk selalu menyadari napas masuk, napas keluar sesuai dengan tema acara ini bring smile into each breath, anak-anak dibimbing untuk mencintai setiap napasnya mulai dari hanya mendengarkan dentang jam dinding setiap jam, mendengarkan bunyi lonceng pergantian acara, serta meditasi duduk dan jalan setiap pagi. Hal tersebut guna untuk merelaksasikan pikiran dan hati mereka yang selama ini sudah terbebani.

Kegiatan menarik lainnya yaitu bertepatan dengan hari ibu 22 desember 2017, meski banyak anak jauh dari ibu mereka, namun anak-anak tetap merayakan hari ibu dengan memberikan kejutan kue dan tiup lilin kecil pada ibu-ibu yang telah memasak dan menyediakan makanan untuk mereka. Beberapa dari mereka menjadi perwakilan menyuapi ibu-ibu tersebut dan semuanya bernyanyi kasih ibu di perayaan yang sederhana dan penuh makna.

Anak-anak juga membiasakan diri untuk meditasi makan, relaksasi total setiap siang hari, stick exercise, mendengarkan Dharma dengan tema berbakti pada orang tua dan kalyannamitta (sahabat yang sesungguhnya), belajar bernyanyi lagu Buddhis, workshop mewarnai zen tangle dan mind map dengan tema berbakti kepada orang tua, serta berbagai games yang mengarah pada kesadaran, kejujuran, serta solidaritas bersama.

Anak-anak terlihat sangat bahagia pada acara retreat ini walaupun gadget dan snack pribadi harus disita. Mereka seakan lupa akan hal itu terbukti pada saat sesi Dharma sharing banyak dari mereka yang aktif menyampaikan kesannya mengikuti retreat ini bisa mendapatkan banyak teman baru, belajar mandiri tidak merepotkan mama dan papa di rumah dan belajar tidak berisik. Mereka juga ingin mempraktikkan apa yang telah dipelajari selama retreat dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Kami sebagai pendidik dan kakak-kakak dari GABI sangat bahagia bisa melihat anak-anak yang biasanya terlalu ribut dan tidak tenang bisa menjadi anak yang lebih baik selama 4 hari latihan. Kami harap anak-anak bisa mempraktikkan meditasi sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Kami juga berharap agar acara retreat untuk anak-anak ini akan menjadi agenda rutin tahunan (sudah direkues orang tua).

Kami mengucapkan terima kasih kepada fasilitator luar biasa Bhante Nyanabhadra, Bhante Bhadraputra dan Bhante Bhadramurti yang sudah meluangkan waktu dan tenaganya untuk membimbing anak-anak. Kakak-kakak GABI, dan panitia dengan sangat baik dan penuh perhatian, terima kasih untuk briefing setiap malamnya yang menjadi kunci kesuksesan acara ini.

Semoga latihan seperti ini dapat tetap kita lanjutkan di kesempatan berikutnya. We’ve already brought those smiles into each breath, thank you bhante. (Siska)*

*DPD IPGABI Sumatra Selatan

Mindfulness Class: Meditasi Biskuit dan Teh

Mindfulness Class: Meditasi Biskuit dan Teh

Meditasi Biskuit dan Teh

“Drink your tea slowly and reverently, as if it is the axis on which the world earth revolves – slowly, evenly, without rushing toward the future.” ~ Thich Nhat Hanh

Ketika diumumkan akan diadakan “biscuit meditation” untuk siswa SD, mereka sangat antusias dan penasaran. Ini kali pertama bagi mereka. Bagi siswa SMP, mereka sudah pernah melakukannya. Agar bervariasi untuk siswa SMP, saya memakai sistem potluck yang mana setiap anak diminta untuk membawa satu bungkus kecil biskuit yang akan kami nikmati bersama ditemani segelas teh. Biskuit yang terkumpul menjadi sangat bervariasi sehingga mereka lebih bersemangat.

Karena ini pertama kali bagi kelas SD, mereka dijelaskan terlebih dahulu bagaimana melakukan meditasi ini. Dari mulai memberi bow ketika biskuit diberikan secara bergiliran, mengedarkan biskuit dengan sadar penuh, menghirup wangi teh dan mencicipinya secara perlahan, menggigit biskuit secara perlahan dan membiarkannya melembut di mulut, menikmati biskuit bersama teh dan merasakan sensasinya, hingga menutup meditasi dengan melakukan bow bersama-sama.

Anak-anak terlihat sangat antusias dan berusaha melakukannya dengan sungguh-sungguh. Jika ada temannya yang lupa memberi bow, mereka akan saling mengingatkan dengan berbisik, “Bow dulu.”

Saat mereka menikmati biskuit, ada yang sangat serius melakukannya, ada yang sambil berpandang-pandangan dengan temannya lalu tersenyum. Ketika lonceng diundang kembali sebagai tanda selesai, meditasi kami tutup dengan bow bersama-sama. Setelah itu anak-anak berbagi pengalaman mereka bagaimana rasanya melakukan meditasi ini.

Lain halnya dengan siswa SMP. Dalam kelas ini, mereka bukan hanya belajar menikmati makan dalam hening dan tidak terburu-buru, tetapi mereka juga dilatih agar dapat melihat sifat ‘interbeing‘ dari makanan yang mereka konsumsi.

“Elemen-elemen apa saja yang ada dalam biskuit dan teh yang mereka makan dan minum?”

“Apakah mereka bisa membayangkan perjalanan yang dibutuhkan oleh makanan itu hingga terhidang di hadapannya?”

“Bagian mana dari snack ini yang membutuhkan waktu paling lama untuk ditanam? Bagian mana yang membutuhkan perjalanan paling jauh untuk tiba di hadapan kita?”

“Apakah mereka dapat melihat adanya peran cacing, matahari, awan, hujan, petani coklat, peternak sapi, supir truk, dan orang yang mengangkutnya?

Setelah memahami adanya saling keterkaitan ini, mereka akan belajar untuk tidak meremehkan apapun. Belajar untuk tahu bersyukur dan berterima kasih, menjadi lebih peduli dan lebih sadar akan lingkungan sekitarnya.(Rumini Lim)*

“Karena dalam sebuah piring makanan, terdapat banyak tangan, hati dan jiwa yang terlibat dalam penyiapannya.” ~ Thich Nhat Hanh

*Guru Sekolah Ananda di Bagan Batu, ia mengajar mindfulness class

Mindfulness Class: Meditasi Jeruk

Mindfulness Class: Meditasi Jeruk

“Meditation is a matter of enjoyment. When you are offered an orange, there must be a way to eat your orange that can bring you happiness. You can eat your orange in such a way that you are truly present.”

Selama dua minggu bulan Oktober 2017 yang lalu, seluruh kelas SD dan SMP bergiliran melakukan meditasi jeruk. Ternyata banyak anak yang menyukai proses ini, proses menikmati sebuah jeruk dengan sadar penuh. Melihat dan merasakan kulit luar dan dalam, mencium wanginya, mengunyah dan merasakan manis asamnya buah tersebut serta menikmati setiap potongan secara perlahan.

Meditasi Jeruk

Terinspirasi dari Br. Pháp Khởi, materi meditasi jeruk kali ini saya bawakan dengan cara mendongeng pada anak-anak. Anak-anak sempat terkejut ketika melihat saya seolah-olah dapat mendengar suara buah jeruk yang ada di tangan saya berbisik di telinga saya. Mungkin mereka berpikir, “Bisa-bisanya laoshi mengajak bicara buah jeruk.”
Tapi yang terpenting mereka menangkap materi yang saya sampaikan. Hahaha..

Setelah selesai saya meminta mereka menulis pengalaman mereka dalam kegiatan ini.

Ada seorang anak menuliskan, “Pengalaman ini menyenangkan karena membuatku tahu bahwa jeruk itu juga memiliki kehidupan mirip dengan manusia.

Seorang anak lain menulis, “Saya sangat terkesan dengan meditasi jeruk. Tidak disangka ternyata meditasi ini lebih nikmat. Tadi saya mendapat jeruk yang asam. Pada awalnya saya memakan jeruk ini terasa asam. Tapi lama kelamaan ketika saya makan dengan pelan dan nikmat, jeruk ini terasa manis + asam (sedikit).

Ada juga yang menulis, “Sangat menyenangkan bisa duduk tenang dan berkumpul bersama guru dan teman-teman sambil merasakan buah jeruk secara mendalam.

Semoga pengalaman ini membawa kesan yang mendalam bagi mereka. Andai ada yang mendapat jeruk yang asam, berulat atau bahkan yang tidak suka makan jeruk, paling tidak mereka akan mengingat kisah yang diceritakan. Kisah bagaimana buah jeruk yang berada di tangan kita itu adalah sebenarnya sedang melakukan sebuah perjalanan. Perjalanan untuk bertransformasi dari sebuah bunga putih yang kecil dan wangi yang kemudian menjadi buah jeruk, hingga akhirnya berada di tubuh kita untuk memberi nutrisi bagi tubuh kita. (Rumini Lim)*

“And when the fruit is gone, let the experience linger, awakening gratitude and joy.”

*Guru Sekolah Ananda di Bagan Batu, ia mengajar mindfulness class

Mindfulness Class: Genta Kesadaran

Mindfulness Class: Genta Kesadaran

“Sesibuk apapun kita, ingatlah untuk selalu kembali ke napas.
Sadari setiap tarikan napas masuk dan keluar.
Karena saat inilah saat terpenting.
Bukan tadi, bukan nanti.”

Pada awal semester ganjil tahun 2017 yang lalu saya memperkenalkan teman baru pada semua murid, dari PG, TK, SD hingga SMP. Sebuah genta kesadaran mungil yang akan selalu menemani saya ketika bersama mereka. Ketika mendengar suara genta diundang, mereka dibiasakan untuk hening dan memperhatikan napas. Dan suara genta ini akan mereka dengar setiap harinya terutama ketika saat berkumpul makan pagi bersama.

Sebelum kontemplasi makanan dibacakan, mereka akan hening mendengar suara indah ini. Begitu juga setelah selesai bersantap. Sejak itu guru-guru tidak perlu berteriak lagi agar mereka hening sebelum makan. Suara genta ini sangat membantu mereka untuk hening sejenak dan kembali ke napas.

Siswa mengundang genta

Sekarang, bahkan murid-murid berebutan meminta izin untuk dapat belajar mengundang genta secara bergiliran saat makan pagi bersama. Terkadang saya sengaja memilih anak yang aktif untuk melakukannya, agar mereka belajar memperhatikan napas ketika mengundang genta. Terkadang saya memilih anak yang terlihat kurang percaya diri untuk melakukannya, atau untuk membacakan kontemplasi makanan, agar memupuk rasa percaya diri mereka. Sekarang saat makan pagi bersama menjadi salah satu momen yang menyenangkan bagi kami (para guru dan murid) setiap pagi.

“Listen, listen.. this wonderful sound, it brings me back to my true home. ~ Thich Nhat Hanh”


Aaron Carter mengundang lonceng

Namanya Aaron Carter Sahdat, duduk di kelas 1 SD. Aaron anak baik, tidak suka mengganggu temannya juga tidak cengeng. Satu kepolosan dia, dia tidak bisa duduk tenang di kelas dan selalu ingin mencari perhatian ibu gurunya.

Ketika makan pagi, Aaron selalu duduk paling ujung depan, jadi dia biasa melihat saya mengundang genta. Ketika kakak-kakak kelasnya bergiliran membaca kontemplasi makanan setiap pagi, dia lebih tertarik dengan suara genta. Berkali-kali dia bilang, “Laoshi, Aaron mau ngundang lonceng.”

Awalnya saya ragu. Tapi satu pagi saya panggil dia ke depan menemani saya mengundang genta. Telapak tangannya berada di antara genta dan telapak tangan saya. Saya memintanya untuk menarik napas sebelum membangunkan genta. Kembali bernapas tiga kali setiap kali genta diundang. Dan ternyata dia bisa mengikuti dengan baik. Dan dia sangat senang diperbolehkan melakukan itu.

Tidak disangka, sekarang dia sudah bisa mengundang genta sendiri tanpa ditemani lagi. Dan kata wali kelasnya, Aaron sekarang berubah banyak. Sudah mau menulis dan belajar di kelas. Kedewasaannya mulai bertumbuh tampaknya. (Rumini Lim)*

*Guru Sekolah Ananda di Bagan Batu, ia mengajar mindfulness class