Saya seorang umat Buddha. Saya vakum selama 15 tahun, tidak pernah ke wihara apalagi membaca buku-buku Buddhis. Suatu kondisi akhirnya membuat saya masuk ke dalam organisasi yang ada di wihara, di sana saya melewati hari-hari dengan belajar dan berlatih untuk mengikis keakuan dan berusaha mengembangkan Bodhicitta yang ada di dalam diri saya.
Keinginan untuk tahu lebih banyak dan lebih banyak, membuat saya terus mencari, dari wihara yang satu ke wihara yang lain, dari guru yang satu ke guru yang lain.
Sampai suatu hari, saya bertemu dengan seorang sahabat lama, saya bertanya, “Ke mana saya harus mencari seorang guru yang dapat memberikan kemajuan spritual?” Dia pun menjawab, “Saat Murid Siap, Guru akan Datang“.
Saat itu saya hanya diam dalam keheningan. Saya mulai mempersiapkan diri dengan banyak membaca dan banyak berbuat kebaikan, rajin kebaktian dan mendengar sharing Dharma dengan harapan saya bisa lebih cepat bertemu dengan guru.
Sampai pada suatu hari, saya merasa sangat kesal dan tidak dihargai, seseorang tidak mengangkat telepon dari saya dengan berbagai alasan (terlihat dari cctv memang sengaja tidak angkat).
Muncul di pikiran kebaikan-kebaikan yang pernah saya berikan. Semua perasaan muncul ke permukaan, kecewa karena tidak dihargai. Jantung berdebar kencang, badan bergetar karena rasa marah yang makin kuat.
Dalam kondisi tidak nyaman, saya berusaha untuk berdamai dengan diri sendiri. Saya duduk diam dan memperhatikan napas masuk dan napas keluar, mulai melihat, mengamati kondisi perasaan yang muncul dan tenggelam, beberapa saat kemudian, napas dan detak jantung saya kembali normal, seiring dengan itu, kesadaran kembali.
Hal yang pertama muncul dalam pikiran adalah kebaikan dan bantuan yang pernah saya lakukan, masih ada keakuan di sana, karena masih mengharapkan balasan kebaikan dan perhatian dari mereka. Kesadaran kedua muncul, bahwa selama ini, dia tidak meminta bantuan saya, saya sendiri (kepo) niat ingin mengembangkan boddhicitta dengan membantu orang lain, malah menimbulkan kemelekatan.
Akhirnya saya melepaskan kemelekatan tentang kebaikan yang pernah saya lakukan dan harapan untuk diperlakukan baik oleh dia, saat itulah saya melihat GURU.
Guru ada di mana-mana, Guru ada di sekitar saya, kadang karena kesombongan dan merasa paling benar, akhirnya kita tidak bertemu dengan guru yang ada di sekitar kita.
Setelah melewati kondisi tidak nyaman, saya melihat hal terjadi itu bukanlah sebagai masalah, tapi sebagai Guru yang membuka pikiran, dan saat melakukan kebaikan jangan pernah berharap balasan.
Apa yang dilakukan saat ini, jangan berharap esok akan mendapatkan kebaikan dan apa yang telah terjadi jangan menyesali masa lalu. Apa yang kita lakukan saat ini, ya.. cukup sampai saat ini saja, jangan dibawa ke masa lalu dan jangan dibawa ke masa depan, LEPASKANLAH!.
SAKYA VIMALA DEVI volunteer dari komunitas mindfulness Jambi