Retret adalah kondisi terbaik untuk latihan dan sebagai pengingat bahwa kita masih mempunyai teman terbaik yang sangat tidak bisa dipisahkan dari kita. Namun teman terbaik itu sering kita lupakan, yaitu “NAPAS”. Dengan merangkul dan bersahabat dengan “NAPAS” saya merasa menemukan kembali diri saya yang mungkin telah hilang karena arus cepatnya ibukota.
Kekuatan Semesta
Hampir 2 tahun saya mulai bertarung dengan ibukota ini. Hampir 2 tahun itu juga saya terakhir mengikuti retret atau sejenisnya. Selama ini saya merasa sangat hampa, saya menjalankan kehidupan saya seperti terombang-ambing dan hanya mengikuti arus dan kadang saya tidak bisa bertahan dengan kondisi tersebut.
Beberapa kali saya sempat putus asa atas tekanan ibukota dan saya pernah sampai ke tingkat depresi awal, pernah rasanya tidak ingin bangun lagi ketika pagi tiba. Kadang kehadiran teman–teman saya membuat saya bisa beranjak dari keterpurukan itu. tapi hanya berlangsung sementara, ketika mereka berada di sekitar saya.
Saya merasa ada sesuatu yang saya lupakan. Tapi di sisi lain, saya yakin itu adalah kekuatan semesta terus menempa diri saya untuk menjadi lebih tangguh dan sampai akhirnya saya dapat kesempatan untuk mengikuti Retret Hidup Berkesadaran lagi. Saya memang menyukai hal–hal seperti retret, karena saya bisa merasakan energi positif dan kenyamanan di sana.
Menyepi
Bertepatan di Hari Raya Nyepi (Day of Silence), MBI Provinsi Banten mengadakan Retret Hidup Berkesadaran di Pondok Sadhana Amitayus. Beruntungnya, saya mendapatkan info tersebut pada waktu yang tepat, akhirnya saya langsung mengajukan diri untuk ikut tanpa berpikir panjang.
Pada saat memasuki kawasan Amitayus saya merasa tenang, damai dan bahagia seolah beban pikiran saya tertinggal entah di mana. Ini adalah kali kedua saya berkunjung ke tempat ini. Acara dimulai malam hari seperti biasa acara pertama adalah orientasi, kami dijelaskan tentang konsep dasar latihan hidup berkesadaran, yaitu Napas dan Genta.
Kegiatan malam itu ditutup dengan Menyentuh Bumi. Latihan Menyentuh Bumi ini merupakan cara untuk melatih kerendah hatian dan mengingatkan bahwa kita tidak sendiri di semesta ini. Nah, ketika latihan menyentuh bumi ini saya merasa ternyata selama ini saya itu tidak sendirian, saya merupakan bagian dari alam semesta ini dan saya merupakan bagian dari harapan-harapan orang tua saya. Setelah Latihan ini, saya menjadi memiliki motivasi untuk tetap bahagia.
Mendengar Satu Per Satu
Pada pagi hari, kita melakukan meditasi duduk dan mendengarkan sutra “Lima cara memadamkan api kemarahan” Ini bagian favorit saya, Retret sebelumnya saya belum pernah mendengar sutra ini.
Ketika mendengar satu per satu kalimat yang ada di sutra ini, Saya merasa malu, ternyata sangat simple untuk memadamkan api kemarahan tersebut, kita hanya butuh mengubah sudut pandang kita akan kebaikan orang tersebut, walaupun kadang ketika marah kita bakal lupa, tapi itu adalah awal dari latihan mengendalikan amarah.
Sesi mendengarkan wejangan dharma oleh Bhante Nyanabhadra, Bhante mengatakan bahwa kita perlu meluangkan waktu untuk mengecas batin kita dengan mengikuti retret atau DOM (Day of Mindfulness) atau sejenisnya.
Hal yang selalu ditekankan dalam Retret, yaitu Napas dan Genta. Ketika mendengar bunyi genta atau bunyi jam dinding kita berhenti dan kembali menyadari napas. Ini yang terlupakan oleh saya selama kehidupan sehari–hari saya.
Berhentilah
Selama ini, pikiran saya terus merasa tertekan dan berusaha berpikir mencari solusi dari proses yang saya alami (mungkin ini yang disebut gejolak batin). Ternyata solusinya adalah “BERHENTI” dan kembali menyadari napas itu membuat saya jauh lebih relaks dan bisa berpikir lebih jernih.
Ketika melepaskan keruwetan pikiran kita untuk sementara dan merelakskan tubuh kita, itu jauh lebih membahagiakan dan kita lebih bisa berpikir dengan jernih dan bisa melihat dari sudut pandang yang lebih baik akan segala sesuatu yang terjadi.
Keteguhan
Pada sore hari adalah sesi sharing dharma dan kebetulan kelompok saya ditemani oleh Bhante Bhadrakiriya, saya menyampaikan keberuntungan saya bisa mengikuti retret ini, karena rata–rata diikuti oleh orang yang lebih dewasa dari saya, dan saya bisa belajar banyak dari pengalaman yang mereka ceritakan pada sesi ini.
Hal yang saya dapatkan, Di dunia ini bukan hanya saya yang memiliki masalah yang berat, semua orang mengalami hal yang serupa, dan malah masalah mereka jauh lebih berat daripada masalah saya. Tapi mereka memiliki cara yang sangat menginspirasi dalam menghadapinya. “Ketika kita punya pedoman dan keyakinan yang teguh, tidak ada yang bisa menggoyahkan kita sekalipun mendapat masalah sebesar apa pun.” Ini adalah hasil dari sharing kami.
Keheningan
Pada malam hari dilanjutkan dengan sesi Bhante Nyanabhadra. Beliau menceritakan sedikit tentang Shantideva ketika membabarkan Bodhicaryavatara, lalu mengingatkan untuk perbanyak diam (hening), atau berpikir berkali–kali sebelum berbicara. Karena kata–kata yang telah diucapkan tidak dapat ditarik kembali jika kita salah berbicara.
Keesokan harinya, sesi tanya jawab yang didampingi Bhante Nyanagupta. Pada sesi ini Bhante menjelaskan mengenai pertanyaan–pertanyaan dan kesulitan–kesulitan kita selama retret.
Anumodana kepada Bhante Nyanagupta, Bhante Nyanabhadra, dan Bhante Bhadrakiriya atas waktu dan bimbingannya selama Retret Hidup Berkesadaran ini.
CHRISTY berasal dari Padang, aktivis Pemuda Buddhayana (SEKBER PMVBI) yang berkecimpung dalam dunia teknik sipil