Thich Nhat Hanh Berusia 93 Tahun

Thich Nhat Hanh Berusia 93 Tahun
Thay mengunjungi pameran bukunya di Wihara Từ Hiếu, Vietnam

11 Oktober 2019

Komunitas terkasih,

Dengan sangat bahagia, kami berbagi bahwa hari ini Thay merayakan hari kelanjutannya yang ke-93 di Wihara Từ Hiếu di Huế, Vietnam, di wihara inilah tempat beliau pertama kali memasuki kehidupan monastik saat berusia enam belas tahun.

Selama beberapa hari terakhir, murid-murid Thay dari seluruh Vietnam telah berkumpul di Wihara Từ Hiếu untuk merayakan “hari kelanjutannya.” Para biksu datang dari Wihara Từ Đức yang lokasinya tidak terlalu jauh, dan para biksuni telah tiba dari Selatan. Untuk merayakan hari istimewa ini, monastik menyelenggarakan pameran buku-buku Thay di Full Moon Meditation Hall. Thay keluar dengan kursi rodanya setiap hari untuk menikmati persiapan acara ini dan menikmati suasana yang menyenangkan itu. Hari ini, ratusan orang berkumpul untuk merayakan dan menyampaikan harapan terbaik mereka kepada Thay. Komunitas monastik dapat merasakan kekuatan, kedamaian, ketajaman pikiran, dan vitalitas pada saat kehadiran Thay, dan kehangatan serta keharmonisan yang beliau bawa ke Wihara Từ Hiếu.

Ini adalah hari-hari cerah terakhir sebelum hujan tiba. Meskipun panas dan lembab beberapa bulan terakhir ini, Thay telah mengatasinya dengan sangat baik, mungkin karena ini adalah iklim di masa mudanya. (Bagi beberapa asisten Thay, cuaca yang panas jauh lebih menantang!) Dari waktu ke waktu ia berkesempatan untuk mengunjungi pantai selama beberapa hari, yang terletak hanya tiga puluh menit dari wihara. Kesehatan Thay secara keseluruhan cukup stabil, meskipun dari waktu ke waktu ia menghadapi tantangan akan nafsu makan, tidur, dan ketidaknyamanan fisik. Thay terus menerima perawatan rutin yang sangat bermanfaat dari ahli akupunktur dan fisioterapis.

Pada bulan Juli lalu, Thay mengalami kemajuan luar biasa dengan seorang terapis bilingualnya (bahasa Vietnam-Inggris), yang telah mulai membantunya di San Francisco sejak tahun 2015, seseorang yang memiliki koneksi yang sangat baik dengan Thay. Tampaknya mekanisme untuk dapat berbicara masih ada, tetapi akan membutuhkan banyak pelatihan bagi Thay untuk memulihkan kemampuan berbicaranya. Thay dengan bersemangat mengalami kemajuan yang cepat selama dua minggu terapi, tetapi setelah usaha kerasnya, tubuhnya menjadi lelah. Begitu beristirahat, Thay memberitahukan bahwa beliau memilih untuk tidak melanjutkan pelatihan berbicara agar menghemat energinya dengan memberikan kehadirannya saja di dalam dan sekitar wihara.

Ini menandai hampir setahun sejak Thay pertama kali tiba di Từ Hiếu, tidak lama setelah ulang tahunnya di bulan Oktober lalu, pada saat Ceremony of Sweeping the Ancestral Stupas (Upacara Membersihkan Stupa Leluhur). Ada banyak sorotan, termasuk pada saat Tết pertamanya (Tahun Baru Imlek) di situ sejak bulan Februari 1960-an; dimulainya pekerjaan renovasi besar-besaran di aula kuil utama pada bulan Maret; dan kunjungan resmi delegasi 9 Senator AS pada bulan April. Para murid dan pengikut Thay dari seluruh dunia datang mengunjungi beliau dan memberikan penghormatan. Bulan lalu, Thay dianugerahi penghargaan buku di Vietnam untuk buku anak-anak barunya, The Hen and the Golden Eggs, dan Each Breath, a Smile. Di dunia internasional, Thay juga mendapat penghargaan Luxembourg Peace Prize dan Gandhi-Mandela Peace Award pada bulan Juli 2019 lalu.

Thay bersama Senators Leahy, Murkowski, Stabenow, Whitehouse, Udall, Portman, Baldwin, Hirono, dan Kaine, bersama pasangnnya masing-masing, di Wihara Từ Hiếu, Kota Huế, pada tanggal 19 April 2019

Untuk merayakan ulang tahun Thay minggu ini, kami telah meluncurkan situs web Plum Village (plumvillage.org) yang baru, dengan informasi inspiratif tentang kehidupan Thay, dan artikel-artikel yang lebih kaya tentang ajarannya bagi para pencinta lingkungan, pembuat perdamaian, guru, dan pemimpin bisnis. Kami juga telah merilis serangkaian gambar baru Thay’s Life in Photos dan menceritakan kisah menarik Thay dalam Life in 12 Books. Mereka yang ingin tahu lebih dalam dapat menjelajahi surat-suratnya, wawancara, dan kaligrafinya, dan melihat panduan pembaca kami untuk buku-bukunya.

Mengetahui bahwa kita adalah kelanjutan Thay, kami datang bersama sebagai Sangha (komunitas berlatih) untuk mendukung upaya di seluruh dunia agar mendorong perubahan dan melindungi bumi. Jaringan Sangha dari The Earth-Holders telah melakukan seruan untuk mendukung aksi climate strike. Baru-baru ini, di Bordeaux, sekelompok besar monastik dan teman-teman awam, menghadiri pemogokan sekolah untuk Ibu Bumi, Ibu Pertiwi, dan tindakan yang penuh kegembiraan dan welas asih ini digemakan di banyak pusat kami di seluruh dunia. Pada bulan Agustus, kami mengadakan retret Wake Up Earth terbesar kami, dengan lebih dari 500 orang muda berkumpul di Plum Village dari seluruh dunia, termasuk delegasi dari Palestina dan 10 anggota muda Extinction Rebellion yang disponsori untuk datang dan bergabung dalam retret.

Seperti yang kita semua tahu, Thay memberi penekanan besar pada tahun-tahun terakhirnya dalam mengajar mengenai bagaimana komunitas kita dapat berkontribusi terhadap perubahan di dunia dengan kembali pada dimensi spiritual, dan menunjukkan bagaimana kita bersama-sama dapat kembali jatuh cinta kepada Ibu Bumi. Pada Retret Hujan tiga bulan kami tahun ini, kami telah mengambil tema memelihara Bodhicitta (pikiran cinta), merawat Ibu Bumi, dan membangun komunitas yang berkelanjutan; semua aspek penting untuk mewujudkan kewawasan kolektif yang kita butuhkan. Sebagai komunitas, kami berkomitmen untuk terus mengeksplorasi cara terbaik yang dapat kami dukung dan lakukan, selalu menjaga tradisi Plum Village agar tetap relevan dan terkini.

Monastik Plum Village sedang mempraktikkan meditasi duduk pada Climat Strike di Bordeaux pada 20 September 2019


Pada Retret 21hari bulan Juni tahun depan, kami akan mengeksplorasi bagaimana Latihan Empat Belas Sadar Penuh Thay dapat menjadi panduan di zaman kita — menawarkan jalan dasar, engaged, etis, dan spiritual, baik secara individu maupun kolektif. Dengan menggunakan latihan ini sebagai panduan, kami akan membahas bagaimana praktik membangun komunitas dapat membangun fondasi yang kokoh untuk mempertahankan kelangsungan umat manusia dan planet dalam menghadapi tantangan yang ada di depan.

Kami berlindung pada keberanian Thay, kelembutannya, semangatnya untuk tidak pernah menyerah; dan dalam kebijaksanaan para guru leluhur kami.

Dengan cinta dan kepercayaan,

Monastik Plum Village

Sumber: Thich Nhat Hanh Turns 93
Alih bahasa: Rumini

Kebahagiaan dalam Setiap Napas

Kebahagiaan dalam Setiap Napas

Sumber: Lion’s Roar

Oleh: Thich Nhat Hanh

Belajar bernapas, sumber foto kanan: Buddha Doodles

Menurut Thich Nhat Hanh, “Ketika kita berhenti memberi makan kepada benih loba, seketika itu juga kita bisa menyadari bahwa kondisi kebahagiaan sudah lengkap sebetulnya”

Pikiran manusia selalu ingin memiliki sesuatu dan tidak pernah merasa puas. Inilah penyebab bertambahnya tindakan buruk. Bodhisatwa selalu mengingat akan prinsip memiliki sedikit keinginan. Mereka hidup sederhana dalam kedamaian agar bisa mempraktikkan jalur spiritual dan menjadikan realisasi pengertian sempurna sebagai karier satu-satunya.

Sutra Delapan Realisasi Makhluk Agung

Buddha bersabda bahwa loba itu seperti seseorang memegang obor berjalan melawan hembusan angin; api akan membakar tangannya. Ketika seseorang haus lalu disuguhkan air asin, makin banyak dia meneguk makin haus jadinya. Jika Anda mengejar uang, berkesimpulan bahwa dengan sejumlah uang akan membuat Anda bahagia. Namun, setelah Anda mencapai target, Anda tetap saja merasa belum cukup, Anda ingin lebih banyak lagi. Ada banyak orang kaya, namun mereka tidak bahagia. Buddha memberikan analogi bahwa objek loba kita seperti tulang. Seekor anjing asyik mengerat tulang itu berulang-ulang namun tidak pernah puas.

Semua orang pernah mengalami momen kesepian, kesedihan, kekosongan, kefrustasian, atau ketakutan. Anda mengisi kekosongan perasaan itu dengan film dan roti apit (sandwich). Anda belanja demi menutupi kepedihan, keputus-asaan, kemarahan, dan depresi. Anda mencari cara untuk mengonsumsi dengan harapan mengenyahkan semua perasaan itu. Bahkan ada program TV yang tidak menarik sekalipun tetap Anda tonton. Anda berkesimpulan bahwa semua aktivitas itu lebih baik daripada mendera malaise, keadaan lesu dan serba sulit dalam dirimu. Pandanganmu sudah kabur bahkan remang-remang, tidak bisa melihat semua elemen kebahagiaan yang ada dalam dirimu.

Semua orang punya gagasan tentang kebahagiaan. Justru karena gagasan itulah Anda mengejar objek yang didambakan. Anda mengorbankan waktu, bahkan kesehatan jasmani dan rohani juga. Menurut Buddha, kebahagiaan itu sederhana, jika Anda kembali ke momen kekinian, menyadari bahwa banyak kondisi kebahagiaan sudah cukup di sini dan saat ini. Semua keajaiban hidup sudah tersedia. Inilah realisasi yang bisa membantumu melepaskan semua loba, murka, dan mara.

Makin banyak Anda mengonsumsi, makin banyak toksin yang menyuburkan loba, murka, dan awidya (batin gelap gulita). Anda perlu melakukan dua hal agar bisa terjaga kembali. Pertama, tataplah secara mendalam bahan nutrisi apa saja yang menyuburkan loba, cari tahu sumbernya. Semua binatang dan tumbuhan butuh makanan untuk bertahan hidup. Loba itu butuh makanan agar bisa bertahan hidup, demikian juga cinta kasih dan penderitaan. Jika loba terus membesar, itu berarti Anda menyuburkannya setiap hari. Jika Anda sudah menemukan sumber penyuburnya, Anda bisa memotongnya, kemudian loba akan mengecil.

Praktik kedua adalah berkewawasan dalam mengonsumsi. Jika Anda berhenti mengonsumsi hal-hal yang menyuburkan loba, awidya, dan persepsi keliru, Anda bisa memberikan nutrisi lain kepada dirimu. Pengertian dan welas asih bisa lahir. Sukacita pada momen kekinian juga bisa terjadi. Anda berkesempatan untuk mentransformasikan penderitaanmu.

Empat Nutrimen

Buddha pernah menjelaskan tentang empat jenis nutrisi, empat jenis makanan yang Anda santap setiap hari. Kebahagiaan dan penderiaan sangat tergantung pada jenis nutrisi yang Anda santap, apakah itu bajik atau tidak bajik.

Nutrisi Pertama: Makanan Lewat Mulut

Nutrisi jenis pertama adalah makanan lewat mulut, apa pun yang Anda masukkan ke dalam mulut, dikunyah, ditelan, atau diminum. Anda tahu makanan apa saja yang menyehatkan dan tidak menyehatkan bagi badan jasmani, namun Anda sering tidak memikirkannya. Sebelum menyantap makanan, lihatlah makanan yang ada di meja, bernapas masuk dan keluar lalu bertanya apakah makanan ini akan membuat saya lebih sehat atau makin sakit? Ketika Anda jajan di luar, contoh kudapan, makan malam pada acara tertentu, mengemil sesuatu ketika sedang kerja, maka Anda boleh berhenti sejenak dan memutuskan untuk menyantap makanan yang sehat. Inilah makan berkewawasan.

Wawas dalam menyantap makanan mulai dari belanja. Saat Anda pergi ke toko kelontongan, Anda bisa memilih jenis makanan yang menyehatkan. Anda bisa memilih memasak makanan sebagai kesempatan sebagai praktisi kewawasan. Di meja makan, Anda bisa praktik hening sejenak. Anda bisa praktik bernapas masuk dan keluar kemudian membangkitkan rasa syukur atas makanan sehat yang sudah tersedia ini.

Nutrisi Kedua: Kesan Impresi

Kesan impresi merupakan konsumsi lewat mata, telinga, hidung, badan, dan batin. Program telvisi, buku, film, musik, dan topik pembicaraan merupakan bahan konsumsi. Ada yang sehat ada juga yang toksin. Ketika Anda berbicara dengan seorang sahabat baik atau mendengarkan wejangan Dharma, maka benih welas asih, pengertian, dan sikap memaafkan akan tersirami, menjadi subur, kita menjadi lebih sehat. Lain cerita kalau iklan atau film, ini yang banyak menyirami benih-benih loba, maka Anda bisa menjadi cemas, tidak nyaman, dan sedih.

Ketika Anda menyetir mobil melewati kota, Anda juga mengonsumsi, terlepas dari Anda ingin atau tidak. Anda diserbu selama 24 jam sehari oleh kesan impresi papan reklame, radio, dan semua informasi dari lingkungan sekitar. Tanpa kewawasan, Anda menjadi rentan. Kekuatan kewawasan membuat Anda bisa lebih terjaga dalam melihat, mendengar, membau, dan menyentuh. Keterjagaan dengan kewawasan membantu Anda mengubah fokus dan atensi, sehingga mendapat nutrisi positif dari segala sesuatu dari lingkungan. Langit biru, nyanyian burung, dan kehadiran para sahabat, semua ini menyuburkan benih welas asih dan sukacita.

Nutrisi Ketiga: Niat

Nutrisi ketiga adalah niat, istilah lainnya adalah aspirasi dan dorongan keinginan. Setiap manusia memiliki keinginan terdalamnya, Anda bisa dinutrisi oleh keinginan itu. Tanpa keinginan, seseorang tidak memiliki energi untuk hidup. Keinginan terdalam bisa saja bajik atau non bajik. Ketika Siddharta meninggalkan istana untuk menekuni jalur spiritual, dia memiliki keinginan kuat untuk melatih dirinya untuk mencapai pencerahan demi membantu orang lain mengurangi penderitaanya. Itu merupakah keinginan bajik, karena keinginan itu memberikannya energi untuk berlatih, mengatasi kesulitan, dan berhasil. Ada juga keinginan untuk menghukum orang lain, meraih harta, atau sukses dengan cara mengorbankan orang lain, ini merupakan keinginan non bajik yang justru membawa penderitaan kepada orang lain.

Setiap orang bisa menatap mendalam untuk mengetahui keinginan hati terdalamnya masing-masing, melihat apakah keinginan itu bajik atau tidak. Keinginan untuk mengurangi polusi atau melestarikan planet ini merupakan sesuatu yang luar biasa. Namun, serakah harta, kekuasaan, seks, ketenaran, atau keinginan menghukum orang lain menuntun pada penderitaan. Keinginan seperti itu menyeret ke arah malapetaka. Jika Anda menemukan keinginan seperti itu muncul dalam dirimu, Anda perlu memberhentikannya dan menatap mendalam. Dorongan penyebab keinginan itu apa? Apakah ada perasaan sedih dan kesepian sehingga Anda mencoba untuk menutupinya?

Nutrisi keempat: Alam Penyadaran

Alam Penyadaran berarti penyadapan kolektif. Anda terkena dampak dari cara berpikir dan berpandang orang lain dalam banyak cara. Penyadaran individual terbentuk dari penyadaran kolektif, dan penyadaran kolektif terbentuk dari penyadaran individual.

Sesungguhnya, alam penyadaran kitalah yang membentuk cara hidup kita di dunia ini. Jika Anda kurang wawas dan hidup di lingkungan yang banyak orang murka, kasar, dan keji, maka lambat laun Anda juga bisa mengikuti sifat mereka. Walaupun Anda mencoba untuk membangkitkan welas asih dan kebaikan hati, itu terlalu sulit, Anda tetap terkena dampak penyadaran kolektif itu. Jika semua orang mengonsumsi hal serupa yaitu mendorong keserakahan, maka makin sulit mempertahankan kewawasan terjaga. Hal ini terjadi pada anak-anak. Ketika anak-anak berada di lingkungan tertentu maka dia akan terkena dampak dari lingkungan itu lewat pola asuh orang tuanya.

Rata-rata dari kita tidak tinggal di lingkungan yang dominan orang yang memiliki kedamaian, welas asih, dan terbuka. Namun, kita bisa membangkitkan kewawasan agar bisa menciptakan lingkungan baik. Walaupun hanya rumah kita atau beberapa blok dari rumah kita atau komunitas kecil, kita butuh dikelilingi oleh mereka yang penuh welas asih.

Buddha menyatakan, “Jika Anda tahu bagaimana menatap mendalam atas hakikat sang keserakahan dalam dirimu dan mengetahui sumber nutrisi yang menyuburkannya, Anda sudah memulai dalam proses transformasi dan penyembuhan”. Setiap jenis penderitaan selalu disebabkan oleh satu atau lebih jenis nutrisi. Menatap mendalam atas hakikat penderitaan dalam konteks empat nutrisi bisa menuntun kita menuju jalur mengonsumsi dengan penuh kewawasan, ujungnya menuju ke jalan kebahagiaan sejati.

Kewawasan dalam Mengonsumsi

Sejak lebih dari dua ribu tahun yang lalu, Buddha telah memberikan tuntunan yang disebut sebagai Lima Sila yang menakjubkan kepada para murid awamnya, Sila ini membantu mereka hidup damai, bajik, dan bahagia.

Saya telah menerjemahkan sila itu agar sesuai dengan zaman modern dengan sebutan Lima Latihan Kewawasan, karena kewawasan merupakan fondasi dari semua sila itu. Latihan kewawasan pertama fokus pada menghargai kehidupan; kedua yaitu kedermawanan dan penghidupan benar, ketiga yaitu cinta sejati dan tanggung jawab seksual, keempat yaitu mendengar secara mendalam dan ucapan jujur.

Latihan kewawasan kelima fokus pada kesehatan dan penyembuhan lewat kewawasan dalam mengonsumsi, “Menyadari bahwa kebahagiaan sejati berakar dalam kedamaian, soliditas, kebebasan, dan welas asih, dan bukan dalam kekayaan atau ketenaran, saya bertekad untuk tidak menjadikan ketenaran, profit, kekayaan, dan kenikmatan sensual sebagai tujuan hidup, saya juga tidak akan mengumpulkan kekayaan sementara jutaan orang sedang lapar dan sekarat. Saya berkomitmen untuk hidup sederhana dan berbagi waktu, energi, dan sumber materi kepada mereka yang membutuhkannya. Saya akan mempraktikkan berkewawasan dalam mengonsumsi, tidak meneguk alkohol, narkoba atau semua produk yang memasukkan toksin kepada penyadaran kolektif maupuan individual.”

Anda bisa memutuskan untuk mempraktikkan latihan kewawasan itu dan tidak mengonsumsi apa pun yang bisa membawa masuk toksin ke dalam badan dan batin. Berkewawasan dalam mengonsumsi merupakan solusi bagi mengurangi keserakahan, bukan hanya untuk diri sendiri juga untuk semua orang, juga dunia ini. Salah satu cara berkelanjutan bagi umat manusia agar bisa terus mengurangi bahan konsumsi dan memiliki sikap berkecukupan dan tidak memiliki banyak barang. Apabila Anda bisa hidup sederhana dan bahagia, Anda sedang berada dalam posisi baik untuk membantu orang lain. Anda punya waktu dan energi lebih untuk dibagikan kepada orang lain.

Berkewawasan dalam mengonsumsi berarti menatap mendalam atas keinginan untuk mengonsumsi ketika keinginan itu muncul, pertahankan kekuatan kewawasan atas keinginan itu sampai Anda menghasilkan wawasan mendalam atas sumber akar keinginan itu. Ketika Anda mempersepsikan sesuatu, atau apa pun itu, semua proses itu menciptakan label dalam batin. Sebuah label merupakan objek persepsi kita. Contoh, ketika Anda menatap seorang teman, Anda bisa melihat elemen-elemen dalam dirinya yang bukan dirinya. Anda bisa melihat udara, air, zat padat seperti tanah bahkan sinar matahari dalam dirinya. Anda juga bisa melihat ada elemen leluhurnya. Jadi, Anda tidak terjebak dalam hasil pemikiran atas bentuk luarnya, labelnya, semua itu sesungguhnya adalah dirinya juga.

Ketika ada label, tanda, atau tampak luar, maka di situ ada pengecohan. Label bisa menipu dan mengelabui. Namun, kita bisa menembus lapisan label, dan melihat sifat sejati dari segala sesuatu. Melihat hakikat realitas bukan melalui hasil meditasi dua puluh tahuh; namun itu hasil dari latihan sehari-hari. Anda bisa melakukannya di rumah, kantor, atau di mana pun Anda berada. Ketika Anda mentap mendalam, Anda bisa menemukan hakikat dari seorang manusia atau materi; Anda melihat karakteristik interdependensi dan interkoneksinya. Anda menyentuh realitas dari makanan yang sedang Anda santap, atau minuman yang sedang Anda teguk. Anda melihat sepotong roti sebagai realitas, Anda melihat kakak laki-laki dan perempuan, kekasih, anak, dan teman sejawat, melihat mereka sebagaimana adanya. Anda bisa menatap mendalam atas hakikat uang dan materi dan menyadari bahwa semua itu tidak akan membawakan makin banyak kebahagiaan sebagaimana yang sudah ada saat ini. Makin seseorang menatap mendalam, dia akan bisa melihat dengan jernih, dan realitas akan menyingkapkan dirinya di hadapan mata secara perlahan-lahan. Ketika Anda melihat realitas sebagaimana adanya, tiada keserakahan, tiada kemarahan, dan tiada ketakutan.

Mengejar keserakahan telah membawa banyak penderitaan dan keputusasaan. Apabila Anda berkomitmen untuk mempraktikkan berkewawasan dalam mengonsumsi maka itu adalah komitmen untuk kebahagiaan. Itu merupakan keputusan penuh kesadaran agar membuat hati lebih lapang untuk menerima kebahagiaan yang sudah tersedia dalam setiap langkah dan setiap napas. Setiap napas dan langkah bisa memperkuat dan menyembuhkan. Sebagaimana Anda bernapas masuk dan keluar, atau ketika Anda melangkah dengan kewawasan, melantunkan mantra: “Inilah momen bahagia”. Anda tidak perlu membayar apa pun. Itulah sebabnya saya bilang bahwa berkewawasan dalam mengonsumsi merupakan jalan keluar dari penderitaan. Ajaran ini sederhana, dan juga tidak sulit untuk dipraktikkan.

Alih bahasa: Nyanabhadra Chân Pháp Tử

Asap, Awan, dan Angin

Asap, Awan, dan Angin
Jembatan Gentala Arasy, Jambi

Betapa udara bersih sangat berharga, ini baru saya sadari ketika udara di sekitar bikin sesak napas. Tak hanya itu, bahkan rumah pun penuh asap, bernapas serasa begitu memberatkan, dada terasa sakit, dan penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) melanda.

Di tengah-tengah musibah asap, saat saya berkesempatan keluar dari kota yang berasap ini. Saya pun bisa menghirup udara Jakarta sangat saya syukuri, padahal udara Jakarta sebenarnya juga sudah cukup terpolusi, tapi jauh lebih baik dibandingkan dengan udara di Jambi, pada saat ini.

Lupa Bersyukur

Hal ini menyadarkan saya bahwa saya sering lupa bersyukur dengan sesuatu yang biasa berada sangat dekat, memberiku hidup yang baik, semua itu adalah udara yang bersih, hujan, air bersih, sinar matahari dan masih banyak lagi.

Saat udara bersih (biasa) kita lupa mensyukuri untuk udara bersih yang kita hirup dengan bebas setiap saat. Saat hujan terlalu sering, kita mengeluh karena kehujanan, banjir. Memboroskan air bersih yang tinggal mengalir saat keran dibuka. Sinar matahari yang terik, menjadi keluhan. Padahal tanaman, sayur yang kita makan, bila tanpa sinar matahari tidak akan bisa berfotosintesis, tidak bisa tumbuh besar.

Saat bencana kebakaran hutan dan lahan melanda, bahkan untuk bernapas saja susah, bau asap yang menusuk hidung, menyesakkan paru-paru, membuat kerongkongan menjadi kering, mata perih, seperti ikan yang diangkat keluar dari air, megap-megap. Betapa udara bersih sangat berharga.

Berharap Awan dan Angin

Ketika berharap turun hujan, mengapa tidak ada yang mengusahakan hujan buatan? Untuk membuat hujan buatan juga tidak hanya serta merta cukup dengan menggunakan bahan-bahan kimia, tapi juga dibutuhkan faktor alam yang mendukung, yaitu adanya kumpulan awan yang cukup.

Ya awan, awan sangat dibutuhkan kala “musim” asap begini. Walau awan bisa datang dan pergi sesuka-sukanya, tapi di saat begini, semua orang berharap awan bisa berkumpul di tempat di mana sumber kebakaran terjadi, sehingga hujan buatan bisa diwujudkan. Syukur-syukur bisa hujan secara alami.

Kemana perginya air? Mengapa awan tidak terkumpul? Kumpulan titik-titik air ini yang terbentuk menjadi awan, sangat dinanti-nantikan kehadirannya. Kadang kala, angin meniupnya menjadi tersebar kemana-mana, usaha mewujudkan hujan buatan pun gagal.

Ya angin, udara, awan, sinar matahari, semua itu dibutuhkan pada saat yang tepat, untuk berdaya guna bagi kehidupan kita. Karena ketidakpedulian, Kita merusaknya, atau tidak peduli mau tercemar atau tidak, membakar lahan berimbas kebakaran hutan, buang sampah sembarangan menyebabkan selokan tersumbat dan banjir, dan lain sebagainya tindakan-tindakan yang dapat merusak alam.

Tapi setelah menghadapi udara yang berasap, sesak napas, sudahkah disadari bahwa masa depan yang akan datang, lingkungan tempat kita tinggal ini, akan menjadi seperti apa, bila kita tidak peduli, tidak menjaganya mulai dari sekarang.

Manusia Awan

Manusia juga ada yang seperti awan dan angin. Awan datang dan pergi, saatnya datang maka berkumpulah seperti layaknya orang yang telah berjanji, kumpul bersama lalu munculah ide dan kegiatan. Bagaimana dengan angin? Angin dibutuhkan untuk membawa awan berkumpul juga membawa awan menjadi buyar.

Sifat angin memang susah ditebak, kita tidak bisa memerintah angin untuk tidak datang dalam bentuk badai atau angin kencang yang bisa memporak-porandakan segala sesuatu. Kita hanya bisa mempersiapkan diri kita untuk menghadapi angin kencang dengan berlindung dalam bangunan yang kokoh atau menghindarinya.

Dengan belajar mindfulness saya jadi mengerti dan mensyukuri ada udara bersih yang saya hirup setiap saat. Ada awan yang bisa menurunkan hujan kala asap begitu pekat hingga menyesakkan dada, ada angin yang walau tak tentu arah, tapi berkat angin, awan bisa berkumpul.

Ada orang yang kita harapkan kehadirannya, namun orang tersebut masih seperti awan, terlalu sulit ditebak kehadirannya. Berharap ada orang yang seperti angin yang meniupkannya untuk hadir pada saat yang tepat. Namun angin (orang itu) juga sulit ditebak akan bertiup ke arah sini atau sana, atau malah menjauh.

Hanya perlu memahami, lalu ya sudah, demikianlah adanya. jengkel, gondok, atau marah mungkin di awal-awal ada, tapi berfokus pada tujuan sambil napas masuk napas keluar, akan mentranformasikan perasaan negatif tersebut menjadi bunga sukacita setelah semua kesulitan bisa dilalui.

ELYSANTY (True Peaceful Sound), anggota Ordo Interbeing dan sukarelawan praktik mindfulness dari Jambi

Menumbuhkan Semangat Baru

Menumbuhkan Semangat Baru

Saya ingin mengisahkan beberapa pengalaman dan kesan-kesan dari program kewawasan (mindfulness). Saya ingat waktu pertama kali mengikuti program kewawasan, saya menemukan banyak hal baru. Aktivitasnya memang berkenaan dengan sehari-hari, berjalan, menyantap makanan, dan istirahat (relaksasi total), namun semua itu dilakukan dengan berkewawasan, penuh perhatian kesadaran.

Waktu saya mencoba menyantap makanan dengan cara berkewawasan, dalam hati saya membatin, “Baru kali ini saya makan selambat ini, rasanya agak gak sabar”, walaupun demikian saya tetap mengikuti instruksi agar makan pelan-pelan saja. Teknik berjalan dengan pelan juga demikian, rasanya tidak sabar kalau diminta jalan pelan-pelan.

Setelah pulang ke rumah saya merenungkan kembali apa yang telah saya alami, “Kenapa yang saya dapatkan hari ini berbanding terbalik dengan keseharian saya, yang biasanya saya makan cepat-cepat yang beberapa kali ngunyah langsung menelan makanan tanpa berpikir bagaimana usus mengolahnya?  Jalan yang selalu seperti terburu-buru”.

Kegiatan kewawasan itu membuat saya sadar bahwa ketika makan sudah selayaknya sadar kalau sedang makan, dan kalau saya berjalan ya benar-benar sadar kalau saya sedang berjalan, sejak itu juga saya makin tertarik dan lebih ingin mengetahui lebih banyak lagi.

Sudah pergi

Pada pertengahan Juli 2019, Yayasan Ananda mengadakan Retret. Retret untuk kali ini di pandu langsung oleh Bante Nyanabhadra dan di bantu oleh Ibu Sri. Saya sangat terinspirasi, bagi saya saat mengikuti retret ini ketika melihat salah satu kutipan yang di tampilkan di slide yang berisi “masa lalu telah pergi, masa depan belum juga tiba, hanya ada satu masa untuk hidup yaitu masa sekarang” by : Buddha Gotama.

Ketika saya membaca kutipan itu saya langsung tersadarkan bahwa saya salah satu dari orang yang sering memikirkan dan mengingat masa lalu, dan sangat khawatir dan mencemaskan masa depan, tanpa saya sadar dengan hidup saya saat ini. Selain penjelasan tentang masa lalu dan masa depan saya juga tertarik dengan penjelasan tentang panca indra.

Ketika kita melakukan dan menjalani aktivitas, kita tidak sadar bahwa panca indra sangat berperan penting terhadap pikiran. kita tidak pernah menyadari bahwa panca indra tersebut saling mempengaruhi pikiran, baik pada saat kita mengalami kegagalan, kemarahan, kejujuran, kesetiaan, keangkuhan, dan sebagainya. Setelah itu, kita bisa mengambil sikap tetap tenang dan kembali ke napas masuk dan napas keluar maka kita akan merasakan ketenangan.

Berkesan

Selain itu saya juga senang sekali dengan pelajaran yang diberikan Bhante, Bhante berkata jika kita sedang emosi jangan lupa BIBO “kembali ke napas masuk dan napas keluar“, tidak tahu kenapa saya tertarik sekali dengan itu sangat sederhana kata-kata nya tapi mampu meredakan emosi, karena sampai saat ini kalau saya terbawa emosi atau dalam keadaan hati yang kacau saya melakukan BIBO tersebut dan Puji Tuhan itu benar-benar membuat saya tenang.

Dalam kegiatan retret ini juga saya suka dengan “Noble Silent” tidak berbicara dengan teman sekamar pada saat ingin tidur, itu juga pengalaman yang gak bisa dilupakan sekaligus hal yang lucu karena pada saat hari pertama kami masuk ke kamar mau tidur kami benar-benar gak ada berbicara padahal mata saling berpandangan, ternyata dengan begitu saya bisa merasakan ketenangan dan tidak mengganggu satu sama lain.

Ada hal yang saya kesalkan pada saat makan pagi. Makanan pagi kami saat itu bihun goreng, itu pertama sekali saya memakannya, karena saya benar-benar tidak suka bihun, tapi karena keadaan saya saat itu memang benar-benar lapar, sebelum makan saya kembali ke napas masuk dan napas keluar baru memasukkan bihun goreng itu ke mulut. Setiap suapan saya telan dan langsung minum dan begitu sampai habis, dan akhirnya saya mampu memakannya tanpa tersisa sedikitpun.

Suara gitar

Tapi ada satu hal yang paling berkesan bagi saya, itu pada saat bernyanyi bersama, ketika saya melihat Bhante memainkan gitar saya sempat berkata dalam hati “ya ampun ternyata Bhante bisa bermain gitar perfectnya”, selain mampu menjadi inspirasi bagi semua pendengarnya saat mendengarkan dia memaparkan semua materi atau pembahasan dia juga mampu memainkan gitar yang seketika orang terkesima saat mendengarkan suara gitar itu.

Saya memang salah satu orang yang kagum melihat orang yang bisa bermain gitar, lagu demi lagu kami nyanyikan seolah tak mau berhenti, bernyanyi salah satu hal yang membuat saya bahagia dan memang benar dengan bernyanyi bisa menumbuhkan semangat baru. 

Terimakasih Ibu Rumini yang telah mengenalkan latihan ini kepada saya, terimakasih juga kepada Bhante Nyanabhadra yang telah banyak memberikan pelajaran begitu juga dengan ibu Sri yang sudah banyak membantu, dan saya mengucapkan terimakasih kepada Yayasan Ananda yang sudah bersedia memberikan kesempatan yang indah untuk mengikuti tetret, dan terima kasih buat semua orang-orang yang terlibat dalam acara ini. Semoga semua makhluk berbahagia.

VIOLA, guru sekolah Ananda, Bagan Batu.

Menghargai Semua Hal-hal Kecil

Menghargai Semua Hal-hal Kecil
Nomor dua dari kiri: Rohliyanah Saragih

Saya seorang muslimah. Per Juli 2019, saya sudah mengajar selama dua tahun di Sekolah Ananda. Di sekolah tersebut ada program pelatihan khusus DOM (Day of Mindfulness). Pelatihan itu adalah praktik hidup berkewawasan. Entah bagaimana, kok praktik hidup berkewawasan seperti ini malah membuat saya lebih dekat dengan Tuhan.

Saya merasa bersyukur dan sadar bahwa Tuhan selalu memberikan saya napas, itulah yang saya butuhkan untuk hidup. Tanpa makanan dalam sehari saya masih bisa hidup, namun saya tidak akan bisa hidup jika tidak bernapas walau hanya 15 menit saja.

Kesadaran sepenuhnya

Mindfulness adalah momen kewawasan (kesadaran sepenuhnya) di sini dan saat ini. Latihan yang membawa atensi sepenuhnya terhadap apa pun yang sedang kita lakukan. Pertama-tama saya merasa nyaman mempraktikkan cara teknik demikian. Saya juga merasa ada energi kesabaran ketika di sekolah. Ada kekuatan kesabaran yang saya rasakan ketika harus menghadapi orang tua yang terkadang tidak puas dengan sekolah, terkadang saya pun ikut kena marah.

Ketika saya ingat mindfulness, saya jadi ingat bernapas masuk dan bernapas keluar. Saya menjadi sadar untuk tetap sabar, ketika saya membalas kemarahan dengan senyum kecil tulus di bibir, kemarahan mereka juga mulai berkurang sedikit. Selain menenangkan diri, ternyata saya menyadari lagi bahwa saya sering tidak sadar (terburu-buru) ketika mengerjakan pekerjaan rumah. Sekarang saya bisa lebih santai, lebih sadar, dan bersyukur dalam mengerjakan pekerjaan rumah.

Praktik mindfulness di sekolah hanya diadakan sebulan sekali, walaupun demikian saya merasa memberikan pengaruh kepada kehidupan saya. Mindfulness mengajari saya berbahagia sendiri terlebih dahulu untuk bisa ikut membahagiakan orang di sekitar. Saya diajarkan untuk menyayangi tubuh sendiri, menjaga asupan-asupan makanan yang saya santap.

Salah satu praktik mindfulness adalah makan dengan hening. Saya menjadi sadar bahwa saya sering jahat dengan lambung saya, makan terburu-buru, padahal dalam Islam diajarkan untuk makan dengan perlahan, namun saya sering alpa. Saya menjadi sadar kembali bahwa perlu makan dengan sadar dan mengunyah lebih banyak lagi agar lambung tidak bekerja keras, sekaligus membantu saya memilah asupan apa saja yang pantas masuk ke dalam tubuh saya.

Saya belajar menyayangi bumi, melakukan hal-hal kecil seperti buang sampah pada tempatnya, menghemat air. Saya sering kurang sadar, makanya sering memboroskan air, saya membiarkan air keran terus mengalir. Saya ingin menjaga bumi, jika saya memboroskan air terus maka saya salah satu orang yang bersalah terhadap anak saya sendiri, mungkin nanti generasi akan datang akan kekurangan air.

Plum Village Thailand

Bersabar berbaur

Saya mengikut retret mindfulness pada bulan Juli 2019. Saya berterima kasih kepada Ibu Ani telah menggabungkan saya dengan teman-teman yang berbeda karakter. Saya menjadi tahu bagaimana kasih seorang ibu kepada anaknya. Ada satu pengalaman waktu saya shalat, ada yang mengedor-gedor pintu yang saya harus menggunakan teknik napas masuk napas keluar untuk mengatasinya. Akhirnya saya memilih untuk membatalkan shalat saya agar orang lain tidak terganggu.

Berlatih dengan Bhante Nyanabhadra selama tiga hari membuat saya sadar untuk menikmati hari ini jangan memikirkan masa lalu atau masa depan , “Mindfulness is the energy of be being aware and awake to the present moment”. Saya baru pertama kali bertatapan langsung dengan seorang bhante. Retret ini saja jadi tahu bagaimana seorang bhante yang berbaur dengan orang-orang di sekitarnya. Tidak ada jarak di antara kami. Kami makan bersama, bahkan waktu sarapan saya melihat dengan jelas bhante mau memindahkan piring sendiri ke sebelah untuk kami. Belum lagi saya benar-benar terheran saat melihat duduk bhante yang bersila sampai berjam-jam tanpa gelisah.

Semua pelajaran yang diberikan Bhante sangat berguna. Salah satu perkataan bhante adalah “jangan membungkus seseorang“, maksudnya tidak selamanya seseorang itu salah, bisa saja saat itu orang itu memang salah, tetapi kita tidak tahu besok seseorang itu bisa berubah dan belajar dari kesalahannya.

Perkataan lain dari bhante adalah “jangan menilai seseorang dari luar“, saya pun jadi memahami bahwa selama ini saya hanya menilai dari luar tidak dari dalam. Saya juga sangat suka saat bhante membunyikan lonceng dengan kata satukan pikiran, jadi jika tadinya pemikiran sudah bercabang-cabang, saat mendengar lonceng maka saya kembali lagi hadir seutuhnya.

Menikmati kehidupan

Dengan retret ini saya akan lebih kuat lagi menghadapi orang tua murid yang marah-marah karena bhante sudah memberi metodenya dengan bibo (breathing in breathing out) dan membersihkan ruang tamu hati agar negativitas dari gudang kesadaran bisa segera tenang, dan jarang masuk ke ruang tamu pikiran.

Terima kasih Bhante telah banyak memberi ilmu dan metode untuk kehidupan ini. Terima kasih Ibu Ani, saya bisa bertemu bhante, saya menjadi lebih bersyukur dan menikmati kehidupan saya.

Ada satu lagi yang terlewat saya ceritakan, yaitu ketika sesi siram bunga, hampir rata-rata memuji saya tidak pernah marah dan selalu senyum mulai dari pagi sampai sore hehehe. Sekali lagi terima kasih untuk retret ini mudah-mudahan tahun depan bisa ada retret lagi.

ROHLIYANA SARAGIH, guru sekolah Ananda, Bagan Batu.

Kebahagiaan Masa Kini

Kebahagiaan Masa Kini

Buddha bersabda:
Masa lalu telah pergi,
masa depan belum juga tiba,
jangan biarkan hatimu tenggelam
dalam penyesalan akan masa lalu
atau khawatir akan masa depan.
Anda bisa hidup damai, bahagia, dan bebas
dalam setiap momen kekinian
”. (Genta)

Hari ini, dengarkanlah nasihat Buddha
uraikanlah ikatan kesedihan dan kecemasan
kembalilah ke hati masing-masing
hadir seutuhnya untuk menyambut apa pun
yang ada di depan mata saat ini
kenalilah semua kondisi kebahagiaan
semuanya sudah lengkap dalam diriku
juga di sekitarku.
Aku bisa mendengarkan kicauan burung
desiran angin menerpa pohon pinus,
aku menatap pegunungan hijau,
mega putih suci, candra keemasan
Tanah Suci sudah mewujud,
hadir dalam setiap detik kehidupan,
setiap hari aku bisa merasakan
kehadiran Tanah Suci Buddha.
Setiap napas dan langkah berkesadaran,
Membawaku kembali ke Tanah Suci,
Menyingkap keajaiban Dharmakaya. (Genta)


Aku bertekad meletakkan semua
ketergesa-gesa, keserakahan,
kesibukan, dan sifat kompetisi,
aku bertekad tidak mengejar
ketenaran, kekuasaan,
kekayaan, dan kenikmatan sensual
karena aku sudah tahu
semua itu tidak mengantarkanku
ke pintu kebahagiaan sejati,
justru membuatku makin
mendera duka nestapa. (Genta)


Aku ingin hidup sederhana,
aku ingin hidup bersahaja
aku bertekad melakoni hidup
dengan sepenuh hati
agar aku punya waktu untuk
menyelami setiap momen,
agar badan dan batin
bisa sembuh kembali
agar aku punya waktu untuk
mencurahkan perhatian kepada
mereka yang kucintai. (Genta)


Aku bertekad menumbuhkan
pengertian (Prajñā) dan welas asih (Karuṇā)
agar aku mampu menolong
semua makhluk di sepuluh-penjuru
mereka yang sedang tenggelam
dalam lautan keserakahan. (Genta)


Aku memohon kepada Buddha
di sepuluh-penjuru
lindungi dan tuntunlah aku,
dukunglah aku di sepanjang jalan ini,
agar setiap hari aku bisa hidup dengan
damai, sukacita, dan bebas
menunaikan aspirasiku yang terdalam
sebagai muridmu,
murid yang engkau percayai dan cintai. (Genta 2x)

–Thich Nhat Hanh, hiện pháp lạc trú , nhật tụng thiền môn; hal. 177-179

Be Still And Heal – Mindful Music

Be Still And Heal – Mindful Music

I (Yên) own nothing but the editing. All credit goes to their rightful owners.

1. I am home (ft. Sisters and Layfriends of Clarity Hamlet)
2. Be an island (A Jam session with Deer Park monastics and lay people right before the Family Retreat. Jun 2011)
3. Alone Again (Brother Pháp Khôi)
4. Walking meditation (Bodhicitta Production)
5. And when I rise (Wiches Brew)
6. Cloud and the tea (Ellen from joe in Plum Village project)
7. Peace
8. Inter-being (Bodhicitta Production)
9. The seed of corn (Ellen from joe in Plum Village project)
10. Be thankful for all these blessing (Sister Hải Ấn- Ocean)

Help us caption & translate this video! https://amara.org/v/h9MG/

Mengenali Perasaan dan Emosi

Mengenali Perasaan dan Emosi

Begawan Buddha, berkat latihan kesadaran sepenuhnya dalam bernapas dan berjalan, aku sadar dengan apa yang sedang terjadi di sekelilingku. Aku dapat mengenali berbagai formasi mental pada saat formasi itu muncul. Aku tahu bahwa, luka yang ada dalam leluhur dan orang tuaku, juga merupakan luka aku sejak kecil hingga saat ini, masih berada di dalam kesadaranku. Kadangkala rasa sakit bercampur dengan kesedihan muncul dalam hatiku, dan jika aku tidak tahu bagaimana mengenali, merangkul dan membantunya menjadi tenang, aku bisa saja mengatakan dan melakukan sesuatu yang menyebabkan perpecahan dalam keluarga atau komunitasku. Ketika aku menyebabkan perpecahan di sekitar, aku juga merasa terpisah dari yang lain. Begawan Buddha, aku tekun mengingat ajaranmu, untuk berlatih kesadaran sepenuhnya dalam bernapas dan berjalan, dan menghasilkan lebih banyak energi positif dalam kehidupan sehari-hari. Aku dapat menggunakan energi ini untuk mengenali rasa sakit dalam diriku dan membantunya menjadi tenang. Aku mengetahui bahwa membekap berbagai perasaan dan emosi ketika mereka muncul hanya akan membuat situasi menjadi makin sulit.

Begawan Buddha, berkat ajaranMu, aku tahu perasaan dan emosi ini sebagian besar berasal dari pandangan sempit dan pengertian tidak utuh. Aku mempunyai gagasan keliru mengenai diriku dan orang lain. Aku mempunyai gagasan tentang kebahagiaan dan penderitaan yang tidak dapat aku lepaskan. Aku telah membuat diriku menderita karena gagasan-gagasan tersebut. Sebagai contoh, aku mempunyai gagasan bahwa kebahagiaan dan penderitaan berasal dari luar diriku dan bukan karena pikiranku sendiri. Caraku melihat, mendengar, mengerti dan menilai telah membuatku menderita dan membuat orang yang aku cintai menderita juga. Aku tahu bahwa dengan melepaskan gagasan ini, aku akan lebih bahagia dan lebih damai dalam tubuh dan batin. Dengan melepaskan gagasan sempit dan persepsi keliru, perasaan menderita dan emosiku tidak mempunyai landasan lagi untuk muncul.

Begawan Buddha, aku tahu bahwa aku masih mempunyai banyak persepsi keliru yang mencegahku melihat segala sesuatu apa adanya. Aku berjanji mulai momen ini aku akan berlatih menatap secara mendalam bahwa kebanyakan penderitaanku muncul dari persepsi dan gagasanku. Aku mestinya tidak menyalahkan orang lain ketika aku menderita, tetapi mesti kembali kepada diriku dan mengenali akar dari penderitaan yang sesungguhnya adalah persepsiku yang keliru dan kekuranganku dalam pengertian yang mendalam. Aku mesti berlatih menatap secara mendalam, melepaskan persepsi keliru, dan membantu orang lain melepaskan persepsi kelirunya sehingga mereka juga dapat mengatasi penderitaan.

Menyentuh bumi

Bersujud kepada Bodhisattwa Pengertian Agung, Manjushri (Genta).
Bersujud kepada sesepuh Pengertian Agung, Shariputra (Genta).
Bersujud kepada sesepuh yang mencatat semua ajaran, Ananda (Genta)

Hidup Pada Saat Ini

Hidup Pada Saat Ini

Begawan Buddha, aku menyadari energi kebiasaan paling dominan dalam diriku adalah pelupa. Aku sering membiarkan batinku memikirkan masa lampau, sehingga aku terbawa ke dalam kesedihan dan penyesalan. Hal demikian menjadi penyebab aku kehilangan banyak kesempatan untuk bersentuhan dengan hal-hal yang menakjubkan dari hidup di masa sekarang, pada saat ini. Aku tahu banyak di antara kita yang terperangkap oleh masa lalu. Kita menghabiskan waktu untuk mengeluh dan menyesali sesuatu yang telah hilang. Ini merampas kesempatan kita untuk merasakan dengan kesegaran, keindahan dan hal-hal menakjubkan yang dapat memperkuat dan mentransformasikan kita pada saat ini. Kita tidak bisa merasakan langit biru, awan putih, pohon hijau, bunga kuning, suara angin pada pohon cemara, suara aliran sungai, suara burung bernyanyi, dan suara anak-anak tertawa di bawah sinar mentari pagi. Kita juga tidak dapat merasakan hal-hal menakjubkan yang ada dalam diri kita.

Kita tidak dapat melihat bahwa kedua mata merupakan dua permata yang menakjubkan. Ketika membuka mata, kita dapat bersentuhan dengan dunia yang terdiri dari aneka warna dan bentuk yang berbeda. Kita tidak mengenali bahwa kedua telinga kita merupakan organ yang menakjubkan. Jika kita mendengar dengan sadar penuh melalui kedua telinga, kita dapat mendengar suara angin semilir pada dahan pohon, kicauan burung, atau suara ombak yang merdu di pagi hari. Jantung, paru-paru, dan otak kita, beserta kapasitas kita untuk merasakan, berpikir dan mengamati juga merupakan keajaiban hidup. Gelas yang berisi air segar atau jus jeruk di tangan juga merupakan keajaiban hidup. Kendati aku sering tidak dapat bersentuhan dengan cara hidup sadar penuh pada saat ini, karena aku tidak latihan bernapas dan berjalan dengan sadar sepenuhnya untuk kembali pada saat ini.

Begawan Buddha, mohon Engkau menjadi saksiku. Aku berjanji untuk berlatih merealisasikan ajaran yang telah Engkau babarkan. Aku tahu bahwa tanah suci bukanlah sebuah janji ilusi di masa depan. Tanah suci yang menakjubkan dalam semua aspek tersedia untukku saat ini juga. Jalan pada tanah merah dengan batasan rumput hijau merupakan tanah suci. Bunga violet juga merupakan tanah suci.  Suara aliran sungai yang kecil, batu karang yang bercahaya pada tempatnya juga merupakan tanah suci.  Tanah suci kita bukan hanya harum aroma bunga teratai dan kumpulan bunga krisan saja, melainkan juga lumpur yang menumbuhkan akar teratai dan juga pupuk kompos yang menjadi asupan bagi bunga krisan.

Tanah suci memiliki wujud luar yang mencerminkan kehidupan dan kematian, tetapi ketika melihat secara mendalam aku melihat kehidupan dan kematian keduanya saling terkait. Yang satu tidak mungkin ada tanpa yang lainnya. Jika kulihat lebih dalam lagi, aku melihat tidak ada kehidupan dan kematian; hanya ada manisfestasi. Aku tidak perlu menunggu sampai tubuh ini hancur untuk masuk ke tanah suci Buddha. Melalui cara aku melihat, berjalan, dan bernapas, aku dapat menghasilkan energi kesadaran penuh dan konsentrasi, mengizinkan aku untuk hadir di tanah suci dan merasakan langsung berbagai keajaiban hidup yang ditemukan di sini dan saat ini.

Menyentuh Bumi

Begawan Buddha, aku menyentuh bumi secara mendalam agar bersentuhan denganmu dan tanah suci pada saat ini.

Bersatu dengan Alam

Bersatu dengan Alam

Oh Begawan Buddha, melihat lebih dalam pada alam ini, aku melihat ada cahaya, kehangatan dari sinar matahari yang memungkinkan segala sesuatu di bumi ini bisa tumbuh dan berkembang. Aku juga melihat bahwa sungai jernih yang mengalir di planet ini menjadi urat nadi kehidupan. Aku juga merasakan kehadiran atmosfer dan semua elemen di angkasa seperti oksigen, karbon dioksida, hidrogen, dan nitrogen. Tanpa atmosfer maka air, dedaunan hijau, bambu, bunga kuning, semua ini tidak mungkin ada untuk menghiasi alam yang indah ini.

Di setiap sudut alam ini aku melihat empat elemen, yaitu: tanah, air, api, dan udara. Aku sadar sepenuhnya bahwa elemen-elemen tersebut sangat erat kaitannya dengan diriku. Aku hendaknya menyentuh bumi agar bisa tetap memiliki hubungan dekat dengan bumi yang sering dianggap sebagai ibunda bumi, ibu pertiwi. Sesungguhnya aku dan ibunda bumi merupakan satu kesatuan. Aku adalah cahaya matahari, aku adalah sungai, aku adalah danau, aku adalah samudra, aku adalah awan di langit.

Empat elemen terkandung dalam badan jasmaniku dan elemen-elemen itu juga terkandung di seluruh alam semesta.

Aku bertekad untuk kembali lagi ke bumi ini, kembali ke Ibunda bumi, serta  menjadikan bumi ini tempat berlindung. Aku merasakan bumi yang kokoh dan tegar ini dan juga kekokohan dan ketegaran yang ada dalam diriku.

Menyentuh Bumi

Aku menyentuh bumi dihadapan Bodhisattwa Dharanimdhara, Bodhisattwa alam semesta. Aku menyentuh bumi di hadapan Bodhisattwa Ksitigarbha, bodhisatwa harta karun bumi.

Melindungi Bumi

Melindungi Bumi

Oh Begawan Buddha, Engkau adalah anak dari bumi ini dan Engkau memilih terlahir di bumi ini sebagai tempat untuk mengajarkan Dharma. Begawan Buddha yang mulia, melalui semua proses berlatih dan mengajar, Engkau telah memberi semangat kepada para bodhisattwa untuk melindungi bumi ini, bumi yang indah ini. Aku ingat dalam Sutra Sadharmapundarika, Engkau mengundang semua bodhisattwa, ribuan bahkan jutaan bodhisattwa bermunculan dari bumi. Para bodhisattwa bertekad untuk tetap tinggal di bumi ini untuk melindungi dan sekaligus menjadi pelindung Dharma agar cinta kasih dan pengertian bisa terus disebarkan.

Oh Begawan Buddha, aku juga merupakan anak dari bumi ini, aku juga ingin melindungi bumi yang indah menawan ini. Aku juga ingin mengikuti jejak para bodhisattwa untuk melindungi bumi. Aku bertekad untuk tetap belajar dan berlatih bersama-sama dengan para sahabat Dharma demi membantu membebaskan semua makhluk dari penderitaanya.

Saat ini, aku memohon gunung dan sungai menjadi saksiku. Aku membungkukkan badan dan kepala memohon Begawan Buddha untuk menerima serta mendukung tekadku ini. Aku lahir di bumi ini dan nanti akan kembali lagi ke bumi ini. Aku akan terlahir kembali berulang kali di bumi ini, bahkan berjuta-juta kali tak terhitung sebagai bagian dari komunitas berlatih bersama para sahabat Dharma, terus-menerus melanjutkan tugas mulia dalam mengubah sampah kompos menjadi pupuk untuk bunga, melindungi kehidupan, membangun tanah suci di bumi ini. Aku tahu persis bahwa pengertian dan cinta kasih merupakan kondisi dasar untuk membangun tanah suci, oleh karena itu dari detik ini aku bertekad untuk membangkitkan energi kesadaran penuh, cinta kasih, dan pengertian dalam kehidupan sehari-hari.

Menyentuh Bumi

Buddha yang mulia, aku menyentuh bumi tiga kali demi mengukuhkan tekadku untuk melindungi bumi. (Genta)

Sutra tentang Delapan Realisasi Para Makhluk Agung

Sutra tentang Delapan Realisasi Para Makhluk Agung

Dengan sepenuh hati, siang dan malam, para siswa-siswi Buddha seharusnya melafalkan dan memeditasikan delapan realisasi yang telah ditemukan oleh para makhluk agung.

Realisasi pertama adalah menyadari sepenuhnya bahwa dunia itu tidak kekal. Semua rezim politik suatu hari nanti akan jatuh jua; segala sesuatu yang terbentuk dari empat elemen (padat, cair, gas, dan panas) adalah ‘kosong’ dan mengandung benih-benih penderitaan.  Manusia terbentuk dari lima agregat (skandha) dan tanpa diri tunggal yang terpisah.  Semua itu selalu dalam proses berubah—secara terus menerus lahir dan mati. Semua itu kosong akan diri tunggal sejati, tidak bisa eksis secara mandiri. Batin adalah sumber dari semua kebingungan, dan badan jasmani merupakan hutan belantara dari semua tindakan tidak murni. Apabila kita memeditasikan fakta-fakta ini, kita bisa secara pelan-pelan terlepas dari samsara, lingkaran kelahiran dan kematian.

Realisasi kedua adalah menyadari sepenuhnya bahwa makin banyak nafsu keinginan mendatangkan makin banyak penderitaan. Semua kesukaran di dalam kehidupan sehari-hari muncul dari keserakahan dan nafsu keinginan. Mereka yang memiliki sedikit keinginan dan sedikit ambisi bisa relaks, badan jasmani dan batin mereka terbebas dari jebakan duniawi.

Realisasi ketiga adalah menyadari sepenuhnya bahwa batin manusia selalu mencari sesuatu untuk dimiliki dan tidak pernah merasa puas. Ini menyebabkan makin banyak tindakan-tindakan tidak murni. Akan tetapi, para bodhisatwa selalu mengingat akan prinsip memiliki sedikit keinginan . Mereka melakoni kehidupan sederhana dengan damai untuk berlatih dalam sang Jalan, dan menjadikan realisasi atas pemahaman sempurna sebagai satu-satunya karir mereka.

Realisasi keempat adalah menyadari sepenuhnya akan dampak kemalasan yang bisa menjadi rintangan latihan (kenikmatan sensual, kemelekatan, kemalasan, kecemasan, dan keragu-raguan). Berdasarkan alasan inilah, kita harus berlatih dengan rajin untuk mengurangi faktor-faktor mental tidak sehat yang melilit kita, dan menaklukkan keempat jenis Mara, guna membebaskan diri kita dari penjara kelima agregat (skandha) dan ketiga alam .

Realisasi kelima adalah menyadari sepenuhnya bahwa ketidaktahuan adalah penyebab dari lingkaran kelahiran dan kematian yang tiada akhir. Oleh karena itu, para bodhisatwa selalu ingat untuk mendengar dan belajar guna mengembangkan pemahaman dan upaya mahir. Ini memungkinkan mereka untuk mendidik para makhluk hidup dan membawa mereka ke alam yang penuh sukacita.

Realisasi keenam adalah menyadari sepenuhnya bahwa kemiskinan menciptakan kebencian dan kemurkaan, menciptakan siklus keji atas pikiran dan aktivitas negatif. Ketika mempraktikkan kedermawanan, para bodhisatwa menganggap semua orang setara, apakah itu teman maupun musuh. Mereka tidak mengutuk kesalahan masa lalu siapapun, demikian juga tidak membenci mereka yang sekarang sedang melakukan kejahatan.

Realisasi ketujuh adalah menyadari sepenuhnya bahwa kelima jenis nafsu (harta kekayaan, kecantikan, ambisi, makanan enak, dan tidur) menjerumuskan kita ke dalam kesulitan. Walaupun kita hidup di dunia ini, kita mencoba untuk tidak terjebak dalam hal-hal keduniawian. Seorang biksu, contohnya, hanya memiliki tiga set jubah dan satu mangkuk. Dia hidup sederhana guna mempraktikkan sang Jalan. Sila membebaskan dia dari kemelekatan terhadap hal-hal duniawi, dan dia memperlakukan semua orang dengan welas asih dan tanpa diskriminasi.

Realisasi kedelapan adalah menyadari sepenuhnya bahwa api kelahiran dan kematian sedang membara, menyebabkan penderitaan tiada akhir di mana-mana. Hendaknya kita membangkitkan ikrar mulia untuk membantu semua makhluk, memikul beban mereka, dan membimbing semua makhluk merealisasi kebahagiaan tertinggi.

Kedelapan realisasi ini adalah penemuan para makhluk agung, para Buddha dan bodhisatwa, dengan semangat tiada Lelah mereka telah mempraktikkan jalan welas kasih dan pemahaman. Mereka telah mengarungi perahu Dharmakaya  ke pantai nirwana, namun demikian mereka kembali lagi ke dunia ini, setelah melepaskan kelima nafsu itu, dengan pikiran dan hati tertuju pada jalan agung, mendandalkan kedelapan realisasi ini untuk menolong semua makhluk mengenali penderitaan di dalam dunia  ini.

Apabila para siswa-siswi Buddha mendaraskan kedelapan realisasi ini dan memeditasikannya, mereka akan mengakhiri kesalahpahaman dan kesulitan-kesulitan yang tak terhitung dan merealisasi pencerahan, meninggalkan dunia kelahiran dan kematian, berdiam dalam kedamaian sejati.


Sumber: Taisho Revised Tripitaka, No. 779


Diterjemahkan oleh Thích Nhất Hạnh dari bahasa Mandarin ke bahasa Inggris, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Chân Pháp Tử.