Take Less Than Needed

Sarapan formal di Plum Village Thailand

Kehidupan sehari-hari sebagai seorang ibu yang bekerja penuh waktu sangat menguras waktu dan tenaga menjadi tantangan untuk berlatih dan membina batin. Kita perlu mencari cara agar bisa terus berlatih didalam setiap kegiatan kehidupan sehari hari.

Salah satu kegiatan yang pasti kita lakukan adalah makan. Sering kali kita makan begitu saja seakan akan hanya mencekoki mulut agar merasa kenyang ataupun kita makan untuk mengejar nikmat senikmatnya makanan itu. Jadi, makan bisa menjadi satu kesempatan latihan dalam membina, memantau, dan refleksi diri.

Latihan dalam proses makan dapat berbagai cara tergantung kondisi dan kebutuhan batin masing masing. Latihan makan yang saya lakukan berupa pola makan vegetarian, makan seperlunya hanya dua kali yaitu sarapan dan makan siang (makan malam hanya bila benar merasa lapar), tidak memilih makanan yang dihidangkan (hanya memakan apa yang disajikan tanpa memilih), tidak memakan camilan dan tentunya makan yang berkesadaran.

Praktik makan berkesadaran yang saya lakukan membawa manfaat dalam batin saya. Pola makan vegetarian memupuk benih metta dalam batin karena hanya makan makanan bukan dari hasil penderitaan mahluk lain yg dibunuh, dan tidak mengambil kebahagiaan mahluk lain untuk kebahagiaan kita.

Pola makan yang hanya dua kali berupa makan pagi dan siang, makan malam hanya bila badan benar merasa lapar, membantu latihan dalam meningkatkan kesadaran akan tanda-tanda kebutuhan. Apakah memang badan yang butuh atau pikiran yang merasa butuh.

Melatih untuk merasakan kecukupan sesuatu, apakah makan siang sudah cukup untuk hari menyediakan tenaga hingga malam hari. Proses makan saya juga berupa makan apa apa adanya sesuai yang dihidangkan, hal ini meningkatkan rasa penerimaan terhadap sesuatu apa adanya, meningkatkan rasa bersyukur karena ada makanan yang bisa mengenyangkan dan menutrisi diri.

Makan yang berkesadaran adalah proses makan tanpa distraksi. Saya merasa ini salah satu bentuk meditasi karena objeknya adalah makanan dan proses makannya. Pada proses makannya saya memantau gerak gerik pikiran saya ketika makan. Saya menyadari betapa pikiran akan selalu berusaha untuk melarikan diri dari objek makanan bila makanan rasanya terlalu kuat atau aneh atau teksturnya kurang disukai.

Ketika lapar, pikiran menjadi obsesif dengan makanannya dan bermanifestasi sebagai impuls untuk makan dengan lebih terburu-buru. Saya juga melihat perbedaan bila mengunyah dan memegang sendok bersamaan; dengan mengunyah tapi sendok diletak. Bila sendok dipegang, ada muncul impuls dan keterburu-buruan untuk mengambil makanan berikutnya dan juga bila tangan ada sendok makan fokus ke objek makanan di mulut menjadi melemah. Sebaliknya bila sendok diletakkan maka akan lebih mudah fokus dan juga terasa relaks.

Di saat makan, saya mengingatkan diri bahwa makan adalah untuk menutrisi diri dan melanjutkan kehidupan; makan bukan sebagai pemuasan kesenangan diri. Hal ini membantu diri untuk mengurangi rasa rakus akan makanan. Tentunya hal ini juga akan memberi bonus kepada berat badan yang terjaga.

Disaat saya berkesempatan mengikuti retret di Plum Village Thailand, ada yang saya pelajari dan pahami di saat mengantri mengambil makanan. Pada saat masuk ke ruang penyajian makanan, dan mengantri, saya belajar merasakan berapa banyak kebutuhan badan, sebanyak apa makanan yang saya perlukan untuk beberapa jam kedepan sebelum jam makan berikutnya.

Kemudian disaat mengambil makanan, saya mengingat bahwa ada banyak orang yang sama sama butuh makan, jadi sebaiknya mengambil lebih sedikit dari yang saya rasa saya butuh (take less than needed), agar makanan bisa cukup untuk semua. Sedikit lapar tidak apa apa. Hal ini bukan hanya melatih rasa sadar akan kebutuhan diri, namun juga melatih rasa empati kepada yang lain dan melatih kesabaran diri dan kerelaan sedikit menderita (bila lapar karena makan terlalu sedikit) demi bisa berbahagia bersama.

Saya harus mengakui bahwa perjalanan latihan tidak selalu mulus dan tidak mungkin sempurna. Saya kadang-kadang mendapati diri kalah dengan impuls pikiran. Bagaimana membedakan suatu impuls benar dari badan atau dari pikiran adalah tidak mudah. Apalagi impuls demikian sudah sangat lama kita ikuti sebelumnya.

Rasa lapar, apakah itu lapar dari kebutuhan badan atau dari pikiran yang ingin makan. Bagaimana melihat dengan jernih terhadap apa yang sesungguhnya. Ini semua membutuhkan latihan. Latihan membutuhkan komitmen dan disiplin. Walaupun hal ini tidak mudah dan sulit untuk sempurna, namun saya selalu ingat nasihat bhante, “Don’t try to be perfect, just do your best. It is enough.”  (Dewi S)

Happy eating, happy practising.