Dunia yang Kita Miliki

Dunia yang Kita Miliki

Hanya ketika kita bersama-sama menaruh perhatian dan praktik spiritual kepada bumi ini, saat itulah kita akan memiliki sarana perubahan yang dibutuhkan untuk mengatasi krisis lingkungan.

Thich Nhat Hanh
Hanya ketika kita mempersatukan kepedulian kita terhadap planet ini disertai dengan latihan spiritual, kita akan memiliki sarana untuk melakukan transformasi pribadi yang mendalam yang diperlukan untuk mengatasi krisis lingkungan yang akan datang. Thich Nhat Hanh memberikan kita prinsip-prinsip panduan untuk ekospiritualitas (ecospirituality) baru dalam hidup yang penuh kesadaran.

Kita seperti orang yang berjalan dalam tidur, tidak tahu apa yang sedang kita lakukan atau ke mana tujuan kita. Apakah kita bisa terjaga atau tidak, tergantung pada apakah kita bisa berjalan dengan penuh kesadaran di Bumi ini, Ibu Pertiwi. Masa depan semua kehidupan, termasuk kehidupan kita, bergantung pada langkah sadar kita. Kita harus mendengar lonceng kesadaran yang berbunyi di seluruh planet ini. Kita harus mulai belajar bagaimana hidup sedemikian rupa agar masa depan cerah untuk anak dan cucu kita bisa terwujud.

Saya telah lama duduk bersama Buddha dan berkonsultasi denganNya mengenai masalah pemanasan global, dan ajaran dari Buddha sangatlah jelas. Jika kita masih terus hidup seperti yang selama ini, mengonsumsi makanan tanpa mempertimbangkan masa depan, menghancurkan hutan dan ikut menjadi faktor terjadi emisi gas rumah kaca, maka perubahan iklim yang menghancurkan tidak dapat dihindari. Sebagian besar ekosistem kita akan hancur. Permukaan air laut akan naik dan kota-kota pesisir akan terendam banjir, memaksa ratusan juta pengungsi meninggalkan rumahnya, sehingga menimbulkan peperangan dan wabah penyakit menular.

Kita membutuhkan kebangkitan kolektif. Massa masih terlelap tidur. Mereka tidak mendengar suara bel.

Kita membutuhkan kebangkitan kolektif. Ada di antara kita, pria dan wanita yang telah tersadarkan, namun itu tidaklah cukup; massa masih belum tersadarkan. Mereka tidak mendengar suara bel ini. Kita telah membangun sistem yang tidak dapat kami kendalikan. Sistem ini menggiring diri kita, dan kita telah menjadi budak dan korbannya. Kebanyakan dari kita harus mengorbankan waktu dan nyawa kita sebagai gantinya, demi memiliki rumah, mobil, kulkas, TV, dan sebagainya. Kita terus-menerus berada di bawah tekanan waktu. Di masa lalu, kita mampu menghabiskan tiga jam untuk secangkir teh, menikmati kebersamaan dengan teman-teman kita dalam suasana yang tenang dan spiritual. Kita bisa mengadakan pesta untuk merayakan mekarnya salah satu bunga anggrek di taman. Namun, saat ini kita tidak mampu lagi membeli barang-barang tersebut.

Kita berkesimpulan bahwa waktu adalah uang. Kita telah menciptakan sebuah masyarakat dengan keadaan yang kaya menjadi semakin kaya dan yang miskin menjadi semakin miskin, dan di dalamnya kita begitu terjebak dalam permasalahan-permasalahan yang ada pada diri kita sendiri sehingga kita tidak mampu untuk menyadari apa yang sedang terjadi dengan umat manusia  juga planet bumi ini. Dalam benak saya, saya melihat sekelompok ayam di dalam kandang sedang berebut benih padi-padian, tanpa sadar bahwa dalam beberapa jam mereka akan disembelih.

Masyarakat Tiongkok, India, dan Vietnam masih mendambakan “American Dream” (Impian Amerika), seolah-olah impian tersebut adalah tujuan utama semua umat manusia—setiap orang harus memiliki mobil sendiri, rekening bank, telepon seluler, pesawat televisi. Dalam 25 tahun, populasi Tiongkok akan mencapai 1,5 miliar orang, dan jika masing-masing dari mereka ingin mengendarai mobil pribadi, Tiongkok akan membutuhkan 99 juta barel minyak setiap hari. Namun produksi minyak dunia saat ini hanya 84 juta barel per hari, sehingga Impian Amerika tidak mungkin terwujud bagi Tiongkok, India, atau Vietnam. Impian Amerika tidak mungkin lagi terwujud bagi Amerika. Kita tidak bisa terus hidup seperti ini. Ini bukanlah perekonomian yang berkelanjutan (sustainable economy).

Kita harus mempunyai mimpi yang lain: mimpi tentang persaudaraan, cinta kasih, dan welas asih, bahwa mimpi itu mungkin terjadi persis di sini dan saat ini. Kita memiliki Dharma; kita mempunyai sarana; kita memiliki cukup kearifan untuk dapat mewujudkan impian ini. Hidup sadar penuh (Mindfulness) adalah inti dari keterjagaan, pencerahan. Kita berlatih menyadari pernapasan agar bisa hadir di sini pada saat ini, sehingga kita bisa mengenali apa yang terjadi di dalam diri dan di sekitar kita. Jika yang terjadi dalam diri kita adalah keputusasaan, kita harus menyadarinya dan segera bertindak. Kita mungkin tidak ingin menghadapi formasi mental tersebut, namun ini adalah kenyataan dan kita harus mengenalinya agar dapat mengubahnya.

Kita harus mempunyai mimpi yang lain: mimpi tentang persaudaraan, cinta kasih, dan welas asih, bahwa mimpi itu mungkin terjadi persis di sini dan saat ini. Kita memiliki Dharma; kita mempunyai sarana; kita memiliki cukup kearifan untuk dapat mewujudkan impian ini.

Kita tidak perlu putus asa terhadap pemanasan global; kita bisa bertindak. Jika kita hanya menandatangani petisi dan melupakannya, jelas tidak akan ada perubahan. Tindakan mendesak harus diambil pada tingkat individu dan kolektif. Kita semua mempunyai keinginan yang besar untuk dapat hidup damai dan dalam lingkungan yang dilestarikan secara berkelanjutan. Hal yang belum dimiliki oleh sebagian besar dari kita adalah cara nyata untuk mewujudkan komitmen sehari-hari atas kehidupan berkelanjutan. Kita belum mengelola diri sendiri dengan baik. Kita tidak bisa menyalahkan para pemimpin yang menyebabkan bahan kimia mencemari air minum, kekerasan yang terjadi di lingkungan sekitar, peperangan yang menghancurkan begitu banyak nyawa. Inilah saatnya bagi setiap orang untuk bangun dan bertindak lebih nyata dalam lingkungan masing-masing.

Kekerasan, korupsi, penyelewengan kekuasaan, dan penghancuran diri sendiri terjadi di sekitar kita, bahkan di kalangan pemimpin, baik spiritual maupun sosial. Kita semua tahu bahwa hukum di negara kita tidak cukup kuat untuk menangani korupsi, takhayul, dan kekejaman. Hanya keyakinan, tekad, kebangkitan, dan mimpi besar yang dapat menciptakan energi yang cukup kuat untuk membantu masyarakat kita bangkit dan menuju pantai perdamaian dan harapan.

Agama Buddha adalah bentuk humanisme terkuat yang kita miliki. Hal ini terjadi agar kita dapat belajar hidup bertanggung jawab, welas asih, dan cinta kasih. Setiap praktisi Buddhis harus menjadi protektor lingkungan. Kita mempunyai kekuatan untuk menentukan nasib planet kita. Jika kita sadar akan situasi yang sebenarnya, akan terjadi perubahan kolektif dalam kesadaran kita. Kita harus melakukan sesuatu untuk membangunkan setiap orang. Kita harus membantu Buddha membangunkan mereka yang hidup sementara terlelap dalam mimpi.

Namun segalanya, termasuk Buddha, selalu berubah dan berkembang. Berkat latihan kita dalam melihat secara mendalam, kita menyadari bahwa penderitaan di masa kita berbeda dengan penderitaan di masa Siddhartha, dan karena itu metode latihannya juga harus berbeda. Itulah sebabnya Benih Buddha di dalam diri kita juga harus berkembang dalam berbagai cara, sehingga Buddha bisa relevan dengan zaman ini.

Buddha di zaman kita dapat menggunakan telepon, bahkan telepon seluler, namun Beliau bebas, tidak terikat pada telepon seluler itu. Buddha di zaman kita mengetahui bagaimana membantu mencegah kerusakan ekologi dan pemanasan global; dia tidak akan merusak keindahan planet ini atau memboroskan seluruh waktunya untuk bersaing satu sama lainnya. Buddha di zaman kita ingin menawarkan kepada dunia sebuah etika global, sehingga setiap orang dapat menyepakati jalan yang baik untuk diikuti. Ia ingin memulihkan keharmonisan, memupuk persaudaraan, melindungi seluruh spesies di planet ini, mencegah pembalakan hutan, dan mengurangi emisi gas rumah kaca.

Ketika Anda mempraktikkan Lima Latihan Sadar Penuh, Anda menjadi seorang bodhisattwa yang membantu menciptakan keharmonisan, melestarikan lingkungan, menjaga perdamaian, dan memupuk persaudaraan.

Karena Anda adalah penerus Buddha, Anda harus membantunya menawarkan kepada dunia sebuah jalan yang dapat mencegah kerusakan ekosistem, jalan yang dapat mengurangi jumlah kekerasan dan keputusasaan. Anda akan sangat berbaik hati membantu Buddha untuk terus mewujudkan apa yang Beliau mulai sejak 2600 tahun yang lalu.

Planet Bumi kita mempunyai beragam kehidupan, dan setiap spesies bergantung pada spesies lain agar dapat bermanifestasi dan berlanjut. Kita tidak hanya berada di luar satu sama lain tetapi kita berada di dalam satu sama lainnya. Sangatlah penting untuk merangkul Bumi dalam pelukan, dalam hati kita, untuk melestarikan planet yang indah ini dan untuk melindungi semua spesies. Sutra Teratai (Lotus Sutra) menyebutkan nama bodhisattwa khusus: Dharanimdhara, atau Pemangku Bumi (Earth Holder), seseorang yang melestarikan dan melindungi bumi.

Pemangku Bumi adalah energi yang menyatukan kita sebagai suatu organisme. Dia adalah sejenis insinyur atau arsitek yang tugasnya menciptakan ruang untuk kita, membangun jembatan untuk kita lintasi dari satu sisi ke sisi lain, membangun jalan agar kita bisa menuju ke orang yang kita cintai. Tugasnya adalah meningkatkan komunikasi antara manusia dan spesies lain serta melindungi Bumi dan lingkungan. Dikatakan bahwa ketika Buddha mencoba mengunjungi ibunya, Mahamaya, Dharanimdhara-lah yang membangun jalan yang dilalui oleh Buddha. Meskipun bodhisattwa Pemangku Bumi disebutkan dalam Sutra Teratai, tidak ada satu bab pun yang dikhususkan sepenuhnya untuknya. Kita harus mengenali bodhisattwa ini agar dapat bekerja sama dengannya. Kita semua harus ikut membantu menciptakan babak baru baginya, karena Pemangku Bumi sangat amat dibutuhkan di era globalisasi ini.

Saat Anda merenungkan sebuah jeruk, Anda melihat bahwa segala sesuatu di dalam jeruk ikut serta dalam pembentukan jeruk tersebut. Tidak hanya bagian jeruk saja yang termasuk dalam jeruk; kulit dan biji jeruk juga merupakan bagian dari jeruk. Inilah yang kita sebut sebagai aspek universal dari jeruk. Segala sesuatu yang ada pada jeruk adalah jeruk, tetapi kulitnya tetaplah kulitnya, bijinya tetap bijinya, bagian dari jeruknya tetap bagian dari jeruknya. Hal yang sama juga terjadi pada bola bumi kita. Meskipun kita menjadi komunitas dunia, orang Perancis tetap menjadi orang Perancis, orang Jepang tetap menjadi orang Jepang, umat Buddha tetap menjadi umat Buddha, dan orang Kristen tetap menjadi orang Kristen. Kulit jeruk tetap menjadi kulitnya, dan bagian-bagian pada jeruk tetap menjadi bagian-bagiannya; bagian-bagiannya tidak harus disulap menjadi kulit agar tetap harmonis.

Namun, keharmonisan tidak mungkin terjadi jika kita tidak memiliki etika global, dan etika global yang dirancang oleh Buddha adalah Lima Latihan Sadar Penuh. Lima Latihan Sadar Penuh adalah jalan yang harus kita tempuh di era krisis global ini karena ini adalah praktik persaudaraan, pengertian dan cinta, praktik melindungi diri sendiri dan melindungi planet ini. Lima Latihan Sadar Penuh merupakan realisasi nyata dari mindfulness. Latihan iut  non-sektarian. Latihan itu tidak mengandung tanda-tanda dari agama, ras, atau ideologi tertentu. Sifat latihan itu adalah universal.

Buatlah keputusan Anda, lalu bertindaklah untuk menyelamatkan planet Bumi kita yang indah ini. Mengubah cara hidup Anda akan secara langsung memberi Anda banyak sukacita.

Ketika Anda mempraktikkan Lima Latihan Sadar Penuh, Anda menjadi seorang bodhisattwa yang membantu menciptakan keharmonisan, melindungi lingkungan, menjaga perdamaian, dan memupuk persaudaraan. Anda tidak hanya menjaga keindahan budaya Anda sendiri, tetapi juga budaya lain, dan semua keindahan di Bumi. Dengan adanya Lima Latihan Sadar Penuh di hati Anda, Anda sudah berada di jalur transformasi dan penyembuhan.

Dalam latihan pertama, kita bertekad untuk menjunjung tinggi semua kehidupan di bumi dan tidak mendukung tindakan pembunuhan apa pun. Dalam latihan kedua, kita bertekad untuk mempraktikkan kemurahan hati dan tidak mendukung ketidakadilan dan penindasan sosial. Dalam latihan ketiga, kita berkomitmen untuk berperilaku bertanggung jawab dalam hubungan pasangan dan tidak melakukan pelecehan seksual. Latihan keempat mewajibkan kita untuk melatih ucapan penuh kasih dan mendengarkan secara mendalam untuk meringankan penderitaan orang lain.

Praktik konsumsi dan makan dengan penuh berkesadaran adalah tujuan dari latihan sadar penuh yang kelima.

Sadar akan penderitaan yang disebabkan oleh konsumsi tanpa berkesadaran penuh, aku bersedia menjaga kesehatan dengan baik, secara fisik maupun mental, bagi diriku sendiri, keluarga, dan masyarakat dengan cara berlatih makan, minum, dan mengonsumsi dengan penuh kesadaran. Aku akan berlatih menatap mendalam terhadap cara aku mengonsumsi Empat Jenis Makanan yaitu makanan lewat mulut, kesan impresi, niat, dan kesadaran. Aku bertekad untuk tidak menggunakan alkohol, obat-obat terlarang, terlibat dalam perjudian atau produk-produk seperti: situs internet, permainan elektronik, program televisi, film, majalah, buku, dan percakapan tertentu yang mengandung toksin. Aku akan berlatih untuk kembali pada momen kekinian untuk menyentuh elemen-elemen kesegaran, penyembuhan, dan nutrisi dalam diriku dan di sekitarku, tidak membiarkan penyesalan dan kemurungan menyeretku kembali ke masa lalu, juga tidak membiarkan kecemasan, ketakutan, dan kemelekatan menarik aku keluar dari momen kekinian. Aku bertekad untuk tidak menutupi kesepian, kecemasan, atau penderitaan jenis lainnya dengan cara tenggelam dalam mengonsumsi. Aku akan merenungkan sifat saling bergantungan dan mengonsumsi dengan sedemikian rupa agar aku bisa terus menumbuhkan kedamaian, suka cita, dan kesehatan badan jasmani serta kejernihan kesadaran sendiri maupun kolektif dalam keluarga, masyarakat, dan dunia ini.

Latihan sadar penuh yang kelima adalah jalan keluar dari situasi sulit yang dihadapi dunia kita. Ketika kita mempraktikkan latihan kelima, kita mengenali dengan tepat apa yang harus dikonsumsi dan apa yang harus ditolak untuk menjaga tubuh, pikiran kita, dan bumi agar tetap sehat, dan tidak menyebabkan penderitaan bagi diri sendiri dan orang lain. Konsumsi secara berkesadaran adalah cara untuk menyembuhkan diri dan dunia. Sebagai keluarga spiritual dan keluarga manusia, kita semua dapat membantu mencegah pemanasan global dengan mengikuti praktik ini. Kita harus menyadari kehadiran Bodhisattva Pemangku Bumi (Earth Holder) dalam diri kita masing-masing. Kita hendaknya menjadi tangan, lengan Pemangku Bumi agar mampu bertindak cepat.

Anda mungkin pernah mendengar bahwa Tuhan ada di dalam kita, Buddha ada di dalam kita. Namun kita masih memiliki gagasan yang samar-samar tentang apa yang dimaksud dengan Buddha di dalam diri kita dan Tuhan di dalam diri kita. Dalam tradisi Buddhis hal ini sangat jelas. Buddha bersemayam di dalam diri kita sebagai energi—energi perhatian, energi konsentrasi, dan energi wawasan—yang akan menghasilkan welas asih, cinta kasih, sukacita, kebersamaan, non-diskriminasi. Teman-teman kita dalam tradisi Kristen berbicara tentang Roh Kudus atau Roh Kudus sebagai energi Buddha. Di mana pun Roh Kudus hadir, di situ ada penyembuhan dan kasih. Kita dapat berbicara dengan cara yang sama yaitu kesadaran penuh, konsentrasi, dan pandangan terang. Energi kesadaran penuh, konsentrasi, dan wawasan memunculkan kasih sayang, pengampunan, kegembiraan, transformasi, dan penyembuhan. Itulah energi seorang Buddha. Jika Anda dipenuhi oleh energi itu, Anda adalah seorang Buddha. Dan energi itu dapat dipupuk dan termanifestasi sepenuhnya dalam diri Anda.

Sungguh luar biasa menyadari bahwa kita semua berada dalam satu keluarga, kita semua adalah anak-anak dari bumi ini. Kita hendaknya saling menjaga satu sama lainnya dan menjaga lingkungan semesta, dan hal ini menjadi mungkin dilakukan dengan mempraktikkan kebersamaan. Perubahan positif pada kesadaran individu akan membawa perubahan positif pada kesadaran kolektif. Melindungi planet ini harus menjadi prioritas utama. Saya berharap Anda akan meluangkan waktu untuk duduk bersama, minum teh bersama sahabat dan keluarga, dan mendiskusikan hal-hal ini. Undanglah bodhisattwa Pemangku Bumi untuk duduk dan berkolaborasi dengan Anda. Buatlah keputusan Anda, lalu bertindaklah untuk menyelamatkan planet Bumi kita yang indah. Mengubah cara hidup Anda akan segera memberi Anda banyak sukacita. Kemudian penyembuhan bisa dimulai. (Alih bahasa: Gracia Stephanie)

Adapted from The World We Have: A Buddhist Approach to Peace and Ecology, by Thich Nhat Hanh. © 2008 by Unified Buddhist Church. With permission from Parallax Press, www.parallax.org.

Sumber: https://www.lionsroar.com/the-world-we-have/

Sang Nelayan dan Ikan

Sang Nelayan dan Ikan

aku seorang nelayan, menarik jaring ikan

kulitku beraroma asin seperti laut

otot-ototku berlilit di bawah terik matahari

aku seekor tenggiri berisisik kemilau

Menggelepar putus asa bersama ribuan ikan lainnya

Dalam jeratan jaringmu

Aku terkapar tak berdaya di geladak kapal itu

Engkau terpaksa menangkapku demi bertahan hidup

Aku juga seorang wanita paruh baya

di pasar menenteng kantong sambil melirak-lirik

Aku sudah mati tapi mataku belum terpejam

Dagingku masih begitu segar

Insangku masih kemerahan

Engkau membeliku, memotong menjadi bongkahan kecil

dimasukkan ke dalam panci

Makan malam begitu hangat di musim dingin

Ada engkau, anak-anakmu dan nasi hangat

Di bawah atap jerami, perut juga terasa hangat

Siapa yang masih mengenaliku?

Ketika badan dan sunyata adalah realitas sama

100 ribu kalpa sebagai ikan di sungai dan laut

Aku berenang keluar masuk dengan leluasa

Rumah berpintu ruang hampa lebih indah daripada giok

Duniaku penuh dengan warna hijau, merah, dan pink

Hatiku telah mendapatkan pelajaran

Pelajaran berlatih dan mencoba mengerti

agar setiap kali terjerat dalam jaring

Aku rela mati dengan lapang dada

Tidak membenci, tidak putus asa

karena aku tahu kehidupan terbentuk dari kematian

Eksis (ada) terbentuk dari noneksis (tiada)

segala sesuatu saling berkaitan

Aku dan kamu saling mengerti

Makan Bersama

Makan Bersama

Makan makanan bersama-sama adalah sebuah latihan yang meditatif. Seharusnya kita berusaha untuk mempersembahkan kehadiran kita di setiap saat makan. Selagi kita menyajikan makanan kita sudah bisa memulai latihan. Melayani diri kita, kita menyadari bahwa banyak elemen, seperti hujan, sinar mentari, bumi, udara, dan kasih, semuanya telah menyatu untuk membentuk makanan yang hebat ini. Kenyataannya, melalui makanan ini kita melihat bahwa seluruh alam semesta tengah menyokong keberadaan kita.

Kita sadar akan keseluruhan Sangha seperti kita melayani diri kita dan seharusnya kita mengambil sejumlah makanan yang baik bagi kita. Sebelum makan genta akan dibunyikan sebanyak tiga kali dan kita bisa menikmati pernafasan masuk dan keluar sementara mempraktikkan kelima perenungan.

  1. Makanan ini adalah anugerah dari alam semesta: Bumi, Langit, berbagai makhluk hidup, dan hasil kerja keras
  2. Semoga kita makan dengan sadar-penuh dan syukur sehingga kita layak menyantap makanan ini
  3. Semoga kita mengenali dan mengubah bentuk-bentuk mental yang tidak sehat, terutama keserakahan, dan belajar makan secukupnya
  4. Semoga kita bisa terus menjaga welas asih agar tetap hidup dengan makan sedemikian rupa sehingga dapat meringankan penderitaan semua makhluk, melestarikan planet kita, dan mengurangi efek perubahan iklim
  5. Kita menerima makanan ini supaya dapat merawat tali persaudaraan, membangun komunitas, dan memupuk semangat ideal untuk melayani semua makhluk.

Kita seharusnya tidak makan dengan tergesa-gesa, dengan mengunyah masing-masing suap sedikitnya 30 kali, sampai makanan menjadi cair. Ini membantu proses pencernaan. Mari kita nikmati setiap potong makanan kita dan kehadiran para saudara-saudari se-Dharma di sekeliling kita. Mari tetapkan diri kita di saat sekarang, makan dengan cara seperti ini sehingga kekokohan, kegembiraan, dan kedamaian menjadi mungkin selama waktu makan. Makan dengan diam, makanan menjadi nyata dengan perhatian penuh kita dan kita benar-benar sadar akan makanannya. Untuk memperdalam latihan makan kita yang sadar dan untuk menyokong suasana yang damai, kita tetap duduk selama masa diam ini. Dua puluh menit setelah makan dengan diam, bunyi genta dua kali akan terdengar. Lalu kita boleh memulai percakapan penuh perhatian dengan teman kita atau mulai berdiri dari meja.

Saat tengah menghabiskan makanan kita, kita gunakan beberapa menit untuk memperhatikan bahwa kita sudah selesai, mangkok kita sekarang kosong dan kelaparan kita sudah terpuaskan. Rasa bersyukur menyelimuti kita karena kita menyadari betapa beruntungnya kita sudah makan makanan yang bergizi, menyokong kita di jalan kasih dan pengertian.

Sutra Empat Jenis Makanan

Sutra Empat Jenis Makanan

Inilah yang saya dengar, suatu hari, saat Buddha sedang berada di Wihara Anathapindika, di Hutan Jeta dekat kota Shravasti. Hari itu, Buddha memberitahu para bhiksu: “Ada empat jenis makanan yang memungkinkan makhluk hidup bertumbuh serta mempertahankan kehidupan. Apakah keempat jenis makanan tersebut? Pertama adalah makanan jasmani, kedua adalah makanan bagi persepsi, ketiga adalah makanan bagi kehendak, dan keempat adalah makanan bagi kesadaran.”

“Oh bhikkhu, bagaimanakah seorang praktisi seharusnya memandang makanan jasmani? Imajinasikan sepasang suami istri muda yang memiliki bayi laki-laki, yang mereka jaga serta besarkan dengan sepenuh kasih. Mereka harus melewati kesulitan dan bahaya di padang pasir. Selama perjalanan, mereka kehabisan bekal serta sangat kelaparan. Tidak ada jalan keluar, dan mereka mendiskusikan rencana berikut: ‘Kita hanya memiliki satu anak yang sangat kita kasihi sepenuh hati. Jika kita memakan dagingnya, maka kita akan bertahan hidup, serta bisa berjuang untuk mengatasi situasi berbahaya ini. Jika tidak memakan dagingnya, maka kita bertiga semuanya akan mati.’ Setelah melakukan diskusi itu, mereka membunuh bayinya, dengan air mata kepedihan serta gemertak gigi, mereka memakan daging bayi lelakinya, hanya demi bisa hidup serta menembus padang pasir.”

Buddha bertanya: “Apakah menurut kalian, pasangan tersebut memakan daging anaknya karena ingin menikmati kelezatannya, juga karena ingin agar tubuh mereka mendapatkan makanan yang akan membuatnya lebih rupawan?”

Para bhiksu menjawab: “Tidak, Yang Mulia.”

Buddha bertanya: “Apakah kedua pasangan tersebut terpaksa memakan daging anaknya, demi bertahan hidup serta selamat dari bahaya padang pasir?”

Para bhiksu menjawab: “Ya, Yang Mulia.”

Buddha mengajarkan: “Oh bhikkhu, setiap kali kita mencerna makanan jasmani, kita harus melatih diri untuk memandangnya seolah [sedang memakan] daging anak kita. Jika memeditasikannya dengan cara seperti ini, maka kita akan memiliki pandangan-jernih serta pemahaman yang akan mengakhiri mispersepsi berkenaan makanan jasmani, serta kemelekatan terhadap kenikmatan-kenikmatan indrawi akan melenyap. Begitu kemelekatan terhadap kenikmatan-kenikmatan indrawi sudah tertransformasi, maka tidak akan ada lagi formasi-formasi internal sehubungan dengan kelima obyek kenikmatan indrawi, pada para siswa-suci [sekkha; orang-orang suci yang sedang belajar] yang mendedikasikan dirinya untuk latihan dan praktik. Ketika formasi-formasi internal masih mengikat kita, maka kita akan harus terus kembali ke dunia ini.”

“Bagaimana seharusnya seorang praktisi memeditasikan makanan bagi persepsi? Imajinasikan seekor sapi yang kehilangan kulitnya. Kemanapun pergi, serangga serta belatung yang hidup di tanah, debu, dan pada tanaman, akan menempel ke sapi tadi serta menghisap darahnya. Jika sapi tadi berbaring di tanah, maka belatung di tanah akan melekat padanya serta menggerogotinya. Baik ketika berbaring maupun berjalan, sapi tadi akan terganggu dan menderita kepedihan. Saat sedang mencerna makanan bagi persepsi, kalian seharusnya berpraktik untuk melihatnya dengan cara ini. Kalian akan memiliki pandangan-jernih serta pemahaman, yang akan mengakhiri mispersepsi berkenaan makanan bagi persepsi. Ketika memiliki pandangan-jernih ini, maka kalian tidak akan lagi melekat pada ketiga jenis perasaan. Ketika sudah tidak lagi melekat pda ketiga jenis perasaan, maka para siswa-suci tidak perlu lagi berjuang-keras, karena apa pun yang perlu dilaksanakan sudahlah terlaksana.”

“Bagaimana seharusnya seorang praktisi memeditasikan makanan bagi kehendak? Imajinasikan ada sebuah perkampungan atau kota besar di samping lubang tungku arang. Hanya tersisa bara api hangat tanpa asap. Sekarang, ada pria cerdik yang memiliki kebijaksanaan memadai, yang tidak ingin menderita serta hanya menginginkan kebahagiaan dan kedamaian. Dia tidak ingin mati, dia hanya ingin hidup. Dia pikir: “Di sana panasnya sangat tinggi, meskipun tidak ada asap dan api. Namun tetaplah, jika aku harus masuk ke dalam tungku itu, tidak diragukan lagi aku pastilah mati.” Mengetahui hal tersebut, dengan mantap dia meninggalkan kota besar atau perkampungan itu, serta pergi ke tempat lain. Praktisi harus bermeditasi seperti ini berkenaan makanan bagi kehendak. Dengan bermeditasi seperti ini, dia akan memiliki pandangan-jernih serta pemahaman, yang akan mengakhiri mispersepsi berkenaan makanan bagi kehendak. Ketika mencapai pemahaman ini, maka ketiga jenis nafsu akan berakhir. Saat ketiga jenis nafsu berakhir, maka siswa-mulia yang berlatih serta berpraktik, tidak akan lagi memiliki apa pun untuk dilaksanakan, karena apa pun yang perlu dilaksanakan sudahlah terlaksana.”

“Bagaimana seharusnya seorang praktisi memeditasikan makanan bagi kesadaran? Imajinasikan para prajurit raja telah menangkap seorang penjahat. Mereka mengikat serta membawa penjahat tersebut ke hadapan raja. Karena sudah melakukan pencurian, maka dihukum dengan menusuk tubuhnya menggunakan tiga ratus pisau. Dia didera ketakutan dan kepedihan sepanjang siang dan sepanjang malam.

Praktisi harus memandang makanan bagi kesadaran dengan cara ini. Jika dia melakukannya, maka dia akan memiliki pandangan-jernih serta pemahaman, yang akan mengakhiri mispersepsi berkenaan makanan bagi kesadaran. Ketika memiliki pemahaman seperti ini berkenaan makanan bagi kesadaran, maka para siswa-suci yang berlatih serta berpraktik, tidak akan perlu lagi untuk berjuang-keras, karena apa pun yang perlu dilaksanakan sudahlah terlaksana.”

Begitu Buddha selesai berbicara, para bhiksu dengan sangat berbahagia menghadirkan ajaran-ajaran ini ke dalam praktik.

Samyukta Agama, Sutra 373* 「雜阿含經 三七三,子肉