Mengubah Endemik COVID-19 Menjadi Kekuatan Baru

Mengubah Endemik COVID-19 Menjadi Kekuatan Baru

Di akhir tahun 2019, dunia diguncang berita bahwa Wuhan membatasi mobilitas warganya terkait merebaknya novel corona jenis baru. Virus baru ini memiliki tingkat penyebaran cukup besar dan ada risiko kematian.

Kepanikan, kebingungan dan ketakutan warga Wuhan tampak pada rekamn video yang dibagikan melalui whatsapp, medsos atau televisi. Penyebaran itu menyentuh bibit belas kasih dalam diri saya, sehingga begitu ada ajakan untuk membantu langsung saya sanggupi.

Sejuta masker

Perjuangan mencari satu juta masker dimulai, pada saat itu tidak ada sebersit pun pemikiran virus tersebut akan menyebar ke seluruh dunia. Berkat hati baik para sahabat, dalam waktu satu hari terkumpul sejumlah dana untuk membeli masker.

Segala merek masker mulai dari harga wajar hingga menjadi sepuluh kali lipat dalam waktu empat minggu kami beli dan kumpulkan. Kami mengalami banyak benturan demi benturan, seperti kendala pengiriman dari luar kota, tertipu pedagang online bodong, sampai pembelian ala mafia, semuanya berpacu dengan waktu untuk membantu mengatasi krisis masker yang dialami oleh masyarakat Tiongkok.

Begitu masker bisa sampai di lembaga charity setempat, kebahagiaan muncul begitu saja. Kegiatan amal ini pun kami hentikan begitu kelangkaan masker merebak. Harga masker juga sudah sangat tidak wajar dipicu oleh kebutuhan masker di dalam negeri. Janji kami pun untuk membantu mengirimkan masker hanya terpenuhi separuhnya.

Benih Keserakahan

Belajar dari pengalaman ini lalu melihat ke dalam diri, saya ingat nasihat dari Thay, benih-benih yang tersimpan di gudang kesadaran terutama benih negatif mudah sekali tersirami kemudian benih itu muncul dalam kesadaran pikiran kita.

Berkali-kali saya mendapati diri saya tergoda untuk menumbuh-suburkan keserakahan dalam godaan keuntungan materi untuk menjual kembali masker dengan harga lebih tinggi dengan berlindung di balik kalimat “membantu sahabat yang membutuhkan”. Beruntung berkali-kali pula saya bisa menetralkan keinginan itu untuk kembali kepada tujuan semula. Saya merasa lega diiringi sedikit rasa menyesal tidak mendapatkan keuntungan materi.

Dalam kesendirian, dalam upaya mencoba mengali lebih dalam ke dalam diri, banyak pertanyaan muncul. Untuk apa saya melakukan kegiatan semi “kurang waras” ini? Kenapa saya melepas kesempatan mendapatkan keuntungan lebih? Kenapa saya membantu orang yang tidak saya kenal? Kenapa penjual bisa begitu saja menaikkan harga? Kenapa ada banyak orang seperti mati rasa dalam kondisi seperti ini?

Beruntungnya pula saya termasuk ahli untuk tidak mencampurkan pekerjaan satu dengan yang lain, sehingga walaupun pertanyaan banyak, tidak mengganggu pada pekerjaan lainnya, semua pertanyaan bisa diendapkan dengan harapan suatu hari nanti akan terjawab.

Benih Kewawasan

Malam itu, muncul dorongan untuk menonton ceramah Thay tahun 2004, Thay menerangkan hal-hal yang saya yakin sudah pernah saya dengar sebelumnya, namun rasanya ini betul-betul baru, rasanya seperti memecahkan telur, ohhhhhhh…. Ini toh yang namanya muncul pengertian baru.

Kajian dari mengulang mendengar psikologi Buddhis melalui Thay dengan peristiwa ini adalah sebagai berikut; mendengar dan menonton berita tentang Wuhan ternyata menjadi pemantik atau air yang menyirami benih belas kasih saya. Dari situlah muncul kekuatan yang mendorong saya melakukan kegiatan amal.

Latihan sadar penuh atau kewawasan (mindfulness) yang intens selama dua-tiga tahun terakhir, telah menanam benih-benih energi kewawasan yang tersimpan rapi dalam gudang kesadaran (store consciousness), menunggu untuk disirami dan muncul.

Begitu rasa serakah timbul, benih kewawasan juga bisa ditumbuhkan, mengenali dan kemudian merangkul rasa serakah itu. Ketika energi kewawasan bercampur dengan energi serakah, maka energi serakah secara alami akan melemah. Makin kuat rasa serakah timbul, aku akan makin semangat membangkitkan energi kewawasan untuk merangkul.

Sesederhana itu hukum ini berlaku, hanya perlu keyakinan diri untuk terus berlatih dengan tekun untuk selalu menyadari napas, berkonsentrasi pada setiap kegiatan saat ini hingga timbul pengertian mendalam, jika semuanya belum tumbuh teruslah berlatih dan biarkan semuanya lepas (letting go).

KSHANTICA anggota Ordo Interbeing Indonesia, sukarelawan retret mindfulness, dan aktif di MBI DKI Jakarta.