Nasihat Waisak
Nasihat Thay pada perayaan Waisak di Wihara Kolam Teratai, Hong Kong, pada tanggal 19 Mei 2013.
Nasihat Thay pada perayaan Waisak di Wihara Kolam Teratai, Hong Kong, pada tanggal 19 Mei 2013.
Saya seorang muslimah. Per Juli 2019, saya sudah mengajar selama dua tahun di Sekolah Ananda. Di sekolah tersebut ada program pelatihan khusus DOM (Day of Mindfulness). Pelatihan itu adalah praktik hidup berkewawasan. Entah bagaimana, kok praktik hidup berkewawasan seperti ini malah membuat saya lebih dekat dengan Tuhan.
Saya merasa bersyukur dan sadar bahwa Tuhan selalu memberikan saya napas, itulah yang saya butuhkan untuk hidup. Tanpa makanan dalam sehari saya masih bisa hidup, namun saya tidak akan bisa hidup jika tidak bernapas walau hanya 15 menit saja.
Mindfulness adalah momen kewawasan (kesadaran sepenuhnya) di sini dan saat ini. Latihan yang membawa atensi sepenuhnya terhadap apa pun yang sedang kita lakukan. Pertama-tama saya merasa nyaman mempraktikkan cara teknik demikian. Saya juga merasa ada energi kesabaran ketika di sekolah. Ada kekuatan kesabaran yang saya rasakan ketika harus menghadapi orang tua yang terkadang tidak puas dengan sekolah, terkadang saya pun ikut kena marah.
Ketika saya ingat mindfulness, saya jadi ingat bernapas masuk dan bernapas keluar. Saya menjadi sadar untuk tetap sabar, ketika saya membalas kemarahan dengan senyum kecil tulus di bibir, kemarahan mereka juga mulai berkurang sedikit. Selain menenangkan diri, ternyata saya menyadari lagi bahwa saya sering tidak sadar (terburu-buru) ketika mengerjakan pekerjaan rumah. Sekarang saya bisa lebih santai, lebih sadar, dan bersyukur dalam mengerjakan pekerjaan rumah.
Praktik mindfulness di sekolah hanya diadakan sebulan sekali, walaupun demikian saya merasa memberikan pengaruh kepada kehidupan saya. Mindfulness mengajari saya berbahagia sendiri terlebih dahulu untuk bisa ikut membahagiakan orang di sekitar. Saya diajarkan untuk menyayangi tubuh sendiri, menjaga asupan-asupan makanan yang saya santap.
Salah satu praktik mindfulness adalah makan dengan hening. Saya menjadi sadar bahwa saya sering jahat dengan lambung saya, makan terburu-buru, padahal dalam Islam diajarkan untuk makan dengan perlahan, namun saya sering alpa. Saya menjadi sadar kembali bahwa perlu makan dengan sadar dan mengunyah lebih banyak lagi agar lambung tidak bekerja keras, sekaligus membantu saya memilah asupan apa saja yang pantas masuk ke dalam tubuh saya.
Saya belajar menyayangi bumi, melakukan hal-hal kecil seperti buang sampah pada tempatnya, menghemat air. Saya sering kurang sadar, makanya sering memboroskan air, saya membiarkan air keran terus mengalir. Saya ingin menjaga bumi, jika saya memboroskan air terus maka saya salah satu orang yang bersalah terhadap anak saya sendiri, mungkin nanti generasi akan datang akan kekurangan air.
Saya mengikut retret mindfulness pada bulan Juli 2019. Saya berterima kasih kepada Ibu Ani telah menggabungkan saya dengan teman-teman yang berbeda karakter. Saya menjadi tahu bagaimana kasih seorang ibu kepada anaknya. Ada satu pengalaman waktu saya shalat, ada yang mengedor-gedor pintu yang saya harus menggunakan teknik napas masuk napas keluar untuk mengatasinya. Akhirnya saya memilih untuk membatalkan shalat saya agar orang lain tidak terganggu.
Berlatih dengan Bhante Nyanabhadra selama tiga hari membuat saya sadar untuk menikmati hari ini jangan memikirkan masa lalu atau masa depan , “Mindfulness is the energy of be being aware and awake to the present moment”. Saya baru pertama kali bertatapan langsung dengan seorang bhante. Retret ini saja jadi tahu bagaimana seorang bhante yang berbaur dengan orang-orang di sekitarnya. Tidak ada jarak di antara kami. Kami makan bersama, bahkan waktu sarapan saya melihat dengan jelas bhante mau memindahkan piring sendiri ke sebelah untuk kami. Belum lagi saya benar-benar terheran saat melihat duduk bhante yang bersila sampai berjam-jam tanpa gelisah.
Semua pelajaran yang diberikan Bhante sangat berguna. Salah satu perkataan bhante adalah “jangan membungkus seseorang“, maksudnya tidak selamanya seseorang itu salah, bisa saja saat itu orang itu memang salah, tetapi kita tidak tahu besok seseorang itu bisa berubah dan belajar dari kesalahannya.
Perkataan lain dari bhante adalah “jangan menilai seseorang dari luar“, saya pun jadi memahami bahwa selama ini saya hanya menilai dari luar tidak dari dalam. Saya juga sangat suka saat bhante membunyikan lonceng dengan kata satukan pikiran, jadi jika tadinya pemikiran sudah bercabang-cabang, saat mendengar lonceng maka saya kembali lagi hadir seutuhnya.
Dengan retret ini saya akan lebih kuat lagi menghadapi orang tua murid yang marah-marah karena bhante sudah memberi metodenya dengan bibo (breathing in breathing out) dan membersihkan ruang tamu hati agar negativitas dari gudang kesadaran bisa segera tenang, dan jarang masuk ke ruang tamu pikiran.
Terima kasih Bhante telah banyak memberi ilmu dan metode untuk kehidupan ini. Terima kasih Ibu Ani, saya bisa bertemu bhante, saya menjadi lebih bersyukur dan menikmati kehidupan saya.
Ada satu lagi yang terlewat saya ceritakan, yaitu ketika sesi siram bunga, hampir rata-rata memuji saya tidak pernah marah dan selalu senyum mulai dari pagi sampai sore hehehe. Sekali lagi terima kasih untuk retret ini mudah-mudahan tahun depan bisa ada retret lagi.
ROHLIYANA SARAGIH, guru sekolah Ananda, Bagan Batu.
September 2018, tahun lalu, saya mengenal istilah BIBO. Sekarang sudah pertengahan 2019. Waktu berlalu begitu cepat. Saya makin akrab dengan BIBO yaitu Breathing In Breathing Out. Istilah unik ini datang dari Sekolah tempat saya mengajar, sekolah Ananda di Bagan Batu.
Ada seorang guru, namanya Rumini, akrab kita sapa Laoshi Ani. Dialah yang mengajarkan BIBO kepada saya lewat metode mindfulness, teknik untuk selalu sadar akan momen kekinian, apakah itu dalam situasi yang baik maupun kurang baik.
Mindfulness adalah keadaan yang ditandai oleh munculnya introspeksi diri, keterbukaan pikiran, refleksi dan penerimaan diri apa adanya dengan sikap positif (M . Jojo Raharjo, 2008). Introspeksi diri membuat saya makin tertarik dengan kegiatan Mindfulness.
Teknik mindfulness mangajarkan saya untuk selalu hadir di sini dan saat ini melalui bernapas masuk dan bernapas keluar (breathing in breathing out). Teknik ini juga mencakup makan dengan berkesadaran agar bisa mempertahankan kesehatan. Kegiatan lain seperti deep relaxation melalui teknik body scanning (pemindaian tubuh). Mencintai alam dengan walking meditation. Meningkatkan rasa syukur lewat “BIBO”.
Saya bahkan mengikuti akun sosial media yang berkaitan dengan praktik mindfulness seperti @plumvillageindonesia dan Thich Nhat Hanh collective quotes. Melalui akun tersebut saya mengenal seorang biksu Zen, Thich Nhat Hanh yang menjadi panutan bagi Buddhis dan non Buddhis di seluruh dunia. Pelopor mindfulness sejati menurut saya.
Mindfulness telah memberi pengaruh positif bagi saya. Simpel, lewat penerapan BIBO. Ada satu kisah waktu kecil hingga sekolah menengah atas. Saya diajarkan untuk rajin berdoa di gereja. Sejak SMP saya sudah ikut melayani Tuhan dengan menjadi guru sekolah minggu di Gereja Kesukuan di kampung saya.
Doa adalah hidup saya. Berdoa sebelum makan, berdoa sebelum tidur, berdoa sesudah bangun tidur, berdoa dalam suka dan duka. Berdoa sudah begitu melekat dalam diri saya.
Ada suatu ketika saya berhenti melakoninya. Alasannya, saya tidak lolos seleksi ke universitas yang saya dambakan. Saya berhenti berdoa sejak itu. Saya tidak tahu mengapa saya berbuat demikian. Mungkin sebagai bentuk tuntutan atau protes ketidakadilan Tuhan pada saat itu.
Saya belum buntu, walau tidak masuk ke universitas negeri yang saya dambakan, saya pun beralih ke universitas swasta. Jurusan yang saya pilih adalah pendidikan bahasa Inggris. Saya lulus sebagai sarjana pendidikan.
Tahun 2018 saya diterima di SD swasta Yayasan Pendidikan Ananda. Di tempat inilah titik balik hubungan saya dengan Tuhan. Saya menerapkan mindfulness lewat praktik BIBO, dan entah mengapa secara alamiah saya merasa mengalami hubungan saya dengan Tuhan membaik.
Melalui mindfulness saya diajarkan untuk hidup bersyukur atas berkat dan keadaan yang saya dapat pada saat ini. Teknik ini Mengajarkan untuk hidup dengan penuh cinta kasih dengan sesama manusia, alam dan juga Tuhan. Saya ”disadarkan” untuk mengubah pola hidup dengan lebih meningkatkan sifat-sifat baik yang ada dalam diri saya.
Tanggal 15- 17 Juli 2019 kami kembali mengikuti retret mindfulness yang dihadiri juga oleh seorang biksu. Bagi saya beliau lebih ahli dalam praktik mindfulness tentunya. Saya mendapatkan banyak sekali bahkan terlalu banyak hal-hal baik dalam acara itu. Beliau bernama Bhante Nyanabhadra. Beliau mengajari saya untuk selalu “sadar” pancaindra agar emosi negatif tidak bisa berbuat semena-mena.
Tata cara sifat manusia beliau gambarkan seperti “ruang tamu” dan “gudang”. Di dalam ruang tamu biasanya tempat menjamu para tamu yang datang, emosi apa pun selalu berkumpul di ruang tamu. Di dalam “gudang” merupakan tempat penyimpanan sifat positif dan negatif yang diibaratkan sebagai benih. Jika ada suatu kejadian masuk melalui pancaindra maka menyentuh benih itu lalu muncul di ruang tamu.
Jika lupa menerapkan “BIBO”, maka sifat negatif bisa membuat kekacauan di ruang tamu, membuat kita menjadi manusia yang lebih kental sifat negatifnya. Melalui BIBO juga saya belajar mencintai diri sendiri, sesama dan juga alam, ini membuat saya menjadi lebih kental sifat positifnya. Itulah yang beliau ajarkan kepada kami
Saya sangat menyukai sesi sitting meditation di pagi hari. Bhante Nyanabhadra melantunkan syair meditasi pagi, bernyanyi dengan suara lembut dan menyentuh. Seketika hati saya dipenuhi rasa haru. Kesalahan dan dosa-dosa yang saya lakukan terlintas dalam pikiran kemudian menguap begitu saja. Saya makin disadarkan bahwa saya masih belum apa-apa dalam hal berbuat baik terhadap Tuhan, sesama dan lingkungan.
Saya mengutip satu catatan yang sempat saya tulis di dalam note saya. Beliau berkata ”Masa lalu telah pergi, masa depan belum juga tiba, hanya ada satu masa untuk hidup, yaitu masa sekarang.” Lalu saya teringat dengan kutipan dari biksu Thich Nhat Hanh yang berkata ”Because you are alive everything is possible”.
Saya langsung teringat ada ayat di Alkitab yang sangat saya sukai yaitu, Luke 1:37 ”With God nothing shall be imposible”. Saya kemudian menggabungkan kutipan tersebut ke dalam sebuah pemahaman baru “Karena kamu hidup di momen ini, bersama dengan Tuhan, maka segalanya menjadi mungkin”.
Pengalaman praktik mindfulness mulai membuat kualitas hidup saya makin membaik. Saat ini saya fokus memperbaiki hubungan saya dengan Tuhan saya. Satu hal yang saya rasakan, mindfulness tidak akan pernah merugikan pelaku mindfulness.
Pedoman saya sebagai pemula di kegiatan ini adalah “When you touch one thing with deep awareness, you touch everything,” ~ Thich Nhan Hanh. Praktik ini memiliki kontribusi positif yang sangat besar bagi saya, semoga demikian juga untuk Anda. Mari ber”BIBO” bersama-sama.
Bita Astuanna Siburian, guru sekolah Ananda, Bagan Batu, Riau.