Menyentuh Bumi

Menyentuh Bumi
Hands protect green earth globe. Save Earth Planet World Concept.

Judul dalam bahasa Vietnam: Địa xúc
Judul dalam bahasa Inggris: Earth Touching

Oleh Thich Nhat Hanh

Di sini ada kaki pohon.
Di sini sunyi dan sepi.
Di sini ada bantal.
Saudaraku, mengapa engkau tidak duduk?

Duduklah dengan tegak.
Duduklah dengan solid.
Duduklah dengan damai.
Jangan biarkan pikiran menyeretmu ke angkasa.
Duduklah sehingga engkau benar-benar dapat menyentuh Bumi
dan menyatu dengannya.

Engkau boleh tersenyum, saudaraku.
Bumi akan mentransmisikan keadaan soliditas,
Kedamaian, dan kebahagiaannya untukmu.
Dengan bernapas sadar sepenuhnya,
bersama senyummu yang damai,
engkau tetap teguh dalam mudra Menyentuh Bumi.

Ada saatnya engkau tidak melakukannya dengan baik.
Duduk di Bumi, tapi rasanya seperti melayang di angkasa,
engkau sudah terbiasa berputar-putar di tiga dunia
dan tenggelam dalam samudra ilusi.
Namun, Bumi selalu sabar
dan satu hati.
Bumi masih menunggumu
karena bumi sudah menunggumu
selama triliunan kehidupan terakhir.
Itulah sebabnya Dia sanggup menunggumu sampai kapan pun.
Dia tahu pada akhirnya engkau akan kembali kepadanya suatu hari nanti.
Dia akan menyambutmu
selalu segar dan hijau, persis seperti pertama kali,
karena cinta kasih tidak pernah bilang, “Inilah kali terakhir”;
karena Bumi adalah seorang ibu yang penyayang.
Dia tidak akan pernah berhenti menunggumu.

Kembalilah kepadanya, wahai saudaraku.
Engkau akan seperti pohon itu.
Daun, ranting, dan bunga jiwamu
akan segar dan hijau
setelah engkau memasuki mudra Menyentuh Bumi.

Jalan kosong menyambutmu, wahai saudariku,
harum oleh rerumputan dan bunga-bunga kecil,
jalan setapak yang dilapisi oleh pepadian
yang masih menyandang jejak masa kecilmu
dan harumnya tangan ibunda.
Berjalanlah dengan hati lega dan damai.
Kakimu akan menyentuh Bumi dengan mendalam.
Jangan biarkan pikiran menyeretmu ke angkasa, wahai saudariku.
Kembalilah ke jalan ini setiap momen.
Jalan ini adalah sahabat karibmu.
Ia akan mentransmisikan padamu
kekokohannya,
kedamaiannya.

Bersama napasmu yang dalam,
engkau tetap teguh dalam mudra Menyentuh Bumi.
Berjalanlah seakan-akan engkau mengecup Bumi dengan kakimu,
seolah-olah engkau sedang memijat Bumi.
Jejak yang ditinggalkan oleh kakimu
akan seperti segel kaisar
menyerukan Kini untuk kembali ke Sini;
agar kehidupan hadir;
sehingga darah akan menghadirkan warna cinta ke wajahmu;
agar keajaiban hidup dapat terwujud,
dan semua sengsara akan diubah menjadi
kedamaian dan sukacita.

Ada saatnya engkau tidak berhasil, wahai saudariku.
Berjalan di jalan yang kosong, tapi engkau melayang di udara,
karena engkau terbiasa tersesat dalam samsara
dan tersedot ke dalam dunia ilusi.
Namun jalan yang indah itu selalu sabar.
Ia selalu menunggumu untuk kembali,
jalan itu sangat familier bagimu,
jalan yang begitu setia.
Ia tahu betul bahwa engkau akan kembali suatu hari nanti.
Dia dengan senang hati menyambut engkau kembali.
Dia akan terasa segar dan indah seperti pertama kali.
Cinta tidak pernah bilang, “Inilah yang terakhir.”

Jalan itu adalah engkau, wahai saudariku.
Itu sebabnya dia tidak akan pernah lelah menunggu.
Meskipun sekarang tertutupi oleh debu merah
atau oleh daun musim gugur
atau salju es—
kembalilah ke jalanmu, wahai saudariku,
karena aku tahu
engkau akan seperti pohon itu,
daun, batang, dahan,
dan bunga jiwamu
akan segar dan cantik,
setelah engkau memasuki mudra Menyentuh Bumi.

Diterjemahkan oleh Rumini
(Diterbitkan oleh Parallax Press dengan judul “Call Me by My True Names” – Thich Nhat Hanh (1993))

Ucapan Benar

Ucapan Benar

Begawan Buddha, selama hidup-Mu, Engkau telah mencurahkan banyak waktu untuk mengajarkan Dharma kepada para biksu, biksuni, dan praktisi awam. Kata-kata-Mu menyiram benih-benih pengertian dalam diri mereka yang mendengarnya dan membantu mereka untuk melepaskan persepsi salah. Ucapan-Mu menuntun banyak orang menuju ke arah yang positif. Ucapan-Mu menghibur mereka yang tertekan dan membangkitkan kepercayaan diri dan energi yang dibutuhkan.

Ada saat-saat ketika ada orang mengajukan pertanyaan kepada-Mu dan Engkau hanya duduk diam, tersenyum, dan tidak mengucapkan sepatah kata pun. Engkau melihat bahwa bagi orang-orang ini, keheningan jauh lebih manjur daripada kata-kata. Sebagai murid-Mu, aku ingin dapat melakukan apa yang Engkau lakukan dan hanya berbicara jika diperlukan, dan diam bila diperlukan untuk diam.

Begawan Buddha, aku berjanji kepada-Mu bahwa mulai sekarang aku akan berlatih berbicara lebih sedikit. Aku tahu bahwa di masa lalu aku telah berbicara terlalu banyak. Aku telah melontarkan hal-hal yang tidak bermanfaat bagi diriku atau bagi mereka yang mendengarkannya. Aku juga telah melontarkan hal-hal yang menyebabkan diriku dan orang lain menderita. 

Dalam ceramah Dharma pertama yang Engkau berikan kepada lima biksu di Taman Rusa, Engkau menyebutkan praktik Ucapan Benar, salah satu dari delapan Praktik Benar yang termasuk dalam Jalan Mulia Beruas Delapan. Latihan ucapan benarku masih sangat lemah. Aku telah mengucapkan kata-kata yang memecah-belah, yang membuat komunikasi menjadi sulit antara aku dan orang lain karena persepsiku yang salah, karena pemikiranku yang tidak matang atau karena aku berbicara dengan kemarahan, kesombongan, dan kecemburuan. Aku tahu bahwa ketika komunikasi menjadi sulit atau terputus sama sekali, maka aku tidak bisa bahagia. 

Aku bertekad mulai dari sekarang, ketika bentuk-bentuk mental (mental formations) dari kejengkelan, kesombongan, dan kecemburuan timbul dalam diriku, aku akan kembali ke napas berkesadaran sehingga aku dapat mengenali bentuk-bentuk mental itu. Aku akan berlatih berdiam dalam keheningan dan tidak bereaksi lewat ucapan negatif. Saat aku ditanya mengapa aku tidak berbicara, aku akan jujur mengatakan bahwa ada iritasi, kesedihan, atau kecemburuan dalam diriku dan aku khawatir jika aku berbicara maka akan dapat menyebabkan perpecahan.

Aku akan meminta kesempatan lain untuk mengutarakannya ketika pikiranku telah menjadi lebih damai. Aku tahu bahwa jika aku melakukan itu, aku akan dapat melindungi diriku dan pihak lain. Aku tahu bahwa aku juga seharusnya tidak membekap emosiku. Untuk itu, aku akan menggunakan napas berkesadaran untuk mengenali dan menjaga emosiku, dan berlatih melihat secara mendalam ke akar bentuk-bentuk mentalku. Jika aku berlatih seperti itu, aku akan dapat menenangkan dan metransformasikan penderitaan yang sedang aku rasakan.

Aku tahu bahwa aku memiliki hak dan kewajiban untuk mengizinkan orang yang aku cintai mengetahui kesulitan dan penderitaanku. Meskipun demikian, aku akan berlatih untuk memilih waktu dan tempat yang tepat untuk berbicara, dan akan berbicara dengan menggunakan kata-kata yang menenangkan dan penuh kasih. Aku tidak akan menggunakan kata-kata menyalahkan, tuduhan, atau kecaman. Sebaliknya, aku hanya akan berbicara tentang kesulitan dan penderitaanku sehingga orang tersebut memiliki kesempatan untuk mengerti lebih baik tentang diriku.

Ketika aku berbicara aku dapat menolong orang lain untuk melepaskan persepsi salahnya tentang diriku, dan itu akan membantu kami berdua. Aku akan berbicara dengan penuh kesadaran bahwa yang aku katakan dapat saja muncul dari persepsiku yang salah tentang diriku atau pihak lain. Aku akan bertanya kepada orang tersebut, jika ia melihat elemen salah persepsi dari ucapanku, memohon dia menunjukkannya kepadaku dengan terampil dan memberikan nasihat kepadaku.

Begawan Buddha, aku berjanji untuk berlatih berbicara dengan berkesadaran sehingga pihak lain dapat mengerti diriku dan dirinya sendiri dengan lebih baik, tanpa menyalahkan, mengkritik, menghina atau marah. Ketika aku menceritakan penderitaanku, luka dalam diriku mungkin akan tersentuh dan bentuk-bentuk mental dari kemarahan akan muncul. Aku berjanji kapan pun rasa marah dan iritasi mulai muncul, aku akan berhenti berbicara dan kembali ke napasku sehingga aku dapat mengenali kemarahanku dan tersenyum padanya.

Aku akan meminta izin pada orang yang sedang duduk dan mendengarkanku untuk berhenti berbicara beberapa saat. Ketika aku melihat bahwa aku telah kembali pada keadaan yang tenang, aku akan melanjutkan pembicaraan. Ketika orang lain berbicara, aku akan mendengarkan secara mendalam dengan pikiran yang tenang dan tanpa prasangka. Ketika aku sedang mendengarkan, jika aku mengenali apa yang dikatakan orang tersebut bukanlah kebenaran, aku tidak akan menginterupsinya. Aku akan terus mendengarkan secara mendalam dan sungguh-sungguh; demi mengerti apa yang menyebabkan orang itu memiliki persepsi salah.

Aku akan mencoba melihat apa yang telah aku lakukan atau katakan sehingga membuat orang itu salah paham terhadapku. Pada hari berikutnya, aku akan menggunakan ucapan dan tindakan yang lembut dan terampil dan membantu orang lain menyelaraskan persepsinya terhadapku. Ketika orang tersebut selesai berbicara, aku akan menyatukan kedua telapak tanganku dan berterima kasih padanya atas pembicaraan yang tulus dan terbuka denganku.

Aku akan merenungkan secara mendalam apa yang telah dikatakan oleh orang tersebut sehingga pengertian dan kemampuanku untuk hidup secara harmonis dengannya makin baik hari demi hari. Aku sadar dengan membuka hati dan pikiran kita satu sama lainnya secara bertahap, kita akan dapat melepaskan kesalahpahaman, penilaian dan kritikan antara satu sama lainnya. Dengan berlatih berbicara dengan terampil dan penuh kasih, aku akan memiliki kesempatan terbaik untuk merawat cinta dan pengertian.

Menyentuh Bumi

Begawan Buddha, dengan tubuh, ucapan dan pikiran bersatu padu, aku menyentuh bumi di hadapan-Mu dan di hadapan Bodhisatwa Mendengarkan Mendalam, Avalokiteshvara. [Genta]