A moment to come back to my true home

A moment to come back to my true home
Walking Meditation @PondokSadhanaAmitayus

Taking my time to get away from the city lights, heavy traffic and fast-paced environment.

I arrived at Pondok Sadhana Amitayus,

I feel blue and liberated as I look up to the vast clear skies.
I feel green and nourished as I look down on the wild field of grass.
I feel yellow and accepted when the sun embraces my standing body.
I touch white and empty like the clouds painting the sky.

Several times, the vibrating sound of the bell as it penetrates through space has invited me to come back home to myself.

I sense transparency and arriving as I attend to my steps.
I sense clear and present as I notice my breath.
I am one with the cosmos as my knees and naked forehead touch the earth.

A sensation of being alive in my heart and a smile on my face appeared as I watched a living, happy community sitting, eating and singing harmoniously. A circle that is present for one another.

Practicing mindfulness and chanting the sutras for several days here transforms a feeling of restlessness into calmness. A chaotic mind turns quiet. The fast beating heart begins to slow down. Enmity gently turns into compassion.

Arriving here is an invitation to come back and be present to my true home. A home of true peace and harmony.

Composed by Astrid Padmanita K

Ada Di Hatiku

Ada Di Hatiku

Sinar matahari
di wajah dan mataku
matahari bersi-nar terang (2x)

Sungai mengalir deras
dari gunung ke kakiku
sungai mengalir ke- hatiku (2x)

Chorus:
Dari gunung dan bunga
anak kecil dan rusa (rusa)
kasih sayang sesama
Ada ruang hatiku- untukmu

Pohon menari indah
menghasilkan oksigen
pohon menari di- hatiku (2x)

Burung berterbangan
ikan berenang bebas
semuanya ada di- hatiku (2x)

Dari gunung dan bunga
anak kecil dan rusa (rusa)
kasih sayang sesama
ada ruang hatiku (rumahku) untukmu (3x)

Home Is Where The Heart Is

Home Is Where The Heart Is
Home is where the heart is

Unduh Mp3 klik sini

Been travelling a day
Been travelling a year
Been travelling a lifetime,
to find my way home

Home is where the heart is
Home is where the heart is
Home is where the heart is
My heart is with you

Home is where the heart is from the album Songs of Awakening.
Produced by Milarepa and One Sky Music, 1993.

Perfume River, Hue, Vietnam

I Have Arrived, I Am Home

I Have Arrived, I Am Home
Foto bersama di ayunan @PlumVillageThailand

Sampai mana? Rumah? Benar, rumah yang dimaksud adalah rumah yang membuat hati saya damai dan tenang, apalagi bebas dari beban pikiran yang melanda di saat mengalami kesulitan.

Saya mengikuti acara retret yang diadakan oleh Plum Village Thailand dari 21 Desember 2018 sampai dengan 4 Januari 2019. Sambil menyelam minum air, tahun baruan sambil latihan. Saya merasakan sensasi yang sungguh luar biasa di sana. Mendapatkan energi positif yang sangat bermanfaat dan pengalaman berharga yang sulit untuk dilupakan

Tiba pada hari H, saya berangkat ke Thailand bersama dengan guru dan teman-teman spiritual pada pagi hari dan tiba di Thailand pada siang hari. Perjalanan terbang dari Jakarta menuju Thailand secara langsung memang membutuhkan waktu 3,5 jam. Ini merupakan mimpi saya untuk pergi ke Thailand. Untungnya saya pun mendapat persetujuan orang tua untuk menuju ke sana dengan mudah.

Saya sangat bersyukur karena memiliki kedua orang tua yang sangat mendukung latihan saya hingga mengizinkan saya pergi ke luar negeri. Retret akhir tahun di Plum Village Thailand ada dua, pertama adalah retret fasilitator (21-24 Desember 2018), dan kedua adalah retret Asia Pasifik (26 Desember 2018-1 Januari 2019). Saya mengikuti kedua acara tersebut dengan hati senang

Saya mendapatkan fasilitator orang Vietnam yang fasih berbahasa Inggris, sehingga memudahkan saya untuk mengerti apa yang mereka katakan. Di dalam grup saya ada dua fasilitator yang mengajarkan banyak hal. Hal tersebut mulai dari mengundang genta berkesadaran, hingga mengajarkan cara melantunkan pendarasan meditasi pagi dan sore.

Kami juga mempraktikkan Dharma sharing, praktik berbagi kesulitan yang dihadapi di rumah dan saling berbagi pengalaman pribadi masing-masing tentang latihan. Ada catatan di dalam Dharma sharing yaitu apa yang disampaikan di dalam Dharma sharing tidak diperkenankan untuk disebarluaskan di luar lingkaran. Dengan demikian semua orang yang berada di dalam lingkaran tersebut dapat lebih leluasa menyampaikan isi hatinya.

Saya mendapat kelompok Dharma Sharing Indonesia, sehingga bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia. Selain itu ada juga translator dari Indonesia yang siap untuk menerjemahkan ke Bahasa Inggris kepada brother dan sister yang menjadi fasilitator kami.

Brother dan sister adalah panggilan kepada monastik yang berada di sana. Dharma sharing adalah hal yang sangat berkesan bagi saya karena pengalaman orang lain dapat menjadi inspirasi bagi saya agar lebih bersemangat untuk mengikuti retret berikutnya. Saya yakin retret demikian dapat memperkuat iman saya.

Pada saat makan berkesadaran, saya bisa benar-benar mempraktikkan makan berkesadaran. Makanan yang dimakan ternyata tidak sesuai dengan lidah saya. Lidah saya ini asli Indonesia yang sudah terbiasa makanan manis dan pedas. Sedangkan di sana, makanan yang saya temui itu sangat sehat namun hambar dan asin sehingga tidak sesuai dengan lidah, tetapi saya tetap harus makan.

Saya benar-benar mempraktikkan makan berkesadaran, kunyah 30 kali, merasakan rasa makanan yang berbeda dan di situ saya sadar bahwa tidak harus selalu mengikuti pikiran dan mata untuk mengambil makanan

Saya belajar bersyukur dengan apa pun yang saya makan meskipun tidak sesuai dengan selera. Saya cukup beruntung karena ada teman dari Indonesia yang membantu saya dalam hal makanan, dia membawa cabai rawit dari Indonesia yang pedasnya pas di lidah. Kalau sedang ingin makan pedas, tinggal duduk dekat dengan dia saja, jadi gampang deh kalau mau cabai.

Tanggal 25 Desember 2018 adalah perayaan Natal, dan di Plum Village merupakan lazy day. Hari itu juga merupakan arrival day atau hari kedatangan para peserta retret Asia Pasifik. Tiap minggu, para monastik memang memiliki kegiatan lazy day untuk istirahat.

Lazy day, hari bermalas-malasan. Saya bangun agak siang pada hari itu. Pada umumnya kami wajib bangun pukul 4 pagi, namun pada lazy day saya bangun pukul 06:45 sementara sarapan pukul 07:00. Seharian menikmati Thai Plum Village yang sangat kaya akan kebahagiaan, seperti di suatu tempat yang sangat indah dengan pemandangan alam asri dan menyegarkan sehingga dapat cuci mata.

Menghabiskan waktu dengan keliling Plum Village, minum teh bersama dan mengakrabkan diri kepada teman yang belum akrab. Kami mengobrol bersama dan bertukar pikiran satu sama lainnya. Banyak pohon asam jawa di sana. Salah satu brother di sana mengatakan bahwa asam jawa dikenal di Thailand dapat mengurangi berat badan. Saya pun tertarik dengan hal tersebut dan memakannya. Dan ternyata sesuai dengan namanya, aseeemmm banget, tapi asemnya enak juga sih

Seharian keliling Plum Village ternyata sangat seru karena melihat pemandangan. Kalau di Jakarta yang dilihat kiri kanan adalah mall dan bangunan gedung besar, sedangkan di Plum Village Thailand di kiri dan kanan ada  banyak pohon rindang dan banyak tumbuhan hijau yang membuat mata menjadi lebih segar.

Menurut psikologi, mata akan lebih sehat jika melihat warna hijau dan tidak melihat layar terus.  Yang biasanya selalu risau untuk membalas pesan dari teman teman dan orang tua dan selama di sana bisa mengistirahatkan diri dari layar sentuh yang dapat membuat mata lebih cepat rusak.

Saya sangat bahagia dan bersyukur karena diberi kesempatan untuk menikmati keindahan alam di Plum Village dan semoga ada kesempatan lain untuk datang berkunjung ke sana lagi.

Phinawati Tjajaindra (Nuan), mahasiswa UPH, jurusan Hukum. Praktisi kewawasan (mindfulness) dan sukarelawan Retret dan Day of Mindfulness.

Napas Untuk Mudik

Napas Untuk Mudik

Foto bersama peserta Day of Mindfulness di Wihara Ekayana Serpong

Rumah identik dengan suasana damai yang menyejukan hati. Rumah adalah tempat yang paling nyaman juga untuk melepas kepenatan dan kelelahan yang mendera kehidupan. Di era digital yang serba terkoneksi dengan hiper dan cepat luar biasa, tak jarang membuat kita menjadi lebih cepat. Ibarat kualitas baterai pada gawai di masa kini yang lebih cepat habis karena penggunaan data yang berat dan terus menerus, kondisi “low battery” juga mudah sekali dialami oleh manusia di kehidupan masa kini. Dan rumah adalah semacam “power outlet” untuk kita dapat melepas lelah dan mengisi ulang energi kita.

Namun sayangnya bagi sebagian besar masyarakat, terutama di perkotaan metropolitan seperti Jakarta dapat pulang ke rumah setiap saat terutama pada saat kita sibuk, stress, kehabisan energi tidaklah semudah itu. Padahal hampir seluruh masyarakat membutuhkan sebuah solusi yang instan juga untuk dapat mengikuti tuntutan kehidupan yang ekspres dan instan juga. Akhirnya yang sering kali terjadi untuk mendapat kedamaian yang instan adalah dengan menenggelamkan diri ke media sosial, alkohol, makan berlebihan, rokok, kehidupan dunia gemerlap bahkan obat-obatan terlarang. Walaupun kedamaian tersebut bisa didapatkan pada saat tersebut, namun kualitasnya kurang baik dan tak jarang memberikan efek samping yang negatif terdahadap kesehatan mental, jasmani, sosial bahkan finansial.

Padahal sebetulnya terdapat sebuah solusi yang sangat mudah dan aman serta cukup instan efeknya bilamana dipraktikkan secara rutin dan konsisten. Solusi ini tidak menimbukan efek samping ketergantungan yang negatif. Bahkan sebaliknya pada saat kita mengalami “ketergantungan” pada solusi ini lebih banyak efek positif yang bisa didapatkan. Dan kabar baiknya, solusi ini tersedia untuk setiap manusia baik mereka yang memiliki gaya hidup modern, tradisional bahkan purba sekalipun. Solusi ini mampu membawa kita kembali pulang ke rumah kita yang sejati, kapan saja dan di mana saja.

Solusi tersebut adalah gaya hidup dengan penuh kesadaran dengan menunggangi napas sebagai kendaraan untuk dapat membawa kita pulang ke rumah kita yang sejati kapan saja dan di mana saja dengan ekspres dan instan.

Di hari Sabtu, 04 November 2017 yang lalu bertempat di Wihara Ekayana Serpong terdapat puluhan orang berkumpul bersama untuk melatih diri mempraktikkan indahnya seni hidup dengan penuh kesadaran melalui napas masuk dan napas keluar sebagai kendaraan ekspres untuk membawa mereka pulang ke rumah sejati. Bersama-sama mereka duduk dalam keheningan menikmati setiap hembusan napas, bernyanyi dengan penuh kesadaran, menikmati berkah alam semesta melalui makanan dan minuman hingga saling berbagi cerita pengalaman dalam praktik dengan penuh kasih.

Dan di saat bersama-sama mereka menikmati setiap hembusan napas masuk dan napas keluar, sontak seketika mereka semua tiba ke rumah sejati. Bersama-sama mudik ke kampung halaman yang penuh cinta kasih dan kedamaian. Mendapatkan kembali energi untuk recharge diri setelah sekian lama tenggelam dalam kesibukan sehari-hari.

Di penghujung kegiatan, mereka semua pun berdoa agar latihan bersama yang telah dilakukan seharian penuh, dapat memberikan manfaat yang lebih luas lagi pada kehidupan yang kita semua jalani bersama. Tak lupa mereka berjanji bertemu berlatih bersama kembali setelah satu purnama untuk dapat kembali bersama mudik ke kampung halaman sejati. (Astrid Maharani)

Jadwal DoM (Day of Mindfulness)
08.00 – 08.30 Persiapan
08.30 – 09.00 Registrasi dan Song of Mindfulness
09.00 – 09.45 Kebaktian Bahasa Indonesia dan Meditasi duduk dipandu
09.45 – 10.00 Meditasi Gerak & Toilet Break
10.00 – 12.00 Menonton Video Ceramah Thay
12.00 – 13.00 Meditasi Makan
13.00 – 13.45 Relaksasi Total
13:45 – 14:00 Istirahat
14.00 – 15.45 Meditasi Teh dan Sharing
15.45 – 16.00 Pelimpahan Jasa dan Penutup

Jadikan Kekasihmu sebagai Rumah Sejati

Jadikan Kekasihmu sebagai Rumah Sejati

Kita perlu memberitahu semua anak muda bahwa mereka rupawan apa adanya; tidak perlu meniru orang lain.

Oleh: Zen Master Thich Nhat Hanh

Thay di New Hamlet

Setiap orang sedang berusaha mencari di mana rumah sejatinya. Kita tahu bahwa rumah sejati ada di dalam diri sendiri, dan dengan energi kesadaran kita dapat kembali ke rumah sejati yang ada di sini dan saat ini. Sanggha (komunitas) adalah rumah sejati kita.

Dalam bahasa Vietnam, suami memanggil istrinya dengan istilah “rumahku”. Istri memanggil suaminya dengan istilah “rumahku”. Ketika seorang lelaki ditanya “Di mana istrimu” Dia akan menjawab, ”Rumahku di kantor pos sekarang.”, Dan jika seorang tamu bertanya kepada istrinya, ”Rumahmu indah; siapa yang mendekorasinya?” Dia akan menjawab,”Rumahku yang medekorasinya”, artinya “Suamiku.” Ketika suami menyapa istirinya, dia berkata, “Nha oi,” rumahku. Dan istri menjawab, “Saya di sini.” Nha oi, Nha toi.

Ketika hubungan Anda seperti demikian, maka sang kekasih adalah rumah sejati. Anda seharusnya menjadi rumah sejati bagi dia juga. Pertama-tama Anda perlu menjadi rumah sejati bagi diri sendiri terlebih dahulu agar Anda bisa menjadi rumah sejati bagi dia dan bagi orang yang dicintai. Bagaimana? Kita membutuhkan latihan sadar penuh.

Di Plum Village, setiap kali Anda mendengar bel, Anda berhenti berpikir, Anda berhenti berbicara, Anda berhenti sejenak dari apa pun yang sedang Anda lakukan. Anda mencurahkan perhatian pada napas masuk sewaktu Anda bernapas masuk, Anda bilang “Saya dengar, saya dengar. Suara yang merdu ini membawa saya kembali ke rumah sejatiku.” Rumah sejatiku ada di dalam diriku. Rumah sejatiku ada di sini dan di saat ini. Sehingga berlatih kembali ke rumah adalah yang kita lakukan sepanjang hari, karena kita hanya akan merasa nyaman berada di dalam rumah sejati kita. Rumah sejati kita selalu tersedia, dan kita boleh pulang ke rumah setiap momen. Rumah kita seharusnya aman, rukun, dan nyaman. Kitalah yang menciptakan suasana seperti itu.

Minggu lalau saya minum teh dengan sepasang suami istri yang datang dari United Kingdom (Inggris). Mereka menginap selama 2 minggu di Plum Village, dengan para Biksu di Upper Hamlet. Wanita tersebut bilang, “Aneh. Ini pertama kali saya tinggal di tempat di mana ratusan pria dan tidak ada wanita, dan saya merasa sangat aman di Upper Hamlet. Saya tidak pernah merasa aman seperti ini.” Di Upper Hamlet dia perempuan satu-satunya, dan dia merasa sangat aman. Dan jika dia merasa aman, tempat itu adalah rumahnya, karena rumah seharusnya memberikan keamanan seperti itu. Apakah kamu bisa menjadi tempat yang aman bagi kekasihmu? Apakah kamu mempunyai stabilitas, kekuatan dan perlindungan untuk kekasihmu?

Dan sang pria itu bilang, “Dua minggu lalu tampaknya adalah hari-hari sangat berkesan dalam hidup saya.” Itulah manfaatnya membangun sanggha. Ketika kamu membangun sebuah sanggha, kamu sedang membangun rumah untuk dirimu dan di tempat inilah kamu merasa nyaman, kamu merasa santai, kamu merasa aman. Jika tidak ada rasa aman di dalam dirimu, kamu bukanlah rumah untuk dirimu sendiri, dan kamu tidak dapat mempersembahkan sebuah rumah untuk orang yang kamu cintai. Itulah alasan sangat penting untuk kembali ke dirimu sendiri dan membantu diri sendiri menjadi aman dan juga untuk orang yang kamu cintai.

Jika kamu merasa kesepian, jika kamu merasa dikucilkan, jika kamu butuh penyembuhan, jangan berharap bisa sembuh hanya dengan melakukan hubungan seksual dengan orang lain. Hubungan seksual tidak dapat menyembuhkanmu. Kamu justru akan mengakibatkan penderitaan baru bagi mereka dan dirimu sendiri. Dalam latihan sadar penuh ke-3, kita belajar bahwa nafsu seksual bukanlah cinta. Dan tanpa cinta sejati, aktivitas seksual bisa mengakibatkan penderitaan bagi dirimu sendiri dan orang lain. Kesepian tidak dapat diusir lewat aktivitas seksual, kamu tidak dapat menyembuhkan dirimu sendiri dengan melakukan hubungan seksual. Kamu harus belajar bagaimana menyembuhkan dirimu sendiri, merasakan nyaman di dalam dirimu, dan kemudian kamu mulai menghadirkan sebuah rumah. Setelah itu kamu punya sesuatu yang bisa dipersembahkan kepada orang lain. Orang lain juga membutuhkan penyembuhan, sehingga dia akan merasa ringan, dan dia dapat menjadi rumahmu. Jika tidak demikian, maka yang akan dia curahkan kepadamu adalah rasa kesepian, kepedihan, dan penderitaannya. Itu tidak dapat membantu menyembuhkanmu sama sekali.

Tiga Jenis Kedekatan
Ada tiga jenis kedekatan. Yang pertama adalah kedekatan berupa kemesraan fisik dan seksual. Yang kedua adalah kedekatan emosional. Dan yang ketiga adalah kedekatan spiritual. Kedekatan berupa kemesraan seksual tidak dapat dipisahkan dari kedekatan emosional. Kedua hal tersebut berjalan sejajar. Jika kedekatan spiritual hadir, maka kedekatan berupa kemesraan fisik dan seksual akan memiliki makna dan akan menyehatkan dan menyembuhkan. Jika tidak ada kedekatan spiritual, maka kemesraan seksual justru akan membinasakanmu.

Setiap orang mendambakan kedekatan emosional. Kita ingin memiliki komunikasi yang tulus, saling pengertian, kebersamaan. Dalam konteks latihan Buddhis, kamu wajib mendengar penderitaanmu sendiri. Ada penderitaan dalam dirimu, dan demikian juga orang lain. Jika kamu tidak mendengarkan penderitaanmu sendiri, kamu tidak akan mengerti, dan kamu tidak bisa memancarkan welas asih kepada dirimu sendiri; dan welas asih merupakan elemen yang dapat membantumu sembuh.

Hal pertama yang Buddha ajarkan adalah tentang penderitaan dalam diri. Banyak orang merasa takut. Kita tidak ingin kembali ke dalam diri sendiri, karena kita percaya akan bertemu dengan sejumlah penderitaan di dalam diri, dan kita tidak sanggup menanganinya. Karena tidak berani berhadapan langsung dengan penderitaan, maka kita mencoba untuk menutupinya dengan mengonsumsi. Kita makan, mendengar musik, dan mengonsumsi apa pun dan kita terlibat dalam hubungan seksual. Tetapi tidak ada satupun diantara itu yang bisa meringankan penderitaan kita. Itulah alasan Buddha menyarankan kita untuk memberanikan diri kembali ke rumah kita sendiri untuk mengenali dan mendengarkan dengan seksama atas penderitaan di dalam diri sendiri. Kita bisa menggunakan energi sadar penuh yang dihasilkan dari kesadaran bernapas dan berjalan, untuk memeluk penderitaan dengan lembut. “Wahai penderitaanku, aku sadar akan kehadiranmu. Aku ada di rumah. Dan aku akan menyembuhkanmu.”

Ada waktu ketika kita sedang menderita, tetapi kita tidak tahu dari mana asal-usul penderitaan itu. Leluhur maupun orang tua kita belum berhasil mentransformasikan penderitaannya, dan mereka mewariskannya kepada kita. Dan sekarang, karena kita telah bertemu dengan Buddhadharma, kita punya kesempatan untuk mengenali penderitaan itu, memeluknya dan mentransformasikannya demi diri sendiri dan leluhur juga orang tua kita. “Leluhur tercinta, ayah tercinta, ibu tercinta, saya telah menerima penderitaan ini darimu. Saya mengerti Dharma, Saya tahu latihan. Saya akan belajar untuk mengenali penderitaan yang telah diturunkan kepada saya, dan dengan kasih sayang saya akan mencoba menerima dan mentransformasikannya.” Kamu dapat melakukan itu atas dasar cinta kasih. Kamu bisa melakukannya demi orang tuamu, leluhurmu, karena sesungguhnya kita merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari mereka.

Berdasarkan ajaran dari 4 Kebenaran Mulia, jika kita tidak mendengar penderitaan diri sendiri, jika kita tidak melihat mendalam atas penderitaan diri sendiri, dan memeluknya dengan lembut dengan energi sadar penuh, kita tidak dapat mengerti akar dari penderitaan itu. Ketika kita mulai mengerti akar penderitaan diri sendiri, perlahan energi welas asih, pengertian akan tumbuh. Pengertian serta welas asih memilki kekuatan untuk menyembuhkan. Dengan memeluk dan mendengarkan penderitaan diri sendiri, Anda sudah menumbuhkan pengertian dan welas asih. Ketika amrita welas asih lahir dalam dirimu, penderitaanmu berkurang, kesepianmu berkurang. Kamu mulai merasakan kehangatan dalam dirimu; kamu sedang membangun sebuah rumah dalam dirimu. Buddha menyarankan kita untuk membangun rumah di dalam diri sendiri, sebuah pulau dalam diri. Mejadi sebuah pulau dalam diri sendiri. Kita akan merasa nyaman, hangat, dan kita bisa menjadi sebuah perlindungan untuk orang lain juga.

Ketika kamu telah mengerti penderitaanmu dan kesepianmu sendiri, kamu merasa lebih ringan, dan kamu dapat mendengar penderitaan orang lain. Di dalam penderitaanmu mengandung penderitaan leluhurmu, dunia, dan masyarakat. Interbeing (saling berkaitan) artinya bahwa penderitaanku ada di dalam penderitaanmu, demikian pula sebaliknya. Itulah sebabnya, ketika aku telah mengerti penderitaanku, lebih mudah bagiku untuk mengerti penderitaanmu. Ketika kamu mengerti seseorang, itu adalah kado terbaik yang dapat kamu berikan kepada mereka. Orang lain merasakan untuk pertama kalinya ada orang yang bisa mengerti dirinya. Mempersembahkan pengertian artinya mempersembahkan cinta kasih. Kita tidak akan bisa mengerti orang lain tanpa mengerti diri sendiri terlebih dahulu. Pembangunan rumah mulai dari dirimu sendiri. Pasanganmu juga wajib membangun rumah di dalam dirinya sendiri, dan kamu dapat memanggilnya sebagai rumahmu, dan dia dapat memanggilmu rumahnya.

Di Upper Hamlet, kita membangun sebuah Sanggha sebagai rumah. Anda juga bisa membangun keluargamu sebagai sebuah Sanggha, karena Sanggha berarti komunitas. Tugas yang paling mulia adalah membangun sebuah Sanggha. Setelah mencapai pencerahan sempurna, hal pertama yang Buddha ajarkan kepada kita adalah mencari elemen apa saja yang bisa dijadikan bahan untuk membangun sebuah Sanggha. Sebuah Sanggha adalah sebuah perlindungan untuk diri kita dan banyak orang.

Jadi kita kembali ke diri sendiri, kita mendengarkan penderitaan dalam diri sendiri. Kita memeluk rasa sakit, duka, kesepian kita dengan energi sadar penuh. Pengertian seperti ini, pandangan mendalam ini akan membantu kita mentransformasikan penderitaan. Kita merasa lebih ringan, dan kita mulai merasakan kehangatan dan kedamaian yang berasal dari dalam. Apabila orang lain juga bergabung dengan Anda dalam pembangunan rumah, Anda punya sahabat. Anda akan menolong dia dan dia akan menolong Anda. Dan bersama-sama membangun rumah. Anda memiliki rumah dalam diri, Anda memiliki rumah dalam diri mereka juga. Jika tidak ada unsur kedekatan seperti ini, maka hubungan seksual dapat menyebabkan banyak malapetaka. Inilah sebabnya sejak awal saya berpendapat bahwa kedekatan berupa kemesraan fisik dan seksual tidak dapat dipisahkan dengan kedekatan emosional.

Ada benang merah di antara kedekatan spiritual dan emosional. Spiritual tidak hanya sebatas keyakinan atas sebuah ajaran. Latihan selalu membawa keyakinan, komunikasi, transformasi. Setiap orang memerlukan dimensi spiritual dalam kehidupan. Tanpa dimensi spiritual dalam kehidupan, kita tidak sanggup menangani kesulitan-kesulitan yang kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Latihan spiritual Anda dapat menangani berbagai aspek emosional yang muncul, membantu Anda untuk mendengar, memeluk penderitaanmu sendiri, dan juga untuk mengenali dan memeluk penderitaan orang lain. Makanya dua bentuk kedekatan ini berkaitan erat. Kita tahu bagaimana menangani luapan emosi yang kuat seperti ketakutan, kemarahan, keputusasaan. Berhubungan Anda tahu bagaimana melakukannya, Anda dapat merasa lebih damai dalam dirimu sendiri. Latihan spiritual membantu Anda membangun sebuah rumah dalam dirimu sendiri, demi diri sendiri juga orang lain. Oleh karena itu kedekatan emosional tidak dapat dipisahkan dengan kedekatan spiritual. Ketiga jenis kedekatan ini saling berkaitan.

Hubungan seksual tidak dapat mengusir kesepian; kamu tidak bisa menyembuhkan dirimu lewat hubungan seksual.

Menghormati Tubuh
Hubungan seksual tanpa dilandasi oleh cinta sejati sama saja dengan hubungan seksual hampa. Hal ini lumrah dalam masyarakat kita dan seks seperti ini menyebabkan begitu banyak penderitaan bagi generasi muda. Jika kamu adalah seorang guru di sekolah, jika kamu adalah orang tua, kamu seharusnya membantu anak-anakmu dan siswamu untuk menghindari hubungan seksual hampa. Seksual hampa membawa banyak malapetaka bagi pikiran dan tubuh mereka. Malapetaka akan muncul di kemudian hari dalam bentuk depresi, gangguan mental, dan bunuh diri. Banyak anak muda tidak melihat koneksi antara hubungan seksual hampa dengan gangguan mental dan fisik dalam diri mereka sendiri.

Apa yang terjadi dalam tubuh akan memiliki efek bagi pikiran dan demikian juga sebaliknya. Pikiran bergantung pada tubuh untuk bermanifestasi dan tubuh bergantung pada pikiran untuk hidup. Ketika kamu mencintai seseorang, kamu harus menghormati perasaan dan tubuh mereka. Kamu menghormati tubuhmu sendiri, dan kamu menghormati tubuh mereka. Cinta sejati seharusnya mengandung respek, menghargai. Dalam tradisi timur, kamu harus memperlakukan pasanganmu dengan hormat, seperti tamu, dan untuk menghormatinya, kamu harus menghormati dirimu sendiri terlebih dahulu. Penghormatan seharusnya menjadi landasan cinta.

Di kampung halaman saya, orang tua bangga memperkenalkan anaknya kepada tamu yang berkunjung ke rumah. Tamu yang berkunjung biasanya akan bertanya, “Apakah Anda menyanyangi ayah dan ibumu?” Anak akan menjawab, “Aku menyanyangi ayahku. Aku menyayangi ibuku.” Pertanyaan selanjutnya adalah: “Di manakah kamu menempatkan orang yang kamu sayangi itu?” Anak telah diajarkan untuk menjawab: “Orang yang kusayangi aku letakkan di atas kepalaku.” “Bukan di dalam hatiku”, tetapi “Di atas kepalaku.” Ketika seorang biksu mengenakan sanghatinya, jubah kuning, untuk menghadiri sebuah seremoni, dia akan membawa serta sanghatinya dengan penuh rasa hormat, sama seperti saat membawa serta sebuah kitab suci. Jika kamu mendekati biksu itu dan kamu membungkuk hormat kepadanya, dan jika dia tidak menemukan tempat yang layak untuk menaruh sanghatinya, dia akan dengan perlahan menaruh sanghatinya di atas kepala karena itulah tempat yang paling mulia; seperti altar. Itulah sebabnya tata krama yang baik di Vietnam; kamu seharusnya tidak menyentuh kepala seseorang jika kamu tidak mengenal orang itu. Kepala merupakan tempat suci dari tubuh, karena kepala adalah altar untuk memuja para leluhur dan Buddha.

Ada bagian lain dari tubuh yang juga dianggap suci yang tidak seharusnya disentuh. Seperti dalam istana raja, ada *kota Ungu1, tempat tinggal keluarga kerajaan. Dan kamu tidak boleh pergi ke area itu. Jika kamu menerobos daerah itu, maka pengawal kerajaan akan menangkap dan memenggal kepalamu. Dalam tubuh seseorang ada area terlarang yang tidak boleh disentuh. Dan jika kamu tidak menghormati area itu, jika kamu menyentuh bagian tubuh tersebut, kamu memasuki kota ungu. Pelecehan seksual terhadap seorang anak membuat dia sangat menderita, sangat merana. Seseorang telah melanggar kota ungunya dan dia tidak punya kemampuan untuk melindungin dirinya sendiri. Ada anak-anak yang telah disiksa ketika berusia delapan, sembilan, sepuluh tahun, dan mereka sangat menderita. Mereka menyalahkan orang tuanya kerena tidak melindungi mereka, dan hubungan anak dan orang tua menjadi lebih sulit. Kemudian hubungan mereka dengan teman dan kekasih mereka di masa depan juga akan menjadi sangat sulit. Luka masih ada di hatinya.

Kasus pelecehan seksual pada anak-anak sangat memilukan hati. Disebutkan bahwa di Amerika Serikat sekitar 5%-15% anak laki-laki dan sekitar 15%-35% anak perempuan menjadi korban pelecehan seksual. Sungguh banyak sekali. Bayangkan seorang anak sebagai korban pelecehan seksual, dia akan menderita sepanjang hidup, karena tubuh mereka tidak diperlakukan dengan hormat.

Di sekolah dan di dalam keluarga, kita perlu mengajari anak-anak untuk menghormati diri sendiri, menghormati tubuh mereka sendiri juga tubuh orang lain. Jika kamu adalah seorang pemimpin religius, jika kamu adalah seorang politikus, jika kamu adalah orang tua atau guru, jika kamu adalah seorang edukator, mohon renungkan hal ini. Kita boleh belajar dari ajaran Buddha tentang bagaimana menata kehidupan dalam keluarga, sekolah, masyarakat sedemikian rupa sehingga kita dapat dilindungi dan anak kita juga selalu dilindungi.

Rupawan Apa Adanya, Jadilah Dirimu Sendiri
Saya menyatakan di atas bahwa kenikmatan sensual, nafsu seksual, bukanlah cinta sejati, tetapi masyarakat kita terpola sedemikian rupa sehingga kenikmatan seksual menjadi hal yang paling penting. Untuk menjual produk, perusahaan membuat iklan yang menyirami benih keserakahan dalam dirimu. Mereka ingin kamu mengonsumsi sehingga keserakahan kamu makin besar dan makin mendambakan kenikmatan sensual. Tetapi kenikmatan sensual tersebut justru yang menghancurkanmu. Apa yang kita butuhkan adalah saling pengertian, saling mempercayai, cinta kasih, kedekatan emosional dan spiritual. Tetapi kita tidak menemukan kesempatan untuk bersentuhan dengan jenis kebutuhan mendalam seperti ini dalam diri kita.

Majalah mode wanita menyatakan bahwa untuk menjadi sukses, Anda harus mencari cara tertentu, dan menggunakan produk tertentu. Banyak anak muda dalam masyarakat ingin melakukan operasi plastik untuk memenuhi standar kecantikan. Mereka sangat menderita karena mereka tidak dapat menerima tubuh mereka apa adanya. Ketika kamu tidak dapat menerima tubuhmu apa adanya, kamu bukan rumah sejati untuk dirimu. Setiap anak yang lahir di taman kemanusiaan sebagai setangkai bunga. Tubuhmu adalah sejenis bunga, dan bunga-bunga berbeda satu dengan yang lainnya. Napas masuk, saya melihat diriku sebagai bunga. Napas keluar, saya merasa segar. Jika kamu bisa menerima tubuhmu apa adanya, dengan demikian kamu mempunyai kesempatan untuk melihat tubuhmu sebagai rumah. Jika kamu tidak dapat menerima tubuhmu apa adanya, kamu tidak dapat menjadi rumah bagi dirimu sendiri. Banyak anak muda yang tidak bisa menerima tubuh mereka apa adanya, mereka yang tidak bisa menerima dirinya, mereka ingin menjadi orang lain. Kita harus memberitahu anak muda bahwa mereka sudah rupawan apa adanya; tidak perlu menjadi orang lain.

Thay menulis sebuah kaligrafi; “Rupawan apa adanya, jadilah dirimu sendiri.” Ini latihan yang sangat penting. Kamu harus menerima dirimu sebagaimana adanya. Ketika kamu berlatih membangun sebuah rumah dalam dirimu, kamu akan makin rupawan. Hatimu damai, hangat dan penuh suka cita. Hati terasa lapang. Orang lain bisa merasakan keindahan dari bungamu.

Sadar penuh merupakan energi yang dapat membantu Anda untuk pulang ke rumah dalam dirimu sendiri, hadir di sini dan di saat ini, sehingga kamu tahu apa yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan, untuk menjaga dirimu sendiri, untuk membangun rumah sejatimu, untuk mentransformasikan semua sumber penderitaanmu, dan menjadi sebuah rumah bagi orang lain. Lima Latihan Sadar Penuh adalah cara nyata. Dalam tradisi Buddhis, kesucian terbentuk dari sadar penuh. Sadar penuh mengandung energi konsentrasi dan pengertian mendalam. Sadar penuh, konsentrasi dan pengertian mendalam membuat kamu suci.

Kesucian bukan hanya diperoleh lewat hidup selibat. Ada orang yang hidup selibat tetapi tidak suci, karena mereka tidak memiliki sadar penuh, konsentrasi dan pengertian mendalam secukupnya. Ada yang hidup sebagai perumah tangga, tetapi mereka memiliki sadar penuh, konsentrasi, dan pengertian mendalam, mereka memiliki elemen kesucian dalam dirinya. Kedekatan berupa kemesraan seksual bisa menjadi aktivitas yang indah jika kita menghadirkan sadar penuh, konsentrasi, pengertian mendalam, saling pengertian dan cinta kasih. Jika sebaliknya, itu akan menjadi sangat membahayakan. Sebuah sutra mengisahkan sesaat sebelum Ratu Mahamaya hamil. Dalam mimpi ratu melihat seekor gajah putih yang belalainya menggenggam setangkai teratai putih. Gajah putih tersebut menyentuhnya dengan teratai putih dan kemudian gajah itupun masuk ke dalam tubuhnya, sangat lembut dan setelah itu ratu hamil. Itulah cara orang zaman dahulu menjelaskan sebuah hubungan kemesraan seksual, demikianlah cara orang istana menyampaikan sesuatu sebelum Siddhartha dikandung; cara penjelasan yang penuh dengan kelembutan dan keindahan. Kemesraan seksual seharusnya tidak terjadi sebelum ada pemberkahan, pengertian, saling mendekat lewat tataran spiritual dan emosional. Dan kemudian kemesraan fisik, hubungan seksual juga bisa menjadi suci.

Mempraktikkan ajaran Buddha sebagai seorang biksu selalu lebih mudah dibandingkan dengan umat awam. Ada sebuah nasihat kuno Vietnam berkata; berlatih sebagai seorang biksu adalah lebih mudah; berlatih sebagai umat awam lebih sulit. Sehingga untuk menahan diri dari segala aktivitas seksual jauh lebih mudah dibandingkan dengan menahan aktivitas seksual ketika memiliki pasangan. Hubungan seksual dalam konteks saling pengertian dan cinta, maka kamu butuh banyak latihan. Atau sebaliknya kamu akan menyebabkan banyak penderitaan bagi pasanganmu juga dirimu sendiri.

Ada seorang doktor wanita dari Switzerland yang datang berlatih di Plum Village. Dia mengalami pengalaman pahit dalam hubungan kasihnya. Sejak usia muda, setiap kali kekasihnya meminta dia untuk berhubungan seksual, dia merasa harus menjawab “iya” walaupun dia merasa tidak siap, karena dia takut maka dia terpaksa menjawab “iya“. Beberapa remaja di zaman sekarang ini juga merasa seperti itu. Mereka tidak menyukainya, tidak menginginkannya, tidak siap untuk berhubungan seksual, namun mereka tidak berani menjawab “tidak”, karena mereka takut dipandang sebagai orang aneh atau tidak normal. Mereka tidak ingin ditolak; mereka ingin diterima. Itu adalah kenyataan psikologis yang perlu disadari oleh orang tua dan guru. Kita harus bilang kepada generasi muda bahwa mereka dapat belajar menjawab “tidak” ketika mereka tidak siap, ketika mereka merasa takut. Atau sebaliknya mereka akan menghancurkan tubuh dan pikirannya sendiri. Mohon dengarkan dan pancarkan welas asih kepada generasi muda agar kita bisa menolong mereka. Kita harus membantu mereka menemukan cara yang terampil untuk menjawab “tidak”.

Ketika dia datang ke Plum Village, wanita dari Switzerland itu belajar cara yang terampil untuk menjawab “tidak”. Dalam hubungan pacaran terakhirnya, dia sanggup menjawab “tidak”. Dia bilang, “Aku membutuhkanmu, sayangku. Kita perlu saling mengerti. Aku perlu kehadiranmu. Aku butuh seseorang yang dapat membantuku ketika aku berada dalam kesulitan, dan seseorang untuk mengerti diriku.” Mereka bersama-sama 1,5 tahun tanpa hubungan seksual. Ketika kami berkunjung ke Switzerland untuk ceramah dharma, dia dengan bangga memperkenalkan suaminya kepada kami. Hubungan mereka mulus, sukses, karena dia dapat menjawab “tidak” hingga dia siap, dan mereka bersama-sama dapat membangun sebuah hubungan jangka panjang. (Penerjemah Liana)

Di Cina dan Vietnam, Imperial City merupakan tempat tertutup yang disebut kota ungu terlarang

Naskah bahasa Inggris “Make a True Home of Your Love – Thich Nhat Hanh