Why Do We Need To Be Mindful?

Why Do We Need To Be Mindful?
Dari kiri: Okta, Lili, Nuan, Finny, dan Wati

Sadar? Apakah ada manfaat jika kita melakukan aktivitas dengan sadar? Sadar yang dimaksud adalah sadar akan napas, sadar akan segala aktivitas yang dilakukan sehari-hari. Retreat dapat menjadi jalan untuk membuat saya menjadi sadar setiap saat. Mengembalikan energi positif ke dalam tubuh.

Saya mengikuti retret yang diadakan oleh Plum Village Thailand pada tanggal 26 Desember 2018 sampai dengan 1 Januari 2019. Retret ini dinamakan Asia Pacific Sangha Retreat. Banyak peserta dari luar negeri seperti Korea, Jepang, Vietnam, Thailand, Amerika, Australia, Tiongkok, Indonesia, Hongkong dan sebagainya.

Dharma Universal

Saya merasa kagum karena tidak semua yang mengikuti acara ini beragama Buddha, tetapi mereka tersentuh dengan praktik meditasi. Pikiran saya terbuka dan menjadi tahu bahwa tidak harus beragama Buddha untuk mempelajari Dharma. Dharma bersifat universal.

Saya sangat senang karena saya dapat mengenal teman spiritual dari berbagai negara dan dapat berkomunikasi dengan mereka. Kalau lawan bicara saya tidak paham Inggris biasanya saya berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh sehingga mereka mengerti apa yang saya katakan meski memiliki waktu lama untuk sama-sama paham.

Grup Dharma sharing saya adalah group Indonesia. Namun, karena saya merasa ingin meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris, saya meminta kepada fasilitator saya untuk mengganti grup menjadi internasional dan fasilitator saya memperbolehkan lalu memberikan rekomendasi ke grup yang cocok untuk saya.

Saya mendapat grup dari delapan negara berbeda. Inilah kesempatan emas bagi saya untuk melatih kemampuan berbahasa Inggris saya dalam mendengar dan berbicara. Fasilitatornya berbeda dengan yang gelombang pertama sehingga dapat mengganti suasana dalam Dharma sharing.

Suasana dalam dhamma sharing kali ini lebih serius dan lebih berbagi mengenai apa yang dirasakan selama di sana dan pengalaman pribadi beberapa peserta. Saya mendapat teman dan keluarga baru di Thailand. Semua adalah keluarga, keluarga dalam Dharma.

Anjali

Selama di retret,  saya mendapatkan mami dan papi baru. Umur saya paling muda di retret itu dan ternyata ada satu cici yang memiliki anak yang sudah seumuran saya. Dia tidak mau dipanggil aunty, ya sudah sekalian saja saya panggil mami.

Saya mendapat satu hal pembelajaran yang menjadi pertanyaan saya dari dulu. Mengapa kita harus bow saat ingin sharing dan membalas bow orang yang ingin sharing. Saya hanya sekedar menangkap bahwa itu sebagai rasa saling menghormati satu sama lain.

Ternyata di balik itu terdapat arti sendiri. Tangan kiri diibaratkan sebagai pikiran dan tangan kanan diibaratkan sebagai tubuh dan disatukan membentuk sebuah sikap anjali lalu membungkuk badan kepada komunitas. Artinya tubuh dan pikiran disatukan untuk sharing pengalaman kepada komunitas yang berada di lingkaran dengan penuh kesadaran, menyampaikan apa yang ingin kita sampaikan dari hati dan pikiran

Not For Sale

Di Plum Village ada suatu tempat yang dinamakan bookshop. Walau namanya bookshop, tidak hanya menjual buku, tetapi juga jual baju, snack, dan sebagainya. Di balik latihan, terdapat shopping time yang sangat ditunggu para peserta. Saya membeli banyak barang untuk dibawa ke Jakarta karena barang yang dijual di Plum Village tidak semuanya mudah dicari di Jakarta

Pada saat saya sedang asik melihat-lihat barang, saya tertarik dengan patung Buddha yang dibingkai kristal. Sangat menarik perhatian saya, saya berencana untuk membelinya untuk diletakkan di altar rumah. Saya pun mengangkat patung Buddha tersebut dan membawanya menuju kasir untuk menanyakan harga patung  tersebut. Dan setelah saya sampai kasir, salah satu kasir dengan muka sedikit panik bilang “Sorry sister, not for sale, not for sale!”.

Patung Buddha Kristal
Patung Buddha Kristal

Saya dengan spontan langsung meletakkannya kembali ke tempat semula. Saya kira dijual karena mui dan genta saja dijual, jadi tidak ada salahnya jika menanyakan harga  patung tersebut karena memang beberapa barang yang dijual tidak tertera harganya. Pelajaran bagi saya untuk lebih sadar membedakan barang yang dijual dan tidak, mungkin saya sedang error saat itu.

Kado ZONK

Hari terakhir ada perayaan exchange gift (tukar kado). Tukar kado merupakan salah satu acara yang sangat menarik karena dilakukan dengan bermain games. Games-nya adalah orang pertama mengambil kado dan saya mendapat urutan pertama karena saya satu-satunya orang yang mengambil “5 Latihan hidup sadar” di kelompok, jadi mereka menunjuk saya.

Setelah mengambil kado, orang kedua dapat memilih ingin mengambil kado lagi atau dapat mengambil kado saya. Saya mendapatkan kado makanan dan sebenarnya saya lebih menginginkan mendapatkan kado barang yang bisa dikenang. Saya berharap orang kedua mengambil kado saya dan ternyata, ZONK.

Orang kedua lebih memilih untuk mengambil yang baru. Hingga orang terakhir tidak ada yang ingin mengambil hadiah saya, tetapi saya bersyukur setidaknya mendapatkan hadiah yang bisa dimakan dan membuat perut menjadi kenyang. Mungkin saya memang sudah berjodoh dengan makanan, kemana-mana selalu bertemu makanan, dan muncullah “Diet itu besok”.

Sesi tukar kado adalah sesi yang paling seru dan menarik karena sangat menantang untuk menandakan bahwa barang itu impermanence (sementara). Barang tersebut tidak akan selamanya menjadi miliknya karena bisa diambil oleh orang lain yang mengincarnya sehingga dapat menandakan bahwa semua di dunia ini bersifat sementara dan mengalami perubahan (Anicca).

Juragan Thai Tea

Setelah acara selesai, kami berjalan mengelilingi kota Pak Chong, dan yang paling mengesankan adalah jalan di lembah. Untuk mencapai air terjun saja harus jalan 3km. Sekitar 1,5 jam baru sampai ke air terjun dan saya bisa melampauinya walau capek banget,  maklum jarang olahraga, tapi seru juga melihat pemandangan alam yang sangat alami sambil bercerita.

Setelah itu, kami pergi ke pasar tradisional Pak Chong dan seketika mata saya tertuju pada Thai tea yang menjadi target saya untuk oleh-oleh. Saya langsung borong 15 bungkus besar, maka julukan “juragan Thai tea” pun muncul. Satu bungkus untuk satu tahun saja mungkin masih tersisa. Pulang dari Thailand langsung jualan Thai tea, boleh juga tuh idenya untuk menambah penghasilan. Setelah puas berbelanja, kami pun kembali ke Plum Village Thailand untuk beristirahat.

Phinawati Tjajaindra (Nuan)mahasiswa UPH, jurusan Hukum. Praktisi kewawasan (mindfulness) dan sukarelawan Retret dan Day of Mindfulness.