Here is India, India is here

Here is India, India is here
Day of Mindfulness 7 April 2018
Day of Mindfulness 7 April 2018

Bersentuhan dengan latihan, membawaku kembali ke rumah sejatiku. Day of Mindfulness (DOM) merupakan latihan yang sangat saya tunggu-tunggu.

Seperti biasa, satu hari sebelum DOM diselenggarakan, saya  turut serta membantu di persiapan. Pada awalnya saya cuma berpikir bahwa “ah akhirnya saya bisa kembali berlatih”. Pada saat akhir, tiba-tiba Bhante turun dan membawa gitar. Saya langsung excited begitu mendengar bahwa besok kita akan mengawali DOM dengan Chanting Avalokitesvara. Saya pulang sebentar dan mengambil biola lalu kembali untuk berlatih.

Saat latihan dan chanting Avalokitesvara saya sempat bergetar haru. Sudah lama sekali kami tidak chanting bersama. Sejenak berpikir semoga teman-teman komunitas bisa berkumpul dan chanting bersama.

Pada hari Sabtu, saya harus mengantar ibu ke bandara terlebih dahulu. Sepanjang jalan, saya mengingat-ingat latihan yang sudah dilakukan semalam. Sesampainya di vihara, saya sempatkan diri saya untuk mengajar biola kepada 2 orang murid yang salah satunya juga merupakan peserta dan volunteer DOM.

Kami mulai kegiatan DOM tepat pukul 9 pagi. Ketika saya sudah maju ke depan, kami pemanasan dengan menyanyikan beberapa lagu-lagu latihan. Ada juga lagu yang kami belum latihan. Tapi ternyata kami dapat memainkannya dengan baik.

Sambil bermain, saya melihat teman-teman dari komunitas saya turut hadir. Awalnya teman-teman komunitas yang hadir hanya duduk di belakang, lalu bhante memanggil teman-teman agar dapat maju dan dapat melakukan chanting Avalokitesvara secara bersama-sama.

Chanting ini merupakan salah satu momen yang sangat saya senangi. Selain saya bisa merasakan getar nyanyian seluruh komunitas yang hadir. Saya merasa lebih tenang dan rileks. Sempat saya merasa sangat bersyukur masih memiliki kesehatan telinga sehingga bisa mendengar dengan baik. Beberapa peserta sempat terlihat merasakan haru yang sama rupanya. Bahagia? Tentunya sangat bahagia.

When you walk, you don’t talk
Saya ingin berbagi  sebuah cerita sangat menarik yang saya dengarkan saat bhante ceramah. Bhante bercerita ketika beliau sedang berlatih meditasi jalan bertiga di Plum Village. Sambil berjalan, bhante berbicara seru dengan 2 monastik llainnya. Tak lama, dari kejauhan Thich Nhat Hanh (Thay) melihat mereka. Seketika itu pun bhante dan 2 monastik lainnya terdiam. Saat berpapasan dengan Thay, Thay berkata “when you walk, you don’t talk”. Guru Thay kemudian berlalu begitu saja. Bhante merasa sangat tertampar dengan hal itu.

Saya sempat merasa sangat lucu pada awalnya. Namun kemudian berpikir. Kita terlalu sering mengerjakan banyak hal dalam satu momen. Sudahkah kita menyadari semua momen kekinian kita? Sudahkah kita berlatih hidup sadar hari ini? Apakah kita sedang sungguh-sungguh berlatih saat ini?

Terkadang saya pun merasa saya masih harus banyak berlatih. Dan dalam latihan, saya juga membutuhkan “lonceng kesadaran” dalam bentuk apa pun. Teguran Thay tadi juga sangat mengena di hati saya. Ketika saya naik motor jangan sambil mendengarkan lagu. Ketika saya makan jangan lah saya sambil berbicara. Nikmati satu momen kekinian pada satu waktu.

Here is India, India is here
DOM kali ini tidak ada diskusi kelompok seperti yang dilakukan pada DOM yang sudah-sudah. Kami justru mengganti diskusi bersama dengan nonton film berjudul “walk with me”. Ini adalah film dokumentasi tentang kegiatan-kegiatan keseharian yang dilakukan saat berlatih bersama. Setelah menonton, saya mendengarkan sharing Bhante pada saat tanya jawab sedang berlangsung.

Pada saat itu diceritakan bahwa Bhante merasa bosan berada di Perancis dan ingin kembali ke India. Lalu ketika ada kesempatan untuk bertemu dengan Guru Thay, Bhante meminta ijin untuk kembali ke India. Lucunya saat itu Guru Thay hanya terdiam. Beliau hanya menatap dengan tajam dan tidak berkata apa-apa. Sebentar kemudian Guru Thay beranjak untuk meninggalkan Bhante seorang diri. Dan ketika hendak membuka pintu untuk keluar, Guru Thay membalikkan badan dan berkata “Here is India, India is here”.

Ini adalah insight ke-2 yang saya dapatkan ketika mengikuti DOM di Ekayana. Sering kali ketika saya sedang berada di kantor atau sedang jenuh dengan semua pekerjaan yang menumpuk, saya merindukan rumah. Dan tidak lagi menyenangi hal-hal yang ada di lingkungan sekitar.

Kita menjadi lupa, bahwa kebahagiaan sesungguhnya berada di sini dan sekarang. Saya jadi terburu-buru karena ingin segera kembali ke rumah. Padahal belum tentu ketika kembali ke rumah, kita menjadi bahagia. Belum tentu ketika kita mendapatkan apa yang kita mau, kita akan menjadi bahagia.

Seketika di momen itu, saya memusatkan pikiran sejenak untuk membayangkan rumah yang saya cintai dan menyadari bahwa saya sedang bernapas sekarang dan saya sedang berada bersama komunitas untuk berlatih. Penderitaan saya perlahan memudar. Terkadang kita tidak perlu mengkotak-kotak-an pikiran agar kita bisa bahagia.

Semua itu adalah bentuk-bentuk persepsi yang sebenarnya hanya akan membuat kita makin menderita. Dengan melepaskan semua bentuk-bentuk persepsi dan membuka semua kotak-kotak yang ada di pikiran. Maka kita akan bahagia. Happiness is as simple as you breathe. Simple right?

DANIEL volunteer mindfulness dari Wihara Ekayana Arama.

Coming Home – Bert Evens Ft. Mari Joël

Coming Home – Bert Evens Ft. Mari Joël

Coming Home

Lirik dan irama oleh: Bert Evens (Joyful Music of the Heart)

Unduh MP3 klik sini

See my eyes, please be welcome
see my heart, please be my guest
see my hands, I fold them towards you
a lotus to be

See my eyes, please be welcome
see my heart, please be my guest
see my hands, I fold them towards you
a lotus to be

Ref:
Following the rising and falling
of the great breathing deep inside of us

So that together we can come home
in the heartbeat of our embrace

Di Manakah Rumah Saya yang Sesungguhnya?

Di Manakah Rumah Saya yang Sesungguhnya?
Retret di Belanda. Bhadrawarman, dari kanan pertama.

Tahun lalu saya berkesempatan pergi ke Belanda bersama keluarga saya dan Brother Duc Pho, yang menjadi tubuh kedua (second body) saya. Di hari pertama saya menginjakkan kaki di Belanda, saya merasa seperti tiba di rumah. Saya pernah mengunjungi beberapa negara di Eropa lainnya, tetapi saya tidak merasakan perasaan yang sama seperti yang saya alami di Belanda. Di Perancis, saya belajar latihan agar tiba di rumah yang sesungguhnya, “I have arrived, I am home”.

Tanah air saya adalah Indonesia. Sering kali saya renungkan bahwa ketika saya masih berada di Indonesia, bahkan ketika saya berada di rumah, saya tidak benar-benar berada di rumah. Pikiran saya seringkali tidak berada di rumah, tidak bersama tubuh saya. Sekarang walaupun saya tidak berada di Indonesia, saya merasa lebih tiba di rumah. Saya belajar untuk bernapas masuk dan keluar ketika pikiran saya sedang meloncat-loncat. Saya belajar untuk berjalan dengan sedemikian rupa agar saya dapat kembali ke rumah yang sesungguhnya.

Saya merasa sangat bahagia dan rasanya sangat mudah untuk mempraktikkan “I have arrived, I am home” di Belanda. Teringat Sister Dieu Nghiem (Sister Jina) pernah menceritakan hal yang sama kepada saya. Ketika beliau datang ke Indonesia, beliau merasa seperti tiba di rumah. Beliau mempelajari bahwa banyak makanan di Belanda yang asalnya ternyata dari Indonesia. Saya baru saja tiba dari Belanda untuk mendukung retret yang diadakan di sana.

Retret di Belanda “Insight is the source of deep happiness”
Di awal retret, muncul perasaan sedikit tidak nyaman dan tidak disambut oleh peserta dan panitia retret. Peserta retret mengetahui dari informasi yang mereka dapatkan sebelum retret bahwa retret ini akan diadakan dalam bahasa Belanda. Di hari pertama saya memfasilitasi sesi berbagi Dharma di dalam sebuah kelompok yang kita sebut sebagai keluarga, mereka terkejut bahwa ada satu monastik yang tidak bisa berbahasa Belanda. Saya memfasilitasi sesi tersebut dalam bahasa Inggris. Awalnya semua orang berbicara dalam bahasa Inggris, karena sebenarnya mereka bisa berbahasa Inggris. Beberapa orang kemudian mengatakan bahwa mereka tidak merasa nyaman untuk berbicara dalam bahasa Inggris. Kemudian kami memutuskan untuk membiarkan peserta retret di keluarga saya untuk berbicara dalam bahasa Belanda. Ada seseorang yang menerjemahkan ke dalam bahasa Inggris untuk saya.

Beberapa peserta retret di keluarga saya berbagi bahwa meskipun pada awalnya mereka merasa tidak nyaman karena masalah ini, akan tetapi mereka merasakan perasaan hangat di dalam keluarga. Tema retret ini adalah “Insight is the source of deep happiness”.

Saya berbagi kepada mereka bahwa pada awalnya saya tidak mengerti mengapa Thay memilih kata insight atau understanding sebagai terjemahan dari kata prajna dalam bahasa Sanskerta. Biasanya kata prajna diterjemahkan sebagai wisdom atau kebijaksanaan. Saya tidak mengerti mengapa Thay memilih kata yang maknanya terlihat lebih dangkal. Namun seiring berlalunya waktu, saya makin mengerti mengapa Thay memilih kata pengertian atau insight. Teringat pada retret sadar penuh yang pertama saya ikuti, saya ajukan pertanyaan “Bagaimana caranya berlatih agar mendapatkan kebijaksanaan?” di sesi Tanya Jawab. Jawabannya adalah berlatih sila, samadhi, prajna.

Pada saat itu saya tidak begitu mengerti jawabannya. Barangkali karena pada saat itu saya baru mengenal latihan dan belum menerima sila Buddhis. Di Plum Village tiga latihan yang menjadi inti latihan adalah smrti, samadhi, prajna. Smrti adalah sila dalam bahasa Sanskerta. Samadhi adalah konsentrasi. Ketika Thay mengajarkan bahwa latihan sadar penuh dan konsentrasi dapat membantu kita untuk mendapatkan insight atau pengertian saya baru dapat mulai memahaminya. Saya dapat memahami diri saya sendiri, memahami tubuh dan pikiran saya.

Dahulu saya tidak benar-benar memahami tubuh saya sendiri. Makan berlebihan dan pola hidup yang tidak sehat membuat tubuh saya sangat gemuk. Sekarang saya sudah menurunkan lebih dari 20 kg berat badan saya. Dengan tubuh yang makin ringan, pikiran pun menjadi lebih ringan. Saya dapat lebih memahami pikiran saya. Sekarang saya lebih memahami apa yang dimaksud dengan kebijaksanaan berdasarkan Thay. Menurut saya sekarang, kata pengertian atau insight bahkan bermakna lebih dalam, dan membantu saya dalam memahami kebijaksanaan yang sesungguhnya dalam ajaran Buddha.

Jalinan Jodoh

Di sesi berbagi Dharma saya pun berbagi dengan jujur perasaan apa yang saya rasakan di awal retret, bahwa saya merasa sedikit terluka karena perasaan “tidak diterima” oleh peserta retret. Namun perasaan bahagia dan syukur saya jauh melampaui luka yang ada di dalam diri saya, dan membantu saya dalam menyembuhkan luka tersebut. Kemudian saya berbagi bahwa di tahun pertama saya di Plum Village, saya berada di kamar bersama tiga brother dari Vietnam. Dua diantaranya tidak begitu fasih dalam berbahasa Inggris, sehingga kami tidak dapat berkomunikasi dengan lancar. Saya melihat bahwa barangkali ini salah satu hal yang membuat saya di awal sulit untuk benar-benar tiba di Plum Village.

Di tahun kedua saya berada di kamar bersama dua brother dari Belanda, dan satu brother dari Vietnam. Semuanya fasih dalam berbahasa Inggris, sehingga membuat saya merasa nyaman ketika berada di kamar. Kedua brother tersebut juga merupakan sahabat spiritual (kalyanamitra) saya. Sebelum sekamar dengan mereka, saya sudah bersahabat dengan cukup erat dengan mereka. Sekamar dengan mereka membuat persahabatan kami kian erat. Kami semua adalah penggemar minum teh. Biasanya kami minum teh bersama kala fajar menyingsing sebelum meditasi duduk. Kadang kami minum teh bersama di siang, sore, atau malam hari.

Saya merasa mempunyai jalinan jodoh yang sangat erat dengan monastik dari Belanda. Teringat seorang monastik dari Indonesia pernah mengatakan bahwa tidaklah aneh bahwa monastik dari Indonesia dapat bersahabat erat dengan monastik dari Belanda. Barangkali karena jalinan jodoh yang kami miliki di masa lalu. Teringat pula Sister Chan Duc berbagi ketika beliau tiba di India pada pertama kali, beliau merasa sangat nyaman seakan tiba di rumah. Kemudian Thay berkata pada beliau bahwa barangkali beliau pernah terlahir sebagai orang India di kehidupan masa lalunya. Ketika saya mendengar hal ini, saya berpikir bahwa mungkin saya pernah terlahir sebagai orang Belanda di kehidupan masa lalu saya.

Memulai Lembaran Baru

Seiring dengan eratnya hubungan saya dengan mereka, kesalahpahaman dan miskomunikasi kerap kali muncul. Pertama kali saya merasa terluka karena salah satu brother dari Belanda yang salah paham terhadap saya. Cara dia mengungkapkan perasaannya sangatlah langsung, yang ternyata merupakan salah satu budaya orang Belanda. Jika pada waktu itu saya tidak mengungkapkan keinginan untuk berlatih memulai lembaran baru, barangkali persahabatan saya dengannya sudah berakhir. Hal ini terjadi karena saya menganggap bahwa saya tidak salah, dan dia memiliki persepsi keliru terhadap saya.

Jika saya dikuasai oleh keangkuhan diri saya, saya tidak akan mau untuk berlatih memulai lembaran baru dengan dirinya. Namun ternyata setelah berlatih latihan ini, kami melihat bahwa akar permasalahan ini sangatlah kecil, hanyalah kesalahpahaman belaka. Persahabatan kami pun kian erat karena kami makin memahami satu sama lain. Saya mulai memahami budaya orang Belanda, dan dia mulai memahami budaya orang Indonesia. Ketika pengertian muncul di dalam sebuah hubungan, persahabatan (atau biasa disebut sebagai brotherhood & sisterhood di Plum Village) pun makin erat!

Saya melihat bahwa pengertian (mutual understanding) merupakan salah satu aspek penting dalam suatu hubungan. Dahulu karena saya tidak mengetahui latihan sadar penuh, saya memiliki kesulitan untuk mengerti keluarga saya, maka dari itu sulit bagi saya untuk merasa “tiba di rumah” di rumah keluarga saya. Baru setelah mengetahui latihan, saya belajar untuk mengerti dan mengasihi orangtua saya. Dahulu saya belajar ilmu komunikasi di perguruan tinggi, namun saya tidak mempelajari bagaimana cara berkomunikasi dan berhubungan dengan keluarga saya.

Hubungan saya dengan orangtua dan adik saya dahulu sangatlah buruk. Baru setelah mempelajari seni mendengar secara mendalam dan berbicara dengan cinta kasih, hubungan saya dengan keluarga saya menjadi makin membaik. Saya belajar untuk mendengar ketika papa saya marah. Dahulu saya tidak mengerti mengapa papa saya mudah sekali marah.

Sekarang saya mengerti bahwa itulah cara papa saya mengekspresikan kasihnya dan berupaya untuk berkomunikasi dengan orang lain. Karena papa saya tidak mengetahui latihan untuk mendengarkan kemarahan di dalam dirinya, ucapan yang dilontarkan oleh papa saya menjadi dipenuhi dengan kepahitan. Alhasil hubungan kami bukan makin baik namun menjadi makin buruk. Baru setelah saya belajar untuk mendengar, saya memutuskan untuk berlatih mendengar ketika papa saya marah. Mama saya kemudian tertarik untuk mempelajari latihan, sehingga membantu mengubah keadaan di keluarga saya. Setelah itu saya baru merasa “tiba di rumah” di rumah keluarga saya. Sekarang saya berkesempatan untuk memperdalam ketibaan saya di Plum Village.

Teringat Thay mengajarkan bahwa tiba di rumah “I have arrived, I am home” adalah suatu latihan. Seiring dengan makin dalam latihan kita, makin dalam pula ketibaan kita. Di salah satu buku Thay mengajarkan bahwa latihan “I have arrived, I am home” adalah latihan paling mudah atau sederhana yang beliau telah ajarkan. Alangkah terkejutnya ketika saya membaca buku Thay yang lain, Thay mengatakan bahwa latihan “I have arrived, I am home” adalah latihan terdalam yang beliau telah ajarkan. Jadi di manakah rumah saya yang sesungguhnya? Saya menuju dalam perjalanan pulang ke rumah saya! (Bhadrawarman)

BHADRAWARMAN ditahbiskan sebagai samanera di Wihara Ekayana Arama, sekarang sedang berlatih di Upper Hamlet, Plum Village Perancis

Keindahan dari Sesuatu yang Sederhana

Keindahan dari Sesuatu yang Sederhana
Meditasi Minum Teh
Meditasi Minum Teh

Pada Sabtu, 24 Maret 2018 ini, kami akan berlatih meditasi mindfulness di kota kabupaten Muara Bungo. Keistimewaan dari latihan mindfulness kali ini adalah tambahan latihan meditasi menggunakan lilin yang mensimulasikan pelita dalam diri masing-masing.

Perjalanan dan Persiapan

Kami berkumpul di wihara pada pukul 6 pagi dan berangkat bersama-sama melalui jalan darat tepat pada pukul 06.30 pagi. Sepanjang kiri dan kanan jalan antara Jambi hingga Muara Bungo di Sumatera ini banyak terlihat pepohonan sawit dan karet yang mungkin bagi sebagian orang kurang menarik. Kendati demikian kami bahagia dapat menikmati perjalanan dengan bersenda gurau.

Sesuai dengan perkiraan, waktu tempuh ke lokasi memakan waktu 6 jam. Tepat pukul 12.30 siang. Perjalanan panjang yang berkelok-kelok tentunya membuat rasa lapar lebih terasa. Untungnya tuan rumah langsung menyambut dengan sajian makan siang yang sangat nikmat.

Jumlah peserta meditasi mindfulness kali ini berjumlah 32 orang. Latihan mindfulness dimulai pukul 14.00, dengan susunan jadwal relaksasi total, meditasi duduk, meditasi minum teh dan sharing pengalaman dan cerita. Persiapan segala kebutuhan latihan dan pembagian tugas dilakukan mulai pukul 13.30. Tugas-tugas tersebut mencakup menyiapkan teh dan makanan kecil, dokumentasi dan lain-lain.

Kami harus bisa memanfaatkan waktu sebaik mungkin agar dapat selesai latihan sesuai jadwal, sebab wihara akan dipakai untuk kebaktian puja Mahayana (liam keng). Hari ini memang bertepatan dengan hari uposatha tanggal 8 penanggalan lunar.

Relaksasi total

Kegiatan ini dilakukan selama 45 menit diiringi dengan renungan dan backsound yang mengantarkan relaksasi sangat berkualitas. Sahabat dari Bungo membawakan relaksasi ini dengan sangat apik walau pun baru perdana.

Relaksasi Total
Relaksasi Total

Meditasi Duduk

Usai relaksasi total, saya pun membacakan tuntunan meditasi duduk dari buku retret “Go as a River”. Meditasi ini kami lakukan selama 15 menit, mulai dari pukul 15.00 hingga pukul 15.15. Kemudian para peserta dipersilakan break selama 15 menit yang bisa dimanfaatkan untuk ke kamar kecil atau sekadar mengambil minum. Para volunteer pun menyiapkan teh dan makanan kecil.

Meditasi Duduk
Meditasi Duduk

Meditasi Minum Teh

Mengingat jumlah peserta yang cukup banyak dan kami harus bisa selesai tepat waktu, maka para volunteer membantu menuang teh yang akan dibagikan. Meditasi minum teh ini dimulai tepat pukul 15.30 dan saya menjelaskan cara melakukan pembagian gelas teh dan makanan kecil.

Saya mengangkat nampan dengan cangkir-cangkir berisi teh dan mengarahkan ke sahabat di sisi kanan saya. Sahabat tersebut akan beranjali dan mengambil satu cangkir teh dengan penuh perhatian dan meletakkannya di lantai. Kemudian kembali beranjali lagi ke saya dan menyambut nampan dari saya. Saya pun beranjali kepadanya sebelum dia mengarahkan nampan tersebut ke sahabat di sisi kanannya. Begitulah seterusnya nampan teh tersebut berpindah dari satu sahabat ke sahabat yang lainnya.

Ternyata cangkir teh di satu nampan tersebut tak cukup untuk seluruh peserta yang telah duduk melingkar dalam sebuah lingkaran besar. Seorang volunteer pun membawa satu nampan yang sudah disediakan di depan saya untuk menyambung nampan yang sudah kosong.

Cara yang sama pun dilakukan ketika mengedarkan makanan kecil. Makanan kecil kali ini terdiri dari chaipao mini (bakpao berisi chai = sayur-sayuran) dan brownies yang telah dipotong kecil-kecil. Masing-masing makanan dialasi dengan daun pisang yang digunting berbentuk bundar menyerupai piring kertas kecil.

Ketika lonceng dibunyikan, para peserta mengikuti instruksi untuk mengangkat cangkir teh masing-masing. Mereka pun mendengarkan syair minum teh yang saya bacakan.

 Secangkir teh di dalam kedua tanganku

Aku membangkitkan kesadaran sepenuhnya

Badan jasmani dan pikiran hadir sepenuhnya di sini dan saat ini.

Meditasi minum teh secara hening ini dilakukan selama 15 menit, yang diakhiri dengan mendengarkan bunyi lonceng.

Meditasi Minum Teh dan Sharing
Meditasi Minum Teh dan Sharing

Sharing 

Pada acara sharing, seorang sahabat bertanya mengenai posisi relaksasi total. Apakah harus tidur telentang lurus? Apakah tidak boleh miring ke kiri atau kanan?

Sahabat yang lain pun menjawab bahwa inti relaksasi total adalah mendapatkan posisi seluruh tubuh yang benar-benar relaks. Jika pertama-tama terasa kurang nyaman atau tidak relaks, maka dapat dicoba merelakskan seluruh tubuhnya. Lama-lama pun akan terbiasa.

Relaksasi total merupakan sesi yang sangat disukai, rata-rata peserta merasa sangat nyaman dan relaks setelah relaksasi total.

Ada juga pernyataan menggelitik dari salah seorang peserta yang baru pertama kali mengikuti latihan. “Mau minum teh saja kok repot, dari haus, sampai tidak terasa haus lagi.” Melihat mendalam atas kerepotan itu, ternyata bisa ditemukan pelatihan kesabaran. Jika fokus pada kesabaran maka benih kesabaran tersirami. Jika fokus pada kerepotan maka benih kerepotan yang tersirami.

Tepat pukul 16.30 acara sharing pun ditutup dengan membacakan sutra pelimpahan jasa. Hal ini dilakukan untuk mendedikasikan seluruh jasa kebajikan yang telah kami lakukan bersama-sama selama 2½ jam kepada para leluhur dan semua makhluk.

Cerita Si Buta dan Lentera

Pada rangkaian latihan ini sebenarnya ada satu sesi yang seharusnya dilakukan beruntun. Tetapi sesi tersebut cocoknya dilakukan pada malam hari, sehingga kami pun melakukan kegiatan sesi tersebut di malam harinya.

Sesi ini terinspirasi dari suatu artikel mengenai seorang buta yang membawa lentera di malam hari yang suasananya gelap. Si buta pun ditanya oleh orang yang berpapasan dengannya, “Mengapa engkau  membawa lentera? Apakah engkau menyalakan lentera untuk orang lain?”.

“Saya menyalakan lentera untuk diri saya sendiri,” jawab si buta.

Orang yang berpapasan pun kembali bertanya pada si buta,” Bukankah engkau buta dan tak bisa membedakan terang atau gelap?”

Si buta pun menjawab, “Tadi saya berjalan tanpa lentera dan beberapa kali saya tertabrak oleh orang lain yang berjalan berlawanan arah dengan saya. Saya pun menyalakan lentera agar orang lain dapat melihat jalan dan juga saya.”

Bila kita mampu menyalakan lentera atau pelita kita masing-masing maka kita akan bisa memperlihatkan terang kepada orang lain. Saat orang lain tergugah oleh terangnya lentera kita maka orang tersebut pun akan menyalakan lenteranya sendiri.

Lantas bagaimana cara melakukannya ?

Meditasi dengan Lilin

Caranya sederhana dan mudah, dan semoga simulasi ini dapat memberi inspirasi lebih kepada sahabat-sahabat terkasih.

Meditasi dengan Lilin
Meditasi dengan Lilin

Pertama-tama kami mempersiapkan backsound instrument lagu ‘lilin-lilin kecil’ dari Chrisye dan lilin-lilin untuk dibagikan. Setiap lilin diselipkan kertas agar lelehannya tak menetes di tangan. Masing-masing sahabat mendapatkan satu lilin.

Satu orang sahabat bertugas menyalakan lilin pertama dari lilin di altar baktisala. Setelah lilin menyala, sahabat tersebut duduk sambil memperhatikan nyala lilin ditangannya bernapas masuk dan keluar dengan damai. Sahabat di sisi kanannya pun menyalakan lilin dengan mengarahkan lilin yang dipegangnya ke lilin sahabat yang sudah menyala. Demikian seterusnya hingga lilin yang dipegang seluruh sahabat menyala.

Lilin-lilin tersebut menggambarkan diri kita. Jika kita mampu menyalakan pelita kita untuk menerangi kegelapan, maka kita akan menginspirasi orang lain untuk menyalakan pelita-pelita mereka. Setelah semua lilin menyala, kami pun berfoto. Hasil foto tersebut memperlihatkan keindahan dari suatu hal yang sangat sederhana.

Demikian juga dengan kita, bila pelita-pelita setiap orang menyala dengan benar maka dunia ini akan menjadi begitu indah.

Sebuah pelita bisa menyalakan banyak pelita

Bhante Nyanabhadra juga terus mendukung kami untuk dapat membentuk komunitas mindfulness agar kami bisa terus berlatih secara berkala. Kami pun dapat menyalakan pelita kami dan kelak dapat menginspirasi orang lain untuk menyalakan pelita mereka masing-masing.

Terima kasih kepada sahabat di Bungo yang telah berlatih bersama-sama kami. Semoga makin banyak pelita yang menyala dengan benar sehingga tidak membakar namun hanya menjadi penerang kegelapan.

ELYSANTY Volunteer Day of Mindfulness dan Retret Hidup Berkesadaran dari Jambi

Teruslah Berlatih Teruslah Berbuat Kebaikan

Teruslah Berlatih Teruslah Berbuat Kebaikan

Wihara Ekayana Serpong (WES) kembali mengadakan kegiatan DOM (Day of Mindfulness), pada tanggal 3 Mar 2018, kegiatan yang bertujuan agar para pesertanya dapat berlatih sadar penuh sepanjang sesi latihan. DOM kali ini, dibimbing oleh Sister Rising Moon.

DOM kali ini punya kesan tersendiri bagi saya, karena saya berhasil, membawa serta kedua orang tua saya untuk ikut berlatih. Dan ini juga kali pertama saya mengikuti DOM di WES.

Sepanjang latihan awal, ketika meditasi duduk, orientasi dan ceramah, jujur hati saya tak begitu tenang, karena saya juga mengamati kedua orang tua saya. Membantu mengingatkan mereka ketika bel untuk menarik napas. Membantu membukakan halaman agar mendukung mereka untuk berlatih.

Jam istirahat pun tiba, orang tua saya bercerita. Mama kakinya cepat pegal. Papa juga agak terkantuk karena bangun terlalu pagi. Saya bersyukur, saya yang masih “lebih muda” sudah mulai mengenal praktik latihan ini. Dan saya sadar, tanpa adanya mereka, tak akan ada tubuh ini, dan tidak mungkin saya bisa berlatih. Sudah tugas saya untuk mengenalkan mereka latihan ini. Semoga dukungan komunitas dapat membantu mereka dalam latihan.

No Mud, No Lotus
itulah tema DOM kemarin, yang bisa di artikan, tak ada kebahagiaan (Lotus = Teratai) tanpa penderitaan (Mud = lumpur).

Seperti yang di ceritakan sister, kadang kita tidak menghargai gigi kita, kita tidak bersyukur ketika gigi kita baik dan tidak sakit. Harusnya kita bahagia. Tapi begitu kita sakit gigi, baru kita menyadari sebenarnya ketika gigi kita sehat, itulah kebahagiaan.

Begitu juga dalam hidup saya ini. Saya sadar betul, hal yang menarik saya kembali untuk latihan, salah satunya karena mengalami penderitaan kehidupan.

Saya letih akan kebahagiaan semu. Makan, bermain, karaoke, jalan–jalan, nonton bioskop, semua itu memang asyik. Tapi tidak juga memberikan jawaban atas permasalahan kehidupan saya. Setelah melakukan itu semua, saya tetap harus menghadapi permasalahan hidup ini. Bagi saya, hal itu hanyalah pengalih perhatian, maka dari itu, saya menganggap hal semacam itu hanyalah kebahagiaan yang palsu.

Pikiran saya dulu
Melihat keadaan kedua orang tua saya, saya menyadari, pentingnya berlatih selagi muda. Kadang pun masih bisa ada rasa menyesal yang timbul, kenapa tidak dari kecil saya berlatih. Tapi kembali, penyesalan tak ada gunanya.
Saya mencoba menelusuri dan mengingat, pola pikir saya ketika kecil. Aaah, saat itu memang hidup saya masih “baik-baik” saja. Tak ada masalah, tak ada yang perlu dipusingkan.

Ternyata oh ternyata. Terima kasih masalah, you save my life!

Apa lagi ya yang jadi alasan ketika muda saya tak berlatih?

Oo.. dulu saya merasa, meditasi itu menjenuhkan. Duduk diam. Ngapain coba? Tapi saya sekarang sadar, dulu pengertian saya kurang tepat. Meditasi ternyata tidak harus duduk, tapi bisa hanya dengan cukup sadar dan menyadari napas.

Apalagi ya pikiran yang membuat saya tak berlatih dulu?

Mmm… Oo, karena rasa “malas”. Nanti ajalah, mau happy–happy duluan. Namanya juga bocah, masih pengen main game, masih ingin haha hihi. Jalan–jalan. Nonton. Dan ternyata satu kata “nanti” itu lamaaaaa sekali. Bertahun–tahun lamanya.

Yap, no mud no lotus, penderitaan yang membawa saya ke jalan ini. Dengan merasakan penderitaan, saya berusaha mencari sebabnya, dan mulai mengubah bentuk mental. Dengan mendengar ceramah dan berlatih hidup sadar, perlahan saya mengerti dan hidup terasa lebih berarti.

Kematian tak dapat diprediksi
Berpikir tentang kematian, menjadi sebuah cambuk dalam diri saya untuk terus berbuat baik. Saya sadar, cepat lambat, kematian adalah pasti. Saya tidak tahu, siapa yang berangkat lebih duluan. Mungkin saya, atau keluarga. Tapi dengan menyadari ini, saya tetap berusaha mawas diri dan melakukan kebaikan.

Waktu berjalan cepat, terutama bila tidak kita sadari. Dengan menyadari hidup, setiap tarikan napas itu berarti. Setiap tindakan kita, yang mungkin kecil, pasti ada membawa perubahan. Baik atau buruk, tergantung yang kita lakukan.

Kematian bukanlah hal yang kita takutkan. Tapi penting sekali untuk mengetahui, amat sulit terlahir menjadi manusia. Bayangkan seekor penyu yang muncul 100 tahun sekali untuk menarik napas di tengah samudra, dan ketika muncul ke permukaan, ada gelang berbentuk lingkaran yang ukurannya pas dengan leher penyu tersebut. Ketika penyu itu muncul dan masuk ke dalam gelang, kelahiran sebagai manusia terjadi.

Tidak ada salahnya mengejar kebahagiaan materi dan duniawi, tapi seimbangkan dengan berlatih. Bayangkan ada seorang kaya, dengan kekayaan 5 miliar. Tapi sudah meninggal, Anda diminta bertukar tempat dengannya, Anda dapat 5 miliar tapi langsung mati, apakah Anda mau ?

Dengan mengetahui sulitnya menjadi manusia, kiranya kita bisa lebih menghargai setiap detik dalam hidup ini. Karena waktu yang telah pergi tak akan pernah kembali. Jadikanlah hidupmu, selalu berarti..

Teruslah berlatih, teruslah berbuat kebaikan.

Be mindful and be happy! (Edwin Halim)*

 

*Musisi dan sekaligus pakar IT

Mengembalikan Energi Positif

Mengembalikan Energi Positif
Dharma sharing bersama

Day Of Mindfulness (DOM) ini adalah kegiatan rutin yang diadakan 2 bulan sekali di Wihara Ekayana Arama. Hanya sehari saja dapat mengembalikan energi positif saya balik lagi ke dalam tubuh saya. Mengikuti DOM seperti menambah nutrisi ke dalam tubuh saya. Saya merasa segar kembali saat mengikuti acara ini setelah lelah menjalani hari weekday dengan tugas yang sekian banyak dan dihantui dengan deadline.

Fokus pada objek
Fokus pada objek tertentu adalah hal yang paling sulit dilakukan oleh banyak orang termasuk saya. Fokus pada objek dapat dilakukan dengan bermeditasi, memusatkan pikiran pada suatu objek. Meditasi duduk dapat merasa pegal dan kesemutan hanya dalam beberapa menit. Tetapi, meditasi duduk yang dilakukan di DOM ini berbeda yaitu dengan dipandu oleh pembimbing sehingga kita semua yang berada di ruangan yang sama dapat mengikuti instruksi yang diberikan oleh pembimbing.

Pikiran juga tidak mengembara ke mana-mana karena telah dikendalikan untuk mengikuti semua instruksi yang diberikan. Meditasi seperti ini akan berbeda dengan meditasi yang dilakukan sendiri tanpa instruksi. Bagi pemula, cocok untuk mengikuti arahan tersebut.

Setelah meditasi duduk, saya mengikuti meditasi jalan dan sebelumnya akan dipandu oleh pembimbing. Saya harus memperhatikan langkah demi langkah yang sama berikan kepada kaki saya sehingga saya dapat mengontrol langkah kaki sambil memperhatikan napas masuk dan napas keluar.

Breathing in I am arrived, Breathing out I am home”. Hal yang paling terpenting dalam diri adalah napas. Jika tidak ada napas, berarti kita sudah mati. Saya sangat bersyukur karena masih bisa bernapas. Dengan melaksanakan meditasi ini, saya dapat mengendalikan emosi yang muncul tanpa disadari.

Makan Berkesadaran
Terkadang, saat sedang terburu-buru, saya melupakan tentang makan pelan-pelan. Padahal itu diwajibkan untuk usus kita. Saya memang kurang menyayangi usus saya. Saya seringkali makan hanya 5-6 kunyahan lalu telan. Lambung dan usus saya sering sakit dan usus karena makanan yang tidak hancur, saya pernah dirawat di rumah sakit gara-gara itu.

Dari DOM ini, saya dapat kembali ke tubuh saya sendiri dan berusaha untuk sadar dan menyadari bahwa lambung dan usus adalah harta. Saya diajari untuk makan dengan sadar penuh dan mensyukuri bahwa saya masih bisa makan dengan normal dan merenungi asal makanan yang ada di depan saya.

Banyak orang yang terlibat agar makanan di depan saya dapat tersaji. Dari petani yang memanen padi untuk diolah menjadi nasi, sayuran yang dipanen, orang yang memasak makanan dan sebagainya. Dari situ saya menjadi sadar bahwa sulit sekali untuk mendapatkan semua.

Biasanya saya makan suka request, mau makan ini, mau makan itu. Tidak suka sayur, tidak suka buah. Tapi di sini, saya diajarkan untuk makan apa yang telah disediakan, jika tersedia makanan yang tidak disukai, disarankan untuk diambil tetapi jangan terlalu banyak. Setidaknya dapat merasakan rasa makanan itu. Jika makan dipenuhi dengan kesadaran, rasa makanan itu akan menjadi enak dan saya merasakannya.

Saya makan makanan yang saya tidak suka dari kecil. Rasanya ternyata berbeda dengan yang saya bayangkan. Entah kenapa, makanan itu enak sekali. Coba saja Anda praktikkan. Pasti akan merasakan hal yang berbeda dalam makanan yang awalnya tidak suka mungkin akan menjadi suka.

Relaksasi Total
Relaksasi total adalah cara untuk kita dapat beristirahat dengan total, membaringkan tubuh kita dengan relaks dan damai. Relaksasi total dapat menyegarkan tubuh kita kembali dan tidak menghasilkan mimpi. Tubuh ini membutuhkan istirahat karena telah seharian melakukan kegiatan yang membuat tubuh kita menjadi lelah dan capek.

Relaksasi total biasanya sesi yang disukai sama anak-anak dan remaja. Mereka dapat relaksasi sepenuhnya hingga kadang kebablasan. Kita harus menyayangi tubuh, mengetahui kapan tubuh ini lelah, kapan tubuh ini capek dan sebagainya. Praktik ini akan bermanfaat jika dilakukan secara rutin.

Biasanya saat relaksasi total akan dipandu oleh relawan sehingga pikiran kita diarahkan untuk memperhatikan apa saja yang harus diperhatikan. Dilengkapi dengan musik-musik yang dapat membuat pikiran nyaman dan menikmati musik berkesadaran yang bisa membuat suasana hati menjadi relaks.

Relaksasi total walaupun sebentar tetapi jika dilakukan dengan sungguh-sungguh, setelah bangun akan terasa segar seperti sudah tidur selama 6 jam.

Sharing Dharma
Sebelum acara penutup, DOM biasanya suka mengadakan Dhamma Sharing yang mana peserta dapat berkenalan satu sama lain bagi yang belum kenal dan dapat memberikan pengalaman apa yang dirasakan selama seharian mengikuti acara ini.

Banyak orang yang memberikan pengalaman menarik dari yang lucu hingga yang benar benar mendapatkan manfaatnya. Semua peserta memberikan pengalaman apa yang dirasakan meskipun hanya sepatah dua patah kata. DOM biasa ditutup dengan berbagi jasa kebajikan kepada semua makluk. (Phinawati Tjajaindra, a.k.a Nuan*)

*Sedang menuntut ilmu di Sekolah Narada, Kelas 12

Tidak Perlu Jauh-jauh Ke Luar Negeri

Tidak Perlu Jauh-jauh Ke Luar Negeri
DOM di Wihara Buddhasena Bogor

Pertama kali mengenal Retret dan Hari Hidup Berkesadaran ialah sejak tahun 2010 ketika Master Zen Thich Nhat Hanh datang ke Indonesia. Karena retret tersebut telah menyentuh hati saya yang terdalam, sejak saat itu saya aktif mengikuti kegiatan Retret dan Hari Hidup Berkesadaran. Setiap ada kegiatan seperti ini, saya biasanya selalu bersemangat dan usahakan untuk datang.

Hari Hidup Berkesadaran, atau dalam bahasa Inggrisnya ialah Day of Mindfulness (DOM) biasanya mempunyai jadwal yang selalu sama: Registrasi, Orientasi, Meditasi Duduk, Meditasi Jalan, Dharma Talk, Meditasi Makan, Relaksasi Total, Sharing, Foto-foto, selesai.

DOM Special
Nah, ternyata DOM yang diadakan di Wihara Buddhasena Bogor tanggal 27 Januari 2018 kemarin mempunyai jadwal yang berbeda dari biasanya: Registrasi, Orientasi, Meditasi Duduk, Chanting Namo Avalokiteshvara, Gerak Badan Berkesadaran, Dharma Talk, Meditasi Makan, Qi Gong, Relaksasi Total, NoBar film Walk With Me, Foto-foto, selesai.

Day of Mindfulness kemarin itu sungguh sangat spesial karena adanya Chanting Namo Avalokiteshvara, Qi Gong, dan NoBar film Walk With Me. Bagi saya yang paling berkesan ialah NoBar film Walk With Me nya. Tidak hanya itu, peserta DOM kemarin ada yang berasal dari Columbia dan Myanmar juga. Saya pun kebetulan ditunjuk menjadi volunteer translator untuk mereka.

Film Walk With Me merupakan film dokumenter yang menceritakan mengenai kehidupan para monastik di Plum Village: Upacara penahbisan monastik, cukur rambut, kegiatan sehari-hari di Plum Village, retret yang diadakan di Plum Village, chanting Namo Avalokiteshvara, Meditasi Jalan dan Duduk di jalanan umum, dan lain sebagainya.

Batal Menonton
Sejak film Walk With Me tayang di bioskop di Eropa, saya pun berpikir kapan film itu bisa tayang di Indonesia. Saya sangat ingin menonton film tersebut. Ketika saya di Eropa bulan September – Oktober 2017 kemarin, saya rencananya ingin menonton film Walk With Me di Amsterdam tanggal 1 Oktober 2017. Awalnya saya bersemangat sekali untuk nonton film Walk With Me di Amsterdam, namun karena sudah lelah jalan-jalan dan orangtua juga kurang minat nonton, jadi akhirnya batal.

Tidak patah semangat, saat saya ke Thailand bulan Desember 2017 kemarin, saya mencari informasi mengenai penayangan film Walk With Me di Bangkok. Namun saya tidak berhasil mendapatkan informasi penayangan nya. Eh kemarin ini akhirnya film Walk With Me ditayangkan juga di Indonesia! Suatu keberuntungan saya akhirnya bisa menonton film Walk With Me ini di Bogor, kota kelahiran saya sendiri. Tidak perlu jauh-jauh lagi untuk menonton film tersebut.

Menonton Film Walk With Me

Suasana Damai
Tujuan utama saya ke Eropa kemarin ialah untuk mengunjungi Samanera Bhadrawarman (sepupu saya yang sudah menjadi Samanera dan sedang berlatih di Plum Village Perancis). Saya tinggal di Plum Village Perancis selama 5 hari. Lalu 5 hari nya lagi dipakai untuk jalan-jalan. Selama di Plum Village, saya merasakan betapa damai nya tinggal disana. Saya juga berkesempatan untuk mengikuti Day of Mindfulness di sana.

Tinggal selama 5 hari di Plum Village meninggalkan jejak yang cukup mendalam bagi saya. Oleh karena itu, ketika saya menonton film Walk With Me ini yang mayoritas di-shoot di Plum Village Perancis, saya bisa mengenang kembali bagaimana suasana damai di Plum Village, bagaimana suasana kehidupan para monastik di Plum Village.

Bertemu Zen Master
Karena film itu juga, saya bisa mengenang kembali bagaimana perasaan saya ketika pertama kali ikut Retret Hidup Berkesadaran yang dibimbing langsung oleh Master Zen Thich Nhat Hanh pada tahun 2010 lalu. Bagian yang paling menyentuh dari film Walk With Me ialah saat chanting Namo Avalokiteshvara. Di film itu diperlihatkan seorang wanita yang menangis tersedu-sedu saat mendengar chanting tersebut.

Saya pun langsung merasa wanita itu seperti diri saya sendiri saat pertama kali mendengar chanting Namo Avalokiteshvara di Retret Hidup Berkesadaran tahun 2010 lalu. Saat itu saya juga menangis tersedu-sedu saat mendengar chanting tersebut. Sungguh sebuah chanting yang sangat indah yang menyentuh hati terdalam!

Berkelanjutan
Karena saya ditunjuk menjadi volunteer translator, saya jadi berkesempatan untuk memperkenalkan Plum Village kepada orang Columbia dan Myanmar. Karena yang Columbia sudah 2 tahun di Indonesia, jadi bisa berbicara bahasa Indonesia walaupun masih belum terlalu lancar. Kalau yang Myanmar, karena baru 5 bulan di Indonesia, jadi hanya bisa mengerti beberapa kata dalam bahasa Indonesia. Saya pun kebanyakan menjadi translator untuk kedua orang Myanmar ini.

Sebenarnya lebih tepatnya sih menjadi teman yang menjelaskan kepada mereka, bukan hanya sebatas translate apa yang sedang dijelaskan oleh Bhante Nyanabhadra dan Sister Rising Moon. Saya jelaskan juga kepada mereka bagaimana pentingnya ikut retret atau DOM secara berkelanjutan.

Jeane Rooseline (Baris pertama, nomor dua dari kiri)

Bersama Komunitas
Retret atau DOM harus dilakukan secara berkala, agar kita ingat akan latihan Mindfulness. Tanggapan mereka pun baik. Mereka bilang mau ikut acara seperti ini lagi. Saya pun sebagai yang menjelaskan kepada mereka menjadi turut senang. Sungguh suatu hal yang baik jika kita bisa latihan Mindfulness secara berkala bersama dengan komunitas. (Jeane Rooseline)*

*Volunteer dan anggota dari Wake Up Bogor

Retret GABI: Bring Each Smile To Breath

Retret GABI: Bring Each Smile To Breath
Retret GABI SumSel @Lubuklinggau

GABI (Gelanggang anak buddhis indonesia) Sumatera Selatan memilih menghabiskan libur natal mereka untuk berlatih bersama di Wihara Buddha Indonesia Lubuklinggau dari 22 s.d. 25 Desember 2017.

Pada acara ini anak-anak diajarkan untuk selalu menyadari napas masuk, napas keluar sesuai dengan tema acara ini bring smile into each breath, anak-anak dibimbing untuk mencintai setiap napasnya mulai dari hanya mendengarkan dentang jam dinding setiap jam, mendengarkan bunyi lonceng pergantian acara, serta meditasi duduk dan jalan setiap pagi. Hal tersebut guna untuk merelaksasikan pikiran dan hati mereka yang selama ini sudah terbebani.

Kegiatan menarik lainnya yaitu bertepatan dengan hari ibu 22 desember 2017, meski banyak anak jauh dari ibu mereka, namun anak-anak tetap merayakan hari ibu dengan memberikan kejutan kue dan tiup lilin kecil pada ibu-ibu yang telah memasak dan menyediakan makanan untuk mereka. Beberapa dari mereka menjadi perwakilan menyuapi ibu-ibu tersebut dan semuanya bernyanyi kasih ibu di perayaan yang sederhana dan penuh makna.

Anak-anak juga membiasakan diri untuk meditasi makan, relaksasi total setiap siang hari, stick exercise, mendengarkan Dharma dengan tema berbakti pada orang tua dan kalyannamitta (sahabat yang sesungguhnya), belajar bernyanyi lagu Buddhis, workshop mewarnai zen tangle dan mind map dengan tema berbakti kepada orang tua, serta berbagai games yang mengarah pada kesadaran, kejujuran, serta solidaritas bersama.

Anak-anak terlihat sangat bahagia pada acara retreat ini walaupun gadget dan snack pribadi harus disita. Mereka seakan lupa akan hal itu terbukti pada saat sesi Dharma sharing banyak dari mereka yang aktif menyampaikan kesannya mengikuti retreat ini bisa mendapatkan banyak teman baru, belajar mandiri tidak merepotkan mama dan papa di rumah dan belajar tidak berisik. Mereka juga ingin mempraktikkan apa yang telah dipelajari selama retreat dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Kami sebagai pendidik dan kakak-kakak dari GABI sangat bahagia bisa melihat anak-anak yang biasanya terlalu ribut dan tidak tenang bisa menjadi anak yang lebih baik selama 4 hari latihan. Kami harap anak-anak bisa mempraktikkan meditasi sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Kami juga berharap agar acara retreat untuk anak-anak ini akan menjadi agenda rutin tahunan (sudah direkues orang tua).

Kami mengucapkan terima kasih kepada fasilitator luar biasa Bhante Nyanabhadra, Bhante Bhadraputra dan Bhante Bhadramurti yang sudah meluangkan waktu dan tenaganya untuk membimbing anak-anak. Kakak-kakak GABI, dan panitia dengan sangat baik dan penuh perhatian, terima kasih untuk briefing setiap malamnya yang menjadi kunci kesuksesan acara ini.

Semoga latihan seperti ini dapat tetap kita lanjutkan di kesempatan berikutnya. We’ve already brought those smiles into each breath, thank you bhante. (Siska)*

*DPD IPGABI Sumatra Selatan

Napas Untuk Mudik

Napas Untuk Mudik
Foto bersama peserta Day of Mindfulness di Wihara Ekayana Serpong

Rumah identik dengan suasana damai yang menyejukan hati. Rumah adalah tempat yang paling nyaman juga untuk melepas kepenatan dan kelelahan yang mendera kehidupan. Di era digital yang serba terkoneksi dengan hiper dan cepat luar biasa, tak jarang membuat kita menjadi lebih cepat. Ibarat kualitas baterai pada gawai di masa kini yang lebih cepat habis karena penggunaan data yang berat dan terus menerus, kondisi “low battery” juga mudah sekali dialami oleh manusia di kehidupan masa kini. Dan rumah adalah semacam “power outlet” untuk kita dapat melepas lelah dan mengisi ulang energi kita.

Namun sayangnya bagi sebagian besar masyarakat, terutama di perkotaan metropolitan seperti Jakarta dapat pulang ke rumah setiap saat terutama pada saat kita sibuk, stress, kehabisan energi tidaklah semudah itu. Padahal hampir seluruh masyarakat membutuhkan sebuah solusi yang instan juga untuk dapat mengikuti tuntutan kehidupan yang ekspres dan instan juga. Akhirnya yang sering kali terjadi untuk mendapat kedamaian yang instan adalah dengan menenggelamkan diri ke media sosial, alkohol, makan berlebihan, rokok, kehidupan dunia gemerlap bahkan obat-obatan terlarang. Walaupun kedamaian tersebut bisa didapatkan pada saat tersebut, namun kualitasnya kurang baik dan tak jarang memberikan efek samping yang negatif terdahadap kesehatan mental, jasmani, sosial bahkan finansial.

Padahal sebetulnya terdapat sebuah solusi yang sangat mudah dan aman serta cukup instan efeknya bilamana dipraktikkan secara rutin dan konsisten. Solusi ini tidak menimbukan efek samping ketergantungan yang negatif. Bahkan sebaliknya pada saat kita mengalami “ketergantungan” pada solusi ini lebih banyak efek positif yang bisa didapatkan. Dan kabar baiknya, solusi ini tersedia untuk setiap manusia baik mereka yang memiliki gaya hidup modern, tradisional bahkan purba sekalipun. Solusi ini mampu membawa kita kembali pulang ke rumah kita yang sejati, kapan saja dan di mana saja.

Solusi tersebut adalah gaya hidup dengan penuh kesadaran dengan menunggangi napas sebagai kendaraan untuk dapat membawa kita pulang ke rumah kita yang sejati kapan saja dan di mana saja dengan ekspres dan instan.

Di hari Sabtu, 04 November 2017 yang lalu bertempat di Wihara Ekayana Serpong terdapat puluhan orang berkumpul bersama untuk melatih diri mempraktikkan indahnya seni hidup dengan penuh kesadaran melalui napas masuk dan napas keluar sebagai kendaraan ekspres untuk membawa mereka pulang ke rumah sejati. Bersama-sama mereka duduk dalam keheningan menikmati setiap hembusan napas, bernyanyi dengan penuh kesadaran, menikmati berkah alam semesta melalui makanan dan minuman hingga saling berbagi cerita pengalaman dalam praktik dengan penuh kasih.

Dan di saat bersama-sama mereka menikmati setiap hembusan napas masuk dan napas keluar, sontak seketika mereka semua tiba ke rumah sejati. Bersama-sama mudik ke kampung halaman yang penuh cinta kasih dan kedamaian. Mendapatkan kembali energi untuk recharge diri setelah sekian lama tenggelam dalam kesibukan sehari-hari.

Di penghujung kegiatan, mereka semua pun berdoa agar latihan bersama yang telah dilakukan seharian penuh, dapat memberikan manfaat yang lebih luas lagi pada kehidupan yang kita semua jalani bersama. Tak lupa mereka berjanji bertemu berlatih bersama kembali setelah satu purnama untuk dapat kembali bersama mudik ke kampung halaman sejati. (Astrid Maharani)

Jadwal DoM (Day of Mindfulness)
08.00 – 08.30 Persiapan
08.30 – 09.00 Registrasi dan Song of Mindfulness
09.00 – 09.45 Kebaktian Bahasa Indonesia dan Meditasi duduk dipandu
09.45 – 10.00 Meditasi Gerak & Toilet Break
10.00 – 12.00 Menonton Video Ceramah Thay
12.00 – 13.00 Meditasi Makan
13.00 – 13.45 Relaksasi Total
13:45 – 14:00 Istirahat
14.00 – 15.45 Meditasi Teh dan Sharing
15.45 – 16.00 Pelimpahan Jasa dan Penutup

Joy Is Every Step

Joy Is Every Step
Day of Mindfulness: Joy is Every Step @Pusdiklat Bodhidharma

Joy is Every step adalah tema Day of Mindfulness hari Sabtu, 28 Oktober 2017, di Pusdiklat Boddhidharma, dibimbing oleh Sister Tin Yue merupakan hari latihan bersama hidup sadar oleh praktisi-praktisi lintas agama.

Beberapa praktisi sudah berlatih dengan metode Zen Plum Village, beberapa baru pertama kali berlatih mengikuti metode ini.

Diringkas dengan apik, semua kegiatan disesuaikan dengan kebiasaan hidup sehari-hari yang penuh dengan kesibukan.

Dalam sesi meditasi teh dan berbagi, diungkapkan bahwa latihan ini adalah latihan yang sesungguhnya karena berpraktik sesuai kondisi nyata keseharian.

Sesi yin yoga dan total relaksasi merupakan sesi favorit, sesi yang membawa praktisi untuk benar-benar relaks.

Ceramah Thay (Zen Master Thich Nhat Hanh) pada saat Retret Israel-Palestina, Oktober 2005 membawa pencerahan baru bahwa kita berlindung pada realitas absolut yang membuat kita damai dan bahagia setiap saat, setiap langkah. (Kshantica)

Lima Latihan Sadar Penuh

Lima Latihan Sadar Penuh
  1. Latihan Pertama: Menjunjung Tinggi Kehidupan
    Sadar akan penderitaan yang disebabkan oleh penghancuran kehidupan, aku bersedia memupuk pengertian mendalam atas keadaan saling bergantungan dan welas asih, mencari cara untuk melindungi kehidupan manusia, fauna, flora, dan bumi ini. Aku bertekad untuk tidak membunuh, tidak membiarkan pihak lain membunuh, dan tidak mendukung segala jenis pembunuhan di dunia ini, baik melalui pikiran maupun cara hidupku. Aku menyadari bahwa tindakan kekerasan berasal dari kemarahan, ketakutan, keserakahan, dan intoleransi yang berakar dari pemikiran diskriminatif dan dualistis. Aku akan menumbuhkan sifat keterbukaan, nondiskriminasi dan nonkemelekatan terhadap pandangan demi mentransformasikan kekerasan, fanatisme, dan dogmatisme dalam diriku dan di dunia ini.

  2. Latihan Kedua: Kebahagiaan Sesungguhnya
    Sadar akan penderitaan yang disebabkan oleh eksploitasi, ketidakadilan sosial, pencurian, dan penindasan, aku bersedia berlatih hidup dalam kedermawanan secara pikiran, ucapan, dan perbuatan. Aku bertekad untuk tidak mencuri dan tidak memiliki sesuatu yang seharusnya milik pihak lain, aku akan berbagi waktu, energi, dan sumber materi bersama mereka yang membutuhkannya. Aku akan berlatih menatap secara mendalam untuk menyadari bahwa kebahagiaan dan penderitaan pihak lain juga merupakan kebahagiaan dan penderitaan diriku, kebahagiaan sesungguhnya tak akan bisa hadir tanpa pengertian dan welas asih; aku mengerti bahwa mengejar kekayaan, ketenaran, kekuasaan, dan kenikmatan sensual bisa membawa makin banyak penderitaan dan keputusasaan. Aku menyadari sepenuhnya bahwa kebahagiaan berkaitan erat dengan sikap mental dan kebahagiaan tidak bergantung pada kondisi eksternal, dan aku bisa hidup dengan bahagia pada momen kini hanya dengan mengingat bahwa aku sudah memiliki kondisi secukupnya untuk berbahagia. Aku bertekad untuk berlatih hidup sesuai dengan penghidupan benar sehingga bisa ikut membantu mengurangi penderitaan makhluk lain di dunia ini dan menghentikan kontribusi terhadap perubahan iklim.

  3. Latihan Ketiga: Cinta Sesungguhnya
    Sadar akan penderitaan yang disebabkan oleh penyimpangan perilaku seksual, aku bersedia untuk menumbuhkan sikap tanggung jawab dan mencari cara untuk melindungi keamanan dan integritas individual, pasangan, keluarga, dan masyarakat. Mengetahui bahwa nafsu seksual dan cinta kasih merupakan dua hal yang berbeda, dan aktivitas seksual yang didorong oleh nafsu keinginan selalu melukai diriku kemudian juga melukai pihak lain, aku bertekad untuk tidak terlibat dalam hubungan seksual yang tanpa dilandasi cinta sesungguhnya, cinta mendalam, komitmen jangka panjang. Aku akan bertindak sesuai kemampuanku dalam melindungi anak-anak dari pelecehan seksual dan mencegah perceraian pasangan dan keluarga yang diakibatkan oleh perilaku seksual tidak pantas. Mengerti bahwa badan jasmani dan pikiran merupakan satu kesatuan, aku bersedia mencari cara pantas untuk menjaga energi seksual dan menumbuhkan cinta kasih, welas asih, suka cita, dan sikap inklusif, yang merupakan empat elemen dasar cinta sesungguhnya, demi kebahagiaan lebih besar bagi diriku dan pihak lain. Aku menyadari bahwa dengan mempraktikkan empat elemen dasar cinta sesungguhnya, aku akan terus dilanjutkan dengan indah di masa mendatang.

  4. Latihan Keempat: Ucapan Cinta Kasih dan Mendengar Mendalam
    Sadar akan penderitaan yang disebabkan oleh bicara tanpa berkesadaran penuh dan ketidakmampuan untuk mendengarkan pihak lain, aku bersedia untuk menumbuhkan ucapan cinta kasih dan mendengar dengan welas asih demi mengurangi penderitaan dan upaya menciptakan rekonsiliasi dan kedamaian dalam diriku dan sesama orang lain, etnik, sahabat religius, dan antar negara. Mengetahui bahwa kata-kata dapat menghadirkan kebahagiaan maupun menciptakan penderitaan, aku bersedia berbicara sesuai keadaan yang sesungguhnya dengan menggunakan kata-kata yang dapat menumbuhkan keyakinan, suka cita, dan harapan. Ketika kemarahan membara dalam diriku, untuk sementara aku bertekad untuk tidak berbicara. Aku akan berlatih napas dan jalan penuh kesadaran untuk mengenali dan menatap mendalam terhadap kemarahanku. Aku tahu bahwa akar kemarahan ada dalam persepsi keliru dan pengertian kurang lengkap atas penderitaan dalam diriku maupun pihak lain. Aku akan berbicara dan mendengar dengan sedemikian rupa sehingga membantu meringankan penderitaan pihak lain dan mencari cara untuk keluar dari situasi sulit itu. Aku bertekad untuk tidak menyebarkan berita-berita yang belum aku ketahui dengan pasti dan juga tidak melontarkan kata-kata yang dapat mengakibatkan perpecahan dan perselisihan. Aku akan berlatih semangat ketekunan benar untuk memupuk kapasitas pengertian, cinta kasih, suka cita, dan sikap inklusif, serta secara perlahan-lahan mentransformasikan kemarahan, kekerasan, dan ketakutan yang terselubung jauh dalam kesadaranku.

  5. Latihan Kelima: Nutrisi dan Penyembuhan
    Sadar akan penderitaan yang disebabkan oleh konsumsi tanpa berkesadaran penuh, aku bersedia menjaga kesehatan dengan baik, secara fisik maupun mental, bagi diriku sendiri, keluarga, dan masyarakat dengan cara berlatih makan, minum, dan mengonsumsi dengan penuh kesadaran. Aku akan berlatih menatap mendalam terhadap cara aku mengonsumsi Empat Jenis Makanan yaitu makanan lewat mulut, kesan impresi, niat, dan kesadaran. Aku bertekad untuk tidak menggunakan alkohol, obat-obat terlarang, terlibat dalam perjudian atau produk-produk seperti: situs internet, permainan elektronik, program televisi, film, majalah, buku, dan percakapan tertentu yang mengandung toksin. Aku akan berlatih untuk kembali pada momen kekinian untuk menyentuh elemen-elemen kesegaran, penyembuhan, dan nutrisi dalam diriku dan di sekitarku, tidak membiarkan penyesalan dan kemurungan menyeretku kembali ke masa lalu, juga tidak membiarkan kecemasan, ketakutan, dan kemelekatan menarik aku keluar dari momen kekinian. Aku bertekad untuk tidak menutupi kesepian, kecemasan, atau penderitaan jenis lainnya dengan cara tenggelam dalam mengonsumsi. Aku akan merenungkan sifat saling bergantungan dan mengonsumsi dengan sedemikian rupa agar aku bisa terus menumbuhkan kedamaian, suka cita, dan kesehatan badan jasmani serta kejernihan kesadaran sendiri maupun kolektif dalam keluarga, masyarakat, dan dunia ini.

Sumber: The 5 Mindfulness Trainings

Empat Belas Latihan Sadar Penuh

Empat Belas Latihan Sadar Penuh
    1. Latihan Sadar Penuh Pertama: Keterbukaan
      Sadar akan penderitaan yang disebabkan oleh kefanatikan dan intoleransi, kami bertekad untuk tidak memberhalakan atau terbelenggu pada doktrin, teori, atau ideologi mana saja, termasuk yang Buddhis sekalipun. Kami bertekad memandang ajaran Buddha sebagai pedoman yang membantu kami untuk belajar melihat lebih dalam dan mengembangkan pengertian dan welas asih. Ajaran-ajaran buddhis bukanlah doktrin-doktrin yang dijadikan alasan untuk berkelahi, untuk membunuh, ataupun mati demi membela ajaran itu sendiri. Kami mengerti bahwa fanatisme dan berbagai bentuknya berasal dari pandangan dualistik dan diskriminatif. Kami akan melatih diri untuk melihat segala sesuatu dengan sikap keterbukaan dan pemahaman atas kondisi saling berkaitan demi mengubah dogmatisme dan kekerasan dalam diri kami dan dunia.
    2. Latihan Sadar Penuh Kedua: Tidak Melekat Pada Pandangan
      Sadar akan penderitaan yang disebabkan oleh kemelekatan pada pandangan dan persepsi keliru, kami bertekad untuk menghindari berpikiran sempit dan terikat pada pandangan-pandangan yang dimiliki saat ini. Kami bertekad untuk belajar dan berlatih ketidakmelekatan pada pandangan dan terbuka pada pengertian mendalam dan pengalaman orang lain demi mendapat manfaat dari kebijaksanaan kolektif. Pengertian mendalam hadir lewat cara berlatih mendengar dengan welas asih, melihat secara mendalam, dan melepaskan gagasan-gagasan, tetapi bukanlah lewat cara mengumpulkan pengetahuan intelektual. Kami sadar bahwa pengetahuan yang kami miliki saat ini bukanlah kebenaran mutlak yang tidak berubah. Kebenaran ditemukan dalam kehidupan dan kami akan mengamati kehidupan yang ada di dalam maupun di sekeliling kami setiap saat, siap untuk belajar seumur hidup.
    3. Latihan Sadar Penuh Ketiga: Kebebasan Berpikir
      Sadar akan penderitaan yang timbul ketika kami memaksakan pandangan kepada pihak lain, kami bertekad untuk tidak memaksa pihak lain, bahkan anak-anak kami, untuk mengadopsi pandangan kami, melalui cara apa pun—seperti otoritas, ancaman, uang, propaganda, ataupun indoktrinasi. Kami bertekad menghormati hak orang lain untuk berbeda dan memilih apa yang dipercayai serta cara mengambil keputusan. Tapi, kami akan belajar bagaimana cara membantu pihak lain untuk melepaskan dan mengubah pikiran sempit melalui latihan ucapan kasih dan dialog welas asih.
    4. Latihan Sadar Penuh Keempat: Menyadari Penderitaan
      Sadar bahwa dengan melihat mendalam atas sifat dasar penderitaan dapat membantu kami menumbuhkan pengertian dan welas asih, kami bertekad untuk kembali kepada diri sendiri, mengenali, menerima, memeluk dan mendengar penderitaan diri sendiri dengan menggunakan energi sadar penuh. Kami akan berusaha tidak melarikan diri dari penderitaan sendiri atau menutupinya dengan konsumsi berlebihan, tetapi kami akan berlatih napas dan jalan sadar penuh untuk mencari tahu akar utama penderitaan. Kami tahu jalan menuju transformasi penderitaan bisa ditemukan lewat mengerti akar utama penderitaan. Seketika kami mengerti penderitaan diri sendiri, kami akan mampu mengerti penderitaan pihak lain. Kami bertekad mencari berbagai cara termasuk melalui kontak pribadi dengan menggunakan telepon, elektronik, audio visual, dan berbagai cara menemani mereka yang sedang menderita, sehingga kami dapat membantu mereka mengubah penderitaan menjadi welas asih, kedamaian, dan sukacita.
    5. Latihan Sadar Penuh Kelima : Hidup Sehat dan Berwelas Asih
      Sadar bahwa kebahagiaan mengakar pada kedamaian, soliditas, kebebasan, dan welas asih, kami bertekad tidak akan mengumpulkan kekayaan sementara jutaan orang kelaparan dan sekarat, juga tidak menjadikan ketenaran, keuntungan, kekayaan maupun kenikmatan sensual sebagai tujuan utama hidup, justru gaya hidup demikian membawa makin banyak penderitaan dan putus asa. Kami akan berlatih melihat secara mendalam bagaimana kami memberi makan kepada badan jasmani dan pikiran dengan makanan yang layak dimakan, kesan impresi, hasrat, dan kesadaran. Kami bertekad untuk tidak berjudi, tidak menggunakan alkohol, narkoba atau produk apa pun yang membawa masuk racun yang berasal dari website, games elektronik, program televisi, film, majalah, buku, dan percakapan ke dalam tubuh dan kesadaran kami maupun ke dalam tubuh dan kesadaran kolektif. Kami akan mengonsumsi sedemikian rupa sehingga welas asih, kedamaian, sukacita, kesejahteraan badan jasmani dan mental kolektif keluarga, masyarakat, dan bumi ini dapat terpelihara dengan baik.
    6. Latihan Sadar Penuh Keenam: Meredakan Kemarahan
      Sadar bahwa kemarahan mengakibatkan komunikasi macet dan menciptakan penderitaan, kami bertekad untuk meredakan energi kemarahan ketika energi itu muncul serta mengenali dan mengubah benih-benih kemarahan yang terbenam jauh di dalam kesadaran kami. Ketika kemarahan muncul, kami bertekad untuk tidak melakukan atau mengatakan apa pun, tetapi kami akan mempraktikkan napas atau jalan berkesadaran untuk mengenali, memeluk, melihat mendalam kemarahan itu. Kami tahu bahwa akar kemarahan bukanlah sesuatu yang ada di luar diri kami tetapi akar kemarahan berasal dari persepsi keliru dan tidak mengerti sepenuhnya atas penderitaan diri sendiri maupun pihak lain. Kami dapat menatap dengan mata welas asih terhadap diri sendiri maupun mereka yang kami anggap sebagai biang kemarahan, melalui cara merenungkan kesementaraan. Kami akan berusaha menyadari betapa berharganya sebuah persahabatan. Kami akan berlatih daya upaya tepat demi mengembangkan kemampuan untuk mengerti, mencintai, bersukacita, sikap inklusif, kemudian perlahan-lahan mengubah kemarahan, kekerasan, rasa takut; setelah itu kami juga membantu orang lain melakukan hal yang sama.
    7. Latihan Sadar Penuh Ketujuh: Bersemayam Dalam Kekinian Dengan Bahagia
      Sadar bahwa kehidupan hanya tersedia di saat ini, kami bertekad untuk melatih diri agar bisa hidup sepenuhnya setiap momen dalam kehidupan sehari-hari. Kami akan mencoba untuk tidak terhanyut dalam pikiran yang tidak menentu atau terseret oleh penyesalan tentang masa lalu, khawatir akan masa depan, kemelekatan, kemarahan, iri hati yang terjadi pada sekarang ini. Kami akan berlatih napas berkesadaran untuk menyadari apa yang sedang terjadi pada saat ini dan di sini. Kami bertekad untuk belajar seni hidup sadar dalam setiap situasi untuk menyentuh elemen-elemen keajaiban, kesegaran, penyembuhan yang sudah ada dalam diri sendiri dan sekeliling kami. Lewat cara demikianlah, kami dapat menyemai benih-benih sukacita, kedamaian, cinta kasih, pengertian dalam diri kami, sehingga membantu proses transformasi dan penyembuhan dalam kesadaran. Kami sadar bahwa kebahagiaan tergantung pada sikap mental dan bukan tergantung pada kondisi eksternal, dan kami dapat hidup bahagia pada saat ini hanya dengan mengingat bahwa kami sudah memiliki banyak kondisi untuk berbahagia.
    8. Latihan Sadar Penuh Kedelapan: Komunitas dan Komunikasi Sejati
      Sadar bahwa kurangnya komunikasi selalu mengakibatkan perpecahan dan penderitaan, kami bertekad melatih diri untuk praktik mendengar dengan simpatik dan bicara dengan cinta kasih. Mengetahui bahwa komunitas sejati berakar pada sikap inklusif dan latihan nyata atas pandangan harmonis, pikiran, dan ucapan. Kami akan berlatih untuk berbagi pengertian dan pengalaman bersama anggota komunitas agar bisa mencapai kesimpulan kolektif bersama. Kami bertekad untuk belajar mendengarkan secara mendalam tanpa menghakimi ataupun bereaksi dan menahan diri untuk mengucapkan kata-kata yang dapat menciptakan perselisihan atau yang menyebabkan komunitas menjadi pecah. Setiap kali kesulitan muncul kami akan tetap bersama-sama komunitas dan berlatih melihat secara mendalam ke dalam diri sendiri dan pihak lain untuk mencari tahu sebab dan kondisi, termasuk energi kebiasaan kami yang menyebabkan kesulitan itu. Kami akan bertanggung jawab atas semua kondisi yang menyebabkan konflik dan terus mengupayakan agar komunikasi selalu terbuka. Kami tidak akan menempatkan diri sebagai korban, tetapi kami akan aktif dalam mencari cara untuk merukunkan dan menuntaskan semua konflik sekecil apa pun.
    9. Latihan Sadar Penuh Kesembilan: Berbicara Sesuai Kenyataan dan Bahasa Kasih
      Sadar bahwa kata-kata dapat menciptakan penderitaan atau kebahagiaan, kami bertekad untuk belajar berbicara sesuai kenyataan, penuh kasih dan konstruktif. Kami hanya akan menggunakan kata-kata yang menghadirkan sukacita, rasa percaya diri dan harapan, juga mendukung proses merukunkan dan mendamaikan diri sendiri dan pihak lain. Kami akan berbicara dan mendengar sedemikian rupa sehingga bisa membantu diri sendiri dan pihak lain untuk mengubah penderitaan kemudian menemukan solusi untuk mengatasi berbagai situasi sulit. Kami bertekad untuk tidak mengatakan hal-hal yang tidak benar demi kepentingan pribadi atau pun demi memesona pihak lain, juga tidak menuturkan kata-kata yang dapat memecah belah atau menimbulkan kebencian. Kami akan menjaga sukacita dan keharmonisan komunitas dengan cara tidak berbicara di belakang tentang keburukan pihak lain dan selalu bertanya kepada diri sendiri apakah persepsi yang sudah ada saat ini sudah tepat atau belum. Kami akan berbicara dengan niat untuk mengerti dan membantu mengubah situasi menjadi lebih baik. Kami tidak akan menyebarkan rumor atau mengkritik, mengecam hal-hal yang belum kami ketahui dengan pasti. Kami akan berusaha dengan sebaik-baiknya untuk mengungkapkan situasi-situasi yang tidak adil, meskipun saat melakukan itu dapat menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri atau membahayakan keamanan kami.
    10. Latihan Sadar Penuh Kesepuluh: Melindungi dan Menutrisi komunitas
      Sadar bahwa esensi dan tujuan dari komunitas adalah praktik untuk membangkitkan pengertian dan welas asih, kami bertekad tidak menggunakan komunitas buddhis untuk merebut kekuasaan, keuntungan pribadi, atau mengubah komunitas menjadi instrumen politik. Namun, sebagai anggota dari sebuah komunitas spiritual hendaknya kami mengambil posisi yang jelas terhadap penindasan dan ketidakadilan. Kami hendaknya berusaha mengubah situasi tersebut tanpa terlibat ke dalam konflik partisan. Kami bertekad menatap dengan pemahaman atas kondisi saling berkaitan dan belajar melihat diri sendiri juga pihak lain merupakan sel dari sebuah tubuh komunitas. Sebagai sel yang sejati dalam tubuh komunitas, membangkitkan energi sadar penuh, konsentrasi, pengertian mendalam untuk menutrisi diri sendiri dan seluruh komunitas, pada saat bersamaan masing-masing dari kita merupakan sel dalam tubuh Buddha. Kami akan berupaya aktif dalam membangun kekeluargaan, mengalir bagaikan sungai, dan berlatih mengembangkan tiga kekuatan yakni; cinta kasih, pengertian dan memotong kekotoran batin, untuk mencapai pencerahan kolektif.
    11. Latihan Sadar Penuh Kesebelas: Mata Pencaharian Tepat
      Sadar bahwa kekerasan dan ketidakadilan yang maha dahsyat telah dilakukan terhadap lingkungan dan masyarakat, kami bertekad untuk tidak hidup dari pekerjaan yang membahayakan manusia dan alam. Kami akan mengupayakan yang terbaik dalam memilih mata pencaharian yang dapat mendukung kesejahteraan semua makhluk di muka bumi ini dan membantu mewujudkan cita-cita ideal atas pengertian dan welas asih. Sadar akan realitas ekonomi, politik, dan sosial dunia, juga hubungan timbal balik manusia dan ekosistem, kami bertekad bertindak penuh tanggung jawab sebagai konsumen dan warga negara. Kami tidak akan menginvestasi atau membeli dari perusahaan-perusahaan yang menyebabkan perusakan sumber daya alam, merusak bumi, dan menghilangkan peluang hidup pihak-pihak lain.
    12. Latihan Sadar Penuh Keduabelas: Menjunjung Tinggi Kehidupan
      Sadar bahwa banyak penderitaan disebabkan oleh perang dan konflik, kami bertekad untuk menghadirkan semangat tanpa kekerasan, welas asih dan pengertian mendalam atas hubungan saling keterkaitan dalam kehidupan sehari-hari dan mempromosikan perdamaian, edukasi, mediasi yang berkesadaran serta kerukunan dalam keluarga, komunitas, etnik, kelompok religius, dan negara di dunia. Kami bertekad untuk tidak membunuh dan tidak membiarkan pihak-pihak lain membunuh. Kami tidak akan mendukung semua jenis pembunuhan di dunia ini melalui cara berpikir atau pun penghidupan. Dengan tekun kami akan berlatih melihat secara mendalam bersama komunitas guna menemukan cara-cara yang lebih baik untuk melindungi kehidupan dan mencegah peperangan, dan menciptakan perdamaian.
    13. Latihan Sadar Penuh Ketigabelas: Kedermawanan
      Sadar akan penderitaan yang disebabkan oleh eksploitasi, ketidakadilan sosial, pencurian, dan penindasan, kami bertekad untuk memupuk sifat kedermawanan dalam cara berpikir, berucap, dan bertindak. Kami akan belajar cara yang lebih baik untuk bekerja demi kesejahteraan manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan mineral. Kami akan mempraktikkan kedermawanan dengan cara berbagi waktu, energi, dan sumber daya materi kami dengan mereka yang membutuhkan. Kami bertekad untuk tidak mencuri dan memiliki apa pun yang seharusnya menjadi milik pihak lain. Kami akan menghormati harta benda pihak lain, tapi akan berusaha mencegah pihak lain memperoleh keuntungan dari penderitaan manusia atau penderitaan makhluk lainnya.
    14. Latihan Sadar Penuh Keempatbelas: Perilaku Lurus
      (Untuk sahabat awam): Sadar bahwa nafsu seksual bukanlah cinta dan hubungan seksual yang didorong oleh nafsu rendah tidak dapat menutupi perasaan kesepian justru akan menciptakan lebih banyak penderitaan, frustasi, dan isolasi. Kami bertekad untuk tidak terlibat dalam hubungan seksual yang tanpa didasari oleh saling pengertian, cinta kasih, dan komitmen jangka panjang yang diumumkan kepada keluarga dan sahabat. Menyadari bahwa tubuh dan pikiran merupakan satu kesatuan, kami bertekad untuk belajar cara tepat untuk menangani energi seksual kemudian menghadirkan cinta kasih, welas asih, suka cita, sikap inklusif demi kebahagiaan diri sendiri maupun pihak lain. Berkaitan dengan hubungan seksual, kami sepatutnya menyadari penderitaan apa saja yang akan muncul di kemudian hari. Kami tahu bahwa untuk menjaga kebahagiaan kami dan pihak-pihak lain, kami harus menghormati hak dan komitmen kami dan pihak-pihak lain. Kami akan melakukan segala hal yang dalam kuasa kami untuk melindungi anak-anak dari pelecehan seksual dan melindungi pasangan dan keluarga dari perpecahan akibat pelanggaran seksual. Kami akan memperlakukan tubuh kami dengan penuh rasa hormat dan welas asih. Kami bertekad untuk menatap lebih dalam atas empat nutrisi dan belajar cara untuk menjaga dan mengarahkan energi-energi vital kami (seksual, napas, spirit) untuk merealisasikan cita-cita ideal Bodhisattwa. Kami akan sepenuhnya menyadari tanggung jawab dari menghadirkan kehidupan baru ke dunia ini, dan memeditasikan lingkungan masa depan seperti apa bagi mereka.
      (Untuk monastik): Sadar bahwa aspirasi seorang monastik hanya bisa diwujudkan ketika ia sepenuhnya meninggalkan ikatan cinta duniawi, kami bertekad untuk melatih hidup selibat dan membantu pihak lain untuk melindungi diri mereka. Kami sadar bahwa kesepian dan penderitaan tidak bisa ditutupi melalui menyatunya dua tubuh dalam hubungan seksual, melainkan oleh praktik cinta kasih, welas asih, sukacita, dan sikap inklusif. Kami tahu bahwa hubungan seksual akan menghancurkan kehidupan monastik, tindakan itu akan mencegah kami merealisasi ideal untuk melayani semua makhluk, dan akan mencelakai pihak-pihak lain. Kami bertekad tidak akan menekan atau memperlakukan tubuh lewat cara yang tidak tepat atau menganggap tubuh kami sebagai alat semata, melainkan akan belajar memperlakukan tubuh kami dengan hormat dan welas asih. Kami bertekad untuk menatap lebih dalam atas empat nutrisi dan belajar cara untuk menjaga dan mengarahkan energi-energi vital kami (seksual, napas, spirit) untuk merealisasikan cita-cita ideal Bodhisattwa.

Sumber: The 14 Mindfulness Trainings