Nothing Shall Be Impossible

Nothing Shall Be Impossible
Meditasi Jalan, Retret Edukator Sekolah Ananda, Bagan Batu

September 2018, tahun lalu, saya mengenal istilah BIBO. Sekarang sudah pertengahan 2019. Waktu berlalu begitu cepat. Saya makin akrab dengan BIBO yaitu Breathing In Breathing Out. Istilah unik ini datang dari Sekolah tempat saya mengajar, sekolah Ananda di Bagan Batu.

Ada seorang guru, namanya Rumini, akrab kita sapa Laoshi Ani. Dialah yang mengajarkan BIBO kepada saya lewat metode mindfulness, teknik untuk selalu sadar akan momen kekinian, apakah itu dalam situasi yang baik maupun kurang baik.

Hadir Seutuhnya

Mindfulness adalah keadaan yang ditandai oleh munculnya introspeksi diri, keterbukaan pikiran, refleksi dan penerimaan diri apa adanya dengan sikap positif (M . Jojo Raharjo, 2008). Introspeksi diri membuat saya makin tertarik dengan kegiatan Mindfulness.

Teknik mindfulness mangajarkan saya untuk selalu hadir di sini dan saat ini melalui bernapas masuk dan bernapas keluar (breathing in breathing out). Teknik ini juga mencakup makan dengan berkesadaran agar bisa mempertahankan kesehatan. Kegiatan lain seperti deep relaxation melalui teknik body scanning (pemindaian tubuh). Mencintai alam dengan walking meditation. Meningkatkan rasa syukur lewat “BIBO”.

Saya bahkan mengikuti akun sosial media yang berkaitan dengan praktik mindfulness seperti @plumvillageindonesia dan Thich Nhat Hanh collective quotes. Melalui akun tersebut saya mengenal seorang biksu Zen, Thich Nhat Hanh yang menjadi panutan bagi Buddhis dan non Buddhis di seluruh dunia. Pelopor mindfulness sejati menurut saya.

Berdoa

Mindfulness telah memberi pengaruh positif bagi saya. Simpel, lewat penerapan BIBO. Ada satu kisah waktu kecil hingga sekolah menengah atas. Saya diajarkan untuk rajin berdoa di gereja. Sejak SMP saya sudah ikut melayani Tuhan dengan menjadi guru sekolah minggu di Gereja Kesukuan di kampung saya.

Doa adalah hidup saya. Berdoa sebelum makan, berdoa sebelum tidur, berdoa sesudah bangun tidur, berdoa dalam suka dan duka. Berdoa sudah begitu melekat dalam diri saya.

Ada suatu ketika saya berhenti melakoninya. Alasannya, saya tidak lolos seleksi ke universitas yang saya dambakan. Saya berhenti berdoa sejak itu. Saya tidak tahu mengapa saya berbuat demikian. Mungkin sebagai bentuk tuntutan atau protes ketidakadilan Tuhan pada saat itu.

Saya belum buntu, walau tidak masuk ke universitas negeri yang saya dambakan, saya pun beralih ke universitas swasta. Jurusan yang saya pilih adalah pendidikan bahasa Inggris. Saya lulus sebagai sarjana pendidikan.

Tahun 2018 saya diterima di SD swasta Yayasan Pendidikan Ananda. Di tempat inilah titik balik hubungan saya dengan Tuhan. Saya menerapkan mindfulness lewat praktik BIBO, dan entah mengapa secara alamiah saya merasa mengalami hubungan saya dengan Tuhan membaik.

Melalui mindfulness saya diajarkan untuk hidup bersyukur atas berkat dan keadaan yang saya dapat pada saat ini. Teknik ini Mengajarkan untuk hidup dengan penuh cinta kasih dengan sesama manusia, alam dan juga Tuhan. Saya ”disadarkan” untuk mengubah pola hidup dengan lebih meningkatkan sifat-sifat baik yang ada dalam diri saya.

Sadar Pancaindra

Tanggal 15- 17 Juli 2019 kami kembali mengikuti retret mindfulness yang dihadiri juga oleh seorang biksu. Bagi saya beliau lebih ahli dalam praktik mindfulness tentunya. Saya mendapatkan banyak sekali bahkan terlalu banyak hal-hal baik dalam acara itu. Beliau bernama Bhante Nyanabhadra. Beliau mengajari saya untuk selalu “sadar” pancaindra agar emosi negatif tidak bisa berbuat semena-mena.

Tata cara sifat manusia beliau gambarkan seperti “ruang tamu” dan “gudang”. Di dalam ruang tamu biasanya tempat menjamu para tamu yang datang, emosi apa pun selalu berkumpul di ruang tamu. Di dalam “gudang” merupakan tempat penyimpanan sifat positif dan negatif yang diibaratkan sebagai benih. Jika ada suatu kejadian masuk melalui pancaindra maka menyentuh benih itu lalu muncul di ruang tamu.

Jika lupa menerapkan “BIBO”, maka sifat negatif bisa membuat kekacauan di ruang tamu, membuat kita menjadi manusia yang lebih kental sifat negatifnya. Melalui BIBO juga saya belajar mencintai diri sendiri, sesama dan juga alam, ini membuat saya menjadi lebih kental sifat positifnya. Itulah yang beliau ajarkan kepada kami

Rasa Haru

Saya sangat menyukai sesi sitting meditation di pagi hari. Bhante Nyanabhadra melantunkan syair meditasi pagi, bernyanyi dengan suara lembut dan menyentuh. Seketika hati saya dipenuhi rasa haru. Kesalahan dan dosa-dosa yang saya lakukan terlintas dalam pikiran kemudian menguap begitu saja. Saya makin disadarkan bahwa saya masih belum apa-apa dalam hal berbuat baik terhadap Tuhan, sesama dan lingkungan.

Saya mengutip satu catatan yang sempat saya tulis di dalam note saya. Beliau berkata ”Masa lalu telah pergi, masa depan belum juga tiba, hanya ada satu masa untuk hidup, yaitu masa sekarang.” Lalu saya teringat dengan kutipan dari biksu Thich Nhat Hanh yang berkata ”Because you are alive everything is possible”.

Saya langsung teringat ada ayat di Alkitab yang sangat saya sukai yaitu, Luke 1:37 ”With God nothing shall be imposible”. Saya kemudian menggabungkan kutipan tersebut ke dalam sebuah pemahaman baru “Karena kamu hidup di momen ini, bersama dengan Tuhan, maka segalanya menjadi mungkin”.

Mari BIBO

Pengalaman praktik mindfulness mulai membuat kualitas hidup saya makin membaik. Saat ini saya fokus memperbaiki hubungan saya dengan Tuhan saya. Satu hal yang saya rasakan, mindfulness tidak akan pernah merugikan pelaku mindfulness.

Pedoman saya sebagai pemula di kegiatan ini adalah “When you touch one thing with deep awareness, you touch everything,” ~ Thich Nhan Hanh. Praktik ini memiliki kontribusi positif yang sangat besar bagi saya, semoga demikian juga untuk Anda. Mari ber”BIBO” bersama-sama.

Bita Astuanna Siburian, guru sekolah Ananda, Bagan Batu, Riau.

Keindahan dari Sesuatu yang Sederhana

Keindahan dari Sesuatu yang Sederhana

Meditasi Minum Teh
Meditasi Minum Teh

Pada Sabtu, 24 Maret 2018 ini, kami akan berlatih meditasi mindfulness di kota kabupaten Muara Bungo. Keistimewaan dari latihan mindfulness kali ini adalah tambahan latihan meditasi menggunakan lilin yang mensimulasikan pelita dalam diri masing-masing.

Perjalanan dan Persiapan

Kami berkumpul di wihara pada pukul 6 pagi dan berangkat bersama-sama melalui jalan darat tepat pada pukul 06.30 pagi. Sepanjang kiri dan kanan jalan antara Jambi hingga Muara Bungo di Sumatera ini banyak terlihat pepohonan sawit dan karet yang mungkin bagi sebagian orang kurang menarik. Kendati demikian kami bahagia dapat menikmati perjalanan dengan bersenda gurau.

Sesuai dengan perkiraan, waktu tempuh ke lokasi memakan waktu 6 jam. Tepat pukul 12.30 siang. Perjalanan panjang yang berkelok-kelok tentunya membuat rasa lapar lebih terasa. Untungnya tuan rumah langsung menyambut dengan sajian makan siang yang sangat nikmat.

Jumlah peserta meditasi mindfulness kali ini berjumlah 32 orang. Latihan mindfulness dimulai pukul 14.00, dengan susunan jadwal relaksasi total, meditasi duduk, meditasi minum teh dan sharing pengalaman dan cerita. Persiapan segala kebutuhan latihan dan pembagian tugas dilakukan mulai pukul 13.30. Tugas-tugas tersebut mencakup menyiapkan teh dan makanan kecil, dokumentasi dan lain-lain.

Kami harus bisa memanfaatkan waktu sebaik mungkin agar dapat selesai latihan sesuai jadwal, sebab wihara akan dipakai untuk kebaktian puja Mahayana (liam keng). Hari ini memang bertepatan dengan hari uposatha tanggal 8 penanggalan lunar.

Relaksasi total

Kegiatan ini dilakukan selama 45 menit diiringi dengan renungan dan backsound yang mengantarkan relaksasi sangat berkualitas. Sahabat dari Bungo membawakan relaksasi ini dengan sangat apik walau pun baru perdana.

Relaksasi Total
Relaksasi Total

Meditasi Duduk

Usai relaksasi total, saya pun membacakan tuntunan meditasi duduk dari buku retret “Go as a River”. Meditasi ini kami lakukan selama 15 menit, mulai dari pukul 15.00 hingga pukul 15.15. Kemudian para peserta dipersilakan break selama 15 menit yang bisa dimanfaatkan untuk ke kamar kecil atau sekadar mengambil minum. Para volunteer pun menyiapkan teh dan makanan kecil.

Meditasi Duduk
Meditasi Duduk

Meditasi Minum Teh

Mengingat jumlah peserta yang cukup banyak dan kami harus bisa selesai tepat waktu, maka para volunteer membantu menuang teh yang akan dibagikan. Meditasi minum teh ini dimulai tepat pukul 15.30 dan saya menjelaskan cara melakukan pembagian gelas teh dan makanan kecil.

Saya mengangkat nampan dengan cangkir-cangkir berisi teh dan mengarahkan ke sahabat di sisi kanan saya. Sahabat tersebut akan beranjali dan mengambil satu cangkir teh dengan penuh perhatian dan meletakkannya di lantai. Kemudian kembali beranjali lagi ke saya dan menyambut nampan dari saya. Saya pun beranjali kepadanya sebelum dia mengarahkan nampan tersebut ke sahabat di sisi kanannya. Begitulah seterusnya nampan teh tersebut berpindah dari satu sahabat ke sahabat yang lainnya.

Ternyata cangkir teh di satu nampan tersebut tak cukup untuk seluruh peserta yang telah duduk melingkar dalam sebuah lingkaran besar. Seorang volunteer pun membawa satu nampan yang sudah disediakan di depan saya untuk menyambung nampan yang sudah kosong.

Cara yang sama pun dilakukan ketika mengedarkan makanan kecil. Makanan kecil kali ini terdiri dari chaipao mini (bakpao berisi chai = sayur-sayuran) dan brownies yang telah dipotong kecil-kecil. Masing-masing makanan dialasi dengan daun pisang yang digunting berbentuk bundar menyerupai piring kertas kecil.

Ketika lonceng dibunyikan, para peserta mengikuti instruksi untuk mengangkat cangkir teh masing-masing. Mereka pun mendengarkan syair minum teh yang saya bacakan.

 Secangkir teh di dalam kedua tanganku

Aku membangkitkan kesadaran sepenuhnya

Badan jasmani dan pikiran hadir sepenuhnya di sini dan saat ini.

Meditasi minum teh secara hening ini dilakukan selama 15 menit, yang diakhiri dengan mendengarkan bunyi lonceng.

Meditasi Minum Teh dan Sharing
Meditasi Minum Teh dan Sharing

Sharing 

Pada acara sharing, seorang sahabat bertanya mengenai posisi relaksasi total. Apakah harus tidur telentang lurus? Apakah tidak boleh miring ke kiri atau kanan?

Sahabat yang lain pun menjawab bahwa inti relaksasi total adalah mendapatkan posisi seluruh tubuh yang benar-benar relaks. Jika pertama-tama terasa kurang nyaman atau tidak relaks, maka dapat dicoba merelakskan seluruh tubuhnya. Lama-lama pun akan terbiasa.

Relaksasi total merupakan sesi yang sangat disukai, rata-rata peserta merasa sangat nyaman dan relaks setelah relaksasi total.

Ada juga pernyataan menggelitik dari salah seorang peserta yang baru pertama kali mengikuti latihan. “Mau minum teh saja kok repot, dari haus, sampai tidak terasa haus lagi.” Melihat mendalam atas kerepotan itu, ternyata bisa ditemukan pelatihan kesabaran. Jika fokus pada kesabaran maka benih kesabaran tersirami. Jika fokus pada kerepotan maka benih kerepotan yang tersirami.

Tepat pukul 16.30 acara sharing pun ditutup dengan membacakan sutra pelimpahan jasa. Hal ini dilakukan untuk mendedikasikan seluruh jasa kebajikan yang telah kami lakukan bersama-sama selama 2½ jam kepada para leluhur dan semua makhluk.

Cerita Si Buta dan Lentera

Pada rangkaian latihan ini sebenarnya ada satu sesi yang seharusnya dilakukan beruntun. Tetapi sesi tersebut cocoknya dilakukan pada malam hari, sehingga kami pun melakukan kegiatan sesi tersebut di malam harinya.

Sesi ini terinspirasi dari suatu artikel mengenai seorang buta yang membawa lentera di malam hari yang suasananya gelap. Si buta pun ditanya oleh orang yang berpapasan dengannya, “Mengapa engkau  membawa lentera? Apakah engkau menyalakan lentera untuk orang lain?”.

“Saya menyalakan lentera untuk diri saya sendiri,” jawab si buta.

Orang yang berpapasan pun kembali bertanya pada si buta,” Bukankah engkau buta dan tak bisa membedakan terang atau gelap?”

Si buta pun menjawab, “Tadi saya berjalan tanpa lentera dan beberapa kali saya tertabrak oleh orang lain yang berjalan berlawanan arah dengan saya. Saya pun menyalakan lentera agar orang lain dapat melihat jalan dan juga saya.”

Bila kita mampu menyalakan lentera atau pelita kita masing-masing maka kita akan bisa memperlihatkan terang kepada orang lain. Saat orang lain tergugah oleh terangnya lentera kita maka orang tersebut pun akan menyalakan lenteranya sendiri.

Lantas bagaimana cara melakukannya ?

Meditasi dengan Lilin

Caranya sederhana dan mudah, dan semoga simulasi ini dapat memberi inspirasi lebih kepada sahabat-sahabat terkasih.

Meditasi dengan Lilin
Meditasi dengan Lilin

Pertama-tama kami mempersiapkan backsound instrument lagu ‘lilin-lilin kecil’ dari Chrisye dan lilin-lilin untuk dibagikan. Setiap lilin diselipkan kertas agar lelehannya tak menetes di tangan. Masing-masing sahabat mendapatkan satu lilin.

Satu orang sahabat bertugas menyalakan lilin pertama dari lilin di altar baktisala. Setelah lilin menyala, sahabat tersebut duduk sambil memperhatikan nyala lilin ditangannya bernapas masuk dan keluar dengan damai. Sahabat di sisi kanannya pun menyalakan lilin dengan mengarahkan lilin yang dipegangnya ke lilin sahabat yang sudah menyala. Demikian seterusnya hingga lilin yang dipegang seluruh sahabat menyala.

Lilin-lilin tersebut menggambarkan diri kita. Jika kita mampu menyalakan pelita kita untuk menerangi kegelapan, maka kita akan menginspirasi orang lain untuk menyalakan pelita-pelita mereka. Setelah semua lilin menyala, kami pun berfoto. Hasil foto tersebut memperlihatkan keindahan dari suatu hal yang sangat sederhana.

Demikian juga dengan kita, bila pelita-pelita setiap orang menyala dengan benar maka dunia ini akan menjadi begitu indah.

Sebuah pelita bisa menyalakan banyak pelita

Bhante Nyanabhadra juga terus mendukung kami untuk dapat membentuk komunitas mindfulness agar kami bisa terus berlatih secara berkala. Kami pun dapat menyalakan pelita kami dan kelak dapat menginspirasi orang lain untuk menyalakan pelita mereka masing-masing.

Terima kasih kepada sahabat di Bungo yang telah berlatih bersama-sama kami. Semoga makin banyak pelita yang menyala dengan benar sehingga tidak membakar namun hanya menjadi penerang kegelapan.

ELYSANTY Volunteer Day of Mindfulness dan Retret Hidup Berkesadaran dari Jambi