Jalan Penuh Rasa

Jalan Penuh Rasa
Foto dari headspace

Jalan raya bagi saya ibarat “medan perang”. Energi latihan saya benar–benar diuji di jalan raya. Berbagai hal menarik dapat saya temukan di jalan raya. Tentunya, saya pun bisa berlatih ketika berada di jalan raya. Di sini saya mau sharing tipe-tipe manusia dan pengalaman latihan saya di jalan raya.

Si Kepo
Sering kita jumpai tiba–tiba jalanan luar biasa muacet. Dan tak lain tak bukan, biasanya telah terjadi kecelakaan. Yang tabrakan 1 motor dan 1 mobil. Yang ikut berhenti 1 kampung, kalaupun tak berhenti, mereka mendadak melambat, berjalan sambil kepala celingukan. Pernah yang paling extreme, kecelakaan di jalur kiri, yang jalur kanan ikutan nyebrang cuma memenuhi ke-Kepo-an mereka. Kesal? Awalnya saya pasti kesal, dalam hati saya bergumam. “Bantuin kaga, Cuma lihatin sambil foto/video doang, ini mah kalau di belakang ada orang sekarat sampai meninggal, karma buruknya berlapis–lapis ini”

Tapi perlahan saya menyadari, nature dari pikiran memang mudah untuk tertarik ke hal negative, karena masih diliputi kebodohan. Dan sebagai bentuk latihan, biasa saya memberi klakson pendek agar pengendara di depan lebih sadar dalam berkendara. Jika ingin membantu, saya menepi. Jika tidak, atau sudah ada yang membantu, saya akan segera tancap gas meneruskan tujuan saya.

Si Cepat
Yang ini selalu yang terdepan. Berhentinya aja di depan lampu merah, pokoknya kalau ada garis, harus di depan! Kalau di depan garis ada motor lain, dia lebih depan lagi. Dan pas jalur seberang kosong, ngeeeng tancap gas bro!

Jujur, awal remaja saya, diawali karakter begini, karena saya dulu sering last minute kalau berangkat. Dan ada pengalaman menarik setelah mulai sering berlatih hidup sadar. Suatu ketika saya berhenti di depan lampu merah. Sebaris dengan ‘si cepat warrior’ lainnya. Tiba–tiba di belakang ada yang klakson, mereka tancap gas, saya pun ikut. Dari arah seberang, kendaraan masih melaju dan membunyikan klakson.

Di sana saya tersadarkan kalau lampu saya masih merah, dan menyadari inilah kebodohan. Dengan berhenti di depan lampu merah, saya tidak akan tahu, kapan lampu berubah hijau, saya hanya mengikuti orang lain yang belum tentu benar. Sejak saat itu, saya berlatih untuk berhenti di belakang lampu merah dan berangkat lebih awal saya tidak berubah jadi ‘si cepat’.

Si Buta Arah
Sejak kecil saya diajarkan mana kiri, mana kanan. Tapi kebodohan dan ego terkadang membuat saya lupa semuanya. Jalan yang tadinya 1 arah, tiba–tiba menjadi 2 arah. Dan yang paling edan, sudah lawan arah, lebih galak daripada yang berjalan di arah yang benar lagi.

Again, saya juga pernah menjadi pengendara buta arah. Tapi bersyukur, sejak latihan hidup sadar. Saya mulai menganalisa. Kenapa sih saya jadi buta arah? Ooh, karena bangunnya telat jadi buru–buru. Kalau sudah buru–buru, semua cara dilakukan. Maka dari itu, saya menambah latihan saya, yaitu berangkat lebih awal agar tidak lawan arah lagi.

Selain karena buru–buru, masih ada sebab lain yaitu tumor ganas bernama malas. Saya malas putar lebih jauh, dan ingin shortcut. Dan tentunya bila terus melakukan hal ini, akan menambah kebodohan batin saya. Kenapa disebut bodoh? Sudah tahu ini salah, tapi terus dilakukan. Bahkan kadang “membenarkan” diri dengan alasan seperti: “Kan jalannya lagi sepi”. “Tanggung cuman sedikit”. Tapi sejak berlatih mindfulness, rambu–rambu mulai muncul di tempat biasanya akan lawan arah. “Eh lurus bro, kalau belok kanan, nanti situ lawan arah.” Dengan adanya kesadaran, perlahan saya mulai mengendarai di arah yang benar.

Si Pemberi Jalan
Nah, ini salah 1 tipe pengendara yang baik di jalan, dulu sering sekali saya diberi jalan. Ada rasa senang ketika didahulukan. Sering kali, keadaan jalan macet, karena tidak ada yang mau mengalah. saya mulai belajar memberi jalan terutama kepada orang yang mau menyeberang.

Jika ada yang memberi saya jalan, tak lupa saya lambaikan tangan sebagai tanda terima kasih. Baru tadi pagi, saya teringat memberi jalan seekor kucing, iya, terkadang banyak kucing mati tertabrak, karena mereka panik melihat cara mengendarai kita yang sangat cepat. Mereka jadi ragu menyeberang. Maju mundur maju mundur cantiiik!!

Tapi ternyata, kalau kita melambat, mereka mengerti kok untuk menyeberang. Walaupun ada yang tak tau diri juga sih, sudah diberi jalan, eh dia santai–santai nyeberangnya hahaha.

Singkatnya, berlatih hidup sadar, bisa dijalankan di mana saja. Salah satunya di jalan raya. Contoh: Sadar ketika membunyikan klakson.

Klakson harusnya menjadi “bel kesadaran” untuk pengendara lain agar lebih hati-hati. Tapi sering kita bunyikan hanya untuk melampiaskan emosi dan ketidaksabaran kita. Yang pada akhirnya menambah penderitaan kita.

So, itulah tipe–tipe makhluk yang saya temukan di “medan perang” dan bagimana cara saya berlatih.

Semoga bermanfaat & teruslah untuk berlatih

Be Mindful and Be Happy, always!

EDWIN HALIM musisi juga pakar di bidang teknologi informasi