Hidup Mendalam Penuh Makna

Hidup Mendalam Penuh Makna

Begawan Buddha, sejak wawasan mendalam tentang impermanen semakin mendalam, aku semakin mengerti, ternyata Lima Peringatan Kehidupan selalu mendorongku untuk selalu rajin berlatih meditasi setiap hari.

  1. Menjadi tua adalah suatu kewajaran, tak mungkin aku bisa menghindari penuaan
  2. Jatuh sakit adalah suatu kewajaran, tak mungkin aku bisa menghindari penyakit
  3. Mati adalah suatu kewajaran, tak mungkin aku bisa menghindari kematian
  4. Apa pun yang aku hargai dan junjung tinggi pada hari ini, nanti di masa depan, semua itu akan berpisah jua
  5. Warisan satu-satunya yang kumiliki adalah hasil dari perbuatan tubuh, ucapan, dan pikiran. Perbuatanku menjadi landasan pijakanku.

Aku bersyukur karena memperkuat pemahaman tentang impermanen, sehingga aku bisa menghargai setiap hari dengan penuh makna. Buddha yang telah tercerahkan, Engkau bijak dalam menggunakan waktu, kesehatan, usia muda untuk berkarir dalam jalur pembebasan dan keterjagaan. Aku bertekad menjadikaMu sebagai panutanku, tidak mengejar kekuasaan, jabatan, ketenaran, dan profit. Aku tidak ingin memboroskan waktu lagi. Aku bertekad menggunakan waktu dan energi untuk berlatih agar mendapatkan transformasi berbagai gangguan mental sehingga memperoleh pengertian dan cinta kasih. Wahai Buddha, aku sebagai generasi penerus dan kelanjutanMu, aku sepenuh hati bertekad untuk berlatih sehingga karir pengertian dan cinta kasihMu bisa terus bergelora dalam hati para praktisi generasi berikutnya.

Melalui latihan memperdalam pemahaman terhadap impermanen, aku melihat kehadiran semua orang yang aku cintai begitulah bermakna: orangtuaku, guru-guruku, para sahabat, dan para sahabat seperjuangan dalam spiritual. Aku mengerti sepenuhnya bahwa, semua orang yang aku cintai juga tidak kekal begitu juga diriku. Ada waktu ketika aku berada dalam kealpaan sehingga aku berkesimpulan bahwa mereka yang aku cintai akan hidup selama-lamanya, sepanjang hayatku. Aku selalu berpikir bahwa mereka tidak menjadi tua, mereka tidak akan sakit, dan mereka tidak akan pernah absen dari hidupku.

Aku tidak menghargai kehadiran mereka. Aku tidak bersukacita dan juga tidak bergembira bersama mereka. Malahan, aku menguncarkan kata-kata kasar kepada mereka. Bahkan ada suatu ketika, diam-diam aku ingin mengusir mereka dari hidupku saat aku merasa kesal. Aku telah membuat mereka menderita, aku telah membuat mereka sedih dan marah, karena aku tidak tahu cara menghargai mereka.

Aku menyadari ada suatu ketika aku bertindak kasar terhadap ayahku, ibuku, kakak, adik, guru, sahabat Dharma, pasangan, aku memperlakukan mereka dengan buruk, tanpa berpikir panjang, mengabaikan mereka, dan tidak tahu berterima kasih.

Buddha yang mulia, dengan sepenuh hati aku menyatakan penyesalan atas kesalahan-kesalahan itu. Aku akan belajar mengatakan, “Ayahku, kita masih bersama, aku sangat bahagia.” “Kakak, engkaulah wujud kehadiran solid bagiku. Dirimu menjadi sumber sukacita dalam hidupku.” “Kakak, kamu tahu bagaimana membuat aku segar kembali dan membuat hidupku semakin indah.”

Aku bertekad untuk berlatih menggunakan bahas kasih, pertama-tama kepada mereka yang kucintai kemudian kepada semua orang.

Menyentuh Bumi

Begawan Buddha, guru dari para dewa dan manusia, mohon menjadi saksi atas tekad ini. [Genta]

Teruslah Berlatih Teruslah Berbuat Kebaikan

Teruslah Berlatih Teruslah Berbuat Kebaikan

Wihara Ekayana Serpong (WES) kembali mengadakan kegiatan DOM (Day of Mindfulness), pada tanggal 3 Mar 2018, kegiatan yang bertujuan agar para pesertanya dapat berlatih sadar penuh sepanjang sesi latihan. DOM kali ini, dibimbing oleh Sister Rising Moon.

DOM kali ini punya kesan tersendiri bagi saya, karena saya berhasil, membawa serta kedua orang tua saya untuk ikut berlatih. Dan ini juga kali pertama saya mengikuti DOM di WES.

Sepanjang latihan awal, ketika meditasi duduk, orientasi dan ceramah, jujur hati saya tak begitu tenang, karena saya juga mengamati kedua orang tua saya. Membantu mengingatkan mereka ketika bel untuk menarik napas. Membantu membukakan halaman agar mendukung mereka untuk berlatih.

Jam istirahat pun tiba, orang tua saya bercerita. Mama kakinya cepat pegal. Papa juga agak terkantuk karena bangun terlalu pagi. Saya bersyukur, saya yang masih “lebih muda” sudah mulai mengenal praktik latihan ini. Dan saya sadar, tanpa adanya mereka, tak akan ada tubuh ini, dan tidak mungkin saya bisa berlatih. Sudah tugas saya untuk mengenalkan mereka latihan ini. Semoga dukungan komunitas dapat membantu mereka dalam latihan.

No Mud, No Lotus
itulah tema DOM kemarin, yang bisa di artikan, tak ada kebahagiaan (Lotus = Teratai) tanpa penderitaan (Mud = lumpur).

Seperti yang di ceritakan sister, kadang kita tidak menghargai gigi kita, kita tidak bersyukur ketika gigi kita baik dan tidak sakit. Harusnya kita bahagia. Tapi begitu kita sakit gigi, baru kita menyadari sebenarnya ketika gigi kita sehat, itulah kebahagiaan.

Begitu juga dalam hidup saya ini. Saya sadar betul, hal yang menarik saya kembali untuk latihan, salah satunya karena mengalami penderitaan kehidupan.

Saya letih akan kebahagiaan semu. Makan, bermain, karaoke, jalan–jalan, nonton bioskop, semua itu memang asyik. Tapi tidak juga memberikan jawaban atas permasalahan kehidupan saya. Setelah melakukan itu semua, saya tetap harus menghadapi permasalahan hidup ini. Bagi saya, hal itu hanyalah pengalih perhatian, maka dari itu, saya menganggap hal semacam itu hanyalah kebahagiaan yang palsu.

Pikiran saya dulu
Melihat keadaan kedua orang tua saya, saya menyadari, pentingnya berlatih selagi muda. Kadang pun masih bisa ada rasa menyesal yang timbul, kenapa tidak dari kecil saya berlatih. Tapi kembali, penyesalan tak ada gunanya.
Saya mencoba menelusuri dan mengingat, pola pikir saya ketika kecil. Aaah, saat itu memang hidup saya masih “baik-baik” saja. Tak ada masalah, tak ada yang perlu dipusingkan.

Ternyata oh ternyata. Terima kasih masalah, you save my life!

Apa lagi ya yang jadi alasan ketika muda saya tak berlatih?

Oo.. dulu saya merasa, meditasi itu menjenuhkan. Duduk diam. Ngapain coba? Tapi saya sekarang sadar, dulu pengertian saya kurang tepat. Meditasi ternyata tidak harus duduk, tapi bisa hanya dengan cukup sadar dan menyadari napas.

Apalagi ya pikiran yang membuat saya tak berlatih dulu?

Mmm… Oo, karena rasa “malas”. Nanti ajalah, mau happy–happy duluan. Namanya juga bocah, masih pengen main game, masih ingin haha hihi. Jalan–jalan. Nonton. Dan ternyata satu kata “nanti” itu lamaaaaa sekali. Bertahun–tahun lamanya.

Yap, no mud no lotus, penderitaan yang membawa saya ke jalan ini. Dengan merasakan penderitaan, saya berusaha mencari sebabnya, dan mulai mengubah bentuk mental. Dengan mendengar ceramah dan berlatih hidup sadar, perlahan saya mengerti dan hidup terasa lebih berarti.

Kematian tak dapat diprediksi
Berpikir tentang kematian, menjadi sebuah cambuk dalam diri saya untuk terus berbuat baik. Saya sadar, cepat lambat, kematian adalah pasti. Saya tidak tahu, siapa yang berangkat lebih duluan. Mungkin saya, atau keluarga. Tapi dengan menyadari ini, saya tetap berusaha mawas diri dan melakukan kebaikan.

Waktu berjalan cepat, terutama bila tidak kita sadari. Dengan menyadari hidup, setiap tarikan napas itu berarti. Setiap tindakan kita, yang mungkin kecil, pasti ada membawa perubahan. Baik atau buruk, tergantung yang kita lakukan.

Kematian bukanlah hal yang kita takutkan. Tapi penting sekali untuk mengetahui, amat sulit terlahir menjadi manusia. Bayangkan seekor penyu yang muncul 100 tahun sekali untuk menarik napas di tengah samudra, dan ketika muncul ke permukaan, ada gelang berbentuk lingkaran yang ukurannya pas dengan leher penyu tersebut. Ketika penyu itu muncul dan masuk ke dalam gelang, kelahiran sebagai manusia terjadi.

Tidak ada salahnya mengejar kebahagiaan materi dan duniawi, tapi seimbangkan dengan berlatih. Bayangkan ada seorang kaya, dengan kekayaan 5 miliar. Tapi sudah meninggal, Anda diminta bertukar tempat dengannya, Anda dapat 5 miliar tapi langsung mati, apakah Anda mau ?

Dengan mengetahui sulitnya menjadi manusia, kiranya kita bisa lebih menghargai setiap detik dalam hidup ini. Karena waktu yang telah pergi tak akan pernah kembali. Jadikanlah hidupmu, selalu berarti..

Teruslah berlatih, teruslah berbuat kebaikan.

Be mindful and be happy! (Edwin Halim)*

 

*Musisi dan sekaligus pakar IT