Here is India, India is here

Here is India, India is here
Day of Mindfulness 7 April 2018
Day of Mindfulness 7 April 2018

Bersentuhan dengan latihan, membawaku kembali ke rumah sejatiku. Day of Mindfulness (DOM) merupakan latihan yang sangat saya tunggu-tunggu.

Seperti biasa, satu hari sebelum DOM diselenggarakan, saya  turut serta membantu di persiapan. Pada awalnya saya cuma berpikir bahwa “ah akhirnya saya bisa kembali berlatih”. Pada saat akhir, tiba-tiba Bhante turun dan membawa gitar. Saya langsung excited begitu mendengar bahwa besok kita akan mengawali DOM dengan Chanting Avalokitesvara. Saya pulang sebentar dan mengambil biola lalu kembali untuk berlatih.

Saat latihan dan chanting Avalokitesvara saya sempat bergetar haru. Sudah lama sekali kami tidak chanting bersama. Sejenak berpikir semoga teman-teman komunitas bisa berkumpul dan chanting bersama.

Pada hari Sabtu, saya harus mengantar ibu ke bandara terlebih dahulu. Sepanjang jalan, saya mengingat-ingat latihan yang sudah dilakukan semalam. Sesampainya di vihara, saya sempatkan diri saya untuk mengajar biola kepada 2 orang murid yang salah satunya juga merupakan peserta dan volunteer DOM.

Kami mulai kegiatan DOM tepat pukul 9 pagi. Ketika saya sudah maju ke depan, kami pemanasan dengan menyanyikan beberapa lagu-lagu latihan. Ada juga lagu yang kami belum latihan. Tapi ternyata kami dapat memainkannya dengan baik.

Sambil bermain, saya melihat teman-teman dari komunitas saya turut hadir. Awalnya teman-teman komunitas yang hadir hanya duduk di belakang, lalu bhante memanggil teman-teman agar dapat maju dan dapat melakukan chanting Avalokitesvara secara bersama-sama.

Chanting ini merupakan salah satu momen yang sangat saya senangi. Selain saya bisa merasakan getar nyanyian seluruh komunitas yang hadir. Saya merasa lebih tenang dan rileks. Sempat saya merasa sangat bersyukur masih memiliki kesehatan telinga sehingga bisa mendengar dengan baik. Beberapa peserta sempat terlihat merasakan haru yang sama rupanya. Bahagia? Tentunya sangat bahagia.

When you walk, you don’t talk
Saya ingin berbagi  sebuah cerita sangat menarik yang saya dengarkan saat bhante ceramah. Bhante bercerita ketika beliau sedang berlatih meditasi jalan bertiga di Plum Village. Sambil berjalan, bhante berbicara seru dengan 2 monastik llainnya. Tak lama, dari kejauhan Thich Nhat Hanh (Thay) melihat mereka. Seketika itu pun bhante dan 2 monastik lainnya terdiam. Saat berpapasan dengan Thay, Thay berkata “when you walk, you don’t talk”. Guru Thay kemudian berlalu begitu saja. Bhante merasa sangat tertampar dengan hal itu.

Saya sempat merasa sangat lucu pada awalnya. Namun kemudian berpikir. Kita terlalu sering mengerjakan banyak hal dalam satu momen. Sudahkah kita menyadari semua momen kekinian kita? Sudahkah kita berlatih hidup sadar hari ini? Apakah kita sedang sungguh-sungguh berlatih saat ini?

Terkadang saya pun merasa saya masih harus banyak berlatih. Dan dalam latihan, saya juga membutuhkan “lonceng kesadaran” dalam bentuk apa pun. Teguran Thay tadi juga sangat mengena di hati saya. Ketika saya naik motor jangan sambil mendengarkan lagu. Ketika saya makan jangan lah saya sambil berbicara. Nikmati satu momen kekinian pada satu waktu.

Here is India, India is here
DOM kali ini tidak ada diskusi kelompok seperti yang dilakukan pada DOM yang sudah-sudah. Kami justru mengganti diskusi bersama dengan nonton film berjudul “walk with me”. Ini adalah film dokumentasi tentang kegiatan-kegiatan keseharian yang dilakukan saat berlatih bersama. Setelah menonton, saya mendengarkan sharing Bhante pada saat tanya jawab sedang berlangsung.

Pada saat itu diceritakan bahwa Bhante merasa bosan berada di Perancis dan ingin kembali ke India. Lalu ketika ada kesempatan untuk bertemu dengan Guru Thay, Bhante meminta ijin untuk kembali ke India. Lucunya saat itu Guru Thay hanya terdiam. Beliau hanya menatap dengan tajam dan tidak berkata apa-apa. Sebentar kemudian Guru Thay beranjak untuk meninggalkan Bhante seorang diri. Dan ketika hendak membuka pintu untuk keluar, Guru Thay membalikkan badan dan berkata “Here is India, India is here”.

Ini adalah insight ke-2 yang saya dapatkan ketika mengikuti DOM di Ekayana. Sering kali ketika saya sedang berada di kantor atau sedang jenuh dengan semua pekerjaan yang menumpuk, saya merindukan rumah. Dan tidak lagi menyenangi hal-hal yang ada di lingkungan sekitar.

Kita menjadi lupa, bahwa kebahagiaan sesungguhnya berada di sini dan sekarang. Saya jadi terburu-buru karena ingin segera kembali ke rumah. Padahal belum tentu ketika kembali ke rumah, kita menjadi bahagia. Belum tentu ketika kita mendapatkan apa yang kita mau, kita akan menjadi bahagia.

Seketika di momen itu, saya memusatkan pikiran sejenak untuk membayangkan rumah yang saya cintai dan menyadari bahwa saya sedang bernapas sekarang dan saya sedang berada bersama komunitas untuk berlatih. Penderitaan saya perlahan memudar. Terkadang kita tidak perlu mengkotak-kotak-an pikiran agar kita bisa bahagia.

Semua itu adalah bentuk-bentuk persepsi yang sebenarnya hanya akan membuat kita makin menderita. Dengan melepaskan semua bentuk-bentuk persepsi dan membuka semua kotak-kotak yang ada di pikiran. Maka kita akan bahagia. Happiness is as simple as you breathe. Simple right?

DANIEL volunteer mindfulness dari Wihara Ekayana Arama.

Mendamaikan Hati dengan Latihan Mindfulness

Mendamaikan Hati dengan Latihan Mindfulness
Day of Mindfulness, Pusdiklat Buddhis Bodhidharma Jakarta

Secara tidak sengaja saya melihat poster kegiatan Day of Mindfulness (DOM) di grup WhatsApp yang diposting oleh teman saya. Tema kegiatan DOM yang diselenggarakan pada 10 Maret 2018 di Pusdiklat Buddhis Bodhidharma, Jakarta tersebut adalah “Drink your tea”. Sontak saya pun mengajak teman saya tersebut untuk ikut serta, kejadian tersebut sekitar dua minggu sebelum acara diselenggarakan.

Setelah bekoordinasi dengan komunitas di Wihara tempat kami biasa ibadah, total ada 8 orang yang melakukan pendaftaran. Tetapi ternyata beberapa orang di antaranya berhalangan, dan tersisa kami berdua saja. Saya awalnya sempat ragu, karena lokasinya cukup jauh dan kami berdua tidak tahu jalan. Sempat terpikirkan oleh saya untuk batal ikut serta jika teman saya tidak jadi. Tadinya saya ingin nebeng, tetapi entah kenapa justru saya tiba-tiba mengambil keputusan membawa kendaraan sendiri.

Dorongan cukup kuat justru timbul malam sebelum acara tersebut dan pada hari H. Kami memang meluangkan cukup waktu untuk nyasar-nyasar sedikit sebelum tiba di tempat tujuan. Ternyata saya dan teman saya berhasil tiba dengan selamat di Pusdiklat Buddhis Bodhidharma.

Memasuki lokasi tersebut sudah timbul perasaan tenang, padahal acara belum dimulai. Perlu diketahui juga bahwa saya adalah orang yang pesimis, sering dicakupi kesedihan yang tentunya dilingkupi energi negatif. Bahkan semalam sebelumnya pun saya mengalami kekesalan, anehnya hal tersebut sirna begitu saja. Entah karena saya memang sudah berniat untuk menjalani latihan, atau memang tempat tersebut benar-benar memancarkan energi positif yang kuat.

Meditasi Duduk
Acara dimulai agak telat, tetapi seperti telah saya ungkapkan sebelumnya, perasaan saya bahkan sudah tenang sebelum acara dimulai. Sebagai pembuka kami diberikan teks lirik lagu. Para volunteer memandu kami lengkap dengan gerakan tangan sesuai lirik. Sepertinya ini semacam pemanasan untuk membangkitkan rasa bahagia, sesuai dengan lirik lagu tentang happiness.

Kemudian Bhante Nyanabhadra melanjutkan acara dengan memberikan wejangan untuk  membangkitkan energi positif. Hal ini dapat dilakukan dengan hal yang sederhana, yaitu dengan senyuman. Memang senyuman bisa menularkan energi positif dengan cepat, karena mau tak mau orang cenderung balas tersenyum ketika ada yang tersenyum. Raut wajah Bhante pun senantiasa dihiasi dengan senyum dan mengingatkan untuk sering tersenyum.

Dibantu dengan suara lonceng, Bhante pun memandu latihan meditasi duduk. Selain meditasi duduk, latihan juga diiringi dengan beberapa gerakan yang dilakukan dengan tetap memperhatikan napas. Usai sesi ini, kami pun beristirahat sejenak dan bisa ke kamar kecil.

Meditasi Jalan
Selanjutnya latihan dipandu oleh Sister Rising Moon yang dimulai dengan ceramah mengenai Right Diligence atau Samma vayama yang merupakan bagian dari jalan utama berunsur delapan. Unsur ini merupakan usaha untuk mencegah bangkitnya keserakahan, kemarahan dan ketidakpedulian yang menjadi bibit penderitaan. Latihan mindfulness bisa menjadi usaha untuk mencegah bangkitnya kemarahan. Jadi setiap kali emosi mulai terpancing, kembali ingat untuk sadar memperhatikan napas.

Memang tidak mudah, tetapi senantiasa kemarahan dapat memudar. Saat mendengarkan ceramah tersebut sempat terbersit pertanyaan di diri saya, apakah hal tersebut berlaku juga untuk kesedihan. Setelah ceramah, dilakukan praktik meditasi jalan. Tak perlu berjalan terlalu pelan atau terlalu cepat, yang penting konsentrasi saat jalan untuk tetap memperhatikan napas.

Makan dengan Kesadaran
Kami kembali ke lantai dasar untuk makan bersama. Pada masing-masing meja sudah tersaji makanan yang beragam dan sederhana. Biasanya saya jarang ikut makan bersama, tetapi sepertinya latihan yang cukup menguras tenaga membangkitkan rasa lapar. Kami pun mengambil sajian ke piring dan mangkuk masing-masing dengan tertib.

Acara makan bersama dengan kesadaran dimulai dengan mendengarkan lonceng dan membaca lima renungan sebelum makan. Berikut adalah lima renungan tersebut:

  1. Makanan ini adalah pemberian seluruh alam semesta—bumi, langit, dan dari berbagai hasil kerja keras
  2. Semoga kami makan dan hidup dengan penuh kesadaran dan rasa terima kasih, agar kami layak untuk menerimanya
  3. Semoga kami dapat mengenali dan mengubah bentuk-bentuk pikiran tidak bajik, terutama keserakahan, dan belajar untuk makan dengan kewajaran
  4. Semoga kami dapat menjaga welas asih agar tetap hidup, melalui cara makan sedemikian rupa sehingga mengurangi penderitaan semua makhluk, melestarikan planet ini dan mengurangi efek perubahan iklim
  5. Kami terima makanan ini agar dapat merawat hubungan persaudaraan kakak dan adik, memperkuat Sangha, dan memupuk tujuan luhur dalam melayani semua makhluk.

Kemudian kami pun mulai makan dengan penuh kesadaran. Makan dengan kesadaran dilakukan dengan menyuapkan makanan ke mulut untuk dikunyah dan dirasakan dengan penuh kesadaran. Saat mengunyah dan menghayati rasa makanan, sendok diletakkan di piring. Jadi tangan tidak melakukan kegiatan apa pun, tidak menyiapkan suapan berikutnya. Cukup fokus pada kunyahan dan rasa makanan di mulut.

Setelah selesai menelan, baru menyiapkan suapan berikutnya, menyuapkan ke mulut dan kembali meletakkan sendok ke piring. Ternyata sensasinya luar biasa, makanan yang awalnya terlihat sederhana, terasa bukan main enaknya. Padahal saya tergolong orang yang pilih-pilih makanan. Tetapi makanan yang biasanya bukan merupakan favorit saya itu terasa sangat enak.

Usai sesi makan dengan kesadaran, kami tetap bisa melanjutkan makan dan minum sambil mengobrol. Jeda istirahat dan kembali ke ruangan latihan meditasi.

QiGong dan Meditasi Baring
Kembali ke kelas, kami bersantai sambil bernyanyi-nyanyi sejenak. Kemudian dilanjutkan dengan latihan QiGong atau Chikung yang dipandu oleh volunteer Kshantica. Latihan ini konon baik untuk kesehatan organ dalam. Namun tak boleh dilakukan sepotong-sepotong atau pun tak urut. Bagi saya yang jarang olahraga, bahkan jarang bergerak, alhasil chikung ini membutuhkan perjuangan berat. Rasanya otot kaki dan tangan pegal-pegal, namun terasa ada kehangatan yang menjalar. Padahal setiap gerakan hanya dilakukan satu menit saja.

Selesai latihan Chikung, dilakukan pendinginan, dan tibalah latihan yang dinanti-nantikan, meditasi baring. Selain dengan bunyi bel, volunteer memandu kami untuk merasakan kerja bagian tubuh saat meditasi baring ini. Suara mereka makin sayup tak jelas, di sela-sela panduan juga sudah mulai terdengar suara dengkuran dari peserta lain. Saya termasuk orang yang susah tertidur, tetapi walau saya tak bisa hanyut tidur, rasa relaks terasa maksimal pada tubuh.

Minum Teh
Latihan meditasi ditutup dengan ritual minum teh dan sharing pengalaman. Sebelumnya saya sudah pernah mengikuti latihan meditasi dan ritual minum teh yang diselenggarakan DOM. Tetapi  tentu saja setiap kegiatan pasti ada variasi dan sedikit perbedaan.

Pada ritual minum teh ini kami duduk melingkar. Kemudian nampan berisi gelas teh pun diedarkan secara berkeliling. Sebelum mengambil gelas teh, penerima melakukan sikap Anjali, kemudian setelah gelas diambil, penerima kembali bersikap anjali dan mengambil alih nampan untuk ditawarkan ke penerima berikutnya. Hal tersebut berlaku juga untuk nampan cemilan. Cemilan yang tersedia terdiri dari dua jenis, yaitu manis dan asin.

Setelah masing-masing peserta sudah mendapatkan gelas teh dan cemilan, bhante pun memimpin upacara minum teh. Gelas teh dipegang dengan kedua tangan, lalu kami pun menikmati aroma teh dari gelas, baru kemudian mulai meminumnya. Benar-benar terasa kenikmatan teh tersebut.

Demikian juga dengan cemilan, saat gigitan pertama, perlahan rasa demi rasa dikecap oleh lidah. Perpaduan berbagai rasa tersebut memberikan kenikmatan yang lebih dari sekedar manis atau asin saja. Pada cemilan manis berupa Kitkat Matcha misalnya, gigitan pertama terasa manis susu, yang kemudian mulai terasa perpaduan teh hijau, kerenyahan wafer yang dibalut. Semua dirasakan dengan penuh kesadaran, bukan sambil lalu saja.

Sharing
Pada sesi sharing, Bhante juga berbagi, bahwa menikmati sesuatu dengan penuh kesadaran ini bisa dilakukan di kegiatan apa pun, bahkan saat menggosok gigi. Ketika melakukan gosok gigi dengan penuh kesadaran, hasilnya bisa terasa lebih segar karena memang semuanya dihayati dengan cermat.

Sebenarnya sempat ada rasa khawatir dari diri saya, bahwa latihan saat itu akan memudar, dan saya akan kembali bersedih kemudian. Tetapi saat mengobrol usai acara, memang latihan harus bisa tetap dilakukan sendiri. Selalu ingat untuk meditasi atau pun memperhatikan napas saat timbul perasaan yang negatif. Pertanyaan saya yang sempat terbersit saat Sister berceramah pun terjawab, ketika saya bersedih, saya pun harus mencoba untuk ingat untuk konsentrasi pada napas masuk dan napas keluar agar perasaan sedih tersebut sirna. Memang tak bisa langsung manjur, tetapi jika senantiasa dilatih layaknya menuang air tawar pada gelas yang berisi air pahit. Berangsur-angsur kepahitan tersebut akan berkurang.

Semoga energi positif terus berada di seputar saya dan ikut serta dalam memancarkan energi positif tersebut. Dalam keseharian, saya mencoba untuk ingat tersenyum, dan memperhatikan napas saat kesedihan muncul.

Endah Uktolseja (Bright Path of the Heart), Editor in Chief of Teknogav

Tidak Perlu Jauh-jauh Ke Luar Negeri

Tidak Perlu Jauh-jauh Ke Luar Negeri
DOM di Wihara Buddhasena Bogor

Pertama kali mengenal Retret dan Hari Hidup Berkesadaran ialah sejak tahun 2010 ketika Master Zen Thich Nhat Hanh datang ke Indonesia. Karena retret tersebut telah menyentuh hati saya yang terdalam, sejak saat itu saya aktif mengikuti kegiatan Retret dan Hari Hidup Berkesadaran. Setiap ada kegiatan seperti ini, saya biasanya selalu bersemangat dan usahakan untuk datang.

Hari Hidup Berkesadaran, atau dalam bahasa Inggrisnya ialah Day of Mindfulness (DOM) biasanya mempunyai jadwal yang selalu sama: Registrasi, Orientasi, Meditasi Duduk, Meditasi Jalan, Dharma Talk, Meditasi Makan, Relaksasi Total, Sharing, Foto-foto, selesai.

DOM Special
Nah, ternyata DOM yang diadakan di Wihara Buddhasena Bogor tanggal 27 Januari 2018 kemarin mempunyai jadwal yang berbeda dari biasanya: Registrasi, Orientasi, Meditasi Duduk, Chanting Namo Avalokiteshvara, Gerak Badan Berkesadaran, Dharma Talk, Meditasi Makan, Qi Gong, Relaksasi Total, NoBar film Walk With Me, Foto-foto, selesai.

Day of Mindfulness kemarin itu sungguh sangat spesial karena adanya Chanting Namo Avalokiteshvara, Qi Gong, dan NoBar film Walk With Me. Bagi saya yang paling berkesan ialah NoBar film Walk With Me nya. Tidak hanya itu, peserta DOM kemarin ada yang berasal dari Columbia dan Myanmar juga. Saya pun kebetulan ditunjuk menjadi volunteer translator untuk mereka.

Film Walk With Me merupakan film dokumenter yang menceritakan mengenai kehidupan para monastik di Plum Village: Upacara penahbisan monastik, cukur rambut, kegiatan sehari-hari di Plum Village, retret yang diadakan di Plum Village, chanting Namo Avalokiteshvara, Meditasi Jalan dan Duduk di jalanan umum, dan lain sebagainya.

Batal Menonton
Sejak film Walk With Me tayang di bioskop di Eropa, saya pun berpikir kapan film itu bisa tayang di Indonesia. Saya sangat ingin menonton film tersebut. Ketika saya di Eropa bulan September – Oktober 2017 kemarin, saya rencananya ingin menonton film Walk With Me di Amsterdam tanggal 1 Oktober 2017. Awalnya saya bersemangat sekali untuk nonton film Walk With Me di Amsterdam, namun karena sudah lelah jalan-jalan dan orangtua juga kurang minat nonton, jadi akhirnya batal.

Tidak patah semangat, saat saya ke Thailand bulan Desember 2017 kemarin, saya mencari informasi mengenai penayangan film Walk With Me di Bangkok. Namun saya tidak berhasil mendapatkan informasi penayangan nya. Eh kemarin ini akhirnya film Walk With Me ditayangkan juga di Indonesia! Suatu keberuntungan saya akhirnya bisa menonton film Walk With Me ini di Bogor, kota kelahiran saya sendiri. Tidak perlu jauh-jauh lagi untuk menonton film tersebut.

Menonton Film Walk With Me

Suasana Damai
Tujuan utama saya ke Eropa kemarin ialah untuk mengunjungi Samanera Bhadrawarman (sepupu saya yang sudah menjadi Samanera dan sedang berlatih di Plum Village Perancis). Saya tinggal di Plum Village Perancis selama 5 hari. Lalu 5 hari nya lagi dipakai untuk jalan-jalan. Selama di Plum Village, saya merasakan betapa damai nya tinggal disana. Saya juga berkesempatan untuk mengikuti Day of Mindfulness di sana.

Tinggal selama 5 hari di Plum Village meninggalkan jejak yang cukup mendalam bagi saya. Oleh karena itu, ketika saya menonton film Walk With Me ini yang mayoritas di-shoot di Plum Village Perancis, saya bisa mengenang kembali bagaimana suasana damai di Plum Village, bagaimana suasana kehidupan para monastik di Plum Village.

Bertemu Zen Master
Karena film itu juga, saya bisa mengenang kembali bagaimana perasaan saya ketika pertama kali ikut Retret Hidup Berkesadaran yang dibimbing langsung oleh Master Zen Thich Nhat Hanh pada tahun 2010 lalu. Bagian yang paling menyentuh dari film Walk With Me ialah saat chanting Namo Avalokiteshvara. Di film itu diperlihatkan seorang wanita yang menangis tersedu-sedu saat mendengar chanting tersebut.

Saya pun langsung merasa wanita itu seperti diri saya sendiri saat pertama kali mendengar chanting Namo Avalokiteshvara di Retret Hidup Berkesadaran tahun 2010 lalu. Saat itu saya juga menangis tersedu-sedu saat mendengar chanting tersebut. Sungguh sebuah chanting yang sangat indah yang menyentuh hati terdalam!

Berkelanjutan
Karena saya ditunjuk menjadi volunteer translator, saya jadi berkesempatan untuk memperkenalkan Plum Village kepada orang Columbia dan Myanmar. Karena yang Columbia sudah 2 tahun di Indonesia, jadi bisa berbicara bahasa Indonesia walaupun masih belum terlalu lancar. Kalau yang Myanmar, karena baru 5 bulan di Indonesia, jadi hanya bisa mengerti beberapa kata dalam bahasa Indonesia. Saya pun kebanyakan menjadi translator untuk kedua orang Myanmar ini.

Sebenarnya lebih tepatnya sih menjadi teman yang menjelaskan kepada mereka, bukan hanya sebatas translate apa yang sedang dijelaskan oleh Bhante Nyanabhadra dan Sister Rising Moon. Saya jelaskan juga kepada mereka bagaimana pentingnya ikut retret atau DOM secara berkelanjutan.

Jeane Rooseline (Baris pertama, nomor dua dari kiri)

Bersama Komunitas
Retret atau DOM harus dilakukan secara berkala, agar kita ingat akan latihan Mindfulness. Tanggapan mereka pun baik. Mereka bilang mau ikut acara seperti ini lagi. Saya pun sebagai yang menjelaskan kepada mereka menjadi turut senang. Sungguh suatu hal yang baik jika kita bisa latihan Mindfulness secara berkala bersama dengan komunitas. (Jeane Rooseline)*

*Volunteer dan anggota dari Wake Up Bogor

When There Is A Will, There Is A Way

When There Is A Will, There Is A Way
Photo bersama. Edwin (baris kedua, dari kanan pertama)

“When there is a will, there is a way..”

Mungkin begitulah kalimat yang paling tepat menggambarkan hal yang saya rasakan. Hidup di hiruk pikuk kota ini, tekanan demi tekanan sudah menjadi makanan sehari–hari, baik itu pekerjaan, hubungan dengan teman, keluarga, pasangan dan lain sebagainya.

Tapi, dari semua itu, ada satu hal yang sangat mengganggu saya. Kemacetan!! Kenapa?? Ketika macet, begitu banyak orang yang melanggar lalu lintas, berkendara melawan arah, menerobos lampu merah, membunyikan klakson tiada henti, membawa kendaraan ugal–ugalan, angkutan umum yang berhenti untuk mencari penumpang di jalan yang sempit. Belum lagi kalau ditambah derasnya hujan!

Ingin marah rasanya melihat semua itu. Ketika pikiran kalut tak karuan, saya pun menarik napas dalam. Hm…..(tarik napas) Ah..(hembus napas)…. Dan dari hati kecil saya berkata… ting!! Sudah saatnya, saya berlatih hidup berkesadaran!

Ah, benar! Sudah lama, saya tak berlatih hidup lebih berkesadaran. Pengendalian emosi yang kurang merupakan pertanda saya harus me-recharge batin ini. Tapi kapan??

Dan tiba–tiba saja, selang beberapa hari, Darwin, seorang aktivis di Wihara Ekayana Arama mengajak saya menjadi volunteer Day of Mindfulness (DOM), Sabtu tanggal 3 Feb 2018.

Kebetulan yang keren sekali! Selain bisa berlatih, saya juga bisa berbuat lebih untuk komunitas. Tanpa pikir panjang, saya terima tawaran tersebut! Tugas saya hanya mengumpulkan teman–teman di hari Jumat pukul 19:00 untuk bersama–sama mempersiapkan tempat dan perlengkapan yang akan digunakan acara DOM.
Di mana ada keinginan, di sana ada jalan!! Di mana ada jalan, di sana ada rintangan!!

Mungkin pepatah lengkapnya begitu. Tiba–tiba, jumat pagi, telepon saya berdering dan muncul hal yang tak terduga, pekerjaan dadakan yang deadline-nya senin pagi. Luar biasa! Ketika tidak ada DOM, tidak pernah ada permintaan lembur, begitu mau ikut DOM, tiba–tiba diminta lembur!

Dengan pikiran yang cukup kaget, saya mulai mengerjakan pekerjaan saya. Tapi, rasanya tidak mungkin untuk menyelesaikannya dalam waktu 1 hari. Saya pun di minta lembur Jumat itu. Dan bila tidak selesai, maka harus di anjutkan Sabtu dan Minggu!

Aduh, bagaimana ini?!

Saya bulatkan tekad, untuk tetap pulang jam 5 agar bisa mempersiapkan DOM. Sabtu pagi, seperti biasa, saya harus mengajar dahulu sampai pukul 10, baru segera menyusul ke wihara untuk mengikuti DOM. Lebih baik terlambat, daripada tidak sama sekali bukan? Urusan pekerjaan dadakan, mau tak mau, Minggu pun saya harus lembur mengerjakannya. Berlatih itu penting, dan tanggung jawab pekerjaan juga penting.

Mungkin teman–teman bertanya, apa yang saya rasakan? Let me share, ini 3 manfaat yang saya dapatkan selama berlatih hidup sadar:

Pengendalian Diri
Jalanan adalah pemicu stress yang cukup tinggi bagi saya. Tapi mengikuti DOM dan mempraktikannya di kehidupan sehari-hari membuat pengendalian emosi jauh lebih baik. Saya belajar untuk sadar ketika melakukan sesuatu. Ketika berjalan, saya sadar saya sedang berjalan. Ketika makan, saya sadar saya sedang makan. Efeknya, ketika saya mau marah, akan muncul kesadaran ketika mau marah, sehingga, sebelum saya mengambil tindakan yang mungkin akan saya sesali, kemarahan itu sudah bisa saya atasi.

Lebih Tenang
In the here, in the now, No After, No Before”. Dengan mengingat kata–kata itu, saya menyadari, bahwa diri saya, berada di sini, saat ini. Sering kali, pikiran saya, berkelana, entah ke masa lalu, atau ke masa depan. Melalui praktik hidup sadar, saya berlatih untuk menyadari saat ini, di sini. Saya tak perlu memikirkan masa lalu atau masa depan. Cukup menikmati saat ini. Apa pun kondisi yang terjadi saat ini, itulah yang saya nikmati.

Rasa Syukur
Ketika relaksasi total, ada beberapa kalimat yang cukup berkesan,seperti :

“Melihat orang yang kita sayangi, adalah harta.”

“Mendengar kicauan burung adalah harta.”

Sering kali saya tidak bersyukur, padahal sebenarnya saya sudah memiliki segalanya untuk bahagia.
Ada orang yang mungkin tak bisa melihat, tapi saya bisa. Banyak orang yang mungkin terlahir tuli dan tak pernah mengerti indahnya kicau burung, sedangkan saya bisa.

Melalui relaksasi total, saya juga diajarkan untuk mensyukuri setiap bagian dari tubuh, yang secara tidak langsung sudah menopang kehidupan setiap harinya.

Terkadang saya terlalu banyak keinginan yang pada akhirnya membuat saya sulit untuk berbahagia.
Demikianlah sudah selesai sudah sharing singkat dari saya. Itulah manfaat yang bisa saya bagikan kepada teman–teman.

Tak perlu dipercaya, silakan buktikan dulu sendiri. Ingat, ketika ingin berlatih, kuatkan tekad karena walaupun jalan sudah terbuka lebar, masih banyak rintangan di depan sana.

Be happy and be mindful, always! (Edwin Halim)*

*Musisi dan sekaligus pakar IT

Day of Mindfullness Sebagai Charger

Day of Mindfullness Sebagai Charger
Briefing sebelum chanting “Namo Avalokitesvaraya” oleh volunteers dan monastik

Bukan sekedar lima, enam, atau tujuh kali saya diajak ikutan DOM (Day of Mindfullness) yang diselenggarakan oleh teman-teman dari komunitas hidup berkesadaran Plum Village, bahkan saya sering melihat Informasi kegiatan ini muncul di wall Facebook saya, dan tentu saja ajakan itu selalu saya jawab dengan konsisten “kayaknya saya nggak bisa ikut deh”.

Sebenarnya bukan tidak bisa ikut, tapi ini soal “Mau atau tidak mau” ikut. Kalau sudah dari awal tidak mau ikut, maka akan muncul 1001 alasan untuk tidak ikut. Demikian sebaliknya, kalau sudah niat mau ikut, maka bagaimanapun godaan yang datang kita akan tetap berusaha untuk hadir”.

Kali ini saya diajak untuk jadi volunteer dalam kegiatan tsb bersama dengan teman saya, saya sanggupi, “okay saya ikut!”.

Bel Kesadaran
Hari sabtu pun tiba ditemani dengan hujan, Kegiatan dimulai pukul 08.30 dan saya tiba pukul 08.45. Saat saya masuk Sister Raising Moon sedang menjelaskan mengenai tata tertib, dan semua yang berkaitan dengan acara DOM ini. Instruksinya simpel, “Apabila anda mendengar bunyi bel, maka bawa kesadaran Anda kembali ke napas masuk, napas keluar di sini, dan saat ini”.

Sadari setiap aktivitas tubuh yang Anda lakukan, baik itu duduk, berjalan, makan, juga aktivas lainnya…. Berusaha untuk menyadarinya

Tentu saja semua peserta berusaha mengikuti instruksi yang diberikan, dalam kegiatan ini kita akan sering mendengar suara bel yang dibunyikan, seketika itu juga semua peserta diam. berusaha menyadari napas yang keluar dan masuk, berusaha untuk “kembali ke Rumah” ini, tubuh ini.

Ada kalanya saya tidak merasakan apa-apa, oh.. ternyata ini dikarenakan saya tidak hadir sepenuhnya pada present moment ini, tidak hadir sepenuhnya dalam napas ini.

Ada kalanya, saya merasa begitu nyaman, asik dan happy dengan napas ini, hadir bersama napas ini, damai. Namun kondisi tersebut timbul dan tenggelam, gambaran dari ketidakstabilan kesadaran saya.

Menyanyi Berkesadaran
Hal lainnya yang berbeda dalam kegiatan ini adalah peserta diajak untuk ikut menyanyikan lagu-lagu dari Plum Village, dalam bahasa Inggris maupun Indonesia. Lagunya singkat, namun padat bermakna. Dengan metode bernyanyi ini, kondisi relaksasi pun terbangun.

Dengan menggunakan metode bernyanyi ini, kita kembali diajak untuk sadar, hadir sepenuhnya di sini dan sekarang. Lirik lagunya menyejukkan hati, menenangkan dan menyadarkan, ini salah satunya :

“Happiness is here and now.
I have dropped my worries.
Nowhere to go, nothing to do. No longer in a hurry.

Happiness is here and now.
I have dropped my worries.
Somewhere to go, something to do.
But I don’t need to hurry”

Merasakan Makanan
Saat jam makan siang tiba, semua peserta perlahan berjalan menuju ke ruang makan di lantai dasar. Dengan perlahan menuruni tangga, berbaris rapi. Satu persatu peserta mengambil makanan dan masuk ke ruang makan, sambil menunggu peserta yang lainnya. Duduk dengan hening, sambil terus berusaha menjaga kesadaran. Memang bukan hal yang mudah, raut wajah boleh saja tampak tenang, namun belum tentu pikiran hadir di sini dan saat ini.

Makan dengan kesadaran adalah makan dengan dapat merasakan rasa makanan, tekstur makanan, dan semua aktivitas yang terjadi di dalam mulut kita. Saat mulut menyentuh makanan, lidah merasakan rasa, gigi yang saling bertautan sampai dengan tenggorokan yang merasakan makanan lewat.

Makan kali ini terasa lebih lama, lebih lamban namun lebih berarti. Menjadi berarti karena kita dapat merasakan rasanya makan, makan tanpa buru-buru. Acap kali ketika merasakan makanan enak saat makan, kita akan makan satu suap ke suapan berikutnya secara cepat, karena ingin segera merasakan rasa enak pada suapan berikutnya.

Namun dengan cara makan seperti itu, sebenarnya kita sama sekali tidak benar-benar merasakan rasa enaknya makan. Rasa enaknya makan hanya akan muncul saat kita makan dengan penuh kesadaran, hadir secara utuh di sini dan saat ini.

Kedengarannya memang mudah, tapi perlu latihan yang konsisten. Dalam kegiatan DOM ini, kembali kita diingatkan, dikondisikan dan diajarkan untuk makan secara berkesadaran.

Senam & Yoga
Aktivitas meditasi duduk dalam jangka waktu tertentu dapat membuat beberapa bagian tubuh kita menjadi pegal-pegal dan kurang nyaman. Namun jangan khawatir, dalam kegiatan DOM kita diajak untuk Senam berkesadaran dan Yoga. Saya sendiri merasakan hal ini sangat membantu merelaksasikan otot-otot tubuh yang tegang, dapat disebabkan karena aktivitas kerja sehari-hari kita maupun karena duduk terlalu lama.

Gerakan senam yang diajarkan tidaklah rumit, hanya berupa gerakan sederhana namun tepat sasaran. Gerakan tubuh harmoni dengan napas masuk dan napas keluar, sehabis mengikuti senam dan yoga saya merasakan otot-otot tubuh menjadi relaks dan nyaman saat kita kembali melakukan meditasi duduk.

Anton (Baris atas, nomor 2 dari kiri)

Walk With Me
Walk With Me” merupakan sebuah film yang dibuat di Plum Village, menceritakan kehidupan Monastik Zen di sana dengan aktivitas harian mereka mulai dari menyiapkan makanan, mencukur rambut, menyambut peserta retret/tamu, menghadiri wejangan Dharma dari Bhante Thich Nhat Hanh, dan duduk untuk meditasi. Menggambarkan perjuangan para monastik yang bertahun-tahun menjalani latihan sebelum menemukan kedamaian batin. Tidak banyak percakapan yang terjadi di film tersebut, namun pesannya jelas akan membuat kita tersadarkan betapa berharganya kedamaian batin.

Kesemua aktivitas yang dirancang dalam kegiatan DOM ini tidak lain adalah sebuah upaya untuk memunculkan kembali kesadaran kita di sini dan saat ini. Bagi kita yang selalu sibuk dengan semua rutinitas, tentu butuh sesekali “berhenti” sejenak dan kembali menyadari tubuh dan pikiran ini. Kebanyakan dari kita sering mendengar tentang meditasi, tau bagaimana bermeditasi, tau arti penting untuk selalu hidup sadar, namun seberapa baik praktik berkesadaran kita?

Kegiatan DOM ini ibarat Charger, charger untuk men-charge latihan kita untuk menyadari tubuh dan pikiran ini. Charger untuk kualitas diri yang lebih baik. (Anton Vijja Nanda)*

Marilah terus berlatih, hingga mencapai kesadaran tertinggi
Marilah terus berlatih, hingga mencapai kebuddhaan yang sempurna

*Peserta dan Voulentir DOM Pusdiklat Bodhidharma Jakarta, 20 Jan 2018

NoBar Perdana Walk With Me

NoBar Perdana Walk With Me
Kshantica: baris depan, kedua dari kiri

Ketika Bhante Nyanabhadra pertama kali menanyakan; “Indonesia, siapkah screening Film Walk With Me?

Saya sama sekali tidak tertarik, saya tidak berbakat untuk membuat video sependek apapun filmnya, sehingga saya tidak menjawab apa pun ketika itu.

Beberapa bulan berlalu, kembali topik film ini ditanyakan, akhirnya penasaran saya bertanya, “Siap apa sebenarnya?

Ternyata kesiapan yang dimaksud adalah kesiapan untuk tayang di bioskop seperti peruntukan film ini dibuat oleh Marc J. Francais & Max Pugh, menyusul negara-negara lain yang sudah tayang di sinema umum seperti di Perancis, Thailand, Taiwan, dan Selandia Baru.

Ini bukanlah referensi film, jadi saya tidak akan mengulas film dokumenter Walk With Me namun menceritakan rasa yang timbul saat menontonnya.

Akhirnya nobar (nonton bareng) film ini diadakan perdana dalam Day of Mindfullness di Pusdiklat Bodhidarma, pada Hari Sabtu tanggal 20 Januari 2018. Membludaknya pendaftar dibandingkan kapasitas umum Pusdiklat tidak menyurutkan semangat berlatih mempraktikkan meditasi terapan ini.

Film ini sungguh luar biasa, selama menonton saya berdoa, semoga suatu hari nanti ketika semangat belajar ajaran Guru sudah jauh menyusut, ketika orang-orang sudah melupakan cara berlatih, lupa cara hidup dalam komunitas, ketika orang-orang lupa bahwa monastik juga memiliki orang tua dan mereka diizinkan untuk bertemu sanak keluarga, ketika orang-orang sudah lupa bahwa belajar ajaranNya bukan berarti hanya duduk memegang dupa, mendaraskan doa sepanjang hari, saat itulah film ini ditemukan kembali. Haru biru menyelimuti hati, luar biasa… Luar biasa… Luar biasa…

Dalam ceramahnya, Bhante Nyanabhadra mengingatkan bahwa Kita saat ini berlatih menerapkan kesadaran dalam setiap kegiatan keseharian, kita menyadari bernapas mendalam dan lambat. Berperilaku kalem dan ease, selalu hidup present moment (kekinian), dan tahu saat ini adalah saat terindah. Saya menjadi mengerti hidup berkesadaran adalah sebuah sebuah seni, bisa dipelajari, seiring latihan maka makin terasah.

Sepanjang berlatih, energi kolektif positif dari semua peserta, volunteer dan Sanggha menular, sungguh sangat meditatif, saya hidup sekarang, saat ini, I am joy! (Kshantica)

Napas Untuk Mudik

Napas Untuk Mudik
Foto bersama peserta Day of Mindfulness di Wihara Ekayana Serpong

Rumah identik dengan suasana damai yang menyejukan hati. Rumah adalah tempat yang paling nyaman juga untuk melepas kepenatan dan kelelahan yang mendera kehidupan. Di era digital yang serba terkoneksi dengan hiper dan cepat luar biasa, tak jarang membuat kita menjadi lebih cepat. Ibarat kualitas baterai pada gawai di masa kini yang lebih cepat habis karena penggunaan data yang berat dan terus menerus, kondisi “low battery” juga mudah sekali dialami oleh manusia di kehidupan masa kini. Dan rumah adalah semacam “power outlet” untuk kita dapat melepas lelah dan mengisi ulang energi kita.

Namun sayangnya bagi sebagian besar masyarakat, terutama di perkotaan metropolitan seperti Jakarta dapat pulang ke rumah setiap saat terutama pada saat kita sibuk, stress, kehabisan energi tidaklah semudah itu. Padahal hampir seluruh masyarakat membutuhkan sebuah solusi yang instan juga untuk dapat mengikuti tuntutan kehidupan yang ekspres dan instan juga. Akhirnya yang sering kali terjadi untuk mendapat kedamaian yang instan adalah dengan menenggelamkan diri ke media sosial, alkohol, makan berlebihan, rokok, kehidupan dunia gemerlap bahkan obat-obatan terlarang. Walaupun kedamaian tersebut bisa didapatkan pada saat tersebut, namun kualitasnya kurang baik dan tak jarang memberikan efek samping yang negatif terdahadap kesehatan mental, jasmani, sosial bahkan finansial.

Padahal sebetulnya terdapat sebuah solusi yang sangat mudah dan aman serta cukup instan efeknya bilamana dipraktikkan secara rutin dan konsisten. Solusi ini tidak menimbukan efek samping ketergantungan yang negatif. Bahkan sebaliknya pada saat kita mengalami “ketergantungan” pada solusi ini lebih banyak efek positif yang bisa didapatkan. Dan kabar baiknya, solusi ini tersedia untuk setiap manusia baik mereka yang memiliki gaya hidup modern, tradisional bahkan purba sekalipun. Solusi ini mampu membawa kita kembali pulang ke rumah kita yang sejati, kapan saja dan di mana saja.

Solusi tersebut adalah gaya hidup dengan penuh kesadaran dengan menunggangi napas sebagai kendaraan untuk dapat membawa kita pulang ke rumah kita yang sejati kapan saja dan di mana saja dengan ekspres dan instan.

Di hari Sabtu, 04 November 2017 yang lalu bertempat di Wihara Ekayana Serpong terdapat puluhan orang berkumpul bersama untuk melatih diri mempraktikkan indahnya seni hidup dengan penuh kesadaran melalui napas masuk dan napas keluar sebagai kendaraan ekspres untuk membawa mereka pulang ke rumah sejati. Bersama-sama mereka duduk dalam keheningan menikmati setiap hembusan napas, bernyanyi dengan penuh kesadaran, menikmati berkah alam semesta melalui makanan dan minuman hingga saling berbagi cerita pengalaman dalam praktik dengan penuh kasih.

Dan di saat bersama-sama mereka menikmati setiap hembusan napas masuk dan napas keluar, sontak seketika mereka semua tiba ke rumah sejati. Bersama-sama mudik ke kampung halaman yang penuh cinta kasih dan kedamaian. Mendapatkan kembali energi untuk recharge diri setelah sekian lama tenggelam dalam kesibukan sehari-hari.

Di penghujung kegiatan, mereka semua pun berdoa agar latihan bersama yang telah dilakukan seharian penuh, dapat memberikan manfaat yang lebih luas lagi pada kehidupan yang kita semua jalani bersama. Tak lupa mereka berjanji bertemu berlatih bersama kembali setelah satu purnama untuk dapat kembali bersama mudik ke kampung halaman sejati. (Astrid Maharani)

Jadwal DoM (Day of Mindfulness)
08.00 – 08.30 Persiapan
08.30 – 09.00 Registrasi dan Song of Mindfulness
09.00 – 09.45 Kebaktian Bahasa Indonesia dan Meditasi duduk dipandu
09.45 – 10.00 Meditasi Gerak & Toilet Break
10.00 – 12.00 Menonton Video Ceramah Thay
12.00 – 13.00 Meditasi Makan
13.00 – 13.45 Relaksasi Total
13:45 – 14:00 Istirahat
14.00 – 15.45 Meditasi Teh dan Sharing
15.45 – 16.00 Pelimpahan Jasa dan Penutup

Joy Is Every Step

Joy Is Every Step
Day of Mindfulness: Joy is Every Step @Pusdiklat Bodhidharma

Joy is Every step adalah tema Day of Mindfulness hari Sabtu, 28 Oktober 2017, di Pusdiklat Boddhidharma, dibimbing oleh Sister Tin Yue merupakan hari latihan bersama hidup sadar oleh praktisi-praktisi lintas agama.

Beberapa praktisi sudah berlatih dengan metode Zen Plum Village, beberapa baru pertama kali berlatih mengikuti metode ini.

Diringkas dengan apik, semua kegiatan disesuaikan dengan kebiasaan hidup sehari-hari yang penuh dengan kesibukan.

Dalam sesi meditasi teh dan berbagi, diungkapkan bahwa latihan ini adalah latihan yang sesungguhnya karena berpraktik sesuai kondisi nyata keseharian.

Sesi yin yoga dan total relaksasi merupakan sesi favorit, sesi yang membawa praktisi untuk benar-benar relaks.

Ceramah Thay (Zen Master Thich Nhat Hanh) pada saat Retret Israel-Palestina, Oktober 2005 membawa pencerahan baru bahwa kita berlindung pada realitas absolut yang membuat kita damai dan bahagia setiap saat, setiap langkah. (Kshantica)