Kumpulan Cerita yang Tidak Pernah Selesai

Chanting Namo Avalokitesvaraya @Lower Hamlet, Plum Village France

Manusia berencana, Tuhan yang menentukan. Kalimat ini tentu sudah sering terdengar, terlepas dari apa agama apa pun. Tentu saja ini benar. Contohnya saya berencana memotong rambut agar rambut saya tidak mekar seperti singa jantan, kenyataannya malah seperti orang baru bangun tidur. Contoh lain saya berencana membuat pudding cantik dengan bunga asli, kenyataannya warna kuning sang bunga krisan kalah genjreng dengan warna kuning buah mangga yang sedang musim, alih-alih terlihat bunganya, semua lapisan hanya terlihat kuning.

Di waktu lain, saya berencana menjadi penulis artikel pendek yang produktif, kenyataannya semua artikel saya setengah jalan, tidak ada yang selesai dan tidak ada yang dikirimkan ke media mana pun. Hal di atas hanya cerita dari sisi manusia biasa, bagaimana cerita manusia adidaya seperti Buddha Gautama?

Konon tertulis bahwa Buddha sewaktu bangkit dari pencerahannya, Beliau lama terdiam, merenung dan memikirkan apakah Beliau mangkat saja atau tetap tinggal di Bumi, mengajarkan Dharma dengan susah payah, jungkir balik dan mungkin dibenci banyak orang. Singkat cerita, Buddha tinggal dan mengajarkan Dharma hingga jejaknya masih ada saat ini, apakah Buddha berencana?

Pertanyaan di atas tentu saja bukan pertanyaan yang mudah dijawab, apalagi bagi kita yang belum mengembangkan jalan hidup spiritual dan melihat segala sesuatu dari sudut pandang duniawi. Seseorang mungkin menjawab, Buddha pasti membuat rencana buktinya Beliau mengunjungi kelima sahabatnya berlatih dan membabarkan Dharma sehingga kelimanya menjadi murid-Nya. Orang lain mungkin berkata Buddha tidak berencana mengajarkan Dharma dan membiarkan ajaran Buddha menjadi banyak aliran.

Terlepas dari perencanaan, dunia sendiri berubah dan makin cepat dengan berkembangnya information and technology, baru-baru ini saya membaca beberapa berita kasus bunuh diri karena kehidupan nyata dan imajinasi yang dibuat oleh games online sudah tidak bisa dibedakan lagi, dan yang mengejutkan lagi hal ini tidak mengenal umur, gender, pendidikan ataupun kemajuan pendidikan suatu negara. Ada anak remaja yang menjatuhkan diri dari tingginya apartemen karena dalam games yang dimainkan dikisahkan dia akan begitu saja hidup kembali.

Lalu apa sumbangsih kita selaku manusia yang masih waras?  Apakah kita biarkan saja dunia berputar apa adanya, toh Buddha pernah menyatakan, “Apakah Buddha muncul atau tidak, Dhamma tetap ada selamanya di dunia ini.”  Siapa berjodoh, dia akan bertemu dan mendengar ajaran ini, siapa belum berjodoh mungkin dikelahiran nanti akan berjodoh, bertemu dan mendengar ajaran ini. Tentu saja, ini pemikiran keliru, perlu ada upaya agar ajaran ini bisa menyentuh dan diberikan kepada orang lain yang belum mengenalnya. Pertanyaan selanjutnya “Bagaimana caranya?”.

Thay, panggilan akrab untuk Master Zen Thich Nhat Hanh seorang pemimpin spiritual pernah berkata transform yourself. Bertransformasi bukan perkara mudah. Saya pikir saya telah banyak berubah, namun disela-sela latihan saya tahu, egoisme saya masih dekat dengan awan, tindak-laku saya masih memikirkan apa keuntungan yang saya dapat jika saya melakukannya, saya masih memihak seseorang atau lembaga yang saya sukai.

Pernahkan kita membayangkan mengusap ingus dari anak jalanan yang sedang sakit tanpa rasa jijik sedikit pun? Atau secara spontanitas memberikan sebagian besar simpanan kita untuk masyarakat papa yang membutuhkan biaya pengobatan dan kemudian berhari-hari kemudian puasa makan sampai gajian tiba dan mendapat julukan orang bodoh dari teman-teman kita?

Tentu saja ada kabar baiknya, Buddha selalu menyarankan kita bertindak bijaksana, pedomannya pun sudah diberikan kepada para perumah-tangga, Sigalovada Sutta adalah contohnya.  

Kembali ke pertanyaan “Bagaimana caranya?” Dari pengalaman saya, jawabannya hanya satu, berlatihlah. Luangkan waktu setiap hari menyadari napas berhembus mengempiskan perut, menyadari napas masuk membuat perut membulat, menyadari napas hangat keluar di ujung hidung, menyadari udara segar memasuki tubuh melalui hidung.

Semua guru akan melatih hal yang sama, bernapaslah, mengembara kemana pun mereka akan berkata, bernapaslah dengan sadar dan sabar. Makin menyadari napas, saya makin tahu pikiran saya sering lari ke seribu arah, dia sibuk seperti radio yang berbunyi selama dua puluh empat jam, tujuh hari dalam seminggu dan tanpa pernah rusak.  Makin mengerti maka saya tahu tahu ego saya masih tinggi, makin tinggi maka guru pun tidak akan mendekat.

*CHÂN MINH TUYỀN (真明泉) anggota Ordo Interbeing Indonesia, volunteer retret mindfulness, wanita karir, sekaligus adalah apoteker yang juga meraih gelar master di bidang manajemen pendidikan

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.