Astrid Prajogo

Astrid Prajogo

Pendiri dan CEO di Haofood, Cina

Bisakah Anda mengubah sistem makanan yang sudah ketinggalan zaman menjadi sesuatu yang jauh lebih berbasis tanaman (plant-based), berkelanjutan (sustainable), dan ramah hewan (animal friendly), tetapi tidak harus mengidentifikasi diri sebagai vegan? Oh, tentu saja! Bagi Astrid Prajogo, kira-kira seperti ini:

“Sebagai orang Indonesia, saya memiliki hubungan yang kuat dengan laut. Kami berenang, snorkeling, dan menyelam di laut setiap saat sejak masa kanak-kanak. Itu memberi kami banyak kebahagiaan,” kenangnya. “Pada salah satu sesi menyelam saya di Bali delapan tahun lalu, saya mulai melihat semakin banyak warna karang yang berubah menjadi putih. Momentum itu benar-benar menyadarkan saya, seperti: “Wah, perubahan iklim memang sangat nyata”. Itu membuat saya berpikir bahwa jika perubahan iklim itu nyata, maka mungkin akan segera sulit bagi kita untuk mendapatkan bahan makanan dengan kualitas terbaik. Hal-hal tidak selalu semudah dan terjangkau seperti sekarang ini.” Sebagai seorang foodie (dan juga manusia), membayangkan kelangkaan makanan lezat benar-benar telah mengguncangnya.

“Daging nabati yang lezat dapat membantu non-vegan mendukung orang yang mereka cintai dengan lebih baik.”

Inspirasi, hal yang disukai dan kiat hidup:

  • Kiat hidup pada masa pandemi yang membantu Anda bertahan hidup di tahun 2021: Praktik bernapas berkesadaran penuh dan berjalan berkesadaran penuh tanpa berpikir atau “tiba” di mana pun. Tidak hanya pada tahun 2021 tetapi selama lima belas tahun terakhir ini.
  • Seseorang yang menginspirasi Anda: Thich Nhat Hanh.
  • Serial/film terakhir yang membuat Anda terjaga: Emily in Paris (sangat lucu!)
  • Buku favorit/Buku yang harus dibaca semua orang: Anger dan How to Eat oleh Thich Nhat Hanh.
  • Obsesi podcast terbaru: Saya tidak punya podcast favorit. Namun saya paling sering mendengar podcast dari guru saya Thich Nhat Hanh dan mentor saya di Plum Village.
  • Aplikasi yang menurut Anda paling berharga: Plum Village App.
  • Makanan favorit/suguhan vegan favorit: Baguette, roti khas Prancis, dan sayuran tumis ala Kanton.

Pertama, dia tidak bisa membayangkan menjadi seorang vegan. “Rasanya seperti konflik yang tidak pernah berakhir dalam diri saya: Saya tahu saya harus mengubah cara makan saya untuk mempertahankan kebahagiaan saya dari makanan yang baik, dan salah satu cara utama untuk melakukannya adalah dengan mengurangi asupan daging, tapi saya tidak menyukai rasa daging vegan yang saya kenal selama ini. Saya yakin saya tidak sendirian dalam hal ini.” Segalanya mulai berubah pada saat dia menyantap Beyond Burger dan Impossible Meat. “Lalu saya mengerti. Produk-produk itu sangat berbeda dalam rasa dan tekstur dari daging vegetarian tradisional Cina yang saya pikir adalah satu-satunya alternatif saya! Itu mengilhami saya untuk membuat ayam nabati yang sangat lezat,” kata Astrid tentang momen yang menentukannya itu.

Pengalaman tujuh belas tahun dalam berwirausaha, mulai dari komunikasi kreatif hingga keahlian memasak (gastronomy), sepertinya merupakan dasar yang baik untuk dikembangkan. Sosok perempuan yang selalu bangga terhadap Indonesia yang pindah ke Tiongkok 23 tahun lalu, Astrid, sebelumnya telah membangun Good Indonesian Food, disajikan di Kementerian Pariwisata Indonesia, dan dengan kegiatan tersebut, telah memperkenalkan kepada banyak orang akan budaya lokal yang autentik, yang kaya dan beragam. Dia bisa melakukan hal serupa di industri protein nabati, sambil melakukan perjalanannya sendiri. Haofood, perusahaan ayam vegannya yang berbasis di Shanghai yang menggunakan protein kacang sebagai bahan dasar, mulai bersinar di tahun 2020. “Motivasi tambahan adalah putri saya yang berusia 9 tahun menjadi vegetarian dalam semalam. Meskipun saya sangat bangga padanya, sebagai seorang ibu, saya juga merasa stres karena dia tidak dapat menemukan apa pun untuk dimakan, dan saya khawatir apakah dia akan mendapatkan nutrisi yang tepat.

“Saya ingin memberdayakan orang untuk mengalami keajaiban dan pesona magis makanan, dan membuat mereka lebih bahagia melaluinya, selamanya.”

“Ketika saya melakukan sesuatu, saya memberikan dedikasi diri saya 100%. Saya hanya ingin yang terbaik dari yang terbaik, tidak ada yang lain selain yang terbaik. Jika tidak, saya tidak akan melakukannya. Dan ketika saya melakukannya, itu selalu terbayarkan. Jika saya tidak mendapatkan hasil yang saya proyeksikan, setidaknya saya mendapat pelajaran yang bagus dan itu membantu saya untuk melompat.” Dalam satu tahun, mereka tumbuh dari 4 anggota pendiri menjadi tim yang terdiri dari 20 orang, dan dari 0 restoran menjadi 150 gerai restoran. Puas namun ingin lebih, dia mengerjakan sesuatu yang bagi setiap pengusaha yang memiliki misi tahu dengan baik: “Bagaimana saya mempertahankan diri saya secara efisien dan efektif untuk jangka pendek, menengah, dan panjang sehingga saya dapat melayani dan mengangkat orang lain?” Bekerja 80 jam seminggu, ini adalah tantangan utama yang harus dihadapinya. Dalam jangka panjang, dia terutama ingin melihat orang-orang lebih menghargai, penuh perhatian, dan sadar penuh dengan pilihan makanan mereka. “Saya ingin memastikan bahwa anak-anak saya, anak-anak kita, dan anak cicit kita dapat mengakses makanan berkualitas baik dengan harga paling terjangkau di masa depan.”

Astrid adalah salah satu Food Heroes untuk tahun 2022. Lihat lebih banyak kisah inspiratif dan mengubah dunia dari Food Heroes di website https://www.v-label.eu/food-heroes-20.

Mengubah Endemik COVID-19 Menjadi Kekuatan Baru

Mengubah Endemik COVID-19 Menjadi Kekuatan Baru

Di akhir tahun 2019, dunia diguncang berita bahwa Wuhan membatasi mobilitas warganya terkait merebaknya novel corona jenis baru. Virus baru ini memiliki tingkat penyebaran cukup besar dan ada risiko kematian.

Kepanikan, kebingungan dan ketakutan warga Wuhan tampak pada rekamn video yang dibagikan melalui whatsapp, medsos atau televisi. Penyebaran itu menyentuh bibit belas kasih dalam diri saya, sehingga begitu ada ajakan untuk membantu langsung saya sanggupi.

Sejuta masker

Perjuangan mencari satu juta masker dimulai, pada saat itu tidak ada sebersit pun pemikiran virus tersebut akan menyebar ke seluruh dunia. Berkat hati baik para sahabat, dalam waktu satu hari terkumpul sejumlah dana untuk membeli masker.

Segala merek masker mulai dari harga wajar hingga menjadi sepuluh kali lipat dalam waktu empat minggu kami beli dan kumpulkan. Kami mengalami banyak benturan demi benturan, seperti kendala pengiriman dari luar kota, tertipu pedagang online bodong, sampai pembelian ala mafia, semuanya berpacu dengan waktu untuk membantu mengatasi krisis masker yang dialami oleh masyarakat Tiongkok.

Begitu masker bisa sampai di lembaga charity setempat, kebahagiaan muncul begitu saja. Kegiatan amal ini pun kami hentikan begitu kelangkaan masker merebak. Harga masker juga sudah sangat tidak wajar dipicu oleh kebutuhan masker di dalam negeri. Janji kami pun untuk membantu mengirimkan masker hanya terpenuhi separuhnya.

Benih Keserakahan

Belajar dari pengalaman ini lalu melihat ke dalam diri, saya ingat nasihat dari Thay, benih-benih yang tersimpan di gudang kesadaran terutama benih negatif mudah sekali tersirami kemudian benih itu muncul dalam kesadaran pikiran kita.

Berkali-kali saya mendapati diri saya tergoda untuk menumbuh-suburkan keserakahan dalam godaan keuntungan materi untuk menjual kembali masker dengan harga lebih tinggi dengan berlindung di balik kalimat “membantu sahabat yang membutuhkan”. Beruntung berkali-kali pula saya bisa menetralkan keinginan itu untuk kembali kepada tujuan semula. Saya merasa lega diiringi sedikit rasa menyesal tidak mendapatkan keuntungan materi.

Dalam kesendirian, dalam upaya mencoba mengali lebih dalam ke dalam diri, banyak pertanyaan muncul. Untuk apa saya melakukan kegiatan semi “kurang waras” ini? Kenapa saya melepas kesempatan mendapatkan keuntungan lebih? Kenapa saya membantu orang yang tidak saya kenal? Kenapa penjual bisa begitu saja menaikkan harga? Kenapa ada banyak orang seperti mati rasa dalam kondisi seperti ini?

Beruntungnya pula saya termasuk ahli untuk tidak mencampurkan pekerjaan satu dengan yang lain, sehingga walaupun pertanyaan banyak, tidak mengganggu pada pekerjaan lainnya, semua pertanyaan bisa diendapkan dengan harapan suatu hari nanti akan terjawab.

Benih Kewawasan

Malam itu, muncul dorongan untuk menonton ceramah Thay tahun 2004, Thay menerangkan hal-hal yang saya yakin sudah pernah saya dengar sebelumnya, namun rasanya ini betul-betul baru, rasanya seperti memecahkan telur, ohhhhhhh…. Ini toh yang namanya muncul pengertian baru.

Kajian dari mengulang mendengar psikologi Buddhis melalui Thay dengan peristiwa ini adalah sebagai berikut; mendengar dan menonton berita tentang Wuhan ternyata menjadi pemantik atau air yang menyirami benih belas kasih saya. Dari situlah muncul kekuatan yang mendorong saya melakukan kegiatan amal.

Latihan sadar penuh atau kewawasan (mindfulness) yang intens selama dua-tiga tahun terakhir, telah menanam benih-benih energi kewawasan yang tersimpan rapi dalam gudang kesadaran (store consciousness), menunggu untuk disirami dan muncul.

Begitu rasa serakah timbul, benih kewawasan juga bisa ditumbuhkan, mengenali dan kemudian merangkul rasa serakah itu. Ketika energi kewawasan bercampur dengan energi serakah, maka energi serakah secara alami akan melemah. Makin kuat rasa serakah timbul, aku akan makin semangat membangkitkan energi kewawasan untuk merangkul.

Sesederhana itu hukum ini berlaku, hanya perlu keyakinan diri untuk terus berlatih dengan tekun untuk selalu menyadari napas, berkonsentrasi pada setiap kegiatan saat ini hingga timbul pengertian mendalam, jika semuanya belum tumbuh teruslah berlatih dan biarkan semuanya lepas (letting go).

KSHANTICA anggota Ordo Interbeing Indonesia, sukarelawan retret mindfulness, dan aktif di MBI DKI Jakarta.