Invoking Avalokiteshvara

Invoking Avalokiteshvara

Unduh MP3 klik sini

We invoke your name, Avalokiteshvara.
We aspire to learn your way of listening
in order to help relieve the suffering in the world.
You know how to listen in order to understand.
Namo Avalokiteshvaraya……

We invoke your name in order to practice listening
with all our attention and openheartedness.
We will sit and listen without prejudice.
We will sit and listen without judging or reacting.
We will sit and listen in order to understand.
We will sit and listen so attentively
to hear what’s being said and what’s being left unsaid.
Just by listening deeply
we already,
alleviate,
much pain and suffering in the world.
Namo Avalokiteshvaraya
Namo Avalokiteshvaraya
Namo Abalokiteshvaraya


Kami mengagungkan namamu, Awalokiteswara.
Kami bercita-cita mempelajari cara mendengarmu
agar dapat membantu meringankan penderitaan di dunia.
Engkau tahu cara mendengar untuk memahami.
Namo Avalokitesvaraya…..

Kami mengagungkan namamu agar dapat berlatih mendengar
dengan seluruh perhatian dan keterbukaan hati.
Kami akan duduk dan mendengar tanpa disertai prasangka.
Kami akan duduk dan mendengar tanpa menghakimi atau bereaksi.
Kami akan duduk dan mendengar agar mampu memahami.
Kami akan duduk dan mendengarkan sedemikian rupa sehingga
kami dapat menyimak apa yang disampaikan orang lain serta apa yang belum dituturkannya.
Kami tahu hanya dengan mendengarkan secara mendalam saja,
kami dapat meringankan banyak kepedihan dan penderitaan di dunia ini.
Namo Avalokiteshvaraya
Namo Avalokiteshvaraya
Namo Avalokiteshvaraya


Menghargai Semua Hal-hal Kecil

Menghargai Semua Hal-hal Kecil
Nomor dua dari kiri: Rohliyanah Saragih

Saya seorang muslimah. Per Juli 2019, saya sudah mengajar selama dua tahun di Sekolah Ananda. Di sekolah tersebut ada program pelatihan khusus DOM (Day of Mindfulness). Pelatihan itu adalah praktik hidup berkewawasan. Entah bagaimana, kok praktik hidup berkewawasan seperti ini malah membuat saya lebih dekat dengan Tuhan.

Saya merasa bersyukur dan sadar bahwa Tuhan selalu memberikan saya napas, itulah yang saya butuhkan untuk hidup. Tanpa makanan dalam sehari saya masih bisa hidup, namun saya tidak akan bisa hidup jika tidak bernapas walau hanya 15 menit saja.

Kesadaran sepenuhnya

Mindfulness adalah momen kewawasan (kesadaran sepenuhnya) di sini dan saat ini. Latihan yang membawa atensi sepenuhnya terhadap apa pun yang sedang kita lakukan. Pertama-tama saya merasa nyaman mempraktikkan cara teknik demikian. Saya juga merasa ada energi kesabaran ketika di sekolah. Ada kekuatan kesabaran yang saya rasakan ketika harus menghadapi orang tua yang terkadang tidak puas dengan sekolah, terkadang saya pun ikut kena marah.

Ketika saya ingat mindfulness, saya jadi ingat bernapas masuk dan bernapas keluar. Saya menjadi sadar untuk tetap sabar, ketika saya membalas kemarahan dengan senyum kecil tulus di bibir, kemarahan mereka juga mulai berkurang sedikit. Selain menenangkan diri, ternyata saya menyadari lagi bahwa saya sering tidak sadar (terburu-buru) ketika mengerjakan pekerjaan rumah. Sekarang saya bisa lebih santai, lebih sadar, dan bersyukur dalam mengerjakan pekerjaan rumah.

Praktik mindfulness di sekolah hanya diadakan sebulan sekali, walaupun demikian saya merasa memberikan pengaruh kepada kehidupan saya. Mindfulness mengajari saya berbahagia sendiri terlebih dahulu untuk bisa ikut membahagiakan orang di sekitar. Saya diajarkan untuk menyayangi tubuh sendiri, menjaga asupan-asupan makanan yang saya santap.

Salah satu praktik mindfulness adalah makan dengan hening. Saya menjadi sadar bahwa saya sering jahat dengan lambung saya, makan terburu-buru, padahal dalam Islam diajarkan untuk makan dengan perlahan, namun saya sering alpa. Saya menjadi sadar kembali bahwa perlu makan dengan sadar dan mengunyah lebih banyak lagi agar lambung tidak bekerja keras, sekaligus membantu saya memilah asupan apa saja yang pantas masuk ke dalam tubuh saya.

Saya belajar menyayangi bumi, melakukan hal-hal kecil seperti buang sampah pada tempatnya, menghemat air. Saya sering kurang sadar, makanya sering memboroskan air, saya membiarkan air keran terus mengalir. Saya ingin menjaga bumi, jika saya memboroskan air terus maka saya salah satu orang yang bersalah terhadap anak saya sendiri, mungkin nanti generasi akan datang akan kekurangan air.

Plum Village Thailand

Bersabar berbaur

Saya mengikut retret mindfulness pada bulan Juli 2019. Saya berterima kasih kepada Ibu Ani telah menggabungkan saya dengan teman-teman yang berbeda karakter. Saya menjadi tahu bagaimana kasih seorang ibu kepada anaknya. Ada satu pengalaman waktu saya shalat, ada yang mengedor-gedor pintu yang saya harus menggunakan teknik napas masuk napas keluar untuk mengatasinya. Akhirnya saya memilih untuk membatalkan shalat saya agar orang lain tidak terganggu.

Berlatih dengan Bhante Nyanabhadra selama tiga hari membuat saya sadar untuk menikmati hari ini jangan memikirkan masa lalu atau masa depan , “Mindfulness is the energy of be being aware and awake to the present moment”. Saya baru pertama kali bertatapan langsung dengan seorang bhante. Retret ini saja jadi tahu bagaimana seorang bhante yang berbaur dengan orang-orang di sekitarnya. Tidak ada jarak di antara kami. Kami makan bersama, bahkan waktu sarapan saya melihat dengan jelas bhante mau memindahkan piring sendiri ke sebelah untuk kami. Belum lagi saya benar-benar terheran saat melihat duduk bhante yang bersila sampai berjam-jam tanpa gelisah.

Semua pelajaran yang diberikan Bhante sangat berguna. Salah satu perkataan bhante adalah “jangan membungkus seseorang“, maksudnya tidak selamanya seseorang itu salah, bisa saja saat itu orang itu memang salah, tetapi kita tidak tahu besok seseorang itu bisa berubah dan belajar dari kesalahannya.

Perkataan lain dari bhante adalah “jangan menilai seseorang dari luar“, saya pun jadi memahami bahwa selama ini saya hanya menilai dari luar tidak dari dalam. Saya juga sangat suka saat bhante membunyikan lonceng dengan kata satukan pikiran, jadi jika tadinya pemikiran sudah bercabang-cabang, saat mendengar lonceng maka saya kembali lagi hadir seutuhnya.

Menikmati kehidupan

Dengan retret ini saya akan lebih kuat lagi menghadapi orang tua murid yang marah-marah karena bhante sudah memberi metodenya dengan bibo (breathing in breathing out) dan membersihkan ruang tamu hati agar negativitas dari gudang kesadaran bisa segera tenang, dan jarang masuk ke ruang tamu pikiran.

Terima kasih Bhante telah banyak memberi ilmu dan metode untuk kehidupan ini. Terima kasih Ibu Ani, saya bisa bertemu bhante, saya menjadi lebih bersyukur dan menikmati kehidupan saya.

Ada satu lagi yang terlewat saya ceritakan, yaitu ketika sesi siram bunga, hampir rata-rata memuji saya tidak pernah marah dan selalu senyum mulai dari pagi sampai sore hehehe. Sekali lagi terima kasih untuk retret ini mudah-mudahan tahun depan bisa ada retret lagi.

ROHLIYANA SARAGIH, guru sekolah Ananda, Bagan Batu.

Teruslah Berlatih Teruslah Berbuat Kebaikan

Teruslah Berlatih Teruslah Berbuat Kebaikan

Wihara Ekayana Serpong (WES) kembali mengadakan kegiatan DOM (Day of Mindfulness), pada tanggal 3 Mar 2018, kegiatan yang bertujuan agar para pesertanya dapat berlatih sadar penuh sepanjang sesi latihan. DOM kali ini, dibimbing oleh Sister Rising Moon.

DOM kali ini punya kesan tersendiri bagi saya, karena saya berhasil, membawa serta kedua orang tua saya untuk ikut berlatih. Dan ini juga kali pertama saya mengikuti DOM di WES.

Sepanjang latihan awal, ketika meditasi duduk, orientasi dan ceramah, jujur hati saya tak begitu tenang, karena saya juga mengamati kedua orang tua saya. Membantu mengingatkan mereka ketika bel untuk menarik napas. Membantu membukakan halaman agar mendukung mereka untuk berlatih.

Jam istirahat pun tiba, orang tua saya bercerita. Mama kakinya cepat pegal. Papa juga agak terkantuk karena bangun terlalu pagi. Saya bersyukur, saya yang masih “lebih muda” sudah mulai mengenal praktik latihan ini. Dan saya sadar, tanpa adanya mereka, tak akan ada tubuh ini, dan tidak mungkin saya bisa berlatih. Sudah tugas saya untuk mengenalkan mereka latihan ini. Semoga dukungan komunitas dapat membantu mereka dalam latihan.

No Mud, No Lotus
itulah tema DOM kemarin, yang bisa di artikan, tak ada kebahagiaan (Lotus = Teratai) tanpa penderitaan (Mud = lumpur).

Seperti yang di ceritakan sister, kadang kita tidak menghargai gigi kita, kita tidak bersyukur ketika gigi kita baik dan tidak sakit. Harusnya kita bahagia. Tapi begitu kita sakit gigi, baru kita menyadari sebenarnya ketika gigi kita sehat, itulah kebahagiaan.

Begitu juga dalam hidup saya ini. Saya sadar betul, hal yang menarik saya kembali untuk latihan, salah satunya karena mengalami penderitaan kehidupan.

Saya letih akan kebahagiaan semu. Makan, bermain, karaoke, jalan–jalan, nonton bioskop, semua itu memang asyik. Tapi tidak juga memberikan jawaban atas permasalahan kehidupan saya. Setelah melakukan itu semua, saya tetap harus menghadapi permasalahan hidup ini. Bagi saya, hal itu hanyalah pengalih perhatian, maka dari itu, saya menganggap hal semacam itu hanyalah kebahagiaan yang palsu.

Pikiran saya dulu
Melihat keadaan kedua orang tua saya, saya menyadari, pentingnya berlatih selagi muda. Kadang pun masih bisa ada rasa menyesal yang timbul, kenapa tidak dari kecil saya berlatih. Tapi kembali, penyesalan tak ada gunanya.
Saya mencoba menelusuri dan mengingat, pola pikir saya ketika kecil. Aaah, saat itu memang hidup saya masih “baik-baik” saja. Tak ada masalah, tak ada yang perlu dipusingkan.

Ternyata oh ternyata. Terima kasih masalah, you save my life!

Apa lagi ya yang jadi alasan ketika muda saya tak berlatih?

Oo.. dulu saya merasa, meditasi itu menjenuhkan. Duduk diam. Ngapain coba? Tapi saya sekarang sadar, dulu pengertian saya kurang tepat. Meditasi ternyata tidak harus duduk, tapi bisa hanya dengan cukup sadar dan menyadari napas.

Apalagi ya pikiran yang membuat saya tak berlatih dulu?

Mmm… Oo, karena rasa “malas”. Nanti ajalah, mau happy–happy duluan. Namanya juga bocah, masih pengen main game, masih ingin haha hihi. Jalan–jalan. Nonton. Dan ternyata satu kata “nanti” itu lamaaaaa sekali. Bertahun–tahun lamanya.

Yap, no mud no lotus, penderitaan yang membawa saya ke jalan ini. Dengan merasakan penderitaan, saya berusaha mencari sebabnya, dan mulai mengubah bentuk mental. Dengan mendengar ceramah dan berlatih hidup sadar, perlahan saya mengerti dan hidup terasa lebih berarti.

Kematian tak dapat diprediksi
Berpikir tentang kematian, menjadi sebuah cambuk dalam diri saya untuk terus berbuat baik. Saya sadar, cepat lambat, kematian adalah pasti. Saya tidak tahu, siapa yang berangkat lebih duluan. Mungkin saya, atau keluarga. Tapi dengan menyadari ini, saya tetap berusaha mawas diri dan melakukan kebaikan.

Waktu berjalan cepat, terutama bila tidak kita sadari. Dengan menyadari hidup, setiap tarikan napas itu berarti. Setiap tindakan kita, yang mungkin kecil, pasti ada membawa perubahan. Baik atau buruk, tergantung yang kita lakukan.

Kematian bukanlah hal yang kita takutkan. Tapi penting sekali untuk mengetahui, amat sulit terlahir menjadi manusia. Bayangkan seekor penyu yang muncul 100 tahun sekali untuk menarik napas di tengah samudra, dan ketika muncul ke permukaan, ada gelang berbentuk lingkaran yang ukurannya pas dengan leher penyu tersebut. Ketika penyu itu muncul dan masuk ke dalam gelang, kelahiran sebagai manusia terjadi.

Tidak ada salahnya mengejar kebahagiaan materi dan duniawi, tapi seimbangkan dengan berlatih. Bayangkan ada seorang kaya, dengan kekayaan 5 miliar. Tapi sudah meninggal, Anda diminta bertukar tempat dengannya, Anda dapat 5 miliar tapi langsung mati, apakah Anda mau ?

Dengan mengetahui sulitnya menjadi manusia, kiranya kita bisa lebih menghargai setiap detik dalam hidup ini. Karena waktu yang telah pergi tak akan pernah kembali. Jadikanlah hidupmu, selalu berarti..

Teruslah berlatih, teruslah berbuat kebaikan.

Be mindful and be happy! (Edwin Halim)*

 

*Musisi dan sekaligus pakar IT

Damai Berawal Dari Senyum

Damai Berawal Dari Senyum

Praktik perenungan sebelum makan

Bermula dari membaca judul Walk With Me saya tahu tentang DOM (Day of Mindfulness) lalu saya cek kalender, ternyata saya belum ada acara. Kebetulan juga di tanggal yang sama, suami saya bertugas keluar kota. Saya bergegas mendaftar untuk 2 orang bersama anak saya. Syukurlah panitia mengizinkan saya membawa anak saya turut serta dalam latihan sehari itu.

Jujur, sebetulnya saat saya ikut DOM, saya sedang galau dan banyak konflik dalam diri. Saya memutuskan dalam hati untuk tetap menjalaninya, saya tetap hadir. Entah mengapa, tiba-tiba mood anak saya tiba-tiba berubah, mukanya seperti ada awan hitam, dia menyalahkan saya karena ajak dia ikut DOM tanpa izin dia terlebih dahulu.

Haduh, hati rasanya ingin pulang saja. Tapi sekali lagi, ada suatu kekuatan yang membuat saya tetap stay. Sembari terus berusaha mindful pada setiap acara, mendengarkan chanting Namo Avalokiteshvaraya, orientasi, wejangan Dharma, dan menonton film Walk With Me, saya perlahan-lahan mengumpulkan energi latihan kolektif yang baik dan sabar.

Ajaibnya, entah bagaimana dan keajaiban terjadi, mood anak saya mulai membaik setelah selesai makan siang. Ketika acara berakhir kita pulang dengan bahagia dan damai.

Akhir cerita, saya dan anak tercinta makan malam bersama sembari ngobrol asyik, tiada jutek-jutekan di antara kita.

Salam damai berawal dari senyum (Megawati Henry).

Mendengarkan Secara Seksama dan Simpatik

Mendengarkan Secara Seksama dan Simpatik

Mendengarkan dengan seksama adalah suatu praktik meditasi yang dapat membuahkan banyak keajaiban penyembuhan. Bayangkanlah seorang dengan berbagai kesulitan dan penderitaan di hatinya yang tak punya seorang pun untuk mendengarkannya. Kita bisa menjadi bodisattwa, orang yang dipenuhi oleh kasih melimpah bagi seluruh makhluk, yang duduk dan mendengarkan secara seksama supaya dapat meringankan penderitaan orang itu. Kita mesti menggunakan keadaan sadar-penuh kita untuk mengingatkan diri kita bahwa ketika menawarkan diri untuk mendengarkan seseorang secara seksama, kita melakukannya dengan tujuan sepenuhnya untuk membantu mereka mengosongkan hati dan mengeluarkan apa pun yang membuat mereka menderita. Bila kita bisa tetap fokus pada tujuan itu, kita dapat melanjutkan mendengarkan secara seksama, meski pembicaraan orang itu mungkin memuat banyak persepsi keliru, kegetiran, sarkasme, penghakiman, serta tuduhan.

Mendengarkan dengan seksama dengan sepenuh hati, dengan segenap cinta kasih dan sikap welas-asih, kita tidak akan terganggu oleh apa pun yang disampaikan orang itu. Kita katakan pada diri sendiri: Kasihan dia, dia begitu banyak persepsi keliru; dia sedang terbakar oleh rasa marah dan sakit hati.” Kita terus mendengarkan; dan kemudian, bila ada peluang tepat, kita dapat memberinya informasi yang lebih akurat untuk membantunya melihat kenyataan dengan lebih jelas. Kemarahan dan penderitaan lahir dari persepsi-persepsi keliru; bila kita mendapatkan gambaran realitas yang lebih akurat, awan hitam marah dan penderitaan pun sirna. Dengan mengetahui hal itu, kita dapat duduk dengan tenang dan terus mendengarkan dengan penuh perhatian.

Kita biarkan orang itu menyampaikan apa pun yang ada di dalam pikirannya; kita mendorongnya untuk menumpahkan seluruh uneg-unegnya, dan kita tidak menginterupsinya atau mencoba mengoreksinya pada saat itu. Sejam mendengarkan secara seksama begini dapat mengurangi penderitaan orang itu dan membuatnya merasa jauh lebih ringan. Kesabaran adalah salah satu pertanda cinta sejati. Kita harus menunggu dan menemukan waktu yang tepat setelahnya untuk memulai informasi yang akan membantu orang itu mengoreksi persepsi-persepsinya yang keliru. Jangan memberikan informasi itu sekaligus, karena dia mungkin tak mampu mencerna semuanya sekaligus, dan bisa-bisa dia tidak percaya atas informasi kita sama sekali. Kita harus memberikan informasi itu dalam dosis secukupnya, sedikit saja yang dapat diterimanya dan akhirnya ia pun dapat melepaskan cengkeramannya pada persepsi-persepsi yang keliru itu. Mendengarkan dengan tanpa penghakiman juga dapat memberi kita kesempatan untuk menemukan dan mengoreksi persepsi-persepsi keliru kita sendiri dan bila itu dilakukan, kita dapat meminta maaf kepada orang itu secara langsung.

Dalam ajaran Buddha, bodisattwa Awalokiteshwara (juga dikenal sebagai Dewi Quan Yin di China, Kannon di Jepang, atau Quan The Am di Vietnam) adalah spesialis dalam mendengarkan dengan cinta kasih dan welas-asih. Inilah bacaan untuk latihan ini, dari Kitab Kidung Harian yang kami gunakan di Plum Village:

Kami menyeru namamu, Awalokiteshwara
Kami berharap dapat belajar caramu mendengarkan untuk membantu meringankan penderitaan di dunia. Engkau tahu cara mendengarkan supaya mengerti. Kami akan duduk dan mendengarkan tanpa prasangka.
Kami akan duduk dan mendengarkan tanpa menghakimi atau bereaksi. Kami duduk dan mendengarkan sepenuh perhatian supaya dapat mendengarkan apa yang disampaikan dan apa yang tak terkatakan. Kami tahu bahwa hanya dengan mendengarkan secara seksama, engkau sudah dapat meringankan begitu banyak duka dan penderitaan orang lain.

Bahasa Kasih

Bahasa Kasih

Bahasa Kasih juga merupakan suatu praktik meditasi. Kita punya hak dan tanggung jawab untuk menyampaikan kenyataan seutuhnya, seluruh pikiran dan perasaan kita, termasuk kesulitan dan penderitaan kita. Namun, kita tidak menggunakan kata-kata yang menghakimi, yang menyalahkan, yang judes, atau yang menyinggung perasaan; kita gunakan bahasa kasih. Kita hanya membicarakan kesulitan dan penderitaan kita sendiri supaya orang lain dapat memahami dan membantu kita. Kita akui bahwa kita mungkin memiliki persepsi keliru, dan kita minta orang itu untuk membantu kita melihat persepsi-persepsi keliru itu dan memberi kita informasi yang lebih akurat yang tidak kita miliki.

Latihan menggunakan bahasa kasih ini, dipadukan dengan praktik mendengarkan dengan kasih, memiliki kapasitas untuk mengukuhkan komunikasi dan membina hubungan yang mendalam dan sehat. Menulis sepucuk surat dengan kata-kata yang berkesadaran-penuh dan bahasa kasih dapat menghadirkan transformasi besar dan pemulihan, bukan hanya pada diri penerima melainkan juga pada pengirimnya.