Dunia yang Kita Miliki

Dunia yang Kita Miliki

Hanya ketika kita bersama-sama menaruh perhatian dan praktik spiritual kepada bumi ini, saat itulah kita akan memiliki sarana perubahan yang dibutuhkan untuk mengatasi krisis lingkungan.

Thich Nhat Hanh
Hanya ketika kita mempersatukan kepedulian kita terhadap planet ini disertai dengan latihan spiritual, kita akan memiliki sarana untuk melakukan transformasi pribadi yang mendalam yang diperlukan untuk mengatasi krisis lingkungan yang akan datang. Thich Nhat Hanh memberikan kita prinsip-prinsip panduan untuk ekospiritualitas (ecospirituality) baru dalam hidup yang penuh kesadaran.

Kita seperti orang yang berjalan dalam tidur, tidak tahu apa yang sedang kita lakukan atau ke mana tujuan kita. Apakah kita bisa terjaga atau tidak, tergantung pada apakah kita bisa berjalan dengan penuh kesadaran di Bumi ini, Ibu Pertiwi. Masa depan semua kehidupan, termasuk kehidupan kita, bergantung pada langkah sadar kita. Kita harus mendengar lonceng kesadaran yang berbunyi di seluruh planet ini. Kita harus mulai belajar bagaimana hidup sedemikian rupa agar masa depan cerah untuk anak dan cucu kita bisa terwujud.

Saya telah lama duduk bersama Buddha dan berkonsultasi denganNya mengenai masalah pemanasan global, dan ajaran dari Buddha sangatlah jelas. Jika kita masih terus hidup seperti yang selama ini, mengonsumsi makanan tanpa mempertimbangkan masa depan, menghancurkan hutan dan ikut menjadi faktor terjadi emisi gas rumah kaca, maka perubahan iklim yang menghancurkan tidak dapat dihindari. Sebagian besar ekosistem kita akan hancur. Permukaan air laut akan naik dan kota-kota pesisir akan terendam banjir, memaksa ratusan juta pengungsi meninggalkan rumahnya, sehingga menimbulkan peperangan dan wabah penyakit menular.

Kita membutuhkan kebangkitan kolektif. Massa masih terlelap tidur. Mereka tidak mendengar suara bel.

Kita membutuhkan kebangkitan kolektif. Ada di antara kita, pria dan wanita yang telah tersadarkan, namun itu tidaklah cukup; massa masih belum tersadarkan. Mereka tidak mendengar suara bel ini. Kita telah membangun sistem yang tidak dapat kami kendalikan. Sistem ini menggiring diri kita, dan kita telah menjadi budak dan korbannya. Kebanyakan dari kita harus mengorbankan waktu dan nyawa kita sebagai gantinya, demi memiliki rumah, mobil, kulkas, TV, dan sebagainya. Kita terus-menerus berada di bawah tekanan waktu. Di masa lalu, kita mampu menghabiskan tiga jam untuk secangkir teh, menikmati kebersamaan dengan teman-teman kita dalam suasana yang tenang dan spiritual. Kita bisa mengadakan pesta untuk merayakan mekarnya salah satu bunga anggrek di taman. Namun, saat ini kita tidak mampu lagi membeli barang-barang tersebut.

Kita berkesimpulan bahwa waktu adalah uang. Kita telah menciptakan sebuah masyarakat dengan keadaan yang kaya menjadi semakin kaya dan yang miskin menjadi semakin miskin, dan di dalamnya kita begitu terjebak dalam permasalahan-permasalahan yang ada pada diri kita sendiri sehingga kita tidak mampu untuk menyadari apa yang sedang terjadi dengan umat manusia  juga planet bumi ini. Dalam benak saya, saya melihat sekelompok ayam di dalam kandang sedang berebut benih padi-padian, tanpa sadar bahwa dalam beberapa jam mereka akan disembelih.

Masyarakat Tiongkok, India, dan Vietnam masih mendambakan “American Dream” (Impian Amerika), seolah-olah impian tersebut adalah tujuan utama semua umat manusia—setiap orang harus memiliki mobil sendiri, rekening bank, telepon seluler, pesawat televisi. Dalam 25 tahun, populasi Tiongkok akan mencapai 1,5 miliar orang, dan jika masing-masing dari mereka ingin mengendarai mobil pribadi, Tiongkok akan membutuhkan 99 juta barel minyak setiap hari. Namun produksi minyak dunia saat ini hanya 84 juta barel per hari, sehingga Impian Amerika tidak mungkin terwujud bagi Tiongkok, India, atau Vietnam. Impian Amerika tidak mungkin lagi terwujud bagi Amerika. Kita tidak bisa terus hidup seperti ini. Ini bukanlah perekonomian yang berkelanjutan (sustainable economy).

Kita harus mempunyai mimpi yang lain: mimpi tentang persaudaraan, cinta kasih, dan welas asih, bahwa mimpi itu mungkin terjadi persis di sini dan saat ini. Kita memiliki Dharma; kita mempunyai sarana; kita memiliki cukup kearifan untuk dapat mewujudkan impian ini. Hidup sadar penuh (Mindfulness) adalah inti dari keterjagaan, pencerahan. Kita berlatih menyadari pernapasan agar bisa hadir di sini pada saat ini, sehingga kita bisa mengenali apa yang terjadi di dalam diri dan di sekitar kita. Jika yang terjadi dalam diri kita adalah keputusasaan, kita harus menyadarinya dan segera bertindak. Kita mungkin tidak ingin menghadapi formasi mental tersebut, namun ini adalah kenyataan dan kita harus mengenalinya agar dapat mengubahnya.

Kita harus mempunyai mimpi yang lain: mimpi tentang persaudaraan, cinta kasih, dan welas asih, bahwa mimpi itu mungkin terjadi persis di sini dan saat ini. Kita memiliki Dharma; kita mempunyai sarana; kita memiliki cukup kearifan untuk dapat mewujudkan impian ini.

Kita tidak perlu putus asa terhadap pemanasan global; kita bisa bertindak. Jika kita hanya menandatangani petisi dan melupakannya, jelas tidak akan ada perubahan. Tindakan mendesak harus diambil pada tingkat individu dan kolektif. Kita semua mempunyai keinginan yang besar untuk dapat hidup damai dan dalam lingkungan yang dilestarikan secara berkelanjutan. Hal yang belum dimiliki oleh sebagian besar dari kita adalah cara nyata untuk mewujudkan komitmen sehari-hari atas kehidupan berkelanjutan. Kita belum mengelola diri sendiri dengan baik. Kita tidak bisa menyalahkan para pemimpin yang menyebabkan bahan kimia mencemari air minum, kekerasan yang terjadi di lingkungan sekitar, peperangan yang menghancurkan begitu banyak nyawa. Inilah saatnya bagi setiap orang untuk bangun dan bertindak lebih nyata dalam lingkungan masing-masing.

Kekerasan, korupsi, penyelewengan kekuasaan, dan penghancuran diri sendiri terjadi di sekitar kita, bahkan di kalangan pemimpin, baik spiritual maupun sosial. Kita semua tahu bahwa hukum di negara kita tidak cukup kuat untuk menangani korupsi, takhayul, dan kekejaman. Hanya keyakinan, tekad, kebangkitan, dan mimpi besar yang dapat menciptakan energi yang cukup kuat untuk membantu masyarakat kita bangkit dan menuju pantai perdamaian dan harapan.

Agama Buddha adalah bentuk humanisme terkuat yang kita miliki. Hal ini terjadi agar kita dapat belajar hidup bertanggung jawab, welas asih, dan cinta kasih. Setiap praktisi Buddhis harus menjadi protektor lingkungan. Kita mempunyai kekuatan untuk menentukan nasib planet kita. Jika kita sadar akan situasi yang sebenarnya, akan terjadi perubahan kolektif dalam kesadaran kita. Kita harus melakukan sesuatu untuk membangunkan setiap orang. Kita harus membantu Buddha membangunkan mereka yang hidup sementara terlelap dalam mimpi.

Namun segalanya, termasuk Buddha, selalu berubah dan berkembang. Berkat latihan kita dalam melihat secara mendalam, kita menyadari bahwa penderitaan di masa kita berbeda dengan penderitaan di masa Siddhartha, dan karena itu metode latihannya juga harus berbeda. Itulah sebabnya Benih Buddha di dalam diri kita juga harus berkembang dalam berbagai cara, sehingga Buddha bisa relevan dengan zaman ini.

Buddha di zaman kita dapat menggunakan telepon, bahkan telepon seluler, namun Beliau bebas, tidak terikat pada telepon seluler itu. Buddha di zaman kita mengetahui bagaimana membantu mencegah kerusakan ekologi dan pemanasan global; dia tidak akan merusak keindahan planet ini atau memboroskan seluruh waktunya untuk bersaing satu sama lainnya. Buddha di zaman kita ingin menawarkan kepada dunia sebuah etika global, sehingga setiap orang dapat menyepakati jalan yang baik untuk diikuti. Ia ingin memulihkan keharmonisan, memupuk persaudaraan, melindungi seluruh spesies di planet ini, mencegah pembalakan hutan, dan mengurangi emisi gas rumah kaca.

Ketika Anda mempraktikkan Lima Latihan Sadar Penuh, Anda menjadi seorang bodhisattwa yang membantu menciptakan keharmonisan, melestarikan lingkungan, menjaga perdamaian, dan memupuk persaudaraan.

Karena Anda adalah penerus Buddha, Anda harus membantunya menawarkan kepada dunia sebuah jalan yang dapat mencegah kerusakan ekosistem, jalan yang dapat mengurangi jumlah kekerasan dan keputusasaan. Anda akan sangat berbaik hati membantu Buddha untuk terus mewujudkan apa yang Beliau mulai sejak 2600 tahun yang lalu.

Planet Bumi kita mempunyai beragam kehidupan, dan setiap spesies bergantung pada spesies lain agar dapat bermanifestasi dan berlanjut. Kita tidak hanya berada di luar satu sama lain tetapi kita berada di dalam satu sama lainnya. Sangatlah penting untuk merangkul Bumi dalam pelukan, dalam hati kita, untuk melestarikan planet yang indah ini dan untuk melindungi semua spesies. Sutra Teratai (Lotus Sutra) menyebutkan nama bodhisattwa khusus: Dharanimdhara, atau Pemangku Bumi (Earth Holder), seseorang yang melestarikan dan melindungi bumi.

Pemangku Bumi adalah energi yang menyatukan kita sebagai suatu organisme. Dia adalah sejenis insinyur atau arsitek yang tugasnya menciptakan ruang untuk kita, membangun jembatan untuk kita lintasi dari satu sisi ke sisi lain, membangun jalan agar kita bisa menuju ke orang yang kita cintai. Tugasnya adalah meningkatkan komunikasi antara manusia dan spesies lain serta melindungi Bumi dan lingkungan. Dikatakan bahwa ketika Buddha mencoba mengunjungi ibunya, Mahamaya, Dharanimdhara-lah yang membangun jalan yang dilalui oleh Buddha. Meskipun bodhisattwa Pemangku Bumi disebutkan dalam Sutra Teratai, tidak ada satu bab pun yang dikhususkan sepenuhnya untuknya. Kita harus mengenali bodhisattwa ini agar dapat bekerja sama dengannya. Kita semua harus ikut membantu menciptakan babak baru baginya, karena Pemangku Bumi sangat amat dibutuhkan di era globalisasi ini.

Saat Anda merenungkan sebuah jeruk, Anda melihat bahwa segala sesuatu di dalam jeruk ikut serta dalam pembentukan jeruk tersebut. Tidak hanya bagian jeruk saja yang termasuk dalam jeruk; kulit dan biji jeruk juga merupakan bagian dari jeruk. Inilah yang kita sebut sebagai aspek universal dari jeruk. Segala sesuatu yang ada pada jeruk adalah jeruk, tetapi kulitnya tetaplah kulitnya, bijinya tetap bijinya, bagian dari jeruknya tetap bagian dari jeruknya. Hal yang sama juga terjadi pada bola bumi kita. Meskipun kita menjadi komunitas dunia, orang Perancis tetap menjadi orang Perancis, orang Jepang tetap menjadi orang Jepang, umat Buddha tetap menjadi umat Buddha, dan orang Kristen tetap menjadi orang Kristen. Kulit jeruk tetap menjadi kulitnya, dan bagian-bagian pada jeruk tetap menjadi bagian-bagiannya; bagian-bagiannya tidak harus disulap menjadi kulit agar tetap harmonis.

Namun, keharmonisan tidak mungkin terjadi jika kita tidak memiliki etika global, dan etika global yang dirancang oleh Buddha adalah Lima Latihan Sadar Penuh. Lima Latihan Sadar Penuh adalah jalan yang harus kita tempuh di era krisis global ini karena ini adalah praktik persaudaraan, pengertian dan cinta, praktik melindungi diri sendiri dan melindungi planet ini. Lima Latihan Sadar Penuh merupakan realisasi nyata dari mindfulness. Latihan iut  non-sektarian. Latihan itu tidak mengandung tanda-tanda dari agama, ras, atau ideologi tertentu. Sifat latihan itu adalah universal.

Buatlah keputusan Anda, lalu bertindaklah untuk menyelamatkan planet Bumi kita yang indah ini. Mengubah cara hidup Anda akan secara langsung memberi Anda banyak sukacita.

Ketika Anda mempraktikkan Lima Latihan Sadar Penuh, Anda menjadi seorang bodhisattwa yang membantu menciptakan keharmonisan, melindungi lingkungan, menjaga perdamaian, dan memupuk persaudaraan. Anda tidak hanya menjaga keindahan budaya Anda sendiri, tetapi juga budaya lain, dan semua keindahan di Bumi. Dengan adanya Lima Latihan Sadar Penuh di hati Anda, Anda sudah berada di jalur transformasi dan penyembuhan.

Dalam latihan pertama, kita bertekad untuk menjunjung tinggi semua kehidupan di bumi dan tidak mendukung tindakan pembunuhan apa pun. Dalam latihan kedua, kita bertekad untuk mempraktikkan kemurahan hati dan tidak mendukung ketidakadilan dan penindasan sosial. Dalam latihan ketiga, kita berkomitmen untuk berperilaku bertanggung jawab dalam hubungan pasangan dan tidak melakukan pelecehan seksual. Latihan keempat mewajibkan kita untuk melatih ucapan penuh kasih dan mendengarkan secara mendalam untuk meringankan penderitaan orang lain.

Praktik konsumsi dan makan dengan penuh berkesadaran adalah tujuan dari latihan sadar penuh yang kelima.

Sadar akan penderitaan yang disebabkan oleh konsumsi tanpa berkesadaran penuh, aku bersedia menjaga kesehatan dengan baik, secara fisik maupun mental, bagi diriku sendiri, keluarga, dan masyarakat dengan cara berlatih makan, minum, dan mengonsumsi dengan penuh kesadaran. Aku akan berlatih menatap mendalam terhadap cara aku mengonsumsi Empat Jenis Makanan yaitu makanan lewat mulut, kesan impresi, niat, dan kesadaran. Aku bertekad untuk tidak menggunakan alkohol, obat-obat terlarang, terlibat dalam perjudian atau produk-produk seperti: situs internet, permainan elektronik, program televisi, film, majalah, buku, dan percakapan tertentu yang mengandung toksin. Aku akan berlatih untuk kembali pada momen kekinian untuk menyentuh elemen-elemen kesegaran, penyembuhan, dan nutrisi dalam diriku dan di sekitarku, tidak membiarkan penyesalan dan kemurungan menyeretku kembali ke masa lalu, juga tidak membiarkan kecemasan, ketakutan, dan kemelekatan menarik aku keluar dari momen kekinian. Aku bertekad untuk tidak menutupi kesepian, kecemasan, atau penderitaan jenis lainnya dengan cara tenggelam dalam mengonsumsi. Aku akan merenungkan sifat saling bergantungan dan mengonsumsi dengan sedemikian rupa agar aku bisa terus menumbuhkan kedamaian, suka cita, dan kesehatan badan jasmani serta kejernihan kesadaran sendiri maupun kolektif dalam keluarga, masyarakat, dan dunia ini.

Latihan sadar penuh yang kelima adalah jalan keluar dari situasi sulit yang dihadapi dunia kita. Ketika kita mempraktikkan latihan kelima, kita mengenali dengan tepat apa yang harus dikonsumsi dan apa yang harus ditolak untuk menjaga tubuh, pikiran kita, dan bumi agar tetap sehat, dan tidak menyebabkan penderitaan bagi diri sendiri dan orang lain. Konsumsi secara berkesadaran adalah cara untuk menyembuhkan diri dan dunia. Sebagai keluarga spiritual dan keluarga manusia, kita semua dapat membantu mencegah pemanasan global dengan mengikuti praktik ini. Kita harus menyadari kehadiran Bodhisattva Pemangku Bumi (Earth Holder) dalam diri kita masing-masing. Kita hendaknya menjadi tangan, lengan Pemangku Bumi agar mampu bertindak cepat.

Anda mungkin pernah mendengar bahwa Tuhan ada di dalam kita, Buddha ada di dalam kita. Namun kita masih memiliki gagasan yang samar-samar tentang apa yang dimaksud dengan Buddha di dalam diri kita dan Tuhan di dalam diri kita. Dalam tradisi Buddhis hal ini sangat jelas. Buddha bersemayam di dalam diri kita sebagai energi—energi perhatian, energi konsentrasi, dan energi wawasan—yang akan menghasilkan welas asih, cinta kasih, sukacita, kebersamaan, non-diskriminasi. Teman-teman kita dalam tradisi Kristen berbicara tentang Roh Kudus atau Roh Kudus sebagai energi Buddha. Di mana pun Roh Kudus hadir, di situ ada penyembuhan dan kasih. Kita dapat berbicara dengan cara yang sama yaitu kesadaran penuh, konsentrasi, dan pandangan terang. Energi kesadaran penuh, konsentrasi, dan wawasan memunculkan kasih sayang, pengampunan, kegembiraan, transformasi, dan penyembuhan. Itulah energi seorang Buddha. Jika Anda dipenuhi oleh energi itu, Anda adalah seorang Buddha. Dan energi itu dapat dipupuk dan termanifestasi sepenuhnya dalam diri Anda.

Sungguh luar biasa menyadari bahwa kita semua berada dalam satu keluarga, kita semua adalah anak-anak dari bumi ini. Kita hendaknya saling menjaga satu sama lainnya dan menjaga lingkungan semesta, dan hal ini menjadi mungkin dilakukan dengan mempraktikkan kebersamaan. Perubahan positif pada kesadaran individu akan membawa perubahan positif pada kesadaran kolektif. Melindungi planet ini harus menjadi prioritas utama. Saya berharap Anda akan meluangkan waktu untuk duduk bersama, minum teh bersama sahabat dan keluarga, dan mendiskusikan hal-hal ini. Undanglah bodhisattwa Pemangku Bumi untuk duduk dan berkolaborasi dengan Anda. Buatlah keputusan Anda, lalu bertindaklah untuk menyelamatkan planet Bumi kita yang indah. Mengubah cara hidup Anda akan segera memberi Anda banyak sukacita. Kemudian penyembuhan bisa dimulai. (Alih bahasa: Gracia Stephanie)

Adapted from The World We Have: A Buddhist Approach to Peace and Ecology, by Thich Nhat Hanh. © 2008 by Unified Buddhist Church. With permission from Parallax Press, www.parallax.org.

Sumber: https://www.lionsroar.com/the-world-we-have/

Pameran Kaligrafi dan Buku: Aroma Wangi Ibu Pertiwi

Pameran Kaligrafi dan Buku: Aroma Wangi Ibu Pertiwi
Para monastik melantunkan mantra “Namo Avalokitesvaraya” pada sesi pembukaan pameran “Aroma Wangi Ibu Pertiwi”

Koleksi kaligrafi dan buku karya Master Zen Thich Nhat Hanh bertajuk “Aroma Wangi Ibu Pertiwi” baru pertama kali dipamerkan di Kota Ho Chi Minh, Vietnam

Pameran Kaligrafi & Buku “Aroma Wangi Ibu Pertiwi”

Pameran ini dibuka pada tanggal 27 Maret 2021 di Toko Buku Hai An (2B Nguyen THi Minh Khai, Distrik 1, Kota Ho Chi Minh). Selamat seminggu, public bisa menikmati ratusan goresan kaligrafi dari Master Zen Thich Nhat Hanh.

Selain kaligfrafi, pameran ini juga menampilkan ratusan judul buku berbahasa Vietnam oleh sang Master Zen. Semua kaligrafi dan buku tertata rapi, didekorasi dengan nuansa kesederhanaan Zen, meditatif, elegan, dan menyejukkan.

Salah satu sudut pameran kaligrafi dan buku

Aroma Wangi Ibu Pertiwi mempersembahkan wewangian kepada tanah kelahiran sang master zen yaitu Vietnam. Energi cinta kasih juga dikirimkan kepada Ibunda Bumi kita, sang planet Bumi yang hijau ini.

Pameran ini memili banyak raung aktivitas buat para pengunjung untuk menikmati meditasi teh (tea meditation), mendengarkan ajaran Zen, berpartisipasi dalam praktik meditasi yang dipandu oleh Guru Dharma (Dharma Teachers) dari tradisi Zen Plum Village.

Pengunjung menikmati kaligrafi

Master Zen Thich Nhat Hanh pernah menyampaikan, “Dalam kaligrafi saya ada tinta, ada teh, ada napas, ada perhatian, dan juga konsentrasi. Menulis kaligrafi juga suatu praktik meditasi. Saya menulis kata-kata atau kalimat yang dapat membantu setiap orang untuk mengingat praktik hidup berkesadaran (Mindful living).”

Tampaknya kekuatan meditasi dan perhatian penuh kesadaranlah yang membuat kaligrafi karya Master Zen Thich Nhat Hanh menarik perhatian khususnya dunia seniman, peneliti, aktivis, dan praktisi meditasi.

Kaligrafi karya Master Zen Thich Nhat Hanh merupakan perpaduan dari seni, budaya, dan gaya hidup berkesaran (mindful living)

Pameran demikian juga pernah diadakan di beberapa negara yang juga mendapat sambutan hangat. Masyarakat setempat sangat menikmati karya-karya master zen yang sarat dengan nuasa zen.

Menyaksikan karya kaligrafi Master Zen dipamerkan di Vietnam untuk pertama kalinya, Nguyen Xuan Hong sangat terkesima, “Saya sangat senang bahwa karya Master Zen Thich Nhat Hanh diperkenalkan kepada publik melalui pameran ini.

Bagi saya, setiap kaligrafi adalah kitab suci, seolah-olah sedang membaca kitab suci yang menumbuhkan cinta kasih, welas asih, kesabaran, perhatian kesadaran pada saat bersamaan menuju kehidupan lebih damai dan tenteram”, pungkas Nguyen Xuan Hong.

Bagi banyak pengunjung, karya kaligrafi sang master zen bagaikan kitab suci yang memberikan makna sangat mendalam

Vo Thi Kim Phuong yang merupakan murid awam Master Zen sejak lama menyatakan, “Kata-kata dalam kaligrafi sudah pernah saya baca, namun ketika saya membaca ulang kata-kata kaligrafi dalam pameran ini, saya terkejut, ada pencerahan baru, ada kedamaian luar biasa lahir dalam hatiku. Apalagi ditunjang dengan penataan dan dekorasi yang sangat menawan.

Berbeda lagi dengan Nguyen Quang Tiep, salah satu pengunjung pameran, “Saya juga mulai belajar gaya hidup berkesadaran ala Master Zen Thich Nhat Hanh. Melihat satu demi satu kaligrafinya membuat saya sangat menghargai setiap upaya dalam menulis kaligrafi itu. Senang rasanya bisa meluangkan waktu menikmati kaligrafi apalagi dalam kehidupan modern yang sangat hektik ini. Saya menemukan makna hidup baru melalui menyaksikan kaligrafi dengan penuh perhatian.

Kiri: “Kebahagiaan putra-putri merupakan persembahan paling berharga bagi kedua orangtua”
kanan: “Kebahagiaan kedua orang tua merupakan warisan paling berharga bagi putra-putrinya”

Dua kaligrafi dalam Bahasa Vietnam ini sangat disukai oleh Nguyen Quang Tiep, “Kebahagiaan putra-putri merupakan persembahan paling berharga bagi kedua orangtua”, kemudian “Kebahagiaan kedua orang tua merupakan warisan paling berharga bagi putra-putrinya.”


Sumber berita: tuoitre.vn foto oleh HỮU HẠNH
Sumber foto lainnya: giacngo.vn

Melindungi Bumi

Melindungi Bumi

Oh Begawan Buddha, Engkau adalah anak dari bumi ini dan Engkau memilih terlahir di bumi ini sebagai tempat untuk mengajarkan Dharma. Begawan Buddha yang mulia, melalui semua proses berlatih dan mengajar, Engkau telah memberi semangat kepada para bodhisattwa untuk melindungi bumi ini, bumi yang indah ini. Aku ingat dalam Sutra Sadharmapundarika, Engkau mengundang semua bodhisattwa, ribuan bahkan jutaan bodhisattwa bermunculan dari bumi. Para bodhisattwa bertekad untuk tetap tinggal di bumi ini untuk melindungi dan sekaligus menjadi pelindung Dharma agar cinta kasih dan pengertian bisa terus disebarkan.

Oh Begawan Buddha, aku juga merupakan anak dari bumi ini, aku juga ingin melindungi bumi yang indah menawan ini. Aku juga ingin mengikuti jejak para bodhisattwa untuk melindungi bumi. Aku bertekad untuk tetap belajar dan berlatih bersama-sama dengan para sahabat Dharma demi membantu membebaskan semua makhluk dari penderitaanya.

Saat ini, aku memohon gunung dan sungai menjadi saksiku. Aku membungkukkan badan dan kepala memohon Begawan Buddha untuk menerima serta mendukung tekadku ini. Aku lahir di bumi ini dan nanti akan kembali lagi ke bumi ini. Aku akan terlahir kembali berulang kali di bumi ini, bahkan berjuta-juta kali tak terhitung sebagai bagian dari komunitas berlatih bersama para sahabat Dharma, terus-menerus melanjutkan tugas mulia dalam mengubah sampah kompos menjadi pupuk untuk bunga, melindungi kehidupan, membangun tanah suci di bumi ini. Aku tahu persis bahwa pengertian dan cinta kasih merupakan kondisi dasar untuk membangun tanah suci, oleh karena itu dari detik ini aku bertekad untuk membangkitkan energi kesadaran penuh, cinta kasih, dan pengertian dalam kehidupan sehari-hari.

Menyentuh Bumi

Buddha yang mulia, aku menyentuh bumi tiga kali demi mengukuhkan tekadku untuk melindungi bumi. (Genta)

Di Atas Bumi Inilah Kita Menjadi Satu

Di Atas Bumi Inilah Kita Menjadi Satu
Hari Hidup Berkewawasan @Bali

Day of mindfulness (DOM) adalah program latihan hidup berkewawasan (mindfulness) sehari. Prinsip utamanya adalah hadir sepenuhnya di sini dan saat ini. Kewawasan menjadi energi dasar untuk mengenali dan memahami kondisi jiwa dan raga yang terjadi dalam diri.

Saya mengenal latihan ini sejak 2007. Saya berupaya agar latihan ini terus berlanjut kemudian menjadikannya sebagai pola hidup. Praktik ini membuat saya dekat dengan Master Zen Thich Nhat Hanh, bahkan saya bisa merasakan kehadirannya dalam setiap keheningan dan setiap napas.

Sehari Mencintai Diri

Pada hari Rabu, 3 April 2019, saya pertama kali berlatih hidup berkewawasan bersama Komunitas Swadhita Bali, lokasi latihan di Buddhayana Buddhist Centre, Denpasar, Bali.

Pada saat hari ini juga bertepatan dengan hari libur nasional yaitu memperingati Isra Mi’raj Nabi Muhamad. Salah satu dari peserta ada yang meyakini hari istimewa ini dan kami memberikan ucapan selamat kepadanya. Latihan hidup berkewawasan adalah kesempatan saya mengenali tubuh dan pikiran dengan latihan dasar melalui mengamati setiap napas masuk dan keluar.

Pada awal latihan, kami mengawali dengan menghadirkan suka cita (joy) melalui nyanyian berkewawasan (mindful singing) yaitu: “breathing in, breathing out”. Terlihat perasaan suka cita dalam diri mereka dan ini adalah praktik nyata dalam menghadirkan suka cita secara wawas (mindful). 

Saya memulai latihan ini dengan memberikan orientasi tentang “apa itu praktik berkewawasan”? Tentunya dalam komunitas ini, banyak yang lebih tahu dan sering mendengar istilah “kewawasan”, karena sebagian dari komunitas ini adalah para praktisi psikolog profesi.

Ada yang berprofesi sebagai psikolog klinis dan ada juga yang berprofesi sebagai konselor untuk para remaja di Bali. Mereka tertarik dengan praktik kewawasan, karena mereka adalah seorang praktisi untuk menyembuhkan mental orang-orang yang sedang gundah.

Menjadi seorang praktisi konseling dan psikolog klinis, mereka sadar bahwa berdamai dengan diri sendiri itu penting. Agar bisa demikian, maka ia perlu mulai dengan mencintai dirinya sendiri terlebih dahulu. DOM adalah kesempatan untuk mengenali diri sendiri sehingga kita bisa lebih jauh mencintai diri sendiri melalui napas.

Beberapa dari peserta mengatakan praktik ini yang bisa membantu mereka mengenali diriya sendiri. Mereka bisa mengenali emosi, kemarahan dan masalah dalam pasangannya. Mereka akan menjadikan latihan ini sebagai latihan yang berkelanjutan dalam mendukung profesinya.

Penyembuhan Atas Trauma

Satu peserta berasal dari Palu. Dia adalah seorang psikolog klinis. Rasa takut dan trauma yang masih terngiang dalam dirinya dan juga duka mendalam. Kota Palu membuat dirinya mengingat peristiwa duka itu, sehingga dia tidak ingin tinggal di Palu untuk sementara ini sebelum rasa traumanya terobati.

Kota ke kota, provinsi ke provinsi yang dia tuju untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan penyembuhan jiwa. Walaupun seorang psikolog tetapi “saya adalah manusia biasa juga yang bisa merasakan penderitaan batin” ini yang dikatakan oleh peserta itu sewaktu berbagi rasa kepada kelompok berlatih.

Dalam sesi berbagi dia mengatakan, “Hari ini saya merasakan suka cita dan bahagia melalui latihan wawas napas dan saya cocok dengan metode ini dalam rangka mencari penyembuhan jiwa atas trauma bencana yang menimpa keluarga saya di Palu.

Berbeda Menjadi Satu

Peserta DOM ada 18 orang. Kami berasal dari berbagai daerah, suku, agama dan etnis berbeda. Hal ini yang menjadi menarik dan membuat warna komunitas berlatih ini menjadi indah. Latihan kewawasan ini membuat kami menjadi satu rasa yaitu rasa hening dan rasa damai. Rasa damai ada dalam napas, ada dalam langkah hening dan ada dalam setiap aktivitas.

Kita menjadi berbeda karena memiliki asal usul, budaya, agama dan leluhur darah masing-masing. Di saat kita berada di dalam rahim ibu, kita hanya berada di dalam tubuh ibu selama sembilan bulan, namun di saat kita sudah lahir kita akan berada di rahim yang sesungguhnya yaitu rahim ibu pertiwi.

Kita berbeda asal usul namun kita sekarang sedang berada di dalam rahim ibu pertiwi, rahim yang sejati dan rahim yang besar. Di atas bumi inilah kita menjadi satu. Kita menjadi satu, satu keluarga tidaklah cukup namun kita butuh keluarga spiritual yang dapat menyatukan kita semua. Semua menjadi satu, satu menjadi semua.

Istirahat Total

Latihan kami tidak hanya duduk hening saja, tapi juga ada jalan hening, mendengarkan Dharma Sharing (Berbagi Dharma). Sesi setelah makan siang dengan hening yaitu sesi relaksasi total (total relaxation). Latihan yang tidak kalah penting dan saya bilang sesi ini menjadi sesi yang sangat favorit untuk peserta.

Sesi ini menjadi sangat berkesan waktu disampaikan dalam sesi berbagi. Tubuh dan pikiran istirahat secara total, tubuh dan pikiran relaks selamat 45 menit. Kami diberikan panduan untuk mengenali bagian-bagian tubuh dan organ yang selama ini tidak memiliki waktu untuk mengunjungi mereka.

Ketika tubuh terasa capek, relaksasikanlah tubuhmu. Kami berbaring dan pikiran pun diistirahatkan. Setelah sesi ini selesai, kami dapat merasakan kesegaran kembali dalam tubuh. Ternyata tubuh ini butuh istirahat toh.

Latihan bersama di Buddhayana Buddhis Centre telah selesai dan kami pun berpamitan untuk kembali membawa energi kebahagiaan ini kedalam kehidupan sehari-hari. Sesampai tempat istirahat, saya memberikan tubuh dan pikiran untuk istirahat juga. Setelah memberikan bimbingan dan berbagi kepada komunitas berlatih, saya juga memberikan nutrisi kepada diri saya dengan santai sejenak di tempat yang sangat hening dan sejuk.

          “After charging others, we need to go to recharge ourselves too”.


WANDI BHADRAGUNA, aspiran Ordo Interbeing, dosen, praktisi hidup berkewawasan, sukarelawan retret dan DOM, aktif di kepanditaan Majelis Buddhayana Indonesia.

Doa Tahun Baru kepada Ibu Pertiwi dan Semua Guru Leluhur

Doa Tahun Baru kepada Ibu Pertiwi dan Semua Guru Leluhur

Kepada Thay yang terkasih, para leluhur yang kami muliakan, dan Ibu Pertiwi,

Kami telah hadir di sini sebagai empat lapisan komunitas pada momen penuh khidmat di tahun baru untuk mengungkapkan rasa syukur dan aspirasi mendalam kami sebagai sebuah keluarga spiritual serta untuk memulai lembaran baru.

Kami tahu bahwa para leluhur juga bersama kami pada momen ini, semua leluhur menjadi tempat kami berlindung. Ketika kami menyentuh bumi pada malam ini, kami merasa suatu hubungan yang erat dengan para leluhur, juga dengan Ibu Pertiwi: Bumi biru yang indah, bodhisattwa maha penyegaran, harum dan sejuk, baik hati dan inklusif, menerima semuanya. Ibu Pertiwi, kami semua adalah anak-anakmu, dan begitu juga kami masih memiliki kesalahan dan kekurangan, setiap kali kami pulang ke rumah, engkau selalu siap membuka dekapan untuk memeluk kami.

Thay yang kami kasihi, pada masa lalu kami telah membiarkan benih-benih kekhawatiran dan ketidakpastian tersirami berulang kali mengakibatkan begitu banyak ketakutan dalam diri kami. Kami ragu untuk berlindung pada jalan Dharma, dan bahkan kami juga meragukan keluarga spiritual ini. Kami tidak sungguh-sungguh dalam praktik. Kami telah membiarkan emosi negatif dan persepsi keliru mengambil alih diri kami, sehingga memunculkan putus asa, merasa terkucilkan, dan kesedihan.

Menyadari hal itu, kami ingin memulai lembaran baru dan mengingatkan kami akan komitmen untuk berlatih sepenuh hati, berlindung pada komunitas tercinta ini, dan menjadi kelanjutan dari Thay dan semua guru dari silsilah leluhur spiritual. Kami bertekad untuk hidup lebih mendalam dengan cara berlatih bernapas dan berjalan berkesadaran dalam kehidupan sehari-hari, karena kami tahu itulah latihan kesukaanmu. Kami juga tahu Thay senang membangun sangha, kami akan melanjutkan tugas membangun persaudaraan kakak dan adik dengan sepenuh hati, walaupun kami sering menghadapi tantangan. Kami tidak akan menyerah untuk praktik, atau meninggalkan komunitas kami, tapi beraspirasi untuk mendengar secara mendalam dan saling membantu, tidak akan meninggalkan siapa pun, walaupun dia menjadi penyebab penderitaan.

Ibu Pertiwi, sebagai keluarga dalam kemanusiaan, kami sering keliru dalam mencari kebahagiaan, kami membiarkan keserakahan dan materialisme memerintah. Kami sering mengejar status, kekuasaan, barang dan materi, kesenangan duniawi, lalai bahwa hal-hal demikian tidak akan mendatangkan kebahagiaan dan kebebasan. Kami telah melukai Tanah tempat kami berpijak juga diri sendiri, kami mengeksploitasi gunung dan sungai, bertindak semena-mena terhadap hutan dan spesies lainnya, menyebabkan polusi atmosfir dan menyebabkan bumi ini kehilangan keseimbangan dan keindahannya.

Kami bertekad untuk menyederhanakan hidup kami, mengingat kami bahwa pada momen kekinian telah memiliki banyak kondisi untuk berbahagia. Kami berjanji untuk hidup lebih mendalam dan bersyukur, menyadari bahwa kehidupan itu sendiri adalah keajaiban. Pada tahun baru ini, kami bertekad untuk mengurangi konsumsi dan berupaya untuk hidup lebih bertanggung jawab dan swasembada untuk diri sendiri dan Ibu Pertiwi.

Wahai para leluhur, kami telah membiarkan rasa takut, fanatik dan intoleransi memicu perpecahan dalam keluarga. Kami telah menjadi penyebab penderita sesamanya, diskriminasi atas nama agama, etnik, dan warga negara. Kami telah menutup pintu hati dan menutupi semua perbatasan karena ketakutan dan ketidaktahuan. Kami telah menyebabkan peperangan, teror dan konflik antar sesama manusia, mengizinkan pergolakan militer menjadi makin parah dalam masyarakat. Kami telah melupakan bahwa sesungguhnya kita saling berkaitan erat, dan kebahagiaan dan penderitaan kita saling bergantungan kepada kebahagiaan dan penderitaan pihak lain.

Kami yakin bahwa kami memiliki kearifan non diskriminasi dan welas asih yang luhur, itu semua telah diwariskan oleh guru spiritual dan para leluhur, juga dari Ibu Pertiwi. Kami bertekad untuk terus berada di jalan Dharma ini, tetap membuka hati, dan meletakkan keangkuhan kami, agar pengertian dan cinta kasih bisa hadir dalam hati kami.

Ketika kami menyentuh bumi, kami menyampaikan rasa syukur kepada guru terkasih kami, Thay, para leluhur kandung dan spiritual, dan Ibu Pertiwi. Kami telah menemukan jalan Dharma dan praktik dalam keluarga spiritual yang menjadi tempat kami berlindung. Kami telah memperoleh sukacita, kedamaian, dan transformasi. Kami telah mencicipi kebebasan dari melepaskan gagasan-gagasan. Kami bisa merasakan kehangatan dan kekuatan dalam persaudaraan kakak dan adik, kami tahu dengan berkumpul bersama, kami bisa menghadapi berbagai tantangan dan merealisasi aspirasi kami, Kami berjanji, pada momen khidmat ini, kami ingin terus membangun keluarga, membangun komunitas dan membuka lebar jalan Dharma ini untuk diri sendiri dan generasi berikutnya.

Thay yang kami muliakan, Ibu Pertiwi, mohon terimalah permohonan yang kami haturkan, dupa, bunga, buah, teh yang semua ini menjadi sebuah bentuk kesungguhan hati, aspirasi, penghormatan, rasa syukur, dan cinta kasih kami. (Alih bahasa: Br. Phap Tu*, Penyunting: Rahka**)

*Dharmacharya dari Indonesia
**Anggota dari Ordo Interbeing Indonesia