Finding A Home At Work

Finding A Home At Work
DOM untuk guru sekolah Ananda, Feb 2020

Di dalam dunia kerja, tak ada yang bisa mengelak urusan kerja sama dengan orang lain. Ada tim, rekan kerja divisi, proyek, supplier, ataupun klien. Di dunia sekolah, ada para guru, selain interaksi dengan sesama guru dan staf, juga berhubungan dengan murid dan orang tua murid. Jika kita datang ke tempat kerja dengan suasana hati yang siap, gembira, segar dan damai, kita dapat membantu rekan atau murid kita untuk melakukan hal yang sama.

Ada waktunya kita merasa kurang nyaman di tempat kerja. Anda merasa takut dikucilkan. Anda mencoba untuk berprilaku yang membuat agar bisa diterima oleh mereka. Coba bayangkan Anda pergi ke taman dan menghabiskan waktu melihat pohon, bunga dan binatang. Anda merasa nyaman dan diterima oleh mereka. Anda tidak takut mereka menatapmu atau menghakimimu.

Bunga tidak memiliki rasa takut seperti itu. Ia tumbuh di taman bersama bunga dan tanaman lainnya, tapi ia tidak mencoba untuk menjadi bunga lain. Ia menerima dirinya apa adanya. Jangan mencoba menjadi orang lain atau sesuatu yang lain. Jika kita lahir seperti kita sekarang, kita tidak perlu mengubahnya menjadi sesuatu yang lain. Kita belajar menerima diri apa adanya. Semesta telah membantu kita menjadi versi kita yang sekarang ini, kita indah apa adanya.

“To be beautiful means to be yourself”

Thich Nhat Hanh

Mengatasi Emosi di Tempat Kerja

Sangat penting bagi kita untuk belajar bagaimana menghadapi emosi yang meluap di tempat kerja, hal ini demi menjaga hubungan baik dengan teman kerja, menjaga komunikasi tetap terbuka dan tidak menciptakan atmosfir kerja yang negatif atau penuh tekanan.

Pertama, sadarilah bahwa emosi apa pun pasti tidak bertahan lama. Mereka datang, menginap sebentar, kemudian pergi. Sangat penting untuk menghentikan semua pikiran kita ketika emosi yang kuat muncul, jangan menambah ‘api’ dengan pikiran-pikiran kita yang lain. Kita perlu berhenti sejenak dan kembali pada latihan bernapas.

Latihan kedua. Menyadari tubuh dan ikuti napas masuk dan napas keluar. Ikuti saja. Tidak perlu memaksa untuk mengubahnya. Bawa perhatian pada napas dan secara alami izinkan napas menjadi lebih tenang, lebih dalam, lebih pelan dengan secara alami. Jika kita bisa berlatih seperti ini, bukan hanya napas kita yang menjadi tenang, tapi tubuh dan pikiran kita juga dapat menjadi tenang.

Setelah berhasil kembali ke diri kita, kenali perasaan dalam diri kita. Di dalam mungkin ada rasa marah, kekhawatiran, ketakutan, keraguan, atau putus asa. Kenali dan terimalah semua perasaan itu dengan lembut. Bayangkan seorang ibu yang mendengar bayinya menangis. Hal pertama yang dia lakukan adalah segera menghentikan pekerjaannya, dan langsung menuju ke bayinya. Kemudian ia menggendongnya dengan lembut. Di dalam diri bayi pasti ada energi penderitaan sehingga menangis. Dalam diri ibu ada energi kelembutan, yang mulai mengalir ke bayi ketika digendong. Sama halnya dengan ini, emosi kuat kita adalah bayi kita, kemarahan kita adalah bayi kita. Rasa putus asa kita adalah bayi kita. Bayi kita memerlukan kita untuk pulang dan memberi perhatian padanya.

Memulihkan Komunikasi

Bagaimana jika kita tidak dapat mentransformasikan perasaan marah atau kecewa? Kita harus mendatangi orang tersebut dan meminta bantuan agar kita dapat mengoreksi persepsi keliru yang kita miliki. Tetapi ini hanya dilakukan jika kita kita telah berdamai dengan kemarahan diri sendiri.

Biasanya waktu yang tepat untuk mengkomunikasikan hal ini adalah dalam 24 jam, karena tidak baik untuk kesehatan jika kita menyimpan amarah terlalu lama. Biarkan orang tersebut tahu jika kita sedang marah, tahu bahwa kita menderita karenanya dan kita tidak tahu mengapa mereka mengatakan atau melakukan hal itu sehingga membuat kita marah. Minta bantuan dan penjelasan. Jika kita sangat marah dan tidak dapat mengatakannya secara langsung, ungkapkan dengan tulisan.

“Untuk temanku,
Aku sedang menderita.
Aku marah, dan aku ingin kamu mengetahuinya.
Bantulah aku. Aku tidak dapat menghadapi kemarahan ini sendirian.
Aku telah berlatih, tetapi hampir 24 jam berlalu dan aku belum merasa
sedikit pun lega. Aku tidak dapat mentransformasikan kemarahan ini sendirian. Bantulah aku.”

Thich Nhat Hanh

Aku membutuhkanmu. Aku sedang menderita. Bantulah aku” adalah tiga kalimat yang bisa membantu kita meredakan kemarahan. Kalimat ini bisa ditulis dan disimpan di dompet, sehingga ketika kita marah, sebelum kita berkata atau melakukan sesuatu, keluarkan tulisan itu dari dompet dan bacalah tiga kalimat itu.

Tanda Tanganmu

Ketika kita bekerja, ada yang melakukan service (pelayanan) pada orang lain ataupun memproduksi sesuatu barang. Tetapi ada hal lain selain itu yang kita hasilkan ketika bekerja, yakni pikiran, ucapan dan perbuatan. Ketika seorang pelukis atau komposer menghasilkan sebuah karya, mereka akan memberikan tanda tangan pada hasil karyanya.

Dalam kehidupan sehari, pikiran, ucapan dan perbuatan kita adalah tanda tangan kita. Jika pikiran kita adalah pikiran benar, mengandung pengertian, welas asih dan pencerahan, itu adalah hasil karya yang bagus, itu adalah warisan kita. Apapun yang kita katakan adalah hasil dari siapa kita dan apa yang kita pikirkan. Jika kata-kata kita kejam atau baik, itu adalah tanda tangan kita. Apa yang kita katakan mungkin dapat menyebabkan kemarahan, pesimis, rasa putus asa yang besar, dan itu adalah tanda tangan kita. Melalui kewawasan (mindfulness), kita dapat memproduksi ucapan yang mengandung pengertian, welas asih, dan sukacita..

Ketika kita memiliki kedamaian dan kebahagiaan yang cukup, maka apa pun yang kita katakan akan memancarkan elemen positif kepada orang lain, dan itu akan menumbuhkan benih baik dalam diri mereka, mengizinkan elemen positif dalam diri mereka untuk bertumbuh. Mereka juga akan mengetahui bagaimana menyiram hal-hal positif pada lawan bicara. Sebaliknya, jika pembicaraan hanya bertujuan untuk mengeluh tentang orang lain di tempat kerja, meluapkan kemarahan, frustasi, dan kekerasan, maka kita akan melukai diri sendiri dan orang lain. Begitu juga dengan perbuatan kita. (Sumber: Work oleh Thich Nhat Hanh)

Jadi mari kita ke tempat kerja sebagai seorang bodhisatwa yang memiliki aspirasi untuk menolong orang lain untuk bertransformasi dan melewati saat-saat sulit mereka dan membawa kedamaian serta kesejahteraan bagi lingkungan di tempat kerja.

RUMINI LIM guru sekolah Ananda di Bagan Batu

Why Do We Need To Be Mindful?

Why Do We Need To Be Mindful?
Dari kiri: Okta, Lili, Nuan, Finny, dan Wati

Sadar? Apakah ada manfaat jika kita melakukan aktivitas dengan sadar? Sadar yang dimaksud adalah sadar akan napas, sadar akan segala aktivitas yang dilakukan sehari-hari. Retreat dapat menjadi jalan untuk membuat saya menjadi sadar setiap saat. Mengembalikan energi positif ke dalam tubuh.

Saya mengikuti retret yang diadakan oleh Plum Village Thailand pada tanggal 26 Desember 2018 sampai dengan 1 Januari 2019. Retret ini dinamakan Asia Pacific Sangha Retreat. Banyak peserta dari luar negeri seperti Korea, Jepang, Vietnam, Thailand, Amerika, Australia, Tiongkok, Indonesia, Hongkong dan sebagainya.

Dharma Universal

Saya merasa kagum karena tidak semua yang mengikuti acara ini beragama Buddha, tetapi mereka tersentuh dengan praktik meditasi. Pikiran saya terbuka dan menjadi tahu bahwa tidak harus beragama Buddha untuk mempelajari Dharma. Dharma bersifat universal.

Saya sangat senang karena saya dapat mengenal teman spiritual dari berbagai negara dan dapat berkomunikasi dengan mereka. Kalau lawan bicara saya tidak paham Inggris biasanya saya berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh sehingga mereka mengerti apa yang saya katakan meski memiliki waktu lama untuk sama-sama paham.

Grup Dharma sharing saya adalah group Indonesia. Namun, karena saya merasa ingin meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris, saya meminta kepada fasilitator saya untuk mengganti grup menjadi internasional dan fasilitator saya memperbolehkan lalu memberikan rekomendasi ke grup yang cocok untuk saya.

Saya mendapat grup dari delapan negara berbeda. Inilah kesempatan emas bagi saya untuk melatih kemampuan berbahasa Inggris saya dalam mendengar dan berbicara. Fasilitatornya berbeda dengan yang gelombang pertama sehingga dapat mengganti suasana dalam Dharma sharing.

Suasana dalam dhamma sharing kali ini lebih serius dan lebih berbagi mengenai apa yang dirasakan selama di sana dan pengalaman pribadi beberapa peserta. Saya mendapat teman dan keluarga baru di Thailand. Semua adalah keluarga, keluarga dalam Dharma.

Anjali

Selama di retret,  saya mendapatkan mami dan papi baru. Umur saya paling muda di retret itu dan ternyata ada satu cici yang memiliki anak yang sudah seumuran saya. Dia tidak mau dipanggil aunty, ya sudah sekalian saja saya panggil mami.

Saya mendapat satu hal pembelajaran yang menjadi pertanyaan saya dari dulu. Mengapa kita harus bow saat ingin sharing dan membalas bow orang yang ingin sharing. Saya hanya sekedar menangkap bahwa itu sebagai rasa saling menghormati satu sama lain.

Ternyata di balik itu terdapat arti sendiri. Tangan kiri diibaratkan sebagai pikiran dan tangan kanan diibaratkan sebagai tubuh dan disatukan membentuk sebuah sikap anjali lalu membungkuk badan kepada komunitas. Artinya tubuh dan pikiran disatukan untuk sharing pengalaman kepada komunitas yang berada di lingkaran dengan penuh kesadaran, menyampaikan apa yang ingin kita sampaikan dari hati dan pikiran

Not For Sale

Di Plum Village ada suatu tempat yang dinamakan bookshop. Walau namanya bookshop, tidak hanya menjual buku, tetapi juga jual baju, snack, dan sebagainya. Di balik latihan, terdapat shopping time yang sangat ditunggu para peserta. Saya membeli banyak barang untuk dibawa ke Jakarta karena barang yang dijual di Plum Village tidak semuanya mudah dicari di Jakarta

Pada saat saya sedang asik melihat-lihat barang, saya tertarik dengan patung Buddha yang dibingkai kristal. Sangat menarik perhatian saya, saya berencana untuk membelinya untuk diletakkan di altar rumah. Saya pun mengangkat patung Buddha tersebut dan membawanya menuju kasir untuk menanyakan harga patung  tersebut. Dan setelah saya sampai kasir, salah satu kasir dengan muka sedikit panik bilang “Sorry sister, not for sale, not for sale!”.

Patung Buddha Kristal
Patung Buddha Kristal

Saya dengan spontan langsung meletakkannya kembali ke tempat semula. Saya kira dijual karena mui dan genta saja dijual, jadi tidak ada salahnya jika menanyakan harga  patung tersebut karena memang beberapa barang yang dijual tidak tertera harganya. Pelajaran bagi saya untuk lebih sadar membedakan barang yang dijual dan tidak, mungkin saya sedang error saat itu.

Kado ZONK

Hari terakhir ada perayaan exchange gift (tukar kado). Tukar kado merupakan salah satu acara yang sangat menarik karena dilakukan dengan bermain games. Games-nya adalah orang pertama mengambil kado dan saya mendapat urutan pertama karena saya satu-satunya orang yang mengambil “5 Latihan hidup sadar” di kelompok, jadi mereka menunjuk saya.

Setelah mengambil kado, orang kedua dapat memilih ingin mengambil kado lagi atau dapat mengambil kado saya. Saya mendapatkan kado makanan dan sebenarnya saya lebih menginginkan mendapatkan kado barang yang bisa dikenang. Saya berharap orang kedua mengambil kado saya dan ternyata, ZONK.

Orang kedua lebih memilih untuk mengambil yang baru. Hingga orang terakhir tidak ada yang ingin mengambil hadiah saya, tetapi saya bersyukur setidaknya mendapatkan hadiah yang bisa dimakan dan membuat perut menjadi kenyang. Mungkin saya memang sudah berjodoh dengan makanan, kemana-mana selalu bertemu makanan, dan muncullah “Diet itu besok”.

Sesi tukar kado adalah sesi yang paling seru dan menarik karena sangat menantang untuk menandakan bahwa barang itu impermanence (sementara). Barang tersebut tidak akan selamanya menjadi miliknya karena bisa diambil oleh orang lain yang mengincarnya sehingga dapat menandakan bahwa semua di dunia ini bersifat sementara dan mengalami perubahan (Anicca).

Juragan Thai Tea

Setelah acara selesai, kami berjalan mengelilingi kota Pak Chong, dan yang paling mengesankan adalah jalan di lembah. Untuk mencapai air terjun saja harus jalan 3km. Sekitar 1,5 jam baru sampai ke air terjun dan saya bisa melampauinya walau capek banget,  maklum jarang olahraga, tapi seru juga melihat pemandangan alam yang sangat alami sambil bercerita.

Setelah itu, kami pergi ke pasar tradisional Pak Chong dan seketika mata saya tertuju pada Thai tea yang menjadi target saya untuk oleh-oleh. Saya langsung borong 15 bungkus besar, maka julukan “juragan Thai tea” pun muncul. Satu bungkus untuk satu tahun saja mungkin masih tersisa. Pulang dari Thailand langsung jualan Thai tea, boleh juga tuh idenya untuk menambah penghasilan. Setelah puas berbelanja, kami pun kembali ke Plum Village Thailand untuk beristirahat.

Phinawati Tjajaindra (Nuan)mahasiswa UPH, jurusan Hukum. Praktisi kewawasan (mindfulness) dan sukarelawan Retret dan Day of Mindfulness.