Ucapan Benar

Ucapan Benar

Begawan Buddha, selama hidup-Mu, Engkau telah mencurahkan banyak waktu untuk mengajarkan Dharma kepada para biksu, biksuni, dan praktisi awam. Kata-kata-Mu menyiram benih-benih pengertian dalam diri mereka yang mendengarnya dan membantu mereka untuk melepaskan persepsi salah. Ucapan-Mu menuntun banyak orang menuju ke arah yang positif. Ucapan-Mu menghibur mereka yang tertekan dan membangkitkan kepercayaan diri dan energi yang dibutuhkan.

Ada saat-saat ketika ada orang mengajukan pertanyaan kepada-Mu dan Engkau hanya duduk diam, tersenyum, dan tidak mengucapkan sepatah kata pun. Engkau melihat bahwa bagi orang-orang ini, keheningan jauh lebih manjur daripada kata-kata. Sebagai murid-Mu, aku ingin dapat melakukan apa yang Engkau lakukan dan hanya berbicara jika diperlukan, dan diam bila diperlukan untuk diam.

Begawan Buddha, aku berjanji kepada-Mu bahwa mulai sekarang aku akan berlatih berbicara lebih sedikit. Aku tahu bahwa di masa lalu aku telah berbicara terlalu banyak. Aku telah melontarkan hal-hal yang tidak bermanfaat bagi diriku atau bagi mereka yang mendengarkannya. Aku juga telah melontarkan hal-hal yang menyebabkan diriku dan orang lain menderita. 

Dalam ceramah Dharma pertama yang Engkau berikan kepada lima biksu di Taman Rusa, Engkau menyebutkan praktik Ucapan Benar, salah satu dari delapan Praktik Benar yang termasuk dalam Jalan Mulia Beruas Delapan. Latihan ucapan benarku masih sangat lemah. Aku telah mengucapkan kata-kata yang memecah-belah, yang membuat komunikasi menjadi sulit antara aku dan orang lain karena persepsiku yang salah, karena pemikiranku yang tidak matang atau karena aku berbicara dengan kemarahan, kesombongan, dan kecemburuan. Aku tahu bahwa ketika komunikasi menjadi sulit atau terputus sama sekali, maka aku tidak bisa bahagia. 

Aku bertekad mulai dari sekarang, ketika bentuk-bentuk mental (mental formations) dari kejengkelan, kesombongan, dan kecemburuan timbul dalam diriku, aku akan kembali ke napas berkesadaran sehingga aku dapat mengenali bentuk-bentuk mental itu. Aku akan berlatih berdiam dalam keheningan dan tidak bereaksi lewat ucapan negatif. Saat aku ditanya mengapa aku tidak berbicara, aku akan jujur mengatakan bahwa ada iritasi, kesedihan, atau kecemburuan dalam diriku dan aku khawatir jika aku berbicara maka akan dapat menyebabkan perpecahan.

Aku akan meminta kesempatan lain untuk mengutarakannya ketika pikiranku telah menjadi lebih damai. Aku tahu bahwa jika aku melakukan itu, aku akan dapat melindungi diriku dan pihak lain. Aku tahu bahwa aku juga seharusnya tidak membekap emosiku. Untuk itu, aku akan menggunakan napas berkesadaran untuk mengenali dan menjaga emosiku, dan berlatih melihat secara mendalam ke akar bentuk-bentuk mentalku. Jika aku berlatih seperti itu, aku akan dapat menenangkan dan metransformasikan penderitaan yang sedang aku rasakan.

Aku tahu bahwa aku memiliki hak dan kewajiban untuk mengizinkan orang yang aku cintai mengetahui kesulitan dan penderitaanku. Meskipun demikian, aku akan berlatih untuk memilih waktu dan tempat yang tepat untuk berbicara, dan akan berbicara dengan menggunakan kata-kata yang menenangkan dan penuh kasih. Aku tidak akan menggunakan kata-kata menyalahkan, tuduhan, atau kecaman. Sebaliknya, aku hanya akan berbicara tentang kesulitan dan penderitaanku sehingga orang tersebut memiliki kesempatan untuk mengerti lebih baik tentang diriku.

Ketika aku berbicara aku dapat menolong orang lain untuk melepaskan persepsi salahnya tentang diriku, dan itu akan membantu kami berdua. Aku akan berbicara dengan penuh kesadaran bahwa yang aku katakan dapat saja muncul dari persepsiku yang salah tentang diriku atau pihak lain. Aku akan bertanya kepada orang tersebut, jika ia melihat elemen salah persepsi dari ucapanku, memohon dia menunjukkannya kepadaku dengan terampil dan memberikan nasihat kepadaku.

Begawan Buddha, aku berjanji untuk berlatih berbicara dengan berkesadaran sehingga pihak lain dapat mengerti diriku dan dirinya sendiri dengan lebih baik, tanpa menyalahkan, mengkritik, menghina atau marah. Ketika aku menceritakan penderitaanku, luka dalam diriku mungkin akan tersentuh dan bentuk-bentuk mental dari kemarahan akan muncul. Aku berjanji kapan pun rasa marah dan iritasi mulai muncul, aku akan berhenti berbicara dan kembali ke napasku sehingga aku dapat mengenali kemarahanku dan tersenyum padanya.

Aku akan meminta izin pada orang yang sedang duduk dan mendengarkanku untuk berhenti berbicara beberapa saat. Ketika aku melihat bahwa aku telah kembali pada keadaan yang tenang, aku akan melanjutkan pembicaraan. Ketika orang lain berbicara, aku akan mendengarkan secara mendalam dengan pikiran yang tenang dan tanpa prasangka. Ketika aku sedang mendengarkan, jika aku mengenali apa yang dikatakan orang tersebut bukanlah kebenaran, aku tidak akan menginterupsinya. Aku akan terus mendengarkan secara mendalam dan sungguh-sungguh; demi mengerti apa yang menyebabkan orang itu memiliki persepsi salah.

Aku akan mencoba melihat apa yang telah aku lakukan atau katakan sehingga membuat orang itu salah paham terhadapku. Pada hari berikutnya, aku akan menggunakan ucapan dan tindakan yang lembut dan terampil dan membantu orang lain menyelaraskan persepsinya terhadapku. Ketika orang tersebut selesai berbicara, aku akan menyatukan kedua telapak tanganku dan berterima kasih padanya atas pembicaraan yang tulus dan terbuka denganku.

Aku akan merenungkan secara mendalam apa yang telah dikatakan oleh orang tersebut sehingga pengertian dan kemampuanku untuk hidup secara harmonis dengannya makin baik hari demi hari. Aku sadar dengan membuka hati dan pikiran kita satu sama lainnya secara bertahap, kita akan dapat melepaskan kesalahpahaman, penilaian dan kritikan antara satu sama lainnya. Dengan berlatih berbicara dengan terampil dan penuh kasih, aku akan memiliki kesempatan terbaik untuk merawat cinta dan pengertian.

Menyentuh Bumi

Begawan Buddha, dengan tubuh, ucapan dan pikiran bersatu padu, aku menyentuh bumi di hadapan-Mu dan di hadapan Bodhisatwa Mendengarkan Mendalam, Avalokiteshvara. [Genta]

Penghidupan Benar

Penghidupan Benar

Begawan Buddha, aku ingin menerapkan penghidupan benar. Aku bertekad tidak akan mencari nafkah dengan cara merusak welas asihku. Sebagai seorang praktisi latihan kewawasan (kesadaran penuh) pertama, aku bertekad tidak terlibat dalam profesi yang memaksaku untuk membunuh makhluk hidup, menghancurkan atau menyebabkan polusi lingkungan. Aku juga tidak akan mencari nafkah lewat eksploitasi dan menyakiti sesama manusia. Aku bertekad untuk tidak berinvestasi pada perusahaan yang hanya menguntungkan segelintir orang dengan mengorbakan kesempatan hidup masyarakat luas. Aku tidak akan berinvestasi pada perusahaan yang menyebabkan polusi lingkungan. Aku bertekad tidak mencari nafkah dengan memanfaatkan kepercayaan mistis masyarakat seperti menjual jimat dan guna-guna, membaca garis tangan, meramal keberuntungan, menjadi medium makhluk halus, atau mengusir makhluk halus.

Sebagai seorang monastik, aku tidak akan menjadikan pembacaan doa untuk pengiriman energi dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Aku tidak akan memasang harga pada pelayanan rumah duka atau seremoni bagi mereka yang telah meninggal dunia. Begawan Buddha, Aku berjanji, jika aku tidak sengaja jatuh ke dalam penghidupan keliru seperti itu atau terpaksa masuk ke dalam penghidupan keliru yang tidak bajik itu, Aku akan mencari cara untuk keluar dan melepaskan diri dari situasi dan penghidupan keliru itu, kemudian memulai profesi baru yang sesuai dengan semangat penghidupan benar. Aku sadar, seandainya karir yang aku jalani bisa menumbuhkan welas asih setiap hari dan menumbuhkan kemampuan untuk menolong pihak lain, maka apa pun profesi saya, apakah seorang guru, perawat, dokter, penggiat lingkungan, ilmuwan, pekerja sosial, psikoterapis, atau pun profesi apa saja akan membuat aku sangat bahagia.

Dengan memiliki penghidupan benar, aku akan punya kesempatan untuk menumbuhkan pengertian dan cinta kasih demi membantu pihak lain dan semua orang untuk lepas dari penderitaanya.

Begawan Buddha, Aku bertekad untuk hidup sederhana, tidak mengonsumsi berlebihan, agar aku tidak menghabiskan waktu terlalu banyak untuk mencari uang. Aku bertekad untuk memberikan waktuku bagi diri sendiri agar hidup lebih bermakna dan memiliki kebebasan saat bekerja. Aku bertekad tidak terlena dalam berbagai jenis pekerjaan, mencari kerja sampingan demi mendapatkan uang tambahan. Aku bertekad untuk tidak mencari kebahagiaan dalam kesibukan dan mengonsumsi.

Aku akan menemukan kebahagiaan melalui pengembangan kebebasan internal dan mengembangkan cinta kasih. Sebagai monastik, aku bertekad tidak akan tenggelam dalam berbagai tugas dengan mengatasnamakan Buddha, yang sebetulnya demi mendapatkan pujian, jabatan, atau keuntungan pribadi. Kadang-kadang tugas membangun wihara, memahat patung, mengelola organisasi, seremoni, dan mengadakan retret bisa menjadi aktivitas pemuasan diri belaka. Apabila aku mendapat tugas seperti itu, aku bertekad untuk menciptakan keharmonisan pandangan dan pikiran dengan anggota sanggha lainnya. Membangun dan mengelola pekerjaan organisasi merupakan kesempatan untuk bekerja sama dan berlatih melepaskan kebiasaan berpikir bahwa hanya ide aku yang paling bagus dan ide orang lain tidak bagus sama sekali.

Aku bertekad untuk mendengarkan secara mendalam atas ide dari semua anggota komunitas agar bisa menggabungkan ide-ide tersebut menjadi kebijaksaan kolektif untuk menjadi landasan keputusan bersama. Apabila aku melakukan hal demikian, aku akan bisa membangun kekeluargaan dan melepaskan kesombongan pribadi yang berpikir aku adalah diri yang terpisah. Melalui cari demikian aku bisa maju dalam jalur transformasi dan penyembuhan. Aku tahu, jika berbagai ide dan gagasan bisa diharmoniskan, maka apa pun pekerjaan yang sedang dikerjakan menjadi tugas tulus demi Buddha, Dharma, dan Sanggha. Semua pekerjaan dilakukan demi membebaskan semua mkhluk dari penderitaan dan menolong banyak orang.

Sebagai monastik, aku bertekad tidak membangun gubuk atau wihara yang terpisah dari sanggha lainnya, sebagaimana harimau meninggalkan hutan. Aku hanya akan mengemban tugas yang telah diberikan oleh sanggha dan aku bertekad untuk bekerja sama dengan semangat perdamaian dan respek kepada semua praktisi dalam empat lapisan sanggha.

Begawan Buddha, di masa lalu aku telah keliru dengan cara menenggelamkan diri dalam berbagai jenis pekerjaan. Aku bekerja demi mendapatkan pujian, kekuasaan, dan mendapatkan keuntungan dan tidak menyadarinya, bahkan percaya pekerjaan yang aku lakukan masih demi Buddha. Melalui cara menyelami ajaran Buddha aku sudah tersadarkan atas kekeliruan masa lalu dan dengan sepenuh hati menyatakan penyesalan.

Menyentuh Bumi

Begawan Buddha, dengan tubuh, ucapan, dan pikiran dalam kesatupaduan sempurna, Aku menyentuh bumi tiga kali dihadapanMu, Engkau pemenang dunia yang mampu menyelamatkan manusia, Engkau yang telah tercerahkan sempurna, dipuja dan dipuji oleh seluruh dunia. [Genta]

Apakah Saya Paling Benar?

Apakah Saya Paling Benar?
Jalan setapak di Lower Hamlet, Plum Village Prancis.

Setiap bangun pagi, hal pertama yang saya lakukan adalah membuka ponsel, membaca status/berita di Media Sosial (Facebook, Instagram, Twitter, Whatsapp dan lainnya), saya akan menghabiskan waktu beberapa menit bahkan lebih.

Media sosial adalah media online, tempat para penggunanya bisa saling berkomunikasi dan berinteraksi, sarana pergaulan sosial yang dilakukan secara online melalui jaringan internet. Para pengguna media sosial atau bisa juga disebut dengan user ini bisa melakukan komunikasi atau interaksi, berkirim pesan, baik pesan teks, gambar, audio hingga video, saling berbagi (sharing) dan juga membangun jaringan atau networking.

Banyak di antara teman saya, memposting status yang tanpa sengaja melukai perasaan orang lain. Banyak juga di antara mereka yang selalu terbawa perasaan (baper)  bahwa status yang diposting, sengaja dibuat untuk orang tertentu, akan tetapi belum tentu kata-kata tersebut ditujukan kepada satu orang tertentu.

Saat membaca sebait kalimat, saya merasa bagus, memberikan inspirasi, memotivasi semangat dan meningkatkan keyakinan, biasanya saya membagikan atau mengopi kata-kata motivasi tersebut. Akan tetapi saat orang lain membaca posting tersebut, bisa saja merasa sindiran dan tanpa disadari ia merasa kesal.

Saat saya kesal dan benci kepada seseorang, saya dengan sengaja membuat sindiran ataupun kata kata kebencian untuk melampiaskan kekesalan, supaya seluruh dunia tahu siapa dia. Secara tidak sadar saya telah menuduh mereka salah ……..  Yakin mereka salah ? Apakah saya paling benar?

Sahabat, teman di media sosial kebanyakan tidak saling mengenal, tapi mereka menilai seseorang dari status, bahasa, video, dan foto. Apa yang seseorang post di media sosial, menunjukan Kualitas, Karakter dan Watak orang tersebut.

Postingan yang dipost, saat orang lain membaca dan melihat, apakah setiap orang mempunyai pemikiran yang sama satu sama lainnya ? TIDAK

Semua orang punya pendapat dan pemikiran yang berbeda, walaupun Status (bahasa) yang ditulis sama. Ada yang membenarkan pendapat tersebut, ada juga yang tidak.

Bagaimana perasaan orang lain, saat membaca status yang dengan sengaja dibuat untuk dia?

Terluka, sedih dan kecewa ………    setelah itu bahagia?

Seberapa lama kebahagian itu bisa dirasakan ?

Keuntungan apa yang didapatkan ?

Saat saya terluka oleh sebuah pukulan atau goresan, begitu luka itu sembuh, saya dengan cepat melupakannya. Tapi jika kata-kata yang melukai hati, bisa membentuk dendam yang dibawa sampai akhir hidup.

Mari renungkan, apa yang saya berikan? Seberapa besar perhatian, bantuan yang seseorang berikan kepada orang lain? Sehingga dengan mudah dia merusak reputasi seseorang menggunakan bahasa emosi dan tuduhan, jika tidak ada, apa hak seseorang untuk menciptakan bahasa kebencian kepada orang lain.

Ada yang terlihat sedang menutupi kekurangan dirinya dengan terus mengungkit kelemahan orang lain ke permukaan untuk dilihat banyak orang. Tujuannya untuk menutupi kekurangan dirinya, agar pihak lain tidak melihat kekurangannya, tapi tanpa disadari, hal itu melukai dirinya sendiri.

Bagaimana perasaan saya jika bahasa kebencian saya tidak ditanggapi ?

Orang itu tidak membaca status saya atau mungkin sudah membaca tapi tidak menanggapinya sama sekali ? Bagaimana jika bahasa kebencianmu hanya dianggap sampah?  Marah……. Kecewa ……. Gelisah ……

Memilih diam saat kondisi tidak nyaman, bukan berarti takut. Banyak orang memilih diam karena mereka tidak mau mengambil sampah orang lain.

Surga ….. Neraka ….. begitu dekat, saat saya mengambil sampah yang dibuang oleh orang lain, masuk kedalam pikiran dan perasaan, maka saya sudah memilih neraka untuk diri sendiri. Jika saya hanya melihat, mengamati dan melepaskan sampah itu, maka saya memilih surga, bahagia tanpa merasakan kesedihan, kekecewaan dan penyesalan.

Mencari cari kesalahan orang lain itu membuang waktu, karena seberapa banyak kesalahan yang diperbuat orang lain, tidak akan mengubah apa pun pada diri saya.

Jangan hidup dalam kemarahan dan kebencian di hatimu. Anda hanya menyakiti dirimu sendiri lebih dari orang yang Anda benci (Dalai Lama XIV)

SVD