Duduk Seperti Buddha

Duduk Seperti Buddha

Begawan Buddha, aku sungguh-sungguh ingin duduk seperti diri-Mu, Engkau dengan postur tubuh yang tenang, kokoh, dan kuat. Sebagai muridMu, aku juga ingin memiliki ketenangan-Mu. Aku telah diajarkan untuk duduk dengan punggung tegap dan relaks, kepala tegak sejajar dengan tulang punggung, tidak condong ke depan atau bersandar ke belakang, kedua bahuku relaks, dan telapak tangan satu diletakkan dengan lembut di atas telapak tangan lainnya. Aku merasa solid dan relaks dalam posisi ini.

Aku tahu bahwa kebanyakan orang terlalu sibuk dan sangat sedikit yang memiliki kesempatan untuk duduk hening dalam kebebasan batin. Aku bertekad untuk berlatih meditasi duduk sedemikian rupa sehingga aku merasakan kebahagiaan dan kebebasan saat duduk, baik ketika aku duduk dengan posisi teratai penuh (padmasana), setengah teratai, atau di kursi dengan kedua kakiku datar di bumi.

Aku akan duduk seperti orang bebas. Aku akan duduk sedemikian rupa sehingga tubuh dan pikiranku tenang dan damai. Dengan bernapas sadar sepenuhnya, aku akan menyesuaikan postur tubuhku, membantu tubuhku menjadi tenang dan nyaman. Dengan bernapas sadar sepenuhnya, aku akan mengenali dan membantu menenangkan perasaan dan emosi.

Dengan bernapas sadar sepenuhnya, aku akan membangkitkan kesadaran bahwa aku memiliki semua kondisi yang diperlukan untuk menyatukan tubuh dan pikiran serta untuk menghadirkan kegembiraan dan kebahagiaan.

Dengan bernapas sadar sepenuhnya aku akan melihat secara mendalam ke dalam persepsi dan bentukan mental lainnya ketika mereka muncul. Aku akan melihat lebih mendalam ke akarnya sehingga aku dapat melihat dari mana sumber bentukan mental itu.

Begawan Buddha, aku tidak akan melihat meditasi duduk sebagai upaya untuk membatasi tubuh dan pikiran, atau sebagai cara untuk memaksa diri sendiri untuk menjadi sesuatu atau melakukan sesuatu, atau semacam usaha keras yang hanya akan membawa kebahagiaan di masa depan. Aku bertekad untuk berlatih duduk sedemikian rupa sehingga aku merawat diriku dengan kedamaian dan kegembiraan ketika sedang duduk. Banyak dari leluhurku yang tidak pernah bisa merasakan kebahagiaan luar biasa dari duduk dengan sadar sepenuhnya dan aku bertekad untuk duduk demi leluhurku. Aku ingin duduk untuk ayah, ibu, saudara dan saudariku yang tidak berkesempatan untuk berlatih meditasi duduk.

Ketika aku mendapat nutrisi dari latihan meditasi duduk, semua leluhur dan kerabatku juga mendapatkan manfaat. Setiap tarikan napas, setiap saat ketika melihat mendalam, setiap senyuman selama sesi duduk bermeditasi bisa menjadi kado untuk leluhurku, keturunanku, dan demi diriku sendiri. Aku ingin selalu ingat agar tidur lebih awal dan bangun lebih pagi saat langit masih gelap dan berlatih meditasi duduk tanpa merasa mengantuk.

Ketika aku makan, meminum teh, mendengarkan wejangan Dharma, atau berpartisipasi dalam berbagi Dharma, aku juga akan berlatih duduk dengan kokoh dan nyaman. Di bukit, di pantai, di kaki pohon, di atas batu, di ruang tamu, di bus, dalam demonstrasi menentang perang, atau dalam mogok makan demi membela hak asasi manusia, aku akan juga duduk seperti ini.

Aku bertekad untuk tidak akan duduk di tempat-tempat yang kegiatannya tidak bermanfaat, di tempat-tempat yang ada perjudian dan minum keras, di tempat-tempat yang orang-orang berkelahi, berdebat, saling menyalahkan, dan menghakimi orang lain, kecuali ketika aku memiliki tekad mendalam datang ke tempat-tempat itu untuk menyelamatkan orang lain.

Buddha, aku berjanji untuk duduk untuk-Mu. Duduk dengan ketenangan dan soliditas yang dalam, aku akan mewakili guru spiritualku, yang telah melahirkanku dalam kehidupan spiritual ini. Aku sadar jika semua orang di dunia ini memiliki kapasitas untuk duduk dengan hening, maka kedamaian dan kebahagiaan pasti akan hadir ke Bumi ini.

Menyentuh Bumi

Buddha Shakyamuni, aku menyentuh bumi di hadapan-Mu dan di hadapan dua saudara senior dalam Sanggha-Mu, Yang Mulia Shariputra dan Yang Mulia Mahamaudgalyayana. [Genta]

Berjalan dengan Kesadaran Penuh

Berjalan dengan Kesadaran Penuh
Jalur meditasi jalan di Upper Hamlet, PV Prancis

Begawan Buddha, aku merasakan kehangatan di hatiku setiap kali aku bercerita dan mecurahkan isi hatiku kepada-Mu. Aku merasakan kehadiran-Mu di setiap sel tubuhku dan tahu jika Engkau mendengarkan dengan penuh kasih atas semua yang aku katakan. Engkau berjalan di planet Bumi ini bak orang bebas. Aku juga ingin berjalan di planet Bumi ini sebagai orang bebas.

Di sekelilingku masih ada orang yang tidak berjalan sebagai orang yang bebas. Mereka hanya tahu cara berlari. Mereka berlari ke masa depan karena berpikir bahwa kebahagiaan tidak dapat ditemukan pada saat ini. Mereka berjalan di bumi tetapi pikiran mereka di awan. Mereka berjalan seperti orang yang berjalan sambil tidur, tanpa mengetahui ke mana tujuannya. Aku sadar dalam diriku juga ada kebiasaan yang mengakibatkan kedamaian dan kebebasanku hilang ketika aku berjalan.

Buddha yang terkasih, aku bertekad untuk mengikuti teladan-Mu dan selalu berjalan sebagai seorang yang bebas dan sadar. Aku bertekad dalam setiap langkahku, kedua kakiku akan benar-benar menyentuh bumi dan aku akan waspada bahwa aku sedang berjalan di atas landasan realita dan bukan mimpi. Berjalan seperti itu, membuat aku terhubung dengan segala sesuatu yang indah dan menakjubkan di alam semesta. Aku bertekad untuk berjalan sedemikian rupa sehingga kakiku akan mampu mencetak jejak kebebasan dan perdamaian di bumi.

Aku tahu dalam langkah-langkah yang diayunkan seperti ini dapat menyembuhkan tubuh dan pikiranku juga planet Bumi. Ketika aku berlatih meditasi jalan di luar dengan Sanggha, aku bertekad untuk mensyukuri bahwa ini berjalan bersama Sanggha adalah kebahagiaan besar. Dalam setiap langkah, aku menyadari bahwa aku bukanlah setetes air, melainkan bagian dari sungai yang lebih besar. Dengan bernapas dan berjalan berkesadaran penuh, aku akan menciptakan energi kesadaran penuh dan konsentrasi yang berkontribusi pada kesadaran kolektif Sanggha. Aku akan membuka tubuh dan pikiranku agar energi kolektif Sanggha dapat masuk ke dalam diriku, melindungi, dan membantuku mengalir dengan lembut seperti sungai, menyelaraskan diri dengan segala sesuatu yang ada. Aku tahu bahwa dengan mempercayakan tubuh dan pikiranku, juga rasa sakit yang aku miliki kepada Sanggha, semua itu berpeluang untuk dirangkul dan disembuhkan. Dengan cara ini aku akan dirawat saat aku berlatih berjalan dengan penuh perhatian bersama Sanggha dan bertransformasi secara signifikan dalam tubuh dan pikiranku. Di aula meditasi aku akan membuka diri terhadap energi Sanggha ketika berlatih meditasi jalan perlahan, berjalan satu langkah pada saat bernapas masuk dan satu langkah pada saat bernapas keluar. Aku berjanji untuk berjalan sedemikian rupa sehingga setiap langkah dapat menutrisiku dan Sanggha dengan energi kebebasan dan soliditas.

Menyentuh Bumi

Buddha Shakyamuni, aku bersujud di hadapan-Mu, di hadapan Bodhisattwa Dharanimdhara, Penguasa Bumi, dan di hadapan Bodhisattwa Sadaparibhuta. [Genta]

Sutra Thera

Sutra Thera

Demikianlah yang telah saya dengar, suatu ketika Buddha sedang menetap di wihara dalam Hutan Jeta, di kota Shravasti. Pada waktu itu tersebutlah seorang biksu bernama Thera (sesepuh), yang lebih memilih menyendiri. Kapan pun dia bisa, dia memuji latihan hidup sendirian. Dia memohon sedekah sendirian dan duduk bermeditasi sendirian.

Suatu ketika sekelompok biksu datang menghadap Buddha, memberi hormat dengan cara bersujud, lalu mengambil posisi di samping, kemudian duduk berdekatan, dan berkata, “Buddha, ada seorang sesepuh bernama Thera yang selalu ingin sendirian. Ia selalu memuji latihan hidup sendirian. Ia mengunjungi desa sendirian untuk memohon sedekah, kembali sendirian, dan duduk bermeditasi sendirian.

Buddha meminta salah satu biksu,”Mohon pergilah ke tempat tinggal Biksu Thera dan beritahukan bahwa saya ingin menemuinya.

Seorang biksu melaksanakannya. Saat Biksu Thera mendengar permintaan Buddha, dia segera datang, bersujud di kaki Buddha, mengambil posisi di samping kemudian duduk berdekatan. Kemudian Buddha bertanya kepada Biksu Thera, “Apakah benar adanya bahwa Anda lebih memilih untuk sendirian, memuji hidup berkesendirian, memohon sedekah sendirian, kembali dari desa sendirian, dan duduk bermeditasi sendirian?

Biksu Thera menjawab, “Itu benar adanya, Yang Mulia.

Buddha bertanya kepada Biksu Thera, “Bagaimana cara Anda hidup sendirian?

Biksu Thera menjawab, “Saya hidup sendirian; tidak ada orang lain yang hidup bersama saya. Saya memuji latihan hidup sendirian. Saya memohon sedekah sendirian, dan saya kembali dari desa sendirian. Saya duduk bermeditasi sendirian. Itu saja.

Buddha bersabda sebagai berikut, “Sangatlah jelas bahwa Anda menyukai latihan hidup sendirian. Saya tidak menentangnya, tapi saya ingin memberitahu Anda bahwa ada cara yang lebih indah dan mendalam untuk hidup sendirian. Cara itu adalah pengamatan mendalam untuk melihat bahwa masa lalu telah pergi dan masa depan belum juga tiba, dan bersemayam dengan nyaman di momen kekinian, bebas dari nafsu keinginan. Saat seseorang hidup dengan cara seperti ini, tidak ada keraguan dalam dirinya. Ia meletakkan semua kecemasan dan penyesalan, melepaskan semua keinginan yang mengikat, dan memutuskan belenggu yang menghalanginya untuk hidup bebas. Inilah yang disebut ‘cara lebih baik untuk hidup sendirian.’ Tidak ada cara yang lebih indah untuk hidup sendirian daripada ini.

Kemudian Buddha menyampaikan syair berikut ini:

“Mengamati kehidupan secara mendalam,
memungkinkan melihat apa adanya dengan jelas.
Tidak diperbudak oleh apa pun,
memungkinkan untuk menyingkirkan semua kemelekatan,
menuntun kepada kehidupan yang penuh kedamaian dan kegembiraan.
Inilah hidup sendirian yang sesungguhnya.”

Mendengarkan sabda Buddha, Biksu Thera merasa puas. Ia bersujud dengan hormat kepada Buddha dan meninggalkan tempat itu.

Samyukta Agama 1071,
Sesuai dengan Kitab Pali: Theramano Sutta, Samyutta Nikaya 21.10

Alih bahasa: Oktavia Khoman

I Vow to Live this Day with Love

I Vow to Live this Day with Love

Unduh Mp3 klik sini


Composed by Sze Chai


There’s a time, when the sun starts to fall
When the fire and tears come along
The life of an innocent child is risking its all
Is there hope comes with with dawn?

There’s a time, I wish to do something more
But I’m all alone, I cannot be strong
Though the sun has risen, it’s hard to feel its warmth
On this path, please guide me along!

It’s time to stop
It’s time to breathe
It’s time to take care of myself
It’s not a fault to take a walk in peace and harmony
How can I heal a wounded heart
If I only see the dark
It’s gonna change tomorrow
Because I vow to live this day with love

There’s a time, I take a little pause
The world seems so different than before
My friends still smiling, my beloved still alive
There is hope, and love can re-born!

It’s time to stop
It’s time to breathe
It’s time to take care of myself
It’s not a fault to take a walk in peace and harmony
How can I heal a wounded heart
If I only see the dark
It’s gonna change tomorrow
Because I vow to live this day with love

I vow to talk
I vow to think
I vow to act only out of love
Though in the darkest phase of time, there is no hatred and no fear
Our compassion is the light
Guides us to pass through the night
It’s gonna change tomorrow
Because I vow to live this day with love

It’s gonna change tomorrow
Because I vow to live this day with love

Berjalan dalam Kebebasan

Berjalan dalam Kebebasan

Begawan Buddha, di masa lalu aku memiliki kebiasaan berjalan.1 seolah-olah ada yang mengejarku. Aku ingin segera tiba dan tidak memiliki stabilitas dan kebebasan batin saat berjalan. Melalui meditasi jalan, aku telah banyak berubah. Namun, latihan meditasi jalanku masih belum kokoh dan tidak semua langkahku dilakukan dengan perhatian penuh.

Aku melihat banyak orang di sekitarku yang tidak memiliki kapasitas untuk hidup dengan gembira dan nyaman pada saat ini karena mereka belum memiliki kesempatan untuk berlatih meditasi jalan. Buddha, Engkau telah memberitahu kami bahwa hidup hanya tersedia pada saat ini. Aku ingin setiap langkahku mengandung energi yang solid dan kebebasan, yang membawaku kembali ke saat ini.

Aku bertekad dalam setiap langkahku akan membantuku untuk terkoneksi secara mendalam dengan kehidupan dan keajaiban hidup. Aku sadar bahwa saat ini aku masih hidup; aku masih memiliki dua kaki yang sehat, dan dapat berjalan sebagai orang yang bebas di planet Bumi ini adalah keajaiban sejati.2

Buddha yang terkasih, di masa lalu Engkau berjalan dalam kebebasan, membabarkan ajaran tentang cinta kasih dan pengertian. Ke mana pun Engkau pergi, Engkau meninggalkan jejak langkah kaki kedamaian, kegembiraan, dan kebebasan. Di mana pun Engkau berjalan menjadi tempat suci. Buddha, aku juga ingin menggunakan kedua kaki-Mu untuk mengayunkan langkah penuh kedamaian dan kebahagiaan di lima benua.

Saat ini Sanggha Buddha hadir hampir di setiap negara, tidak hanya di Asia tetapi juga di Eropa, Afrika, Amerika Utara dan Selatan, Australia, dan Oseania. Kami hadir di mana-mana dan kami bertekad untuk berlatih meditasi jalan setiap hari sehingga seluruh planet ini menjadi tempat suci.

Buddha, di masa lalu Engkau menerima Bumi ini sebagai tanah Buddha-Mu. Aku ingin melanjutkan karir-Mu, membawakan ajaran dan praktik hidup kesadaran penuh, cinta kasih, dan pengertian dan menyebarkannya kepada teman-teman di semua benua. Buddha, aku berjanji padaMu bahwa bersama-sama sebagai Sanggha (komunitas) kami akan berlatih berjalan dengan sadar penuh ke mana pun kami pergi untuk mengungkapkan cinta kasih, rasa hormat, dan perhatian kami kepada Bumi yang berharga ini.

Aku tahu bahwa ketika aku melangkah dengan sadar penuh, damai, dan gembira, Tanah Suci segera terwujud; Kerajaan Allah menjadi nyata. Semua keajaiban kehidupan tersedia pada saat ini, termasuk daun yang mulai tumbuh, kerikil, sungai, tupai, suara burung, angin sepoi-sepoi, bulan, dan gemerlap bintang di langit malam. Namun, karena aku sering didorong dan ditarik ke berbagai arah saat berjalan, aku tidak selalu dapat menyentuh hal-hal ajaib dalam kehidupan ini.

Melihat lebih dalam, aku melihat bahwa tidak ada fenomena yang tidak indah: setetes embun, sehelai rumput, sinar matahari, awan, atau kilatan petir. Di masa lalu aku telah berkeliaran seperti seseorang yang tidak memiliki tujuan hidup. Aku telah kehilangan momen saat ini dalam pencarianku akan kebahagiaan ilusi di masa depan.

Sekarang, berkat ajaran-Mu tentang berdiam dengan bahagia di saat ini (drsta dharma sukha viharin), aku mulai sadar. Benapas dan berjalan dengan sadar penuh membawaku kembali ke masa kini, dan pada saat ini aku dapat menikmati Tanah Suci Buddha, di sini dan saat ini. Aku berjanji bahwa mulai sekarang aku akan berlatih sehingga setiap langkah yang aku ambil akan membawaku kembali ke saat ini, ke kehidupan, dan ke rumahku yang sejati.

Aku bertekad bahwa, setiap kali aku melangkah, aku akan menyadari napasku dan koneksi yang indah antara telapak kakiku dan permukaan bumi. Aku tidak akan berbicara saat aku berjalan. Jika aku perlu mengatakan sesuatu, aku harus berhenti, mencurahkan segenap hatiku pada apa yang aku katakan atau mendengarkan orang lain berbicara. Setelah aku selesai berbicara atau mendengarkan, aku akan melanjutkan perjalananku kembali dengan penuh kesadaran.

Jika orang yang berjalan denganku belum mengetahui praktik ini, aku akan berdiri dan menjelaskan padanya. Saat aku berjalan, aku akan mampu mengerahkan segenap hatiku ke dalam setiap langkah dan menumbuhkan kebahagiaan Dharma yang akan menyegarkan dan menyembuhkan tubuh dan pikiranku.

Warisan Sejati Kita3

Semesta dipenuhi dengan permata yang berharga.
Aku ingin mempersembahkan beberapa permata itu kepadamu pagi ini.
Setiap momen kehidupanmu adalah permata, bersinar terang dan mengandung bumi dan langit, air, dan awan.
Kamu cukup bernapas dengan lembut agar keajaiban dapat dirasakan.
Seketika itu kamu akan mendengar suara kicauan burung,
pohon pinus bernyanyi;
kamu melihat bunga bermekaran,
langit biru,
awan putih,
senyum dan penampakan menakjubkan dari orang yang kamu cintai.
Kamu adalah orang terkaya di dunia ini,
yang telah berkeliling untuk mencari nafkah kehidupan,
berhentilah menjadi orang yang miskin dan melarat.
Pulanglah dan ambil harta warisan sejatimu.
Kita harus menikmati kebahagiaan
dan memberikannya kepada semua orang.
Hargailah momen ini.
Lepaskanlah arus penderitaan
dan rangkullah hidup sepenuhnya dalam pelukanmu.

Buddha, aku berjanji akan menata kehidupan sehari-hariku sehingga kapan pun aku perlu pergi ke suatu tempat dengan berjalan kaki, aku akan berjalan dengan penuh perhatian, berapa pun jarak yang harus kutempuh apakah dekat maupun jauh. Aku akan berjalan dengan penuh perhatian setiap kali berjalan dari kamar tidur ke kamar mandi, dari dapur ke toilet, dari lantai dasar ke lantai atas, dari pintu ke tempat parkir. Di hutan, di tepi sungai, di bandara, atau di pasar, di mana pun aku berada, aku akan berlatih meditasi jalan.

Aku bertekad untuk menciptakan dan memancarkan energi ketenangan, kebebasan, stabilitas, kedamaian, dan kegembiraan kemana pun aku pergi. Buddha, aku tahu aku hanya perlu berjalan dengan penuh perhatian dan konsentrasi sehingga aku bisa menyatu dengan Sanggha-Mu yang sebenarnya.

Buddha yang terkasih, Raja Prasenajit pernah berkata bahwa setiap kali dia melihat Sanggha Buddha berpergian ke suatu tempat dengan kesadaran penuh, dengan soliditas dan kebebasan, dia memiliki keyakinan yang makin besar kepada Buddha. Aku bertekad untuk melakukannya seperti Sanggha Buddha yang sesungguhnya lakukan, sehingga siapa pun yang kebetulan melihat aku berjalan akan merasakan rasa hormat dan yakin pada jalur pengertian dan cinta kasih.

Menyentuh Bumi

Buddha, aku akan menyentuh bumi untuk merasakan energi-Mu, energi Bodhisattwa Dharanimdhara, Pemilik Bumi, dan Bodhisattwa Kshitigarbha, Penjaga Bumi. [Genta]

Membangun Kembali Komunikasi

Membangun Kembali Komunikasi

Begawan Buddha, karena aku telah berhasil kembali ke diriku sendiri dan mengenali akar penderitaan dalam persepsiku yang sesungguhnya, aku tidak lagi menyalahkan Tuhan atau manusia atas penderitaanku. Aku bisa mendengarkan penderitaan orang lain dan membantu mereka mengenali akar penderitaan yang terdapat dalam persepsinya.

Aku akan menggunakan praktik mendengarkan mendalam dan penuh kasih untuk meningkatkan kemampuanku dalam memahami dan mengasihi orang lain. Aku tidak akan menyalahkan mereka. Aku tahu bahwa, jika aku dapat memahami orang lain, aku akan dapat menerima dan mengasihi mereka.

Kemudian aku dapat menggunakan ucapan penuh kasih untuk membantu orang lain melihat bahwa penderitaan mereka muncul dari cara mereka memandang, memahami, dan tergantung pada gagasan dan persepsinya.

Ketika mereka bisa melihat itu, mereka juga tidak akan lagi menyalahkan dan menyimpan kebencian terhadap orang lain. Sebaliknya, mereka akan dapat melihat bahwa ketika mereka melepaskan persepsi keliru yang mereka miliki, mereka akan bahagia dan bebas.

Buddha, aku telah melihat banyak orang yang mampu menyelesaikan masalah formasi internal (internal formation) melalui latihan mendengarkan secara mendalam dan berucap penuh kasih. Mereka telah berhasil melepaskan kesalahpahamannya, membangun kembali komunikasi, dan menemukan kembali kebahagiaan.

Buddha, aku menyentuh bumi tiga kali untuk membangkitkan aspirasi mendalam bahwa mulai saat ini, daripada menyalahkan dan menuduh orang lain, aku akan dengan sepenuh hati berlatih berucap penuh kasih dan mendengarkan secara mendalam untuk membangun kembali komunikasi.

Menyentuh Bumi

Bersujud kepada Buddha Konakamuni. [Genta]
Bersujud kepada Bodhisattwa Mendengarkan Secara Mendalam, Avalokiteshvara. [Genta]
Bersujud kepada Guru Agung Yang Penuh Bakti yang aku hormati, Maha Maudgalyayana. [Genta]

The Heart of the Matter

The Heart of the Matter

Thich Nhat Hanh menjawab tiga pertanyaan tentang emosi kita
Thich Nhat Hanh | Musim Dingin 2009

Keinginan saya untuk mencapai suatu keberhasilan telah menyebabkan banyak penderitaan. Apa pun yang saya lakukan, rasanya tidak pernah cukup. Bagaimana saya bisa berdamai dengan diri saya sendiri?
Kualitas tindakan Anda tergantung pada kualitas diri Anda. Misalkan Anda ingin menawarkan kebahagiaan, untuk membuat seseorang bahagia. Itu hal yang baik untuk dilakukan. Tetapi jika Anda tidak bahagia, maka Anda tidak bisa melakukannya. Untuk membuat orang lain bahagia, diri Anda harus bahagia terlebih dahulu. Jadi ada keterkaitan antara melakukan (doing) dan menjadi (being). Jika Anda tidak berhasil menjadi yang diinginkan, Anda tidak dapat berhasil melakukan apa yang Anda inginkan. Jika Anda tidak merasa bahwa Anda berada di jalan yang benar, kebahagiaan adalah tidak mungkin. Ini berlaku untuk semua orang; jika Anda tidak tahu ke mana Anda pergi, Anda menderita. Sangat penting untuk menyadari jalan Anda dan melihat jalan sejati Anda.

Kebahagiaan berarti Anda merasa berada di jalan yang benar setiap saat. Anda tidak perlu tiba di ujung jalan agar bahagia. Jalan yang benar mengacu pada cara-cara yang sangat konkret bagaimana Anda melakoni hidup di setiap saat. Dalam Agama Buddha, kita berbicara tentang Jalan Mulia Berunsur Delapan: pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, tindakan benar, penghidupan benar, upaya benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar. Memungkinkan bagi kita untuk menjalani Jalan Mulia Berunsur Delapan setiap saat dalam kehidupan kita sehari-hari. Itu tidak hanya membuat kita bahagia, ia juga membuat orang di sekitar kita bahagia. Jika Anda mempraktikkan jalan tersebut, Anda menjadi sangat menyenangkan, sangat segar, dan sangat berwelas asih.

Lihatlah pohon di halaman depan. Tampaknya pohon itu tidak melakukan apa-apa. Ia berdiri di sana, kuat, segar, dan indah, dan semua orang mendapat manfaat darinya. Itulah keajaiban dari keberadaan. Jika sebatang pohon tidak seperti sebatang pohon, kita semua akan berada dalam kesulitan. Tetapi jika sebatang pohon adalah pohon yang sebenar-benarnya dan apa adanya, maka ada harapan dan kegembiraan di sana. Itu sebabnya jika Anda bisa menjadi diri sendiri, itu sudah merupakan tindakan. Tindakan berdasarkan pada non-aksi; tindakan adalah wujud dari keberadaan.

Saya sibuk dari pagi hingga larut malam. Saya jarang sendirian. Bagaimana saya bisa menemukan tempat dan waktu untuk berkontemplasi dalam keheningan?
Diam adalah sesuatu yang datang dari hatimu, bukan dari luar. Diam tidak berarti tidak berbicara dan tidak melakukan sesuatu; diam berarti bahwa Anda tidak terganggu di dalam. Jika Anda benar-benar hening, maka apa pun situasi yang Anda alami, Anda dapat menikmati keheningan. Ada saat-saat ketika Anda berpikir bahwa Anda hening dan semua di sekitar tidak bersuara, tetapi pembicaraan terus terjadi di dalam kepala Anda. Itu bukan keheningan. Praktiknya adalah bagaimana menemukan keheningan dalam semua kegiatan yang Anda lakukan.

Mari kita ubah cara berpikir dan cara memandang kita. Kita harus menyadari bahwa keheningan datang dari hati kita dan bukan dari ketiadaan berbicara. Duduk untuk makan siang mungkin merupakan kesempatan bagi Anda untuk menikmati keheningan; meskipun orang lain berbicara, tetap memungkinkan bagi Anda untuk hening di dalam. Buddha dikelilingi oleh ribuan biksu. Meskipun beliau berjalan, bersila, dan menyantap makanan di antara para biksu dan biksuni, beliau selalu berdiam dalam keheningan-Nya. Buddha menjelaskan bahwa untuk menyendiri, untuk diam, tidak berarti Anda harus pergi ke hutan. Anda dapat hidup di Sangha (komunitas), Anda bisa berada di pasar, namun Anda masih menikmati keheningan dan kesunyian. Sendiri tidak berarti tidak ada orang di sekitar Anda.

Menjadi sendiri berarti Anda kokoh di sini dan saat ini dan Anda menjadi sadar akan apa yang terjadi di saat ini. Anda menggunakan perhatian Anda untuk menyadari setiap perasaan, setiap persepsi yang Anda miliki. Anda menyadari apa yang terjadi di sekitar Anda dalam Sangha, tetapi Anda selalu bersama diri sendiri, Anda tidak kehilangan diri sendiri. Itulah definisi Buddha tentang praktik keheningan yang ideal: tidak terjebak di masa lalu atau terbawa oleh masa depan, tetapi selalu berada di sini, tubuh dan pikiran bersatu, menyadari apa yang terjadi di saat ini. Itu adalah keheningan yang nyata.

Saya masih takut kehilangan ibu saya atau orang yang saya kasihi lainnya. Bagaimana saya bisa mengubah rasa takut ini?
Kita dapat melihat secara mendalam bahwa ibu kita tidak hanya ada di luar sana, tetapi juga di sini. Ibu dan ayah kita sepenuhnya hadir di setiap sel tubuh. Kita membawa mereka ke masa depan. Kita dapat belajar berbicara dengan ayah dan ibu di dalam diri kita. Saya sering berbicara dengan ibu, ayah, dan semua leluhur di dalam diri saya. Saya tahu bahwa saya hanyalah kelanjutan dari mereka. Dengan wawasan seperti itu, Anda tahu bahwa bahkan dengan hilangnya tubuh ibumu, ibumu masih berlanjut di dalam dirimu, terutama dalam energi yang telah ia ciptakan dalam hal pemikiran, ucapan, dan tindakan. Dalam Agama Buddha kita menyebutnya energi karma. Karma berarti tindakan, tiga tindakan dari berpikir, berbicara, dan melakukan.

Jika Anda melihat lebih dalam, Anda akan melihat kelanjutan ibu Anda di dalam dirimu dan di luar dirimu. Setiap pikiran, setiap ucapan, setiap tindakannya sekarang berlanjut dengan atau tanpa kehadiran tubuhnya. Kita harus melihatnya lebih dalam. Ia tidak terbatas pada tubuhnya, dan Anda tidak terbatas pada tubuhmu. Sangat penting untuk melihat hal ini. Ini adalah keajaiban meditasi Buddhis — dengan praktik melihat secara mendalam Anda dapat menyentuh hakikat tanpa kelahiran dan tanpa kematian Anda sendiri. Anda menyentuh sifat tidak-lahir dan tidak-mati dari ayah, ibu, anak Anda, dari semua yang ada dalam diri Anda dan di sekitar Anda. Hanya wawasan inilah yang dapat mengurangi dan mengubah rasa takut. (Alih bahasa: Rumini)

Sumber: The Heart of the Matter

Sutra Untaian Bunga: Sepuluh Maha Aspirasi Bodhisattwa Samantabhadra

Sutra Untaian Bunga: Sepuluh Maha Aspirasi Bodhisattwa Samantabhadra

Badan, ucapan, batin, jernih dalam kesatupaduan,
Aku bersujud sepenuh hati kepada semua Buddha tak terhitung
Dari masa lalu, masa sekarang, dan masa akan datang
melalui seluruh alam semesta di sepuluh penjuru

Kekuatan dari aspirasi Samantabhadra
memungkinkan aku hadir di setiap sudut.
Di situ hadir Buddha, aku juga hadir.
Jumlah Buddha tak terhitung, aku juga demikian.

Dalam setiap partikel debu terdapat Buddha,
Semuanya hadir bersama rombongan pesamuhannya.
Kekuatan dari keyakinanku menembus ke dalam
setiap atom dari semua Dharmadhatu.

Aku bertekad untuk menggunakan maha suara samudera,
mengumandangkan suara gema luar biasa
memuja para Buddha bagaikan lautan kebajikan,
Dari masa lalu, masa sekarang, dan masa depan.

Aku membawakan persembahan indah ini:
Untaian dari bunga yang sangat ingah,
dupa, musik, parfum, dan panji-panji,
Semua ini untuk menghiasi Tathagata dan tanah suci.

Membawakan makanan, jubah, bunga harum,
pelita, cendana, alas untuk duduk,
perhiasan terbaik semuanya tersedia di sini–
semua ini merupakan persembahan kepada Tathagata.

Terinpirasi oleh aspirasi Samantabhadra,
Dengan sepenuh hati, menyertakan pemahaman terdalam,
Dengan kasih sayang penuh keyakinan kepada Buddha tiga masa,
memberikan persembahan kepada Tathagata di setiap sudut.

Dari waktu yang tiada awal saya telah berbuat tidak terampil
karena kemelekatan, kebencian, dan ketidaktahuan
Melalui berbagai aksi badan jasmani, ucapan, dan pikiran.
Saat ini aku bertekad untuk memulai lembaran baru, aku bertobat.

Aku bermuditacita atas semua aksi kebajikan
yang dilakukan oleh siapa pun di segala penjuru,
Oleh siswa dan mereka yang tidak perlu belajar lagi,
Para Buddha dan para Bodhisattwa.

Semua makhluk merupakan pelita bagi dunia ini
dan juga mereka yang baru saja mencapai pencerahan,
Aku memohon engkau menatap kami dengan penuh kasih,
mohon putarkanlah Roda Dharma untuk kami semua.

Dengan sepenuh hati, segala kerendahan aku memohon
kepada semua Buddha dan mereka yang hampir memasuki nirwana:
Mohon tetap bersama kami, sepanjang tiga masa,
demi memberikan manfaat dan kebaikan untuk semua.

Dengan rendah hati persembahan ini untuk mengundang Buddha
mohon tinggal bersama kami dan bimbinglah kami ke pantai seberang.
Semua kebajikan dari puji-pujian beserta pertobatan tulus ini
Aku persembahkan untuk pencapaian pencerahan sempurna.

Kebajikan ini dilimpahkan kepada Tiga Permata,
kepada hakikat dan bentuk Dharmadhatu.
Dua kebenaran saling bersinggungan dengan sempurna
ke dalam segel Samadhi.

Samudera kebajikan sungguh tak terukur.
Aku bertekad untuk melimpahkannya dan tidak untuk diri sendiri.
Jika ada manusia, dengan tidak sengaja mendiskriminasi dan menuduh,
mencoba untuk melakukan suatu yang tidak baik pada ajaran ini
dengan menguncarkan kata-kata dan aksi-aksi yang tidak baik,
semoga halangan mereka bisa sepenuhnya tersingkirkan.

Dalam setiap momen, kearifan telah meliputi Dharmadhatu,
menyambut semua makhluk tiba pada kondisi tidak-mundur-lagi.
Ruang dan semua makhluk sungguh tak terhitung jumlahnya,
demikian juga gangguan batin dan akibat dari aksi sebelumnya.
Keempat hal ini sungguh banyak dan sungguh tak terukur.
Demikian juga persembahan kebajikan ini.

Diterjemahkan oleh Thich Nhat Hanh dari
Avatamsaka Sutra 36
Taisho Revised Tripitaka 279

Rekomendasi & Sendiri Lagi

Rekomendasi & Sendiri Lagi

Naskah ini merupakan terjemahan dari plumvillage.org, Anda bisa baca versi Inggris lewat pranala ini.


Puisi ini digubah oleh Thich Nhat Hanh (Thay) sewaktu perang vietnam. Setiap hari, nyawa dirinya dan muridnya terancam. Sementara puisi ini memberi dukungan agar setiap insan menumbuhkan wawasan mendalam, welas asih, dan sikap memaafkan. Kemudian puisi ini juga telah dijadikan lagu. Selamat menikmati.

Rekomendasi

Thich Nhat Hanh

Berjanjilah padaku,
berjanjilah padaku hari ini,
berjanjilah padaku sekarang juga,
selama matahari masih di atas kepala
tepat di zenit,

Berjanjilah padaku:
walaupun mereka
menyerang kamu
dengan kebencian dan kekerasan sebesar gunung;
walaupun mereka menginjak-injak dirimu
menghancurkanmu bagaikan ulat,
walaupun mereka memotong dan
merobek dirimu,
ingatlah saudaraku, ingatlah:
manusia bukanlah musuh kita.

Satu-satunya hal yang layak engkau tumbuhkan adalah welas asih
terkuat, tanpa batas, dan tanpa syarat.
Kebencian tidak akan membiarkanmu
menghadapi sifat buas manusia.

Suatu hari nanti, ketika engkau menghadapi kebuasanmu
dengan keberanianmu utuh, matamu penuh kasih, tidak terusik
senyumanmu akan memekarkan bunga.

Mereka yang engkau cintai
akan menemanimu
berjalan melalui sepuluh ribu
dunia kelahiran dan kematian.

Sendiri lagi,
aku akan terus berjalan
dengan kepala tertunduk,
aku tahu bahwa cinta kasih akan langgeng.
Di perjalanan panjang dan penuh tantangan ini
matahari dan bulan akan terus bersinar.


“Manusia bukanlah musuh. Sang musuh kita sesungguhnya adalah kebencian, kemarahan, ketidaktahuan, dan ketakutan”

Thich Nhat Hanh

Thich Nhat Hanh mengisahkan cerita dibalik puisi itu

Saya menulis puisi itu pada tahun 1965 untuk anak-anak mudah School of Youth for Social Service, nyawa mereka terancam setiap hari pada masa perang. Saya memberikan rekomendasi kepada mereka, jika memang harus gugur dalam misi perdamaian, maka gugurlah dengan tidak membawa kebencian. Ada beberapa kawan kami telah dibunuh dengan kejam, dan saya menegaskan kepada mereka agar tidak terhanyut dalam kebencian.

Musuh kita sesungguhnya adalah kemarahan, kebencian, keserakahan, kefanatikan, diskriminasi sesama manusia. Jika engkau harus gugur karena kekerasan, maka engkau wajib memeditasikan welas asih agar bisa memaafkan mereka yang membunuhmu. Ketika engkau berhasil mewujudkan welas asih secara nyata, engkau sungguh adalah anak sejati dari Buddha. Walaupun engkau harus gugur karena penindasan, dihina, dan kekerasan, jika engkau bisa tersenyum dengan sikap memaafkan, ini berarti engkau telah memiliki kekuatan besar.

Ketika membaca ulang puisi ini sebaris demi sebaris, saya tiba-tiba mengerti bahwa ada bagian dalam Sutra Intan yang menjelaskan tentang Kshanti (kesabaran), kekuatan untuk menanggung derita dan toleransi: “Keberanianmu utuh, matamu penuh kasih, tidak terusik, melalui senyumanmu akan memekarkan bunga. Dan mereka yang engkau cintai akan menemanimu berjalan melalui sepuluh ribu dunia kelahiran dan kematian”.

Jika engkau gugur dengan pikiran welas asih, engkau menjadi pelita penerang jalan. Nhat Chi Mai adalah seorang anggota Ordo Interbeing paling awal, sebelum dia membakar dirinya, dia membacakan puisi ini dan direkam sebagai pesan kepada kedua orangtuanya.

Sendiri lagi, aku akan terus berjalan dengan kepala tertunduk” demi melihatmu, mengetahui tentangmu, mengingatmu. Cinta kasihmu telah menjadi langgeng. “Di perjalanan panjang dan penuh tantangan ini matahari dan bulan akan terus bersinar”. Jika ada relasi antara mereka yang telah matang, maka selalu ada welas asih dan sikap memaafkan.

Dalam hidup manusia, kita butuh orang lain melihat dan mengetahui bahwa kita mendapat dukungan. Kita juga ingin Buddha mengetahuinya! Perjalanan melayani semua makhluk, ada momen-momen merasakan kepedihan dan kesepian, namun kita tahu Buddha selalu menemani kita, Buddha melihat dan mengetahuinya, sehingga kita memiliki kekuatan dan tekad untuk terus melanjutkan pelayanan.

Weston Priory telah mengubah puisi ini menjadi musik yang indah.

Alone Again (Sendiri Lagi) – Weston Priory

Unduh lagu (mp3) klik sini


Recommendation by Thich Nhat Hanh

Promise me,
promise me this day,
promise me now,
while the sun is overhead
exactly at the zenith,

promise me:
Even as they
strike you down
with a mountain of hatred and violence;
even as they step on you and crush you
like a worm,
even as they dismember and disembowel you,
remember brother, remember:
man is not our enemy.

The only thing worthy of you is compassion –
invincible, limitless, unconditional.
Hatred will never let you face
the beast in man.

One day, when you face this beast alonewith your courage intact, your eyes kind,
untroubled
(even as no one sees them),
out of your smile
will bloom a flower.

And those who love you
will behold you
across ten thousand worlds of birth and dying.

Alone again,
I will go on with bent head,
knowing that love has become eternal.
On the long, rough road
the sun and moon will continue to shine.