Walking in Freedom

Walking in Freedom

Pagi ini kami mengadakan latihan jalan berkesadaran bersama. Kali ini kami mencari tempat baru di luar sekolah, agar ada suasana baru. Dengan keterbatasan tempat yang ada di kota ini, kami mendapatkan dua tempat, kebun di sebelah sekolah sebagai tempat berlatih mindful walking dan kebun ubi dengan hamparan ladang kelapa sawit yang luas sebagai latar belakang untuk tempat meditasi berdiri. Ini cukup menyegarkan karena dapat melihat dan merasakan suasana alam kembali di tengah rutinitas kami sebagai guru.

Berikut beberapa sharing berupa puisi, cerita dan insight dari guru-guru berdasarkan pengalaman mereka dalam berlatih mindful walking pada pagi ini atau selama ini.

Masih Adakah Alasan Bagi Kita Untuk Tidak Bersyukur?

Berjalan, tak hanya sekadar menapakkan kaki di Bumi.

Berjalan adalah sebuah keajaiban yang selayaknya harus disyukuri sepanjang napas masih bersarang di raga.

Sadari betapa luar biasa bahagianya seorang ibu yang melihat bayinya mulai bisa berjalan melangkahkan kakinya untuk pertama kalinya.

Bayangkan dan sadari betapa seorang astronot atau angkasawan yang pasti sangat merindukan menginjakkan kakinya di Bumi, saat ia telah berada begitu lama di angkasa luar.

Atau…

Bayangkan betapa rindunya seorang kapten kapal atau awak kapal yang bekerja di laut lepas atau seorang nelayan yang berbulan-bulan berada di tengah laut, dan tak dapat menginjak bumi.

Jadi, adakah alasan lagi bagi kita untuk tidak bersyukur atas masih dapat dengan bebas menapakkan kaki di Bumi dan melangkahkannya? (VJM)

Sepatu Bagus Tidak Akan Berguna Apabila Kita tidak Dapat Berjalan

Aku pernah menonton sebuah film tentang kehidupan seorang perempuan dan ada suatu kutipan di dalamnya yang berbunyi seperti ini, “Sepatu yang bagus akan membawamu ke tempat yang bagus”, dan aku setuju dengannya waktu itu, sebelum aku mengenal tentang meditasi berjalan. Mengapa? Karena kita biasanya memakai sepatu bagus untuk pergi ke tempat yang bagus. Semua orang melakukan itu. Kita akan bahagia memakai sepatu yang bagus karena kita tahu kita akan pergi ke suatu tempat dengannya. Dan tentu, kita merasa bahagia karena itu.

Tetapi ketika aku belajar meditasi berjalan, pikiranku langsung berubah. Meditasi berjalan mengajarkan aku bahwa ke mana pun kita pergi, kuncinya bukan pada sepatu yang dikenakan, tetapi pada kaki yang merupakan bagian dari tubuh kita. Sepatu yang bagus tidak akan ada gunanya apabila kita tidak dapat berjalan. Disadari atau tidak, tubuh kita adalah keajaiban Tuhan, sangat indah. Kita memiliki perasaan karena kita dapat merasakan semua hal. Perasaan yang kita rasakan ketika memakai sepatu bagus yang akan membawa kita ke tempat yang bagus tidaklah sebanding dengan perasaan yang muncul ketika kita hanya memakai sepasang sandal biasa dan berjalan dengan penuh kesadaran. Aku menyadari insight ini, and it’s amazing.

Meditasi jalan telah mengajarkan aku untuk membuka mata, hati dan pikiranku bahwa aku memiliki tubuh yang menakjubkan yang harus kurawat. Aku memiliki kaki yang dapat membawaku ke mana saja yang aku inginkan. Aku memiliki mata yang dapat melihat pemandangan indah. Ini bukan lagi tentang sepasang sepatu bagus yang membuatku bahagia, tetapi kebahagiaan walau hanya memakai sandal, berjalan dengan perlahan dan penuh kesadaran, yang tidak dapat digantikan oleh apa pun.

Aku merasakan hal ini ketika retret di Pllum Village Thailand 2019. Aku melihat ratusan orang dengan wajah bahagia berlatih bersama meditasi berjalan pada pagi hari dengan pemandangan yang indah dan udara yang segar. Ya, aku dapat merasakan apa yang membuat mereka bahagia. Berjalan menyadari kaki melangkah, memperhatikan langkah kita perlahan menyentuh Bumi, dan menyadari kita dapat berjalan adalah kebahagiaan sesungguhnya. Aku yakin mereka juga merasakan hal yang sama waktu itu. Meditasi berjalan membawa kita pada perasaan lebih mendalam, lebih menghargai dan tentu saja, lebih bersyukur. (BAS)

Memandang Dari Sudut Pandang Yang Berbeda

Ketika kita berada di suatu tempat dalam suatu perjalanan, entah perjalanan sungguhan ataupun perjalanan hidup, ada banyak peristiwa yang terjadi di dalamnya, termasuk suka duka yang kita lewati juga merupakan pembelajaran bagi kita sendiri. Saat kita berdiri sendiri, menyadari napas masuk napas keluar… saya sadar saya hidup…. meyakini bahwa kita masih hidup adalah salah satu momen wujud rasa syukur kepada Allah SWT.

Ada beberapa hal yang menjadi pengingat ‘momen saat ini’ tadi pagi. Ketika melihat hamparan warna hijau, yang terbayang adalah wujud kebesaran Allah SWT. Menyadari saat kita melihat, kita masih memiliki mata yang lengkap dan sempurna, saat kita mendengar dengan telinga, bernapas dengan hidung dan paru-paru yang sehat, berdiri dengan kaki yang tegak, semua kesehatan yang ada pada kita saat ini adalah berkah pemberian Allah SWT.

Melihat sebatang pohon kering, juga menjadikan pemikiran saya lebih mendalam. Terbersit beberapa pertanyaan, “Mengapa pohon itu begitu? Mungkin banyak faktor yang mempengaruhinya, entah tanahnya yang tidak subur lagi, entah mungkin memang saatnya ia menggugurkan daunnya atau mungkin memang ia sudah saatnya kering dan mati”.

Banyak hal yang bisa menyebabkan itu semua terjadi, menyadari bahwa ia adalah salah satu bukti siklus hidup di bumi ini. Bukti bahwa ia pernah hidup, pernah berada di sekitar kita, di dekat kita, bersama kita dan bahwa kita semua adalah bukti ketidakabadian dalam hidup ini. Semua itu menjadikan diri saya belajar. Belajar bersyukur, belajar untuk menerima dan melepaskan. Ikhlas, merupakan satu kata yang tepat walau tidak mudah untuk dilakukan.(ES)

Banyak Rasa Syukur Ketika Kita Menyadari Saat Ini

Masih banyak cerita lain dari guru-guru. Semua cerita bermuara pada rasa syukur atas saat ini. Ada di antara mereka yang sedang memiliki masalah, tetapi ketika berjalan menyadari setiap langkah dan menyadari momen saat ini, dapat menyegarkan dan menenangkan mereka.

“Ketika aku bernapas masuk, aku berkata pada diriku sendiri, ‘Ini adalah menakjubkan bahwa aku masih dapat berjalan seperti ini.’ Dengan kesadaran itu, aku dapat menikmati setiap langkahku. Aku berkata, ‘Aku hidup!’

Mindfulness mengingatkan aku untuk memberi perhatian dan menikmati bahwa tubuhku masih hidup dan cukup kuat bagiku untuk berjalan.”

(Latihan Jalan Berkesadaran ini sekaligus kami persembahkan sebagai hadiah kepada Thay Thich Nhat Hanh yang genap berusia 94 tahun pada tanggal 11 Oktober 2020. Happy Continuation Day, Thay!)

Rumini, Guru Sekolah Ananda, Bagan Batu

Duduk Seperti Buddha

Duduk Seperti Buddha

Begawan Buddha, aku sungguh-sungguh ingin duduk seperti diri-Mu, Engkau dengan postur tubuh yang tenang, kokoh, dan kuat. Sebagai muridMu, aku juga ingin memiliki ketenangan-Mu. Aku telah diajarkan untuk duduk dengan punggung tegap dan relaks, kepala tegak sejajar dengan tulang punggung, tidak condong ke depan atau bersandar ke belakang, kedua bahuku relaks, dan telapak tangan satu diletakkan dengan lembut di atas telapak tangan lainnya. Aku merasa solid dan relaks dalam posisi ini.

Aku tahu bahwa kebanyakan orang terlalu sibuk dan sangat sedikit yang memiliki kesempatan untuk duduk hening dalam kebebasan batin. Aku bertekad untuk berlatih meditasi duduk sedemikian rupa sehingga aku merasakan kebahagiaan dan kebebasan saat duduk, baik ketika aku duduk dengan posisi teratai penuh (padmasana), setengah teratai, atau di kursi dengan kedua kakiku datar di bumi.

Aku akan duduk seperti orang bebas. Aku akan duduk sedemikian rupa sehingga tubuh dan pikiranku tenang dan damai. Dengan bernapas sadar sepenuhnya, aku akan menyesuaikan postur tubuhku, membantu tubuhku menjadi tenang dan nyaman. Dengan bernapas sadar sepenuhnya, aku akan mengenali dan membantu menenangkan perasaan dan emosi.

Dengan bernapas sadar sepenuhnya, aku akan membangkitkan kesadaran bahwa aku memiliki semua kondisi yang diperlukan untuk menyatukan tubuh dan pikiran serta untuk menghadirkan kegembiraan dan kebahagiaan.

Dengan bernapas sadar sepenuhnya aku akan melihat secara mendalam ke dalam persepsi dan bentukan mental lainnya ketika mereka muncul. Aku akan melihat lebih mendalam ke akarnya sehingga aku dapat melihat dari mana sumber bentukan mental itu.

Begawan Buddha, aku tidak akan melihat meditasi duduk sebagai upaya untuk membatasi tubuh dan pikiran, atau sebagai cara untuk memaksa diri sendiri untuk menjadi sesuatu atau melakukan sesuatu, atau semacam usaha keras yang hanya akan membawa kebahagiaan di masa depan. Aku bertekad untuk berlatih duduk sedemikian rupa sehingga aku merawat diriku dengan kedamaian dan kegembiraan ketika sedang duduk. Banyak dari leluhurku yang tidak pernah bisa merasakan kebahagiaan luar biasa dari duduk dengan sadar sepenuhnya dan aku bertekad untuk duduk demi leluhurku. Aku ingin duduk untuk ayah, ibu, saudara dan saudariku yang tidak berkesempatan untuk berlatih meditasi duduk.

Ketika aku mendapat nutrisi dari latihan meditasi duduk, semua leluhur dan kerabatku juga mendapatkan manfaat. Setiap tarikan napas, setiap saat ketika melihat mendalam, setiap senyuman selama sesi duduk bermeditasi bisa menjadi kado untuk leluhurku, keturunanku, dan demi diriku sendiri. Aku ingin selalu ingat agar tidur lebih awal dan bangun lebih pagi saat langit masih gelap dan berlatih meditasi duduk tanpa merasa mengantuk.

Ketika aku makan, meminum teh, mendengarkan wejangan Dharma, atau berpartisipasi dalam berbagi Dharma, aku juga akan berlatih duduk dengan kokoh dan nyaman. Di bukit, di pantai, di kaki pohon, di atas batu, di ruang tamu, di bus, dalam demonstrasi menentang perang, atau dalam mogok makan demi membela hak asasi manusia, aku akan juga duduk seperti ini.

Aku bertekad untuk tidak akan duduk di tempat-tempat yang kegiatannya tidak bermanfaat, di tempat-tempat yang ada perjudian dan minum keras, di tempat-tempat yang orang-orang berkelahi, berdebat, saling menyalahkan, dan menghakimi orang lain, kecuali ketika aku memiliki tekad mendalam datang ke tempat-tempat itu untuk menyelamatkan orang lain.

Buddha, aku berjanji untuk duduk untuk-Mu. Duduk dengan ketenangan dan soliditas yang dalam, aku akan mewakili guru spiritualku, yang telah melahirkanku dalam kehidupan spiritual ini. Aku sadar jika semua orang di dunia ini memiliki kapasitas untuk duduk dengan hening, maka kedamaian dan kebahagiaan pasti akan hadir ke Bumi ini.

Menyentuh Bumi

Buddha Shakyamuni, aku menyentuh bumi di hadapan-Mu dan di hadapan dua saudara senior dalam Sanggha-Mu, Yang Mulia Shariputra dan Yang Mulia Mahamaudgalyayana. [Genta]

Berjalan dengan Kesadaran Penuh

Berjalan dengan Kesadaran Penuh
Jalur meditasi jalan di Upper Hamlet, PV Prancis

Begawan Buddha, aku merasakan kehangatan di hatiku setiap kali aku bercerita dan mecurahkan isi hatiku kepada-Mu. Aku merasakan kehadiran-Mu di setiap sel tubuhku dan tahu jika Engkau mendengarkan dengan penuh kasih atas semua yang aku katakan. Engkau berjalan di planet Bumi ini bak orang bebas. Aku juga ingin berjalan di planet Bumi ini sebagai orang bebas.

Di sekelilingku masih ada orang yang tidak berjalan sebagai orang yang bebas. Mereka hanya tahu cara berlari. Mereka berlari ke masa depan karena berpikir bahwa kebahagiaan tidak dapat ditemukan pada saat ini. Mereka berjalan di bumi tetapi pikiran mereka di awan. Mereka berjalan seperti orang yang berjalan sambil tidur, tanpa mengetahui ke mana tujuannya. Aku sadar dalam diriku juga ada kebiasaan yang mengakibatkan kedamaian dan kebebasanku hilang ketika aku berjalan.

Buddha yang terkasih, aku bertekad untuk mengikuti teladan-Mu dan selalu berjalan sebagai seorang yang bebas dan sadar. Aku bertekad dalam setiap langkahku, kedua kakiku akan benar-benar menyentuh bumi dan aku akan waspada bahwa aku sedang berjalan di atas landasan realita dan bukan mimpi. Berjalan seperti itu, membuat aku terhubung dengan segala sesuatu yang indah dan menakjubkan di alam semesta. Aku bertekad untuk berjalan sedemikian rupa sehingga kakiku akan mampu mencetak jejak kebebasan dan perdamaian di bumi.

Aku tahu dalam langkah-langkah yang diayunkan seperti ini dapat menyembuhkan tubuh dan pikiranku juga planet Bumi. Ketika aku berlatih meditasi jalan di luar dengan Sanggha, aku bertekad untuk mensyukuri bahwa ini berjalan bersama Sanggha adalah kebahagiaan besar. Dalam setiap langkah, aku menyadari bahwa aku bukanlah setetes air, melainkan bagian dari sungai yang lebih besar. Dengan bernapas dan berjalan berkesadaran penuh, aku akan menciptakan energi kesadaran penuh dan konsentrasi yang berkontribusi pada kesadaran kolektif Sanggha. Aku akan membuka tubuh dan pikiranku agar energi kolektif Sanggha dapat masuk ke dalam diriku, melindungi, dan membantuku mengalir dengan lembut seperti sungai, menyelaraskan diri dengan segala sesuatu yang ada. Aku tahu bahwa dengan mempercayakan tubuh dan pikiranku, juga rasa sakit yang aku miliki kepada Sanggha, semua itu berpeluang untuk dirangkul dan disembuhkan. Dengan cara ini aku akan dirawat saat aku berlatih berjalan dengan penuh perhatian bersama Sanggha dan bertransformasi secara signifikan dalam tubuh dan pikiranku. Di aula meditasi aku akan membuka diri terhadap energi Sanggha ketika berlatih meditasi jalan perlahan, berjalan satu langkah pada saat bernapas masuk dan satu langkah pada saat bernapas keluar. Aku berjanji untuk berjalan sedemikian rupa sehingga setiap langkah dapat menutrisiku dan Sanggha dengan energi kebebasan dan soliditas.

Menyentuh Bumi

Buddha Shakyamuni, aku bersujud di hadapan-Mu, di hadapan Bodhisattwa Dharanimdhara, Penguasa Bumi, dan di hadapan Bodhisattwa Sadaparibhuta. [Genta]

Sutra Thera

Sutra Thera

Demikianlah yang telah saya dengar, suatu ketika Buddha sedang menetap di wihara dalam Hutan Jeta, di kota Shravasti. Pada waktu itu tersebutlah seorang biksu bernama Thera (sesepuh), yang lebih memilih menyendiri. Kapan pun dia bisa, dia memuji latihan hidup sendirian. Dia memohon sedekah sendirian dan duduk bermeditasi sendirian.

Suatu ketika sekelompok biksu datang menghadap Buddha, memberi hormat dengan cara bersujud, lalu mengambil posisi di samping, kemudian duduk berdekatan, dan berkata, “Buddha, ada seorang sesepuh bernama Thera yang selalu ingin sendirian. Ia selalu memuji latihan hidup sendirian. Ia mengunjungi desa sendirian untuk memohon sedekah, kembali sendirian, dan duduk bermeditasi sendirian.

Buddha meminta salah satu biksu,”Mohon pergilah ke tempat tinggal Biksu Thera dan beritahukan bahwa saya ingin menemuinya.

Seorang biksu melaksanakannya. Saat Biksu Thera mendengar permintaan Buddha, dia segera datang, bersujud di kaki Buddha, mengambil posisi di samping kemudian duduk berdekatan. Kemudian Buddha bertanya kepada Biksu Thera, “Apakah benar adanya bahwa Anda lebih memilih untuk sendirian, memuji hidup berkesendirian, memohon sedekah sendirian, kembali dari desa sendirian, dan duduk bermeditasi sendirian?

Biksu Thera menjawab, “Itu benar adanya, Yang Mulia.

Buddha bertanya kepada Biksu Thera, “Bagaimana cara Anda hidup sendirian?

Biksu Thera menjawab, “Saya hidup sendirian; tidak ada orang lain yang hidup bersama saya. Saya memuji latihan hidup sendirian. Saya memohon sedekah sendirian, dan saya kembali dari desa sendirian. Saya duduk bermeditasi sendirian. Itu saja.

Buddha bersabda sebagai berikut, “Sangatlah jelas bahwa Anda menyukai latihan hidup sendirian. Saya tidak menentangnya, tapi saya ingin memberitahu Anda bahwa ada cara yang lebih indah dan mendalam untuk hidup sendirian. Cara itu adalah pengamatan mendalam untuk melihat bahwa masa lalu telah pergi dan masa depan belum juga tiba, dan bersemayam dengan nyaman di momen kekinian, bebas dari nafsu keinginan. Saat seseorang hidup dengan cara seperti ini, tidak ada keraguan dalam dirinya. Ia meletakkan semua kecemasan dan penyesalan, melepaskan semua keinginan yang mengikat, dan memutuskan belenggu yang menghalanginya untuk hidup bebas. Inilah yang disebut ‘cara lebih baik untuk hidup sendirian.’ Tidak ada cara yang lebih indah untuk hidup sendirian daripada ini.

Kemudian Buddha menyampaikan syair berikut ini:

“Mengamati kehidupan secara mendalam,
memungkinkan melihat apa adanya dengan jelas.
Tidak diperbudak oleh apa pun,
memungkinkan untuk menyingkirkan semua kemelekatan,
menuntun kepada kehidupan yang penuh kedamaian dan kegembiraan.
Inilah hidup sendirian yang sesungguhnya.”

Mendengarkan sabda Buddha, Biksu Thera merasa puas. Ia bersujud dengan hormat kepada Buddha dan meninggalkan tempat itu.

Samyukta Agama 1071,
Sesuai dengan Kitab Pali: Theramano Sutta, Samyutta Nikaya 21.10

Alih bahasa: Oktavia Khoman

I Vow to Live this Day with Love

I Vow to Live this Day with Love

Unduh Mp3 klik sini


Composed by Sze Chai


There’s a time, when the sun starts to fall
When the fire and tears come along
The life of an innocent child is risking its all
Is there hope comes with with dawn?

There’s a time, I wish to do something more
But I’m all alone, I cannot be strong
Though the sun has risen, it’s hard to feel its warmth
On this path, please guide me along!

It’s time to stop
It’s time to breathe
It’s time to take care of myself
It’s not a fault to take a walk in peace and harmony
How can I heal a wounded heart
If I only see the dark
It’s gonna change tomorrow
Because I vow to live this day with love

There’s a time, I take a little pause
The world seems so different than before
My friends still smiling, my beloved still alive
There is hope, and love can re-born!

It’s time to stop
It’s time to breathe
It’s time to take care of myself
It’s not a fault to take a walk in peace and harmony
How can I heal a wounded heart
If I only see the dark
It’s gonna change tomorrow
Because I vow to live this day with love

I vow to talk
I vow to think
I vow to act only out of love
Though in the darkest phase of time, there is no hatred and no fear
Our compassion is the light
Guides us to pass through the night
It’s gonna change tomorrow
Because I vow to live this day with love

It’s gonna change tomorrow
Because I vow to live this day with love

Berjalan dalam Kebebasan

Berjalan dalam Kebebasan

Begawan Buddha, di masa lalu aku memiliki kebiasaan berjalan.1 seolah-olah ada yang mengejarku. Aku ingin segera tiba dan tidak memiliki stabilitas dan kebebasan batin saat berjalan. Melalui meditasi jalan, aku telah banyak berubah. Namun, latihan meditasi jalanku masih belum kokoh dan tidak semua langkahku dilakukan dengan perhatian penuh.

Aku melihat banyak orang di sekitarku yang tidak memiliki kapasitas untuk hidup dengan gembira dan nyaman pada saat ini karena mereka belum memiliki kesempatan untuk berlatih meditasi jalan. Buddha, Engkau telah memberitahu kami bahwa hidup hanya tersedia pada saat ini. Aku ingin setiap langkahku mengandung energi yang solid dan kebebasan, yang membawaku kembali ke saat ini.

Aku bertekad dalam setiap langkahku akan membantuku untuk terkoneksi secara mendalam dengan kehidupan dan keajaiban hidup. Aku sadar bahwa saat ini aku masih hidup; aku masih memiliki dua kaki yang sehat, dan dapat berjalan sebagai orang yang bebas di planet Bumi ini adalah keajaiban sejati.2

Buddha yang terkasih, di masa lalu Engkau berjalan dalam kebebasan, membabarkan ajaran tentang cinta kasih dan pengertian. Ke mana pun Engkau pergi, Engkau meninggalkan jejak langkah kaki kedamaian, kegembiraan, dan kebebasan. Di mana pun Engkau berjalan menjadi tempat suci. Buddha, aku juga ingin menggunakan kedua kaki-Mu untuk mengayunkan langkah penuh kedamaian dan kebahagiaan di lima benua.

Saat ini Sanggha Buddha hadir hampir di setiap negara, tidak hanya di Asia tetapi juga di Eropa, Afrika, Amerika Utara dan Selatan, Australia, dan Oseania. Kami hadir di mana-mana dan kami bertekad untuk berlatih meditasi jalan setiap hari sehingga seluruh planet ini menjadi tempat suci.

Buddha, di masa lalu Engkau menerima Bumi ini sebagai tanah Buddha-Mu. Aku ingin melanjutkan karir-Mu, membawakan ajaran dan praktik hidup kesadaran penuh, cinta kasih, dan pengertian dan menyebarkannya kepada teman-teman di semua benua. Buddha, aku berjanji padaMu bahwa bersama-sama sebagai Sanggha (komunitas) kami akan berlatih berjalan dengan sadar penuh ke mana pun kami pergi untuk mengungkapkan cinta kasih, rasa hormat, dan perhatian kami kepada Bumi yang berharga ini.

Aku tahu bahwa ketika aku melangkah dengan sadar penuh, damai, dan gembira, Tanah Suci segera terwujud; Kerajaan Allah menjadi nyata. Semua keajaiban kehidupan tersedia pada saat ini, termasuk daun yang mulai tumbuh, kerikil, sungai, tupai, suara burung, angin sepoi-sepoi, bulan, dan gemerlap bintang di langit malam. Namun, karena aku sering didorong dan ditarik ke berbagai arah saat berjalan, aku tidak selalu dapat menyentuh hal-hal ajaib dalam kehidupan ini.

Melihat lebih dalam, aku melihat bahwa tidak ada fenomena yang tidak indah: setetes embun, sehelai rumput, sinar matahari, awan, atau kilatan petir. Di masa lalu aku telah berkeliaran seperti seseorang yang tidak memiliki tujuan hidup. Aku telah kehilangan momen saat ini dalam pencarianku akan kebahagiaan ilusi di masa depan.

Sekarang, berkat ajaran-Mu tentang berdiam dengan bahagia di saat ini (drsta dharma sukha viharin), aku mulai sadar. Benapas dan berjalan dengan sadar penuh membawaku kembali ke masa kini, dan pada saat ini aku dapat menikmati Tanah Suci Buddha, di sini dan saat ini. Aku berjanji bahwa mulai sekarang aku akan berlatih sehingga setiap langkah yang aku ambil akan membawaku kembali ke saat ini, ke kehidupan, dan ke rumahku yang sejati.

Aku bertekad bahwa, setiap kali aku melangkah, aku akan menyadari napasku dan koneksi yang indah antara telapak kakiku dan permukaan bumi. Aku tidak akan berbicara saat aku berjalan. Jika aku perlu mengatakan sesuatu, aku harus berhenti, mencurahkan segenap hatiku pada apa yang aku katakan atau mendengarkan orang lain berbicara. Setelah aku selesai berbicara atau mendengarkan, aku akan melanjutkan perjalananku kembali dengan penuh kesadaran.

Jika orang yang berjalan denganku belum mengetahui praktik ini, aku akan berdiri dan menjelaskan padanya. Saat aku berjalan, aku akan mampu mengerahkan segenap hatiku ke dalam setiap langkah dan menumbuhkan kebahagiaan Dharma yang akan menyegarkan dan menyembuhkan tubuh dan pikiranku.

Warisan Sejati Kita3

Semesta dipenuhi dengan permata yang berharga.
Aku ingin mempersembahkan beberapa permata itu kepadamu pagi ini.
Setiap momen kehidupanmu adalah permata, bersinar terang dan mengandung bumi dan langit, air, dan awan.
Kamu cukup bernapas dengan lembut agar keajaiban dapat dirasakan.
Seketika itu kamu akan mendengar suara kicauan burung,
pohon pinus bernyanyi;
kamu melihat bunga bermekaran,
langit biru,
awan putih,
senyum dan penampakan menakjubkan dari orang yang kamu cintai.
Kamu adalah orang terkaya di dunia ini,
yang telah berkeliling untuk mencari nafkah kehidupan,
berhentilah menjadi orang yang miskin dan melarat.
Pulanglah dan ambil harta warisan sejatimu.
Kita harus menikmati kebahagiaan
dan memberikannya kepada semua orang.
Hargailah momen ini.
Lepaskanlah arus penderitaan
dan rangkullah hidup sepenuhnya dalam pelukanmu.

Buddha, aku berjanji akan menata kehidupan sehari-hariku sehingga kapan pun aku perlu pergi ke suatu tempat dengan berjalan kaki, aku akan berjalan dengan penuh perhatian, berapa pun jarak yang harus kutempuh apakah dekat maupun jauh. Aku akan berjalan dengan penuh perhatian setiap kali berjalan dari kamar tidur ke kamar mandi, dari dapur ke toilet, dari lantai dasar ke lantai atas, dari pintu ke tempat parkir. Di hutan, di tepi sungai, di bandara, atau di pasar, di mana pun aku berada, aku akan berlatih meditasi jalan.

Aku bertekad untuk menciptakan dan memancarkan energi ketenangan, kebebasan, stabilitas, kedamaian, dan kegembiraan kemana pun aku pergi. Buddha, aku tahu aku hanya perlu berjalan dengan penuh perhatian dan konsentrasi sehingga aku bisa menyatu dengan Sanggha-Mu yang sebenarnya.

Buddha yang terkasih, Raja Prasenajit pernah berkata bahwa setiap kali dia melihat Sanggha Buddha berpergian ke suatu tempat dengan kesadaran penuh, dengan soliditas dan kebebasan, dia memiliki keyakinan yang makin besar kepada Buddha. Aku bertekad untuk melakukannya seperti Sanggha Buddha yang sesungguhnya lakukan, sehingga siapa pun yang kebetulan melihat aku berjalan akan merasakan rasa hormat dan yakin pada jalur pengertian dan cinta kasih.

Menyentuh Bumi

Buddha, aku akan menyentuh bumi untuk merasakan energi-Mu, energi Bodhisattwa Dharanimdhara, Pemilik Bumi, dan Bodhisattwa Kshitigarbha, Penjaga Bumi. [Genta]

Membangun Kembali Komunikasi

Membangun Kembali Komunikasi

Begawan Buddha, karena aku telah berhasil kembali ke diriku sendiri dan mengenali akar penderitaan dalam persepsiku yang sesungguhnya, aku tidak lagi menyalahkan Tuhan atau manusia atas penderitaanku. Aku bisa mendengarkan penderitaan orang lain dan membantu mereka mengenali akar penderitaan yang terdapat dalam persepsinya.

Aku akan menggunakan praktik mendengarkan mendalam dan penuh kasih untuk meningkatkan kemampuanku dalam memahami dan mengasihi orang lain. Aku tidak akan menyalahkan mereka. Aku tahu bahwa, jika aku dapat memahami orang lain, aku akan dapat menerima dan mengasihi mereka.

Kemudian aku dapat menggunakan ucapan penuh kasih untuk membantu orang lain melihat bahwa penderitaan mereka muncul dari cara mereka memandang, memahami, dan tergantung pada gagasan dan persepsinya.

Ketika mereka bisa melihat itu, mereka juga tidak akan lagi menyalahkan dan menyimpan kebencian terhadap orang lain. Sebaliknya, mereka akan dapat melihat bahwa ketika mereka melepaskan persepsi keliru yang mereka miliki, mereka akan bahagia dan bebas.

Buddha, aku telah melihat banyak orang yang mampu menyelesaikan masalah formasi internal (internal formation) melalui latihan mendengarkan secara mendalam dan berucap penuh kasih. Mereka telah berhasil melepaskan kesalahpahamannya, membangun kembali komunikasi, dan menemukan kembali kebahagiaan.

Buddha, aku menyentuh bumi tiga kali untuk membangkitkan aspirasi mendalam bahwa mulai saat ini, daripada menyalahkan dan menuduh orang lain, aku akan dengan sepenuh hati berlatih berucap penuh kasih dan mendengarkan secara mendalam untuk membangun kembali komunikasi.

Menyentuh Bumi

Bersujud kepada Buddha Konakamuni. [Genta]
Bersujud kepada Bodhisattwa Mendengarkan Secara Mendalam, Avalokiteshvara. [Genta]
Bersujud kepada Guru Agung Yang Penuh Bakti yang aku hormati, Maha Maudgalyayana. [Genta]