Tahun 2020 sudah kita masuki. Tahun 2019 sudah kita lewati. Tetapi apakah ia benar-benar berlalu? Apakah kita benar-benar siap menyambut tahun yang baru?
Banyak orang suka memakai momentum awal tahun untuk membuat aspirasi baru. Kita menuliskan resolusi dan aspirasi baru dengan aspirasi dan semangat yang baru dan kuat. New Year New Me. Tahun yang baru, saya yang baru. Tahun memang berganti yang baru, tetapi apakah kita juga berubah menjadi kita yang baru? Bagaimana caranya? Menjadi baru bukan berarti sekadar mengubah penampilan luar, tetapi yang paling penting adalah bagaimana kita sebagai pribadi manusia yang baru. Jika kita tidak berubah, maka tidak ada yang baru.
Pada kehidupan sehari-hari, kita sebagai manusia selalu menjalin hubungan, baik dengan sesama manusia atau human relationship (mencakup keluarga, kerabat, teman, kolega, bahkan orang asing) dan dengan bukan manusia atau non-human relationship (mencakup alam, pekerjaaan, perangkat elektronik seperti handphone dan laptop, media sosial, musik, makanan, buku, barang-barang kepemilikan, olah raga, agama, budaya dan adat istiadat, dan lain sebagainya).
Pernahkah kita menyadari berapa banyak dari waktu yang kita miliki satu hari yang kita habiskan pada hal-hal di atas? Apakah lebih banyak pada human relationship atau pada non-human relationship? Lalu bagaimana hubungan dengan diri kita sendiri? Pernahkah kita menjalin persahabatan dengan diri sendiri?
Melihat ke dalam diri sendiri
Sebelum kita melihat bagaimana hubungan dengan orang atau hal lain, mari kita melihat ke dalam diri sendiri terlebih dahulu. Thay selalu mengingatkan kita untuk kembali pada diri sendiri, kembali ke napas dan tubuh kita. Kita sering lupa dengan diri kita. Praktik kembali pada diri sendiri dan merawat diri sendiri adalah penting.
Pertama-tama, ambil posisi yang nyaman untuk duduk atau sitting. Sadari setiap napas masuk dan keluar. Kemudian, tanyakan pada diri, “Apa kabar dengan diri saya saat ini? Bagaimana keadaan diri saya saat ini? Apa yang sedang terjadi dengan diri saya saat ini?” Tawarkan persahabatan dengan diri kita sendiri. Berikan senyum pada diri sendiri dengan kasih sayang. Tumbuhkan welas asih dan kegembiraan pada diri sendiri.
Kegembiraan yang dimaksud bukanlah kegembiraan sesaat seperti bermain game, berbelanja, atau menonton film, melainkan kegembiraan yang lebih dalam, yang dapat bertahan lebih lama, seperti menikmati alam, meditasi jalan atau kegiatan lain yang dapat mendatangkan kegembiraan yang berlangsung lebih lama.
“Jika kita dapat hadir bagi diri sendiri,
kita dapat hadir bagi orang lain.”
Ketika kita kembali pada diri sendiri, kita dapat menemukan orang tua dan para leluhur kita juga ada dalam diri kita. Mereka mewariskan sebagian hal dalam diri kita, melalui gen di sel tubuh ataupun melalui karakter dan sifat. Kita tumbuh bersama itu semua, selain energi kebiasaan dari diri kita dan pengaruh dari lingkungan dan budaya tempat tinggal kita. Dalam diri kita juga terdapat ‘inner child’, diri kita ketika kecil atau muda dulu.
Jika kita melihat lebih mendalam, mungkin kita dapat melihat inner child kita yang terperangkap oleh suatu pengalaman yang tidak mengenakkan di masa kecil. Kita bisa menawarkan persahabatan, welas asih dan kegembiraan pada inner child dalam diri kita, bahkan mungkin kebebasan. Banyak yang bisa kita lakukan ketika kita kembali pada diri sendiri dan melihatnya secara mendalam.
‘Beginning anew’ dengan diri sendiri
Tidak berbeda dengan ‘beginning anew’ dengan orang lain, kita dapat melakukan langkah pertama dari tahap ini, yaitu flower watering, mengungkapkan apresiasi pada diri sendiri.
“Apa saja yang saya syukuri dari diri saya? Apa saja kebaikan yang ada dalam diri saya? Apa saja kebaikan yang ada dalam hati saya dan tindakan saya? Hal apa dari dalam diri saya yang saya apresiasi?”
Menyadari dan mengetahui kebaikan diri sendiri dapat mendatangkan kegembiraan dan sukacita yang mendalam pada diri.
Langkah kedua adalah mengungkapkan penyesalan kita pada diri sendiri. Mungkin ada interaksi ataupun sesuatu hal yang kurang menyenangkan yang telah kita lakukan pada diri sendiri. Akuilah pada diri sendiri, tetapi jangan menyalahkan diri sendiri.
Langkah ketiga adalah ungkapkan kesulitan yang kita alami bersama diri sendiri. Beri tahu saja, tapi jangan berpikir untuk langsung dapat menyelesaikan masalah yang ada saat itu juga. Ingatlah bahwa dalam diri kita juga ada warisan dari leluhur kita, dan juga pengalaman inner child di masa lalu kita. Jangan menghukum diri sendiri atau membuat diri kita makin menderita lagi. Katakan saja kesulitan yang dialami bersama diri sendiri.
Langkah keempat adalah ungkapkan aspirasi yang ingin dicapai bersama diri sendiri atau minta dukungan pada diri sendiri agar dapat melakukannya lebih baik.
Dalam beginning anew dengan diri sendiri, terkadang tidak perlu melakukan keempat langkah ini sekaligus. Bisa hanya melakukan langkah pertama dan kedua, lalu keempat. Satu lagi, tidak perlu menunggu ketika muncul kesulitan baru kita lakukan beginning anew dengan diri sendiri. Kapan saja ketika kita ingin melakukannya, lakukanlah.
Beginning anew dapat menyegarkan hubungan kita dengan diri sendiri sehingga kita dapat mencintai diri dengan lebih baik lagi. Beri ruang pada diri sendiri, jangan terlalu keras pada diri sendiri. Jika kita dapat mencintai diri sendiri, kita akan lebih mudah untuk mencintai orang-orang di sekitar kita.
“To be beautiful means to be yourself.
You don’t need to be accepted by others.
You need to accept yourself.”
-Thich Nhat Hanh
RUMINI LIM guru sekolah Ananda di Bagan Batu dan mengajar mindfulness class